Mata Kuliah: Ekonometrika LAPORAN PENELITIAN PENUNJANG PEMBELAJARAN ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI RUMAH TANGGA JANGKA PANJANG DI PROVINSI BALI Dibiayai dari Dana BOPTN Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 TIM PENELITI: Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS. (Ketua) Dr. Ida Bagus Purbadharmaja, SE., ME. (Anggota) JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2014
63
Embed
ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI RUMAH TANGGA JANGKA …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/2a190f8e6fffa533844d...Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Jangka Panjang di Provinsi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Mata Kuliah: Ekonometrika
LAPORAN PENELITIAN PENUNJANG PEMBELAJARAN
ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI RUMAH TANGGAJANGKA PANJANG DI PROVINSI BALI
Dibiayai dari Dana BOPTN Fakultas EkonomiUniversitas Udayana Tahun Anggaran 2014
TIM PENELITI:
Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS. (Ketua)Dr. Ida Bagus Purbadharmaja, SE., ME. (Anggota)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Usulan : Estimasi Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Jangka Panjang diProvinsi Bali
2. Ketua Peneliti :a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS.b. Jenis Kelamin : Lakic. NIP : 19540429198303 1 002d. Pangkat/Gol : Pembina Utama Madya/ IVde. Jabatan fungsional : Guru Besarf. PS/Fakultas : Ekonomig. Alamat : Jl. Mekar I No. 33 Kepaon Indah, Dpsh. Telepon/E-mail : 08123953033/ [email protected]
4. Jumlah mahasiswa dilibatkan : 2 orang
5. Jumlah biaya yang diajukan : Rp 5.000.000 (Lima juta rupiah)
MengetahuiKetua Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi Universitas Udayana
Denpasar, 15 Nopember 2014Kepala Proyek,
Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MSi19540429198303 1 002
Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MSi19540429198303 1 002
MenyetujuiDekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Prof. Dr. I Gst Bagus Wiksuana, SE., MSNIP. 19610827198601 1 001
iii
I. Identitas Penelitian
1. Judul Usulan : Estimasi Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Jangka Panjang diProvinsi Bali
2. Ketua Peneliti :a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS.b. Jenis Kelamin : Lakic. NIP : 19540429198303 1 002d. Pangkat/Gol : Pembina Utama Madya/ IVde. Jabatan fungsional : Guru Besarf. PS/Fakultas : Ekonomig. Alamat : Jl. Mekar I No. 33 Kepaon Indah, Dpsh. Telepon/E-mail : 08123953033/ [email protected]
3. Mahasiswa yang dilibatkan:
a. I Putu Arya Finkayana, NIM: 1206105069
b. Ni Kadek Dwi Kartika, NIM: 1206105071
4. Objek penelitian : PDRB menurut penggunaan Provinsi Bali dari tahun 1985 -2013
5. Masa pelaksanaan penelitian: 4 bulan
6. Anggaran yang diusulkan : Rp 5.000.000,-
7. Lokasi penelitian di Provinsi Bali
8. Hasil yang ditargetkan adalah model konsumsi jangka panjang Provinsi Bali.
9. Institusi lain yang terlibat tidak ada
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
telah dapat menyusun Laporan Penelitian Penunjang Pembelajaran di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Tahun 2014 yang berjudul Estimasi
Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Jangka Panjang di Provinsi Bali. Dalam Laporan
Penelitian ini berisi pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan
pembahasan, serta kesimpulan dan keterbatasan penelitian.
Laporan ini disusun oleh tim peneliti, berdasarkan atas kajian data yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, dan sumber lainnya. Teknik
analisis yang digunakan adalah model regresi, yaitu Adaptive Expectation Model
(AEM).
Laporan penelitian ini tentunya masih kurang dari yang diharapkan.
Berkaitan dengan hal itu Tim sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan
dari semua pihak agar nantinya apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat
dilaksanakan secara optimal.
Pada kesempatan ini Tim sangat berterimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga laporan ini dapat terwujud.
Denpasar, Nopember 2014Tim Peneliti
v
ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI RUMAH TANGGA JANGKAPANJANG DI PROVINSI BALI
ABSTRAK
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator tingkatkesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah. Semakin tinggi pengeluaran untukkonsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi pendapatan dan kesejahteraan keluargatersebut. Melalui effect multiplier, pengeluaran konsumsi dapat meningkatkanpendapatan masyarakat yang selanjutnya akan meningkatkan pengeluaran konsumsipada periode berikutnya.
Penelitian ini bertujuan fungsi konsumsi rumah tangga jangka panjang diProvinsi Bali. Data yang digunakan adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga danProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali dari tahun 1985 – 2013.Data selajutnya dianalisis dengan model Ekonometrika, yaitu Adaptive ExpectationModel (AEM). PDRB tahun berjalan dan pengeluaran konsumsi tahun sebelumnyaberpengaruh signifikan terhadap pengeluaran konsumsi tahun berjalan. Model inimenunjukkan bahwa MPC jangka pendek lebih rendah dibandingkan dengan MPCjangka panjang.
Kata kunci: konsumsi rumah tangga, jangka panjang.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Judul Penelitian ......... ……………………………………………………… i
Halaman Pengesahaan ……………………………………………………… ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
5.1. Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk MenurutSub Kelompok Makanan dan Klasifikasi Daerah, Provinsi Bali,Tahun 2013 .....................................................................................
38
5.2. Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk MenurutSub Kelompok Bukan Makanan dan Klasifikasi Daerah, ProvinsiBali, Tahun 2013 .............................................................................
40
5.3. Hasil Pengujian Stasioner Variabel Penelitian dengan metodeAugmented Dicky Fuller Test .........................................................
44
5.4. Hasil Pengujian Kointegrasi dengan Metode Johansen antaravariabel PDRB dengan masing-masing variabel bebas ..................
