WP/10/2018 WORKING PAPER NOWCASTING KONSUMSI RUMAH TANGGA DAN INVESTASI REGIONAL SUMATERA, JAWA, DAN KAWASAN TIMUR INDONESIA (KTI) Wahyu Dewati, Rama Rahadian Prakasa, Rizki Fitrama, Deasy Ariyanti, Donny Hendri Pratama, Dythia Sendrata, Warsono, Erwin Syafii 2018 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
1
Nowcasting Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Regional Sumatra, Jawa, dan Kawasan
Untuk menjalankan peran sebagai strategic advisor bagi pemerintah
daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia membutuhkan tools yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan ekonomi terkini. Dengan melihat besarnya pangsa konsumsi rumah tangga dan investasi dalam
perekonomian di setiap wilayah, tools untuk tracking pertumbuhan ekonomi melalui nowcasting atas kedua variabel tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi perkembangan ekonomi daerah secara keseluruhan. Kajian ini bertujuan untuk menyusun model nowcasting
atas variabel pertumbuhan konsumsi dan investasi di wilayah Sumatra, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) menggunakan metode Bridge Model dan Distributed Lag Model (DLM).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa indikator yang dapat digunakan untuk nowcasting pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sumatra adalah
nilai tukar petani, kredit konsumsi, indeks keyakinan konsumen, harga kopi arabika, dan total DPK berdasarkan metode DLM. Sementara itu, nowcasting
pertumbuhan konsumsi di Jawa menggunakan indikator berupa indeks keyakinan konsumen, suku bunga deposito, inflasi perumahan; listrik; gas; dan air, serta produksi kendaraan roda empat dengan metode DLM mampu
memberikan hasil yang baik. Selanjutnya, nowcasting konsumsi di KTI menggunakan indikator nilai tukar petani, kredit kendaraan bermotor, dan
ekspor barang industri berdasarkan metode Bridge mampu menangkap dinamika konsumsi di KTI. Sementara itu, nowcasting pertumbuhan
investasi di Sumatra yang dapat dilakukan adalah kombinasi indikator penjualan semen, total kredit, dan harga CPO berdasarkan metode DLM, sedangkan nowcasting pertumbuhan investasi di Jawa dapat dilakukan
berdasarkan metode Bridge dengan menggunakan kombinasi data konsumsi semen, impor barang modal, dan juga indeks saham untuk sektor
perdagangan. Lebih lanjut, metode Bridge Model juga mampu memberikan gambaran atas pertumbuhan investasi di KTI dengan menggunakan data
pertumbuhan kredit modal kerja.
Keywords: Nowcasting, Bridge Model, Distributed Lag Model JEL classification: C50, O40, P25, R12
1 Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suhaedi, Dwi Pranoto, dan Wiwiek Sisto Widayat atas masukan dan arahannya, rekan-rekan di Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter yaitu Robbi Nur Rakhman dan Rakhmat Pratama atas bantuannya, serta Prof. Insukindro dan Prof. Firdaus atas masukannya. Isi paper ini merupakan pandangan penulis, dan tidak merepresentasikan pandangan atau kebijakan Bank Indonesia.
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalankan tugasnya sebagai strategic advisor bagi pemerintah
daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) perlu memperhitungkan
ketepatan dan pemahaman akan proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi sebagai
hal yang sangat mendasar. Proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi merupakan
input yang disampaikan oleh KPwBI kepada pemerintah daerah untuk digunakan
sebagai bahan pertimbangan dan asumsi dalam penyusunan RAPBD provinsi dan
RPJMD. Bagi Bank Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi juga
berperan dalam mendukung pemahaman atas kondisi perekonomian yang pada
gilirannya akan berkontribusi dalam proses penyusunan kebijakan Bank Indonesia.
Dengan demikian, penguatan model proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi, baik
untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, menjadi makin
penting untuk dilakukan.
Pada tahun 2015 seluruh KPwBI di provinsi telah memiliki model struktural
untuk proyeksi makroekonomi regional, yaitu Regional Macroeconomic Model Bank
Indonesia (REMBI). Model tersebut digunakan untuk memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi provinsi dengan jangka waktu pendek—menengah (1—2
tahun ke depan). Selanjutnya, pada tahun 2016 dan 2017 model REMBI telah
diperkuat dengan penyusunan model satelit REMBI (SaREMBI) yang terdiri atas
nowcasting dan composite leading indicator (CLI). Penyusunan nowcasting tersebut
digunakan untuk melakukan tracking besaran PDRB pada triwulan berjalan.
Adapun CLI digunakan untuk memberikan indikasi arah, baik pertumbuhan PDRB
maupun inflasi.
