BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangOklusi vena retina merupakan salah satu
penyebab penurunan ketajaman penglihatan pada orangtua yang umum
terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit
vaskuler retina, setelah retinopati diabetik.1 Oklusi vena retina
telah diteliti secara luas sejak tahun 1855, akan tetapi
patogenesis dan manajemen dari gangguan ini masih menjadi sebuah
teka-teki.2Oklusi vena retina sentral atau Central Retinal Vein
Occlusion (CRVO) merupakan penyakit pembuluh darah retina yang
sering dijumpai . Secara klinis, CRVO ditandai dengan kehilangan
visus yang bervariasi; pada daerah fundus dapat terlihat pendarahan
pada retina, berdilatasinya vena retina yang berliku-liku,
cotton-wool spots, edema makula, and edema pada diskus optikus.3
Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang
berusia 40 tahun ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta
orang di seluruh dunia. Pada sebuah penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena retina cabang mencapai 0,6%
sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral hanya 0,1%.
Oklusi pada vena retina cabang 4 kali lebih sering terjadi daripada
oklusi vena retina sentral. Sementara itu oklusi vena retina
bilateral juga sering terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan
oklusi pada satu mata, oklusi dapat berkembang di mata lainnya
seiring dengan berjalannya waktu.Pada oklusi vena retina terjadi
penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba. Walapun
umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali
berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan
dapat menghasilkan prognosis yang buruk pada pasien. Oleh karena
itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi
edema makula dan glaukoma ini.4Oleh karena pentingnya oklusi vena
retina ini, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai oklusi vena
retina, mulai dari definisi hingga prognosisnyaBAB IITINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi Retina 4,5Retina adalah lembaran jaringan saraf
berlapis yang tipis dan semi transparan yang melapisi bagian dalam
2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan
tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora
serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina
posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm,
yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh
cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.
Gambar 1. Bola mataLapisan-lapisan retina, mulai dari sisi
dalamnya, adalah sebagai berikut :1. Membran limitans interna,
merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca2. Lapisan
serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan
badan sel dari neuron kedua4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan
lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel
ganglion5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari
arteri retina sentral6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan
lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel
bipolar dan sel horizontal7. Lapisan inti luar, merupakan susunan
lapis inti sel batang dan sel kerucut8. Membran limitans eksterna,
merupakan membran ilusi9. Lapisan sel kerucut dan sel batang
(fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut10. Epitelium
pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial
berpigmen.
Gambar 2. Lapisan retina
Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah
pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau
xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian
retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus
optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suau cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Fovea merupakan zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea
ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya
lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam
retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini
fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina yang paling
tipis.Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai
melalui 2 sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan
koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada
sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal
dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis
interna.Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa
anostomose. Arteri sentralis retina keluar pada optic disk yang
dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi
menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini
terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.Sistem vena
ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina
sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan
darah vena ke sistem kavernosus.Retina menerima darah dari dua
sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch,
yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi
2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat
diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk
sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel
pigmen retina.
Gambar 3. Normal fundus
2.2 Fisiologi Retina 4,5Retina adalah jaringan mata yang paling
kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan
oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya
ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian
besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya,
dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula
digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar
terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).Fotoreseptor kerucut dan
batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut
mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan
fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membran yang
separuh terbenam di lempeng membrane lapis ganda pada segmen paling
luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik diperantarai oleh
fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap
ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak
dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.
2.3 Definisi 5Cental Retinal Venous Occclusion atau Oklusi Vena
Retina Sentral, merupakan suatu keadaan di mana terjadi penyumbatan
vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan gangguan
perdarahan di dalam bola mata.2.4 Epidemiologi 4,5,6CRVO adalah
penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia, terutama
mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma.Insiden CRVO meningkat
pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal
ginjal kronik, dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan
makroglobulinemia Wildenstrm). Merokok juga merupakan faktor
resiko. CRVO berkaitan dengan peningkatan mortalitas penyakit
jantung iskemik, termasuk infark miokardium. Tipe Non-iskemik CRVO,
adalah tipe yang paling banyak ditemukan, yaitu sekitar 75 % dari
semua kasus CRVO.
2.5 Klasifikasi 3,4,6CRVO dibagi 3 berdasarkan jenis respon pada
angiografi fluoresein:1. Tipe non iskemik (Mild)Dicirikan oleh
ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen ringan,
dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina
sentral yang berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada
seluruh kuadran retina. Edema makula dengan penurunan visus dan
pembengkakan optic disc dapat ada atau tidak.