45
5.5. Koefesien Regresi dan Hasil Pengujian Pengaruh PDRB danPengeluaran Konsumsi Tahun Sebelumnya terhadap PengeluaranKonsumsi Tahun Berjalan di Provinsi Bali, Tahun 1986 – 2013
45
5.6. Koefesien Regresi dan Hasil Pengujian Pengaruh PDRB danPengeluaran Konsumsi Makanan Tahun Sebelumnya terhadapPengeluaran Konsumsi Makanan Tahun Berjalan di ProvinsiBali, Tahun 1986 – 2013 .................................................................
47
5.7. Koefesien Regresi dan Hasil Pengujian Pengaruh PDRB danPengeluaran Konsumsi Makanan Tahun Sebelumnya terhadapPengeluaran Konsumsi Makanan Tahun Berjalan di ProvinsiBali, Tahun 1986 – 2013 ................................................................
49
5.8. Ringkasan Marginal propensity to consume (MPC) Jangka PendekDan Jangka Panjang Serta Penyesuaian Waktu PerubahanKonsumsi Rumah Tangga di Provinsi Bali, Tahun 1986 – 2013 ....
50
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali, Tahun 1985 – 2013 …. 2
2.1. Kurve Teori Konsumsi Keynes …………………………………… 7
2.2. Kurve Teori Konsumsi Hipotesis Pendapatan Relatif ……………. 10
2.3. Kurve Teori Konsumsi Hipotesis Siklus Hidup ………………….. 11
3.1. Perbedaan Parameter Dua Model Regresi ....................................... 21
5.1. Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk MenurutSub Kelompok Makanan di Provinsi Bali, Tahun 2013 .................
39
5.2. Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk MenurutSub Kelompok Makanan di Provinsi Bali, Tahun 2013 .................
40
5.3. Perkembangan PDRB, Pengeluaran Rumah Tangga,pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan dan Bukan Makanandi Provinsi Bali Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun1985 – 2013 ....................................................................................
41
5.4. Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap PDRB,Persentase Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan danBukan Makanan Terhadap Total Pengeluaran di Provinsi BaliBerdasarkan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 1985 – 2013 .......
42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah. Sesuai dengan teori Keynes
(Mankiw, 2007 dan Gordon, 2010) bahwa semakin tinggi pengeluaran untuk
konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi pendapatan dan kesejahteraan
keluarga tersebut.
Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik
apabila proporsi pendapatan yang digunakan untuk mengkonsumsi non makanan.
Pergeseran pola pengeluaran untuk konsumsi dari makanan ke non makanan dapat
dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan
bahwa setelah kebutuhan makanan telah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan
digunakan untuk pengeluaran konsumsi bukan makanan antara lain untuk
tabungan atau investasi.
Dumairy (1996) menyebutkan bahwa pengeluaran rumah tangga untuk
barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
untuk anggota rumah tangga tersebut juga disebut pendapatan yang dibelanjakan.
Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan (saving), dan
apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara
dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat pada suatu
daerah atau negara.
Pentingnya analisis konsumsi masyarakat tidak saja untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan masyarakat, tetapi dengan mengetahui perilaku konsumsi
masyarakat juga akan diketahui efek pengganda atau multiplier dari pengeluaran
itu sendiri. Efek pengganda tersebut didefinisikan sebagai suatu angka
pelipatgandaan dari pendapatan sebagai akibat dari adanya tambahan pengeluaran
konsumsi.
Keynes (dalam Samuelson, 2004 dan Abel, 2001) mengatakan bahwa
adanya tembahan pengeluaran konsumsi autonon agregat akan menyebabkan
2
meningkatnya output wilayah. Angka banding peningkatan output atas
peningkatan konsumsi tersebut dalam ilmu ekonomi disebut angka pengganda.
Dalam jangka panjang pola konsumsi cenderung berubah. Hal ini
disebabkan karena kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan
tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi
juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti kebutuhan pakaian, rumah,
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya sejalan dengan peningkatan
pendapatan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkaitan dengan hal itu, pola pegeluaran konsumsi dapat dianalisis secara
jangka pendek dan jangka panjang. Teori konsumsi Keynes umumnya disebut
teori konsumsi jangka pendek, karena hanya menghubungkan antara konsumsi
saat ini dengan pendapatan saat ini. Di lain pihak, teori konsumsi Friedman yang
menghubungkan konsumsi dengan pendapatan permanen disebut teori konsumsi
jangka panjang, karena tingkat pendapatan yang dihubungkan tidak saja
pendapatan saat ini juga pendapatan sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga memiliki peranan penting dalam analisis
perekonomian secara makro. Konsumsi rumah tangga dipercaya menjadi salah
satu penyelamat perekonomian Indonesia khususnya Bali pada saat krisis global
melanda. Permintaan domestik, dalam hal ini konsumsi rumah tangga, menjadi
pangsa pasar produksi dalam negeri disaat permintaan luar negeri melemah.
Peranan konsumsi rumah tangga dalam perekonomian terbilang cukup tinggi. Di
banyak negara, pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan
nasional.
Konsumsi rumahtangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi
kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang
berbanding lurus dengan pendapatannya (Sukirno,2003:338). Semakin besar
pendapatan seseorang, maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi.
Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan
adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to
Consume/MPC). Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan hasrat
marjinal untuk menabung (Marginal to Save/MPS).
3
Pada pengeluaran konsumsi rumahtangga terdapat konsumsi minimum
bagi rumahtangga tersebut, yakni besarnya pengeluaran konsumsi yang harus
dilakukan, walaupun tidak ada pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumahtangga
ini disebut pengeluaran konsumsi otonom (autonomous consumption). Keputusan
rumah tangga mempengaruhi keseluruhan perilaku perekonomian baik dalam
jangka p e n d e k maupun jangka panjang. Keputusan konsumsi sangat penting
untuk analisis jangka panjang karena peranannya dalam pertumbuhan ekonomi.