Dalam perkembangannya, diperlukan penyempurnaan proyeksi
pertumbuhan ekonomi dalam lingkup regional yang dikelompokkan menjadi tiga
wilayah besar, yaitu Sumatra, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (Balinusra,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua) melalui pengembangan model satelit
atau model pendukung berbasis wilayah. Secara khusus, penyempurnaan model
indikator untuk konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi penting untuk
dilakukan dalam tahap awal karena besarnya kontribusi kedua komponen tersebut
terhadap PDRB di Indonesia (mencapai kurang lebih 70% dari total PDRB).
Penyempurnaan tersebut diperlukan untuk menjadi bahan diskusi dan acuan atas
2
proyeksi KPwBI di provinsi serta untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
atas dinamika konsumsi dan investasi yang bersifat unik di tiap-tiap wilayah.
Kajian ini bertujuan untuk membangun model indikator yang dapat
digunakan untuk melakukan proyeksi konsumsi rumah tangga dan investasi pada
kuartal berjalan di tingkat wilayah serta memperkuat model makroekonomi yang
telah dibangun pada tingkat wilayah dan provinsi (SaREMBI). Pada bagian
selanjutnya dari kajian ini akan dibahas tinjauan literatur, metodologi penelitian,
penyajian hasil; analisis; dan pembahasan atas hasil uji empiris yang dilakukan,
serta simpulan dan rencana penyempurnaan ke depan.
1.2. Ruang Lingkup
Kajian ini merupakan upaya awal untuk melakukan pengembangan model
indikator untuk melakukan nowcasting (proyeksi kuartal berjalan) atas besaran
konsumsi rumah tangga dan investasi. Model yang dibangun merupakan model
sederhana dengan metode Bridge Model dan Distributed Lag Model (DLM) dengan
menggunakan data frekuensi bulanan atau dengan frekuensi yang lebih tinggi
selama rentang observasi tahun 2009–2017 untuk wilayah Sumatra dan Jawa,
sedangkan pengujian untuk wilayah Kawasan Timur Indonesia dilakukan selama
periode observasi 2011—2017. Sementara itu, pengujian pseudo out-of-sample
dilakukan dengan menggunakan data tahun 2018.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model indikator yang
dapat digunakan untuk melakukan proyeksi konsumsi rumah tangga dan investasi
pada kuartal berjalan di tingkat wilayah.
3
2. Tinjauan Literatur
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perekonomian Indonesia secara
umum ditopang oleh dua komponen utama, yaitu konsumsi rumah tangga dan
investasi. Kedua komponen tersebut memiliki pangsa hingga 70% (rata-rata tahun
2011—2017) terhadap PDRB sehingga gambaran atas perkembangan konsumsi dan
investasi diharapkan dapat memberikan pemahaman atas arah pertumbuhan
ekonomi regional secara menyeluruh. Dengan merujuk pada penyusunan
peramalan konsumsi dan investasi dengan menggunakan metode nowcasting
terhadap komponen yang sama di level nasional (Tarsidin dkk, 2016),
penyempurnaan metode proyeksi regional untuk konsumsi dan investasi akan
dilakukan dengan metode nowcasting dengan menggunakan data atau variabel
terkini yang dapat memperkirakan arah pertumbuhan konsumsi dan investasi yang
dipublikasikan secara triwulanan.
Penyusunan dan penguatan model satelit berupa nowcasting pada level
regional menjadi penting karena belum terdapat model struktural yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui perkiraan kondisi ekonomi regional terkini. Saat
ini tracking pertumbuhan ekonomi regional masih mengandalkan hasil agregasi
provinsi dan pemantauan terhadap beberapa indikator yang relevan. Mengingat
keterbatasan dalam membuat model struktural di level regional dan penggunaan
nowcasting yang mulai berkembang pada tahun 2018, penyusunan nowcasting
regional untuk komponen konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi salah satu
pilihan dalam melakukan perkiraan pertumbuhan ekonomi regional terkini.
Penyusunan nowcasting menggunakan data atau variabel terkini dengan
frekuensi yang tinggi sehingga dapat memberikan gambaran terkait dengan
perkembangan ekonomi regional terkini secara lebih akurat. Nowcasting juga dapat
menghasilkan perkiraan atau estimasi, baik berupa arah pertumbuhan maupun
besaran angka pertumbuhan. Penggunaan nowcasting dalam tracking pertumbuhan
ekonomi telah banyak dibahas, antara lain, oleh Angelini, et al. (2008) serta
Andersson dan Reijer (2015), sedangkan nowcasting atas perekonomian Indonesia
telah dilakukan oleh Kurniawan (2014) dan Luciani, et al. (2015).