Gambar 4. CRVO non iskemik2. Tipe iskemikBiasanya dihubungkan
dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma
sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang
lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual
prognosis pada tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari
10% CRVO tipe iskemik memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih
baik dari 20/400.Tipe ini memiliki gejala dengan onset obstruksi
vena yang cepat yang mengakibatkan menurunnya perfusi retina,
penutupan kapiler dan hipoksia retina. Keaadaan ini dapat
mengakibatkan kebocoran pembuluh darah yang besar, rubeosis iridis
dan meningkatnya tekanan intra okular. Glaukoma Neovaskular adalah
salah satu indikasi yang paling sering sebagai lasan enukleasi di
dunia kedokteran Eropa dan Amerika.
Gambar 5. CRVO tipe iskemik
3. Tipe Impending (parsial)Impending (parsial) CRVO adalah
sebuah kondisi yang relatif buruk dan dapat mengakibatkan obstruksi
komplit dari vena sentral retina
Gambar 6. CRVO parsial
2.6 Etiologi 5,7Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina
sentral ialah:1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut
seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan
pada lamina kribrosa.2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena
sendiri seperti fibrosklerosis atau endoflebitis.3. Akibat hambatan
aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat
pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri
retina yang berhubungan.4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom
hiperviskositas dan abnormalita koagulasi);5. Abnormalitas dinding
vena (inflamasi);6. Peningkatan tekanan intraokular.
2.7 Patofisiologi 2,5Faktor patogenesis dari CRVO masih belum
diketahui secara pasti. Ada banyak faktor lokal dan sistemik yang
berperan dalam penutupan patologis vena retina sentral.Arteri dan
vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari
nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit.
Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang
seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena
retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya perlambatan
aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan
dari darah itu sendiri.Perubahan arterioskelerotik pada arteri
retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku dan mengenai/
bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan
terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan
pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan
antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih
belum bisa dibuktikan secara konsisten.Oklusi trombosis vena retina
sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis, termasuk
di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan
pada darah. Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah
di sistem vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran
darah vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah
dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi
peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial vascular
(VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous.
Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior
dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang
mengakibatkan edema makula.
2.8 Manifestasi Klinis [4,5]Pasien mengeluhkan kehilangan
penglihatan parsial atau seluruhnya mendadak. Penurunan tajam
penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat memburuk sampai
hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan hanya
mengenai satu mata.
2.9 Diagnosis 5,7Pasien harus menjalani pemeriksaan mata
lengkap, termasuk ketajaman penglihatan, refleks pupil, pemeriksaan
slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan pemeriksaan
funduskopi. Ketajaman visus merupakan salah satu indikator penting
pada prognosis penglihatan akhir sehingga usahakan untuk selalu
mendapatkan ketajaman penglihatan terkoreksi yang terbaik. Refleks
pupil bisa normal dan mungkin ada dengan refleks pupil aferen
relative. Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil
dapat tidak bereaksi. Konjungtiva: kongesti pembuluh darah
konjungtiva dan siliar terdapat pada fase lanjut Iris dapat normal.
Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi. Pada pemeriksaan
funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan retina,
dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena
yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat
kuadran retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau
dalam. Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO.
Biasanya terkonsentrasi di sekitar kutub posterior. Cotton wool
spot dapat menghilang dalam 2-4 bulan. Neovascularization disc
(NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bisa mengarah
pada perdarahan preretinal/vitreus. Perdarahan dapat terjadi di
tempat lain (NVE : Neovascularization of elsewhere) Perdarahan
preretinal/vitreus Edema makula dengan tanpa eksudat. Cystoid
macular edema Lamellar or full thickness macular hole Optic atrophy
Perubahan pigmen pada makula Tidak ada pemeriksaan laboratorium
yang rutin didindikasikan untuk diagnosis CRVO. Pada pasien tua,
pemeriksaan laboratorium diarahkan pada identifikasi masalah
sistemik vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan laboratoriumnya
tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya: hitung
darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa,
profil lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi,
serologis sifilis.
Gambar 7. Oklusi vena sentral retina.
Gambar 8. Oklusi cabang vena retina.
2.10 Diagnosis Banding 3 Oklusi vena retina cabang Sindrom
iskemik ocular
2.11 Penatalaksanaan 3,4,5a. Evaluasi and ManajemenManajemen
CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi,
diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika
hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka
dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien
muda untuk menyingkirkan kemungkinan trombofilia, khususnya pada
pasien-pasien dengan CRVO bilateral, riwayat trombosis sebelumnya,
dan riwayat trombosis pada keluarga. Pengobatan terutama ditujukan
kepada mencari penyebab dan mengobatinya, antikoagulasia, dan
fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid diberi
bila penyumbatan disebabkan flebitis.Pasien CRVO harus
diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan penglihatan karena
pada beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari
noniskemik ke iskemik.