Pada konteks lain, teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
menjelaskan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama
oleh tingginya pendapatan terbesar yang pernah dicapainya. Pendapatan
berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk
konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa
mengurangi besarnya tabungan (saving).
Apabila pendapatan bertambah, maka konsumsi mereka juga akan
bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan
bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat
pendapatan tertinggi yang telah kita capai terpenuhi kembali. Sesudah puncak
dari pendapatan sebelumnya telah dilewati, maka tambahan pendapatan akan
banyak yang menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi,
sedangkan dilain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno,
2000).
Di Provinsi Bali laju pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2012 rata-rata
5,96 persen. Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa ekonomi Provinsi Bali dapat
dijelaskan bahwa selama periode tersebut pertumbuhan tertinggi sebesar 9,30
terjadi pada tahun 1993 ketika sebelumnya mengalami sedikit pelambatan pada
tahun 1992 ketika terjadi pertempuran di kawasan Timur Tengah. Pada tahun
1998 ketika krisis moneter laju ekonomi Provinsi Bali mengalami kontraksi
(pertumbuhan yang negatif) sebesar 4 persen. Apabila digunakan cutoff krisis
moneter tahun 1998 laju pertumbuhan sebelum krisis moneter memiliki rata-rata
8,14 persen, sedangkan setelah itu rata-rata 4,74 persen.
4
Gambar 1.1Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali, Tahun 1985 - 2013
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2013
Pert
umbu
han
Ekon
omi (
%)
Sumber: BPS Provinsi Bali, 1990, 1995, 2000, 2005, 2010, 2014
Adanya pertumbuhan ekonomi seperti itu menyebabkan terjadi pergeseran
struktur ekonomi. Tambunan (2001) mengatakan bahwa dari sisi permintaan
perubahan struktur ekonomi disebabkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang
selanjutnya menyebabkan meningkatnya pendapatan per kapita atau daya beli
masyarakat. Di samping memperbesar permintaan barang-barang yang ada juga
memperbesar pasar bagi barang-barang baru nonmakanan. Perubahan ini
selanjutnya akan menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru di satu pihak
dan di pihak lain meningkatkan laju pertumbuhan output industri-industri atau
sektor-sektor ekonomi. Berdasarkan uraian sebelumnya masalahnya adalah:
“Bagaimana Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Jangka Panjang di Provinsi Bali”.
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk menganalisis model konsumsi jangka panjang Provinsi Bali selama
tahun 1985 – 2013.
2) Untuk menganalisis model konsumsi makanan jangka panjang Provinsi Bali
selama tahun 1985 – 2013.
5
3) Untuk menganalisis model konsumsi bukan makanan jangka panjang Provinsi
Bali selama tahun 1985 – 2013.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai pemanfaatan metode ekonomitrika untuk
menganalisis data ekonomi makro.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Konsumsi
Teori Konsumsi Keynes pada tahun 1936 dalam The General Theory
menggambarkan bahwa análisis pengeluaran konsumsi selalu dihubungkan
dengan pendapatan, artinya pengeluaran konsumsi meningkat ketika pendapatan
naik (Samuelson, 2004). Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat
laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan pendapatan yang
dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan pendapatan yang dibelanjakan
untuk bukan makanan. Hubungan pengeluaran konsumsi dengan berbagai
pendapatan digambarkan dalam ekonomi makro adalah fungsi konsumsi. Fungsi
konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan
tingkat pendapatan pribadi yang siap dibelanjakan. Konsep Keynes ini didasarkan
hipotesis bahwa ada hubungan empiris yang stabil antara konsumsi dengan
pendapatan. Secara nasional konsumsi merupakan komponen dari pendapatan
nasional. Rumusan pendapatan nasional menurut Samuelson (2004):
GNP = C + I + G + NX ...................................................................... (2.1)
dimana, GNP (Gross National Product) adalah pendapatan, C adalah konsumsi, I
adalah investasi, G adalah pengeluaran pemerintah, dan NX menunjukkan ekspor
Jumlah 5.636,66 1.961.348 1.929.409 3.890.757 102 690
Sumber: BPS Provinsi Bali, tahun 2011
Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali, penduduk terpadat tahun
2010 adalah Kota Denpasar, yaitu sebanyak 6.171 jiwa per km2, kemudian
disusul oleh Kabupaten Badung sebanyak 1.298 jiwa per km2, Kabupaten
Gianyar 1.277 928 jiwa per km2. Penduduk terjarang adalah Kabupaten Jembrana
dengan kepadatan sebanyak 311 jiwa per km2.
Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali menurut hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 mencapai angka rata-rata 2,15 persen per tahun dari tahun
2000, yang mana jumlah Penduduk Bali pada Sensus tahun 2000 adalah sebanyak
3.146.999 jiwa, seperti yang disajikan pada Tabel 4.3. Angka ini melebihi dari
laju pertumbuhan penduduk secara nasional, yang hanya 1,49 persen dalam kurun
waktu yang sama.
Pertambahan penduduk itu berasal dari kelahiran alamiah dan perpindahan
penduduk dari luar Bali, dengan rincian yang disebabkan oleh kelahiran alamiah
29
sebesar 1,1 persen dan yang diakibatkan oleh migrasi sosial sebesar 1,05 persen.
Angka ini memiliki arti bahwa kontribusi pertumbuhan penduduk yang berasal
dari migrasi sosial hampir seimbang dengan kelahiran alamiah. Banyaknya
pendatang (migrasi) dari berbagai daerah yang mencoba mengadu nasib di Bali,
karena Bali sebagai daerah pariwisata dinilai menjanjikan peluang dan harapan
dalam meningkatkan kesejahteraan.