Dalam perkembangannya, metode atau pendekatan untuk nowcasting
berkembang cukup pesat pada beberapa periode terakhir. Metode atau pendekatan
yang banyak digunakan, antara lain, ialah Bridge Equation, Mixed Data Sampling
4
(MIDAS, dikembangkan oleh Ghysels, et.al. (2004)), Mixed Frequency VAR (MF-VAR,
dikembangkan oleh Mariano dan Murasawa (2010) dan Schorfheide dan Song
(2013)), serta Dynamic Factor Model (DFM, disebut pula Mixed Frequency Factor
Model (MF-FM) yang dikembangkan oleh Mariano dan Murasawa (2003) dan
Giannone, et.al. (2008)). Nowcasting atas PDB Indonesia, antara lain, dilakukan oleh
Kurniawan (2014) yang menggunakan MIDAS dan Mixed Frequency Factor Model dan
Luciani, et.al. (2015) yang menggunakan Dynamic Factor Model.
Namun, nowcasting yang dilakukan untuk komponen pembentuk PDB atau
PDRB masih relatif terbatas. Tarsidin, dkk. (2016) telah melakukan nowcasting
untuk konsumsi rumah tangga dan investasi untuk perekonomian Indonesia
dengan menggunakan metode Dynamic Factor Model (DFM). Dari hasil penelitian
tersebut dijelaskan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan nowcasting
variabel konsumsi rumah tangga adalah penjualan kendaraan bermotor, total
simpanan, suku bunga kredit konsumsi, M1, dan nilai tukar rupiah riil (NEER).
Sementara itu, indikator yang digunakan untuk nowcasting investasi adalah
penjualan semen, produksi kendaraan bermotor, konsumsi listrik, total kredit, dan
M1. Dalam riset tersebut juga disebutkan bahwa forecast error model nowcasting
konsumsi rumah tangga menggunakan metode DFM relatif kecil sehingga cukup
baik dalam memprediksi besaran konsumsi rumah tangga. Sementara itu, forecast
error model nowcasting investasi menggunakan metode DFM cukup besar, tetapi
lebih baik dibandingkan dengan model benchmark, yaitu Bridge Equation dan
ARIMA.
Penelitian lain yang menggunakan nowcasting untuk konsumsi rumah
tangga dan investasi memakai metode Bridge Equation pernah dilakukan oleh
Baffigi, et al. (2004). Hasilnya menunjukkan bahwa bagi konsumsi rumah tangga,
indeks penjualan ritel merupakan komponen penting, sedangkan consumer
confidence index tidak memiliki hubungan yang signifikan (kemungkinan akibat
adanya korelasi dengan indikator lainnya). Lebih lanjut, registrasi kendaraan
merupakan indikator yang sejalan dengan konsumsi barang tahan lama. Sementara
itu, data-data survei menjadi indikator penting dalam memperkirakan pertumbuhan
investasi, terutama yang terkait dengan dinamika permintaan dalam jangka pendek.
Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah indikator terkait dengan konstruksi.
Sementara itu, Sørensen (2011) menyebutkan bahwa mengingat besarnya
kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB, konsumsi rumah tangga
merupakan faktor penting dalam melakukan asesmen perekonomian (state of the
5
economy). Metode nowcasting yang digunakan adalah Bridge Equation dengan
estimasi Ordinary Least Square (OLS) yang indikatornya dipilih melalui pendekatan
general to specific berdasarkan information criteria, model reduction tests, dan
misspecification tests. Dari hasil uji ditemukan sejumlah indikator yang signifikan,
yaitu jumlah registrasi baru atas kendaraan penumpang, perputaran uang, dan
consumer confidence index.
6
3. Metodologi
3.1. Metode
3.1.1. Metode Estimasi
Metode estimasi yang digunakan dalam model Bridge Equation dan DLM
adalah Ordinary Least Square (OLS). OLS adalah suatu metode ekonometrik yang di
dalamnya terdapat variabel independen yang merupakan variabel penjelas dan
variabel dependen yang merupakan variabel yang dijelaskan dalam suatu
persamaan linier. Dalam OLS hanya terdapat satu variabel dependen, sedangkan
variabel independen jumlahnya bisa lebih dari satu. Jika variabel bebas yang
digunakan hanya satu, hal itu disebut dengan regresi linier sederhana, sedangkan
jika variabel bebas yang digunakan lebih dari satu, hal itu disebut sebagai regresi
linier majemuk.
OLS merupakan metode regresi yang baik karena dapat menghasilkan nilai
residual terkecil. Nilai residual terkecil merupakan hasil dari suatu analisis regresi
dan menunjukkan nilai estimasi yang mendekati nilai aktualnya. OLS digunakan
untuk menduga koefisien regresi klasik dengan cara meminimalkan sum of squared
error. Caranya ialah dengan meminimalkan persamaan berikut.