b. Pembedahan and FarmakoterapiDekompresi surgikal dari CRVO via
radial optik neurotomi dan kanulasi vena retina dan pemasukan
tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko dari
pengobatan ini tidak terbukti.Kortikosteroid dan terapi untuk
mengurangi perlengketan platelet (aspirin) telah disarankan, tapi
kemanjuran dan resikonya juga masih belum terbukti. Antikoagulasi
sistemik tidak dianjurkan.Edema makula tidak merespon terhadap
terapi laser. Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan
sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot steroid atau agen
anti -VEGF memberi hasil yang menjanjikan.
c. Iris NeovascularizationSuatu studi penelitian menemukan bahwa
faktor risiko paling penting pada iris neovaskularisasi adalah
ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain yang
berhubungan dengan perkembangan neovaskularisasi iris termasuk di
antaranya nonperfusi kapiler retina yang luas dan darah
intraretinal. Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya
adalah fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi
juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun
laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma
perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang
dapat berfungsi dengan baik dan lapangan pandang yang
menyempit.
2.12 Komplikasi 5Penyulit oklusi vena retina sentral berupa
perdarahan masif ke dalam retina terutama pada lapis serabut sarah
retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina
sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini
dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi
vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah
baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina
(rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya
glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-3
bulan.Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau
neovaskular.
2.13 Prognosis 5,6Penglihatan biasanya sangat berkurang pada
oklusi vena sentral, dan sering pada oklusi vena cabang, dan
biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda dapat
lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatanPada tipe
iskemik prognosisnya sangatlah buruk akibat iskemik makular.
Rubeosis iridis terjadi hampir 50% pada mata, biasanya antara 2
samapai 4 bulan (10-day Glaukoma 100 hari), dan terdapat risiko
tinggi terjadinya neovascular glaucoma. terbentuknya opticociliary
shunts (vena kolateral retinochoroidal) bisa melindungi mata dari
neovascularisasi pada anterior segmen dan bisa mengurangi dramatis
pada risikonya.BAB IIIPRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PENDERITANama : Tn. S MUmur : 51 TahunAlamat : Aceh
BesarAgama : IslamStatus Perkawinan : KawinSuku : Aceh Pekerjaan :
Tidak bekerjaTanggal Pemeriksaan : 31 Oktober 2012
B. ANAMNESA1. Keluhan UtamaPenglihatan turun mendadak 2. Keluhan
Tambahan: - 3. Riwayat Penyakit Sekarang:Os datang dengan keluhan
penglihatan turun mendadak sejak 1 bulan yang lalu. Penglihatan
menurun mendadak, paling berat dirasakan pada mata kanan. Os
mengaku menderita DM sejak lama.4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Dibetes Mellitus type II5. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal6.
Status Oftalmologis: VOD : 5/10 VOS : 5/9
Pergerakan bola mata : Normal/Normal
NoKomponenEdemaHiperemisEdemaHiperemis
1Palpebra Superior----
2Palpebra Inferior----
3Konj. Tars Superior----
4Konj. Tars Inferior----
5Konj. Bulbi----
6KorneaJernihJernih
7Kedalaman COACukupCukup
8Kripta IrisJelasJelas
9PupilRC (+)RC (+)
10LensaJernihJernih
Funduskopi :
OD : Dot and Flame hemorrhages di 4 kuadran OS : Normal
6. Diagnosis : Oklusi Vena Retina Sentral 7. Pemeriksaan
penunjang :a. Foto Fundusb. Funduskopi Indirekc. Konsul
hematologid. Lab Darah Rutine. RAPDf. PerimetriTerapi :Trental 2x
1
BAB IVKESIMPULAN
Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) merupakan suatu keadaan di
mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang
mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata. CRVO
diklasifikasikan atas dua jenis yaitu: noniskemik dan iskemik. CRVO
noniskemik dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik,
defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang
ringan. CRVO iskemik biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang
buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral. Untuk mendiagnosis
pasien dengan CRVO ditemukan gejala kehilangan penglihatan parsial
atau seluruhnya mendadak dan pasien harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap, termasuk ketajaman penglihatan, reflex pupil,
pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan
pemriksaan funduskopi. Terapi CRVO disesuaikan dengan kondisi medis
terkait, misalnya hipertensi, diabetes mellitus,
hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Untuk farmakoterapi
dapat diberikan kortikosteroid dan antikoagualan sistemik, serta
triamcinolone acetonide intravitreal, namun efikasi dan risiko dari
modalitas terapi ini masih belum terapi. Terapi pembedahan dapat
berupa dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan
kanulasi vena retina serta pemasukan tissue-plasminogen activator
(t-PA). Keefektifan dan resiko dari pengobatan juga belum terbukti.
Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah
fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi juga
dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun laser-PRP
(Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer,
berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat
berfungsi dengan baik dan lapangan pandang yang menyempit.17