Tabel 4.3Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali
Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2000 – 2010
Jumlah PendudukNo. Kabupaten/Kota2000 2010
Pertumbuhan(%)
1. Jembrana 231.806 261.618 1,22
2. Tabanan 376.030 420.370 1,12
3. Badung 345.863 543.681 4,63
4. Gianyar 393.155 470.380 1,81
5. Klungkung 155.262 170.559 0,94
6. Bangli 193.776 215.404 1,06
7. Karangasem 360.486 396.892 0,97
8. Buleleng 558.181 624.079 1,12
9. Denpasar 532.440 788.445 4,00
BALI 3.146.999 3.891.428 2,15
Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010, BPS Provinsi Bali, 2011
Program menekan pertumbuhan penduduk secara alamiah di Provinsi Bali
tergolong berhasil, hanya satu persen, namun pertumbuhan penduduk pendatang
agak sulit diatasi, karena keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Denpasar
sebagai ibukota Provinsi Bali dan Kabupaten Badung sebagai pusat
kepariwisataan di Pulau Dewata masing-masing mengalami pertumbuhan
penduduk 4,63 persen dan 4,0 persen setiap tahunnya. Tujuh kabupaten lainnya
meliputi Kabupaten Buleleng, Tabanan, Jembrana, Bangli, Gianyar, Klungkung
dan Kabupaten Karangasem berkisar antara satu hingga 1,4 persen. Kabupaten
yang memiliki pertumbuhan penduduk paling rendah adalah Kabupaten
Karangasem dan Kabupaten Klungkung, memiliki potensi ekonominya kurang
begitu menarik bagi para pendatang.
30
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa total penduduk Bali yang
berumur 15 tahun ke atas selama empat tahun terakhir (2007-2010) cenderung
meningkat, yaitu pada tahun 2007 sebanyak 2.661.913 jiwa, dan pada tahun 2010
sebanyak 2.748.117 jiwa, atau selama empat tahun meningkat sebanyak 115.156
jiwa, atau setiap tahun meningkat sebanyak 28.789 jiwa.
Tabel 4.4Profil Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan
di Provinsi Bali, 2007-2010
Jenis Kegiatan 2007 2008 2009 2010*
Angkatan Kerja (orang) 2.059.711 2.099.278 2.123.588 2.116.972
Bekerja (orang) 1.982.134 2.029.730 2.057.118 2.041.337
Pengangguran (orang) 77.577 69.548 66.470 75.635
Sekolah (orang) 185.590 160.679 187.161 192.158
Mengurus Rumah Tangga (orang) 311.996 335.419 319.205 333.115
Lainnya (orang) 104.616 100.760 98.793 105.872
Bukan Angkatan Kerja (orang) 602.202 596.858 605.159 631.145
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja(TPAK =%)
77,38 77,86 77,82 77,03
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT=%)
3,77 3.31 3,13 3,06
Total Penduduk Berumur 15 tahun ke atas(orang)
2.661.913 2.696.136 2.728.747 2.748.117
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2011 (Sakernas 2007-2010)Catatan: *Data tercatat pada Agustus tahun 2010
Total penduduk berumur 15 tahun ke atas terdiri atas angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja, dengan proporsi pada tahun 2007 yaitu 77 persen: 23
persen, dan tahun 2010 yaitu 77 persen: 23 persen. Jadi proporsinya relatif tetap
selama empat tahun terakhir. Angkatan kerja di Provinsi Bali selama empat tahun
terakhir (2007-1010) berdasarkan Sarkenas, cenderung meningkat, yaitu pada
tahun 2007 sebanyak 2.059.711 jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 2.116.972
jiwa, atau selama empat tahun terakhir meningkat sebanyak 59.203 jiwa, atau
setiap tahun meningkat sebanyak 14.801 jiwa. Bukan angkatan kerja di Provinsi
Bali selama empat tahun terakhir (2007-2011) meningkat sedikit, yaitu pada tahun
2007 sebanyak 602.202 jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 631.145 jiwa, atau
31
selama empat tahun meningkat sebanyak 28,943 jiwa, atau setiap tahun menigkat
sebanyak 7.236 jiwa (Tabel 4.4)(BPS Provinsi Bali, 2011: Sakernas 2007-2010).
Angkatan kerja terdiri atas bekerja dan pengangguran, pada tahun 2007
proporsinya yaitu 96 persen : 4 persen, dan pada tahun 2010 proporsinya relatif
tidak berubah yaitu tetap 96 persen : 4 persen. Penduduk bekerja di Provinsi Bali
selama empat tahun terakhir (2007-2010) cenderung meningkat, yaitu pada tahun
2007 sebanyak 1.982.134 jiwa, dan pada tahun 2011 sebanyak 2.041.337 jiwa,
atau selama empat tahun menigkat sebanyak 59.203 jiwa, atau setiap tahun
meningkat sebanyak 14.801 jiwa. Pengangguran di Provinsi Bali selama empat
tahun terakhir (2007-2011) cenderung turun, pada tahun 2007 sebanyak 77.577
jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 75.635 jiwa, atau selama empat tahun
menurun sebanyak 1.942 jiwa, atau setiap tahun menurun sebanyak 4.855 jiwa.
Hal ini menunjukkan bahwa lapangan kerja di Provinsi Bali semakin berkembang
terutama di sektor jasa pariwisata dan sektor informal. Sektor jasa pariwisata
kembali menggeliat pasca bom Bali II tahun 2005, yang diiringi dengan
perkembangan sektor informal untuk melayani para pekerja di sekor pariwisata.