Estimator dalam metode OLS diperoleh dengan cara meminimalkan persamaan
berikut:
(3.1)
dengan adalah sum of squares error.
Pada notasi matriks sum of squares error dapat dituliskan sebagai berikut.
(3.2)
Oleh karena itu, perkalian matriks error menjadi sebagai berikut.
(3.3)
7
Untuk meminimalkannya, diturunkan terhadap β sehingga diperoleh
persamaan normal sebagai berikut.
Setelah disusun kembali dan semua parameter diganti dengan estimator,
sistem persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut.
Persamaan tersebut disebut persamaan normal. Jika ditulis dalam lambang
matriks, bentuknya menjadi
Atau secara lengkap jika ditulis dalam notasi matriks akan menjadi sebagai
berikut.
8
Dengan demikian, diperoleh estimator untuk OLS sebagai berikut.
Berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear klasik, estimator OLS
memiliki variansi minimum di antara estimator-estimator takbias lainnya sehingga
estimator OLS disebut sebagai estimator takbias linear terbaik (Best Linear Unbiased
Estimators/ BLUE). Berikut ini adalah pembuktian dari sifat BLUE OLS (Gujarati,
2004).
a. Linear
Estimator yang diperoleh dengan metode OLS adalah linear dan persamaannya
adalah sebagai berikut:
Hal itu disebabkan (X’X)-1X’ merupakan matriks dengan bilangan tetap dengan
�̂� merupakan fungsi linear dari Y.
b. Takbias (Unbiased)
Jadi, �̂� merupakan estimator takbias dari �̂�.
c. Variansi Minimum
Cara menunjukkan bahwa semua 𝜷𝑖 dalam vektor �̂� adalah estimator terbaik
(best estimator) ialah dengan membuktikan bahwa �̂� mempunyai variansi yang
terkecil atau minimum di antara variansi estimator takbias linear yang lain.
9
Dengan demikian, akan ditunjukkan bahwa var (�̂�) < var (�̂�*).
Jika �̂�* adalah estimator linear yang lain dari �̂�, persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut.
Dengan c adalah matriks konstanta, persamaannya adalah sebagai berikut.
Karena diasumsikan bahwa (�̂�*) merupakan estimator takbias dari β, E(�̂�*)
seharusnya β, dengan kata lain cXβ seharusnya merupakan matriks nol, atau cX =
13 Pertumbuhan Kredit Konstruksi 0,48 Bulanan 14 hari
14 Pertumbuhan Kredit Industri 0,02 Bulanan 14 hari
15 Upah Minimum Provinsi -0,68 Tahunan 1 tahun
16 Konsumsi Semen 0,56 Bulanan 1 bulan
14 Pertumbuhan Nilai Proyek (BCI)
(Perkiraan)
0,22
Bulanan 0
15 Pertumbuhan Jml Proyek (BCI) (Perkiraan)
0,40 Bulanan 0
* Komoditas ekspor KTI yang digunakan untuk menyusun IHEX terdiri atas
batu bara, bijih besi, nikel, udang/perikanan, kayu, karet, dan CPO.
Berdasarkan hasil uji korelasi variabel di atas, terbukti bahwa terdapat
sejumlah data yang memiliki kedekatan yang cukup erat dengan variabel PMTB yang
meliputi suku bunga kredit investasi, pertumbuhan KMK, pertumbuhan nilai
proyek, serta pertumbuhan kredit sektor industri manufaktur.
4.3.2. Nowcasting Exercise dan Evaluasi Kinerja Model Regional Kawasan
Timur Indonesia
Agar diperoleh suatu model yang dapat menghasilkan nowcasting terbaik,
dilakukan simulasi dengan menggunakan kombinasi berdasarkan pilihan indikator
yang telah dipilih sebelumnya. Pengujian model terbaik tersebut dilakukan dengan
mencari RMSE terkecil dan juga dengan melihat adjusted R-squared yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Adapun hasil pengujian untuk nowcasting
konsumsi rumah tangga dan investasi menggunakan metode Bridge maupun DLM
adalah sebagai berikut.
4.3.2.1. Konsumsi Rumah Tangga-Bridge Model
Exercise yang dilakukan dengan menggunakan Bridge Model untuk
komponen konsumsi rumah tangga ialah kombinasi tiga indikator dan empat
indikator. Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi lima
belas indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan
nowcasting sebagai berikut.
41
Tabel 0.25. Metode Bridge-Konsumsi Rumah Tangga
No
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C–D 0.45 0.23 0.87 0.35 0.12
2 A–E–F 0.59 0.44 0.88 0.51 0.26
3 A–E–G – H 0.50 0.25 0.83 0.39 0.15
4 A–I –J 0.06 (0.22) 0.80 0.21 0.04
5 A–I–K 0.07 (0.21) 0.92 0.16 0.03
Keterangan :
A = Nilai Tukar Petani
B = Kredit Perdagangan
C = Indeks Kondisi
Ekonomi D = Inflasi Bahan Makanan
E = Bongkar Muat
F = Kredit Konsumsi
G = Kredit Perorangan
H = Indeks Penjualan Riil
I = Kredit KKB J = Harga Kayu Intl
K = Ekspor Barang Industri
Kombinasi indikator Nomor 1, 2, dan 5 memiliki kemiripan common factor
tertinggi dengan konsumsi rumah tangga. Hal itu terlihat dari nilai Adjusted R-
squared yang cukup tinggi (berada di atas 0.87). Meskipun demikian, kombinasi
Nomor 5 memiliki keakuratan yang lebih optimal yang terlihat dari nilai RMSE-nya
yang lebih kecil. Hasil exercise pada Tabel 4.25 tersebut juga menunjukkan bahwa
perbedaan kinerja antara lima kombinasi indikator terbaik relatif kecil. Hal itu
terlihat dari perbedaan RMSE-nya yang rendah. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa indikator alternatif dalam melakukan nowcasting konsumsi
rumah tangga cukup banyak tersedia. Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor
5 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.26. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Konsumsi RT
Variabel Koefisien Prob. Std Error CUSUM Test
Kons.RT (-1) 0.490 0.0000 0.0850
Kredit KKB 0.004 0.0470 0.0018
Nilai Tukar Petani 0.190 0.0013 0.0496
Ekspor Barang Industri 0.004 0.1488 0.0028
c -16.636 0.0028 4.7676
Dummy Waktu
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat CUSUM Square Test
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
-0.65
-0.17
Diagnostic Test
0.92
2.13
0.52
0.07
0.16
0.02
0.03
-15
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
42
4.3.2.2. Konsumsi Rumah Tangga-Distributed Lag Model
Exercise yang dilakukan dengan menggunakan DLM untuk komponen
konsumsi rumah tangga ialah kombinasi tiga indikator dan empat indikator.
Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi lima belas
indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan nowcasting
sebagai berikut.
Tabel 0.27. Metode Distributed Lag Model-Konsumsi Rumah Tangga
No
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap realisasi)
Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C 0.45 0.12 0.80 0.33 0.11
2 B–E–D 0.54 0.33 0.84 0.44 0.19
3 B–F–G 1.19 0.49 0.80 0.90 0.81
4 B–C–G–H 1.78 0.84 0.92 1.39 1.93
5 B–C–E–F 0.87 0.80 0.86 0.83 0.69
Keterangan : A = Muat Barang
B = Nilai Tukar Petani
C = Kredit Perorangan
D = Indeks Keyakinan Konsumen
E = Bongkar Muat Barang
F = Kredit Perdagangan
G = Indeks Kondisi Ekonomi
H = Indeks Penjualan Riil
Berdasarkan hasil lima kombinasi terbaik di atas dengan metode DLM, dapat
terlihat bahwa kombinasi Nomor 1 merupakan yang terbaik karena memiliki deviasi
yang paling rendah dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Selain itu, meski
adjusted R-squared dari kombinasi Nomor 1 merupakan yang terendah apabila
dibandingkan dengan yang lainnya, tetapi RMSE dari kombinasi tersebut ialah yang
terkecil sehingga menunjukkan error terendah. Adapun hasil estimasi dari
kombinasi Nomor 5 adalah sebagai berikut.
43
Tabel 0.28. Hasil Estimasi Kombinasi DLM Konsumsi RT
4.3.2.3. Investasi-Bridge Model
Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi delapan
belas indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan
nowcasting sebagai berikut.