Bukan angkatan kerja yang terdiri atas: (1) sekolah, (2) mengurus rumah
tangga, dan (3) lainnya, pada tahun 2007 proporsinya yaitu 31 persen : 52 persen :
17 persen, dan pada tahun 2010 proporsinya menjadi 30 persen : 53 persen : 17
persen. Jadi selama empat tahun ada pergeseran sebesar 1 persen dari usia sekolah
menjadi mengurus rumah tangga. Artinya pertumbuhan penduduk yang mengurus
rumah tangga lebih tinggi dari pada pertumbuhan penduduk usia sekolah,
sehingga akhirnya dalam persentase terhadap total penduduk mengurus
rumahtangga lebih besar 1 persen daripada penduduk usia sekolah. Padahal secara
riil, kedua jenis penduduk ini selama empat tahun terakhir sama-sama mengalami
peningkatan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah rasio antara Angkatan
Kerja dan Total penduduk berumur 15 tahun ke atas, pada tahun 2007 sebesar
77,38 persen, dan pada tahun 2010 sebesar 77,03, atau selama empat tahun tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
adalah rasio antara pengangguran dan angkatan kerja, pada tahun 2007 sebesar
32
3,77, dan pada tahun 2010 sebesar 3,06. Jadi selama empat tahun terakhir, TPT
menurun sebesar 0,71 persen, yang disebabkan oleh penduduk menganggur yang
menurun, walau angkatan kerja meningkat.
Berdasarkan uraian sebelumnya, selama empat tahun terakhir (2007-2010),
angkatan kerja, bukan angkatan kerja, dan penduduk bekerja secara riil cenderung
meningkat paralel dengan peningkatan total penduduk Bali dan penduduk usia
kerja (15 tahun ke atas). Sedangkan, pengangguran cenderung menurun. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan penduduk usia kerja ditampung oleh perkembangan
sektor jasa pariwisata dan sektor informal.
Penduduk yang bekerja dapat dikelompokkan berdasarkan status pekerjaan
utama. Dari sebanyak 1.982.134 jiwa bekerja pada tahun 2007, sebanyak 639.778
jiwa (32,28 persen) berstatus ‘buruh/karyawan/pegawai’, sebanyak 412.294 jiwa
(20,80 persen) berstatus ‘berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar’,
sebanyak 365.246 jiwa (18,43 persen) berstatus ‘pekerja keluarga/tak dibayar’,
sebanyak 354,175 jiwa (17,87 persen) berstatus ‘berusaha sendiri’, dan tersedikit
55.857 jiwa (2,82 persen) berstatus ‘berusaha dibantu buruh tetap’. Dari sebanyak
2.041.337 jiwa bekerja pada tahun 2010, sebanyak 639.322 jiwa (31,32 persen)
berstatus ‘buruh/karyawan/pegawai’, sebanyak 434.947 jiwa (21,31 persen)
berstatus ‘berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar’, sebanyak
421.004 jiwa (20,62 persen) berstatus ‘pekerja keluarga/tak dibayar’, sebanyak
326.937 jiwa (16,02 persen) berstatus ‘berusaha sendiri’, dan tersedikit 37.543
jiwa (1,84 persen) berstatus ‘pekerja bebas di pertanian.
Selama kurun waktu empat tahun, terjadi pergeseran status pekerjaan yang
signifikan, yaitu penduduk bekerja berstatus ‘berusaha sendiri’ menurun dari
354.175 jiwa (17,87 persen) pada tahun 2007 menjadi 326.937 jiwa (16,02
persen) pada tahun 2010, atau setiap tahun menurun sebanyak 6.810 jiwa.
Penduduk bekerja berstatus ‘berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak
dibayar’ meningkat dari sebanyak 412.294 jiwa (20,80 persen) pada tahun 2007
menjadi 434.947 (21,31 persen) pada tahun 2010, atau setiap tahun meningkat
sebanyak 5.663 jiwa. Penduduk bekerja berstatus ‘pekerja bebas di pertanian’
menurun dari 62.670 jiwa (3,16 persen) pada tahun 2007 menjadi 37.543 jiwa
33
(1,84 persen) pada tahun 2010, atau setiap tahun menurun sebanyak 6.282 jiwa.
Penduduk bekerja berstatus ‘pekerja bebas di non pertanian’ meningkat dari
92.114 jiwa (4,65 persen) pada tahun 2007 menjadi 126.693 jiwa (6,21 persen),
atau setiap tahun meningkat sebanyak 8.645 jiwa. Penduduk yang bekerja
berstatus ‘pekerja keluarga/tidak dibayar’ meningkat dari 365.246 jiwa (18,43
persen) pada tahun 2007 menjadi 421.004 jiwa (20,62 persen) pada tahun 2010,
atau setiap tahun meningkat sebanyak 13.940 jiwa.
Jadi secara umum proporsi penduduk bekerja berdasarkan status pekerjaan
utama mengalami pergeseran. Penurunan penduduk bekerja berstatus ‘berusaha
sendiri’, ‘berusaha dibantu buruh tetap’, ‘buruh/karyawan/pegawai’, dan ‘pekerja
bebas di pertanian’, diikuti oleh peningkatan penduduk bekerja berstatus
‘berusaha dibantu buruh tidak tetap/ buruh tidak dibayar’, ‘pekerja bebas di non
pertanian’, dan ‘pekerja keluarga/ tidak dibayar’. Status pekerjaan yang bersifat
mandiri semakin menurun, sedangkan usaha-usaha yang bersifat menyerap tenaga
kerja semakin meningkat. Ini mengindikasikan bahwa usaha-usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) di Provinsi Bali semakin berkembang yang
membutuhkan tambahan tenaga kerja dari orang luar keluarga.