Tabel 0.29. Metode Bridge- Investasi
Variabel Koefisien Prob. Std Error CUSUM Test
Muat Barang_1 0.007 0.2159 0.0067
Muat Barang_2 0.006 0.1617 0.0055
Muat Barang_3 0.000 0.9487 (0.0003)
Nilai Tukar Petani_1 -0.252 0.3158 (0.2523)
Nilai Tukar Petani_2 0.511 0.2781 0.5113
Nilai Tukar Petani_3 -0.118 0.6269 (0.1177)
Kredit Perorangan_1 0.040 0.0293 0.0400
Kredit Perorangan_2 -0.053 0.1386 (0.0525)
Kredit Perorangan_3 0.042 0.0880 0.0416
c 4.737 0.0000 0.1086
CUSUM Square Test
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.26
0.87
0.11
0.16
0.74
0.33
0.02
Diagnostic Test
0.80
2.33
-15
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
No Kombinasi
Variabel
Error (deviasi terhadap
realisasi)
Adj. R2
RMSE
MSE 2018
I II
1 A-B (2.53) (4.01) 0.58 2.62 6.86
2 A-C* 0.75 (1.65) 0.52 0.53 0.28
3 A-D-E 0.76 (1.20) 0.56 0.51 0.26
4 A-B-F (2.5) (3.7) 0.59 2.06 4.24
5 A* (0.05) 1.66 0.52 0.21 0.04
Keterangan :
A = Pertumbuhan KMK
B = Suku Bunga KI
C = Pertumbuhan Jumlah Proyek
D = Pertumbuhan Kredit LGA
E = Konsumsi Semen F = Pertumbuhan Kredit Pertambangan Time Dummy
*dengan lag variabel dependen
44
Dalam Tabel 4.29 ditunjukkan bahwa model dengan kombinasi variabel
pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dengan nilai masa lalu dari variabel
dependen (lag dari pertumbuhan PMTB) menghasilkan RMSE dan MSE yang baik
sehingga deviasi antara aktual dan proyeksi cukup rendah, terutama pada triwulan
I tahun 2018. Model dengan kombinasi variabel yang cukup minimal mampu
menghasilkan nilai proyeksi yang lebih superior dibandingkan dengan model dengan
kombinasi variabel yang lebih banyak sehingga kombinasi Nomor 5 dipilih untuk
merepresentasikan pertumbuhan investasi dengan Bridge Model. Hasil estimasi
yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 0.30. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Investasi
4.3.2.4. Investasi-Distributed Lag Model
Sebagai pembanding atas metode Bridge Model, estimasi berdasarkan metode
DLM dilakukan dengan berdasarkan pada ketersediaan variabel sebagaimana tabel
korelasi di atas. Hasil estimasi dengan DLM menghasilkan lima kombinasi terbaik
sebagai berikut.
Tabel 0.31. Metode Distributed Lag Model-Investasi
-12
-8
-4
0
4
8
12
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
No. Kombinasi
Variabel
Error (deviasi
terhadap realisasi) Adj. R2 RMSE MSE
2018
I II
1 A-B-F 2.6 1,1 0,44 0,27 0,07
2 A-B-G 0,2 1,2 0,56 0,22 0,04
3 A-B 0,5 1,2 0,36 0,34 0,11
4 A-B-C 0,4 1,2 0,47 0,37 0,13
Variabel Koefisien Prob. St Error
gPMTB (-1) 0.370 0.07 0.20
g KMK (-1) 0.080 0.10 0.05
C 2.390 0.01 0.93
Adjusted R-squared
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike Info. Criterion
Schwarz Info.Criterion
0.01
4.00
4.19
Diagnostic Test
0.04
0.52
1.96
0.94
0.81
0.21
45
Berdasarkan hasil lima kombinasi terbaik di atas, kombinasi Nomor 5 dipilih
sebagai model yang lebih baik untuk memproyeksikan pertumbuhan investasi.
Meskipun memiliki RMSE terbesar dibandingkan dengan keempat kombinasi
lainnya, Nomor 5 mampu menghasilkan estimasi yang lebih baik, yang ditunjukkan
oleh relatif tingginya nilai adjusted R-squared dibandingkan dengan model lainnya.
Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor 5 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.32. Hasil Estimasi Kombinasi Distributed Lag Model Investasi
IHEX merupakan indeks komposit atas harga komoditas ekspor utama KTI yang terdiri atas harga batu bara, bijih besi, nikel, udang/perikanan, kayu, karet, dan CPO.
4.3.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil exercise dari beberapa kombinasi, diketahui bahwa
kombinasi terbaik untuk konsumsi rumah tangga dengan menggunakan metode
Bridge adalah nilai tukar petani (NTP), kredit kendaraan bermotor, dan ekspor
barang industri. Sementara itu, apabila menggunakan metode DLM, kombinasi
indikator terbaik adalah NTP, volume muat barang, dan kredit perorangan.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar petani memberikan
pengaruh yang cukup besar pada perkembangan pertumbuhan konsumsi rumah
Variabel Koefisien Prob. St Error
IHEX_1 -0.02 0.49 0.029
IHEX_2 -0.07 0.05 0.033
IHEX_3 0.09 0.01 0.030
GKK_1 0.30 0.01 0.094
GKK_2 0.13 0.54 0.211
GKK_3 -0.16 0.39 0.184
C 2.55 0.00 0.737
Time Dummy
Adjusted R-squared
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
U-Theil
Akaike Info. Criterion
Schwarz Info. Criterion
3.85
4.41
0.99
0,54
0,04
Diagnostic Test
0.62
1.94
0.26
5 A-E 0,6 1,1 0,62 0,54 0,29
Keterangan:
A = IHEX E = Pertumbuhan KK
B = Suku Bunga Kredit Investasi F = Pertumbuhan Kredit Sektor LGA C = Pertumbuhan KMK G = Pertumbuhan Konsumsi Semen
D = Pertumbuhan Kredit Konstruksi Time Dummy
46
tangga di KTI. NTP mampu menjadi indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan petani sekaligus memberikan gambaran mengenai pendapatan pada
lapangan usaha pertanian (termasuk perkebunan dan perikanan). Hal tersebut
sejalan dengan pangsa lapangan usaha pertanian pada PDRB KTI yang sebesar 17%
secara rata-rata dalam 7 tahun terakhir dan merupakan pangsa lapangan usaha
terbesar kedua setelah pertambangan. Selain itu, berdasarkan rilis data
ketenagakerjaan BPS pada Agustus 2018, sektor pertanian juga merupakan sektor
terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di KTI dengan pangsa 40,19%.