Penduduk yang bekerja dapat pula dikelompokkan berdasarkan status
pekerjaan formal dan informal seperti disajikan pada Tabel 4.3. Penduduk di
Provinsi Bali yang bekerja sebanyak 1.982.134 jiwa pada tahun 2007, sebanyak
695.635 jiwa (35,10 persen) bekerja di sektor formal dan sebanyak 1.254.204 jiwa
(65,61 persen) bekerja pada sektor informal. Sedangkan penduduk di Provinsi
Bali yang bekerja sebanyak 2.041.337 jiwa pada tahun 2010, sebanyak 694.213
jiwa (34,01 persen) bekerja di sektor formal dan sebanyak 1.347.124 jiwa (65,99
persen) bekerja pada sektor informal (BPS Provinsi Bali, 2011: Sakernas 2007-
2010).
Perkembangan penduduk bekerja berdasarkan status formal dan informal,
selama empat tahun terakhir (2007-2010) secara riil baik yang bekerja pada
sektor formal maupun sektor informal mengalami peningkatan. Akan tetapi
secara persentase penduduk yang bekerja pada sektor formal mengalami
penurunan sedikit, yang dikompensasi oleh peningkatan penduduk bekerja pada
34
sektor informal. Ini mengindikasikan bahwa semakin banyak penduduk yang
masuk menjadi angkatan kerja bekerja di sektor formal atau bekerja sendiri tanpa
menggantungkan mata pencahariannya pada jiwa atau lembaga lain, dan sering
sektor ini mempekerjakan beberapa pekerja luar keluarga. Jadi di Provinsi Bali
semakin berkembang sektor mikro dan kecil yang bersifat informal, yang
mempekerjakan orang lain yang berasal dari luar keluarga.
4.3. Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian suatu region merupakan gambaran dari komposisi
seluruh kegiatan produksi barang dan jasa yang dilakukan di wilayah tersebut,
sehingga adanya perubahan struktur produksi akan menyebabkan pergeseran
struktur ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Salah satu indikator yang sering
digunakan untuk mengamati perubahan struktur ekonomi suatu daerah adalah
distribusi persentase nilai tambah bruto sektoral, yang juga dapat digunakan untuk
mengamati keunggulan (potensi) daerah.
Adanya pertumbuhan ekonomi yang cepat cenderung mempercepat
perubahan struktur ekonomi seperti yang dikemukakan oleh Chenery (1975) dan
Tambunan (2003). Pertama-tama pergeseran tersebut dapat dilihat dari pergeseran
makro ekonomi, seperti perubahan permintaan, perdagangan, dan penggunaan
faktor-faktor produksi. Selanjutnya dapat dilihat dari perubahan ekonomi
sektoral, yaitu pergeseran ekonomi dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor industri dan jasa. Percepatan perubahan struktur ekonomi tersebut
merupakan salah satu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi maju (modern
economic growth) seperti yang dikemukakan oleh Kuznet dalam Todaro (2006).
Dengan pesatnya laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali yang salah
satunya disebabkan karena perkembangan sektor pariwisata menyebabkan struktur
ekonomi Bali juga mengalami transformasi dari pertanian ke jasa. seperti yang
disajikan pada Gambar 4.1.
Pada tahun 1985 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Bali sebesar
39,8 persen, meskipun mengalami fluktuasi, kontribusinya cenderung menurun,
sehingga pada tahun 2013 menjadi 16,8 persen. Di pihak lain, sektor jasa yang
35
didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran kontribusinya cenderung
meningkat, yaitu dari 48,2 persen pada tahun 1985 menjadi 66,7 persen pada
tahun 2012. Antara sektor pertanian dengan sektor jasa sering terjadi “trade off”.
Sektor jasa yang didominasi oleh sektor pariwisata sering mengalami gangguan,
baik yang berasal dari dalam negeri, maupun dari luar negeri, yang disebabkan
oleh faktor ekonomi maupun non ekonomi. Meningkatnya harga minyak mentah
dunia pada awal tahun delapanpuluhan, menyebabkan wisatawan yang berkunjung
ke Indonesia menurun. Demikian juga dengan tragedi bom Kuta I dan II,
kunjungan wisatawan juga mengalami penurunan. Adanya kelesuan pada sektor
jasa menyebabkan tenaga kerja beralih ke sektor pertanian, sehingga
kontribusinya terhadap PDRB meningkat, dan sebaliknya kontribusi sektor jasa
menurun.
Gambar 4.1Struktur Ekonomi Provinsi Bali, Tahun 1985 – 2013
-
10
20
30
40
50
60
70
80
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2013
Pers
en
Pertanian Industri Jasa
Sumber: BPS Provinsi Bali, 1986 – 2014 (diolah)
Sektor industri di Provinsi Bali yang didominasi oleh industri kecil
kontribusinya terhadap perekonomian relatif kecil, yaitu dari 11,9 persen pada
36
tahun 1985 menjadi 16,2 persen pada tahun 2010. Sektor industri di Provinsi Bali
sulit dikembangkan karena luas wilayah yang relatif sempit, yaitu 0,29 persen
dari luas wilayah Indonesia, sehingga kurang memungkinkan dikembangkan
industri berskala besar. Industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang ada,
sebagian besar menghasilkan produk kerajinan yang menunjang sektor pariwisata.
4.5. Struktur Tenaga Kerja
Sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan ekonomi, struktur tenaga kerja
di Provinsi Bali juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada struktur
tenaga kerja tidak hanya terbatas pada perubahan komposisi tenaga kerja menurut
lapangan usaha. Struktur tenaga kerja dilihat dari lapangan usaha, dalam
penelitian ini dibedakan menjadi tiga sektor besar, yaitu pertanian, industri, dan
jasa, seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Bali, Tahun 1985 – 2010
-
10
20
30
40
50
60
1985 1990 1995 2000 2010
Pers
en
Pertanian Industri Jasa
Sumber : BPS Provinsi Bali, 1986 – 2011 (diolah)
Dengan menggunakan data Sensus Penduduk (SP) dan menurut Survey
Penduduk Antar Sensus Nasional (Supas) dapat dijelaskan bahwa proporsi tenaga
kerja yang terserap pada sektor pertanian pada tahun 1985 adalah sebanyak 48,15
37
persen, namun persentase ini sedikit demi sedikit mengalami penurunan, dan
menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menjadi 30,87 persen. Sektor jasa
pada tahun 1985 menyerap 32,01 persen, sedangkan pada tahun 2010 meningkat
menjadi 48,06 persen. Berbeda dengan transformasi struktur ekonomi telah terjadi
pada akhir tahun 1970-an, namun transformasi tenaga kerja terjadi pada pertengah
tahun 1990-an, sekitar tahun 1996.
Sama halnya dengan struktur ekonomi, dari segi penyerapan tenaga kerja,
sektor industri di Provinsi Bali tidak banyak mengalami perubahan struktur. Hal
ini disebabkan karena luas wilayah yang sempit, di Bali tidak memungkinkan
mengembangkan industri berskala besar, sehingga struktur tenaga kerja hanya
berubah dari 19,84 persen pada tahun 1985, menjadi 21,06 persen pada tahun
2010.
38
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Provinsi Bali
Seperti telah dipaparkan pada latar belakang, bahwa konsumsi rumah
tangga memiliki peranan penting dalam analisis perekonomian secara makro.
Konsumsi rumah tangga dipercaya menjadi salah satu penyelamat perekonomian
Indonesia khususnya Bali pada saat krisis global melanda. Secara lebih khusus,
konsumsi rumah tangga terdiri dari pengeluaran untuk makanan dan untuk bahan
makanan.
Komponen pengeluaran rumah tangga di Provinsi Bali menurut kelompok
bahan makanan pada tahun 2013 berdasarkan Susrvey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk Menurut Sub Kelompok
Makanan dan Klasifikasi Daerah, Provinsi Bali, Tahun 2013
No Jenis KomoditasPerkotaan
(%)Perdesaan
(%)Bali(%)
1 Padi-padian 12.86 22.01 15.922 Ubi-umbian 0.48 0.81 0.593 Ikan dan sejenisnya 4.68 4.88 4.754 Daging 5.54 5.89 5.665 Telur dan susu 6.26 4.69 5.736 Sayur-sayunan 6.97 9.48 7.817 Kacang-kacangan 2.18 2.36 2.248 Buah-buahan 4.42 4.89 4.589 Minyak dan lemak 2.20 3.36 2.5910 Bahan minuman 2.37 3.60 2.7811 Bumbu-bumbuan 1.38 1.75 1.5112 Konsumsi lainnya 1.36 1.50 1.4113 Makanan dan minuman jadi 41.18 24.82 35.714 Tembakau dan sirih 8.12 9.96 8.73
Total 100.00 100.00 100.00Sumber: BPS Provinsi Bali, 2013
Komponen pengeluaran rumah tangga untuk sub kelompok makan di
Provinsi Bali pada tahun 2013 lebih ringkas dapat dilihat pada Gambar 5.1.
39
Gambar 5.1Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk Menurut
Sub Kelompok Makanan di Provinsi Bali, Tahun 2013
Sumber: BPS, Susenas 2013
Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dijelaskan bahwa proporsi terbesar
pengeluaran rumah tangga adalah untuk makanan dan minuman jadi, yaitu 35,70
persen, kemudian disusul oleh pengeluaran untuk padi-padian sebesar 15,92
persen. Pengeluaran yang memiliki proporsi terkecil adalah untuk umbi-umbian,
yaitu sebesar 0,59 persen.
Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan disajikan pada
Tabel 5.2 dan Gambar 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.2, proporsi
pengeluaran terbesar untuk bukan makanan adalah untuk sewa dan perkiraan sewa
rumah, yaitu sebesar 26,03 persen. Pengeluaran rumah tangga untuk bukan
makanan terbesar kedua adalah untuk biaya transportasi, bensin, solar, dan
pelumas. Proporsi terkecil untuk pengeluaran bukan makanan adalah untuk
asuransi 0,62 persen.
40
Tabel 5.2Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk Menurut Sub Kelompok
Bukan Makanan dan Klasifikasi Daerah, Provinsi Bali, Tahun 2013
No Jenis PengeluaranPerkotaan
(%)Perdesaan
(%)Bali(%)
1 Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah 27.53 21.68 26.032 Pemeliharaan dan perbaikan ringan 1.60 0.45 1.313 listrik 7.00 10.60 7.924 Telpon 5.47 4.35 5.185 Sabun dan kosmetik 4.59 4.93 4.686 Biaya kesehatan 7.06 8.82 7.517 Biaya pendidikan 8.29 5.10 7.478 Biaya transportasi 10.40 12.48 10.939 Jasa lainnya 2.04 0.45 1.64
10 Pakaian dan alas kaki 3.92 4.19 3.9911 Barang tahan lama 9.88 10.42 10.0212 Pajak 1.96 2.20 2.0213 Pungutan dan retribusi 0.73 1.31 0.8814 Asuransi kesehatan 1.36 0.37 1.1015 Asuransi lainnya 0.77 0.18 0.6216 Pesta dan upacara 7.40 12.47 8.70
Total 100.00 100.00 100.00Sumber: BPS Provinsi Bali, 2013
Gambar 5.2Proporsi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Penduduk Menurut
Sub Kelompok Makanan di Provinsi Bali, Tahun 2013
41
5.2. Perkembangan PDRB dan Pengeluaran Rumah Tangga di Provinsi Bali
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat yang diproksikan oleh
meningkatnya PDRB, maka pengeluaran rumah tangga di Provinsi Bali, baik yang
dirinci menurut kelompok makanan maupun bukan makanan terus mangalami
peningkatan. Berdasarkan Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa gerakan kenaikan
pengeluaran konsumsi rumah tangga di Provinsi Bali sesuai dengan kenaikan
PDRB selama tahun 1985 – 2013. Dari sudut jenis pengeluarannya, ternyata
pengeluaran rumah tangga untuk makanan lebih fluktuatif dibandingkan dengan
untuk bukan makanan. Seperti pada periode 1995 – 2000, ketika terjadi krisis
moneter di Indonesia, justru pengeluaran konsumsi untuk kelompok bahan
makanan mengalami penurunan, sementara di pihak lain untuk pengeluaran bukan
makanan tidak berfluktuasi. Demikian juga sejak tahun 2009 dengan terjadi
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali yang mendekati pertumbuhan ekonomi
nasional, juga diikuti dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk
kelompok makanan.