Selanjutnya, penyaluran kredit juga merupakan indikator yang memiliki
pengaruh besar terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga di KTI. Dengan
kondisi perekonomian KTI yang tengah berkembang, kebutuhan kredit khususnya
untuk rumah tangga menjadi alternatif pembiayaan utama, baik untuk pemenuhan
kebutuhan jangka pendek (multiguna) maupun jangka panjang (KKB dan KPR).
Selain itu, kredit kepada debitur perseorangan di KTI memiliki pangsa mencapai
60% dari total kredit KTI pada tahun 2017, dengan nominal mencapai 470 triliun
rupiah. Sementara itu, pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) juga
diperkirakan mampu menggambarkan daya beli masyarakat kelas menengah di KTI
yang memiliki tingkat konsumsi yang relatif tinggi.
Indikator konsumsi rumah tangga juga dapat didekati dari sisi kinerja
perdagangan dan kinerja ekspor KTI. Kinerja perdagangan dapat direpresentasikan
dari volume bongkar muat barang di pelabuhan. Hal ini sejalan dengan kondisi KTI
yang selalu mencatatkan kondisi net impor antardaerah dalam PDRB seiring masih
terbatasnya faktor produksi yang bersumber dari KTI. Oleh karena itu,
perkembangan bongkar muat di pelabuhan utama KTI mampu mencerminkan
peningkatan atau penurunan kebutuhan rumah tangga. Di sisi lain, kinerja ekspor
KTI mampu menangkap adanya peningkatan pendapatan pada level rumah tangga.
Ekspor KTI pada tahun 2017 didominasi oleh hasil pertambangan dengan pangsa
67% dan hasil industri dengan pangsa 31%. Ekspor hasil pertambangan yang lebih
banyak didominasi oleh korporasi besar memengaruhi konsumsi rumah tangga
secara minimal sehingga indikator ekspor hasil industri (hasil olahan perkebunan
dan perikanan) dipilih sebagai indikator yang digunakan dalam pengujian model
nowcasting.
Dari sisi investasi, komponen investasi (PMTB) dalam PDRB KTI memiliki
rata-rata pangsa yang cukup signifikan, yaitu sebesar 31,4% selama tiga tahun
terakhir. Namun, sepanjang periode observasi pertumbuhan investasi KTI
47
berfluktuasi dalam rentang yang cukup lebar, yaitu 2,47%—11,22% (yoy) dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 6,50% (yoy) yang mengindikasikan tingginya
volatilitas pertumbuhan serta derajat ketidakpastian pertumbuhan investasi di KTI.
Oleh karena itu, peramalan pertumbuhan investasi KTI memiliki suatu tingkat
kesulitan tersendiri.
Hasil analisis dengan metode Bridge menunjukkan bahwa terdapat
pergerakan variabel pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) yang mampu
memberikan indikasi pertumbuhan investasi di KTI. Pertumbuhan KMK mampu
menjadi indikasi aktivitas perekonomian yang meningkat dalam jangka menengah.
Meningkatnya aktivitas perekonomian dalam jangka menengah pada gilirannya
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan investasi seiring dengan meningkatnya
aktivitas perusahaan.
Berdasarkan hasil uji dengan DLM, terdapat dua variabel yang cukup baik
dalam mengindikasikan pertumbuhan investasi di KTI, yaitu pertumbuhan indeks
harga komoditas utama KTI (IHEX) serta pertumbuhan kredit konsumsi. Sesuai
dengan esensi nowcasting, variabel harga komoditas dan pertumbuhan kredit
perbankan dengan frekuensi bulanan cukup relevan untuk mencerminkan
pertumbuhan investasi yang dipublikasikan secara triwulanan. Dengan demikian,
sesuai dengan hasil estimasi DLM, pertumbuhan investasi di KTI diperkirakan akan
meningkat apabila terjadi kenaikan indeks harga komoditas ekspor KTI yang
mencerminkan kenaikan aktivitas ekspor dan apabila terjadi peningkatan
pertumbuhan kredit konsumsi.