Gambar 5.3Perkembangan PDRB, Pengeluaran Rumah Tangga, Pengeluaran
Rumah Tangga untuk Makanan dan Bukan Makanan di Provinsi BaliBerdasarkan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 1985 – 2013
-
5
10
15
20
25
30
35
40
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2013
Rp tr
iliyu
n (H
K 20
00)
PDRB Konsumsi RT K. Makanan K.Bukan Makanan
Sumber: BPS, 1986 – 2014 (diolah)
42
Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dilihat persentase pengeluaran rumah
tangga terhadap PDRB meskipun berfluktuatisi selama tahun 1985 – 2013, namun
sedikit memiliki kecenderungan menurun. Kondisi ini sesuai dengan teori Kuznets
(Sukirno, 2011) yang mengatakan bahwa jika PDB meningkat, maka pengeluaran
rumah tangga persentasenya mengecil. Demikian juga pengeluaran rumah tangga
apabila dilihat dari kelompok pengeluaran makanan dan bukan makanan.
Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa persentase pengeluaran rumah
tangga untuk makanan meskipun berfluktuasi namun memiliki kecenderungan
menurun, sedangkan untuk bukan bahan makanan mengalami kecenderungan
meningkat. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Chenery dan Syrquin (Sukirno,
2011), apabila jika PDB meningkat, maka pengeluaran rumah tangga untuk bahan
makanan persentasenya mengecil. Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa
tranformasi pengeluaran rumah tangga di Provinsi Bali dari makanan ke bukan
makanan telah terjadi pada tahun 2005.
Gambar 5.4Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap PDRB, Persentase
Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan dan Bukan MakananTerhadap Total Pengeluaran di Provinsi Bali Berdasarkan
Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 1985 – 2013
30
35
40
45
50
55
60
65
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2013
Pers
en
Konsumsi RT K. MakananK.Bukan Makanan Linear (Konsumsi RT)Linear (K.Bukan Makanan) Linear (K. Makanan)
Sumber: BPS, 1986 – 2014 (diolah)
43
5.3. Pola Data PDRB dan Pengeluaran Rumah Tangga
Untuk menganalisis data runtun yang cukup panjang perlu diketahui
polanya. Sebab data runtun waktu yang cukup panjang umumnya memiliki
kecendrungan menaik (trend), sehingga tidak stasioner. Apabila dua atau lebih
data runtun waktu yang yang memiliki trend diregresikan, kemungkinan akan
terjadi kointegrasi atau dapat menghasilkan hubungan yang semu (spurious
regression). Oleh karena itu data runtun waktu apabila digunakan untuk
peramalan jangka panjang, maka perlu dianalisis keseimbangannya jangka
panjang melalui uji kestasioneran, kointegrasi (cointegration test).
5.1.2. Uji Kestasioneran Data
Data bersifat stasioner adalah data dengan perilaku data yang memiliki
varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati
nilai rata-ratanya. Beberapa cara menguji kestasioneran data diantaranya adalah
dengan: 1) metode grafik, 2) correlogram, dan 3) dengan metode akar unit (unit
root test). Dalam penelitian ini kestasioneran data diuji dengan grafik dan uji akar
unit.
1) Metode grafik
Berdasarkan Gambar 3.3 dapat diketahui bahwa PDRB, pengeluaran
konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi bahan makanan, dan konsumsi
bukan bahan makanan di Bali mempunyai tren yang menaik dan berarti memiliki
nilai rata-rata (mean) yang berubah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
runtun waktu pengeluaran konsumsi rumah tangga Bali tidak stasioner.
Kesimpulan ini bersifat subyektif, sehingga dapat dilakukan metode lainnya, yaitu
metode akar unit.
3) Uji Akar Unit (Unit Roots Test)
Uji akar unit (unit root test) atau dikenal juga dengan uji Augmented
Dickey Fuller (ADF) merupakan konsep terkini yang banyak dipakai untuk
menguji kestasioneran data runtun waktu. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
44
bahwa data bersifat stasioner adalah data dengan perilaku yang memiliki varians
yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai
rata-ratanya.
Berdasarkan data konsumsi rumah tangga di Bali dapat dianalisis
kestasioneran data dengan menggunakan uji akar unit yang hasilnya, seperti yang
ditampilkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.Hasil Pengujian Stasioner Variabel Penelitiandengan metode Augmented Dicky Fuller Test
berjalan dan pengeluaran konsumsi tahun sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap pengeluaran konsumsi tahun berjalan. Model ini
menunjukkan bahwa MPC jangka pendek lebih rendah dibandingkan
dengan MPC jangka panjang.
2) Model konsumsi makanan jangka panjang Provinsi Bali selama tahun
1985 – 2013 adalah : KMt = 591,30 + 0,120 PDRBt + 0,737 KMt-1, yang
berarti bahwa menunjukkan bahwa MPC konsumsi bahan makanan
jangka pendek lebih rendah dibandingkan dengan MPC jangka panjang.
3) Model konsumsi bukan makanan jangka panjang Provinsi Bali selama
tahun 1985 – 2013 adalah KMt = 71,613 + 0,148 PDRBt + 0,404 KBMt-1,
yang juga menunjukkan menunjukkan bahwa MPC konsumsi bukan