Secara terperinci, pergerakan harga komoditas mampu memberikan indikasi
pertumbuhan investasi di KTI karena besarnya pangsa komoditas SDA dalam total
ekspor KTI. Kenaikan harga komoditas diperkirakan akan memacu produksi yang
pada gilirannya memerlukan peningkatan investasi. Sementara itu, pertumbuhan
kredit konsumsi diperkirakan mampu memberikan indikasi atas pertumbuhan
investasi ke depan. Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi merupakan
cerminan peningkatan permintaan masyarakat yang dapat direspons oleh
perusahaan dengan menaikkan produksi untuk dapat memenuhi permintaan
masyarakat tersebut, yang pada gilirannya dapat menaikkan tingkat investasi
secara umum.
48
5. Simpulan dan Rekomendasi
5.1. Simpulan
5.1.1. Wilayah Sumatra
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa metode
DLM dengan kombinasi indikator NTP, kredit konsumsi, indeks keyakinan
konsumen (IKK), harga kopi arabika, dan total DPK menjadi model terbaik dalam
memproyeksikan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan
tersebut didasarkan pada hasil pengujian yang menunjukkan nilai RMSE yang lebih
rendah dan adjustred R-squared yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
Bridge Model.
Untuk investasi, metode DLM dengan kombinasi indikator penjualan semen,
total kredit, dan harga CPO menjadi model terbaik dalam memproyeksikan investasi
pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan pada hasil pengujian yang
menunjukkan nilai RMSE yang lebih rendah dan adjustred R-squared yang lebih
tinggi dibandingkan dengan metode Bridge Model.
5.1.2. Wilayah Jawa
Berdasarkan pengujian dengan Bridge Model dan DLM, dapat disimpulkan
bahwa metode DLM dengan kombinasi indikator indeks keyakinan konsumen (IKK),
suku bunga deposito, inflasi perumahan, harga listrik; gas; dan air, serta produksi
kendaraan roda empat menjadi model terbaik dalam memproyeksikan konsumsi
rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan pada hasil
pengujian yang menunjukkan nilai RMSE dan deviasi terhadap realisasi yang lebih
rendah dibandingkan dengan metode Bridge Model.
Sementara itu, metode Bridge Model dengan kombinasi indikator konsumsi
semen, impor barang modal, dan indeks saham untuk sektor perdagangan menjadi
model terbaik dalam memproyeksikan investasi pada triwulan berjalan dengan nilai
adjustred R-squared yang relatif sama. Pemilihan metode Bridge Model didasarkan
pada deviasi terhadap realisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode
DLM.
5.1.3. Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Berdasarkan pengujian atas sejumlah indikator, dapat disimpulkan bahwa
metode Bridge Model dengan kombinasi indikator NTP, kredit kendaraan bermotor,
49
dan ekspor barang industri menjadi model terbaik dalam memproyeksikan
konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan
pada hasil pengujian yang menunjukkan nilai RMSE dan MSE yang lebih rendah
dan adjusted R-squared yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode DLM.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil uji empiris dapat disimpulkan bahwa metode
Bridge Model juga lebih baik dalam hal peramalan jangka pendek terhadap
pertumbuhan investasi di KTI dibandingkan dengan metode DLM karena nilai RMSE
dan MSE yang lebih kecil sehingga mampu memberikan nilai proyeksi yang lebih
mendekati nilai aktualnya.
5.2. Rekomendasi
Beberapa saran dan/atau rekomendasi terkait dengan hasil kajian ini adalah
sebagai berikut.
1) Nowcasting konsumsi rumah tangga dan investasi merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk melakukan tracking pertumbuhan terkini.
Namun, hasil dari nowcasting tersebut masih perlu diperkuat dengan data,
survei, dan informasi anekdotal lain yang dapat memperkuat hasil
nowcasting dimaksud.
2) Untuk pengembangan model ke depan, perlu dilakukan eksplorasi terhadap
data-data lain yang saat ini belum tersedia, seperti data e-commerce dan
sistem pembayaran (high frequency) yang terindikasi memiliki keterkaitan
dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi.
3) Selain itu, perlu dilakukan penguatan model nowcasting dengan
menggunakan metode nowcasting lain yang lebih mampu menangkap
kompleksitas pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi di tiap-
tiap wilayah sesuai dengan perkembangan metodologi terkini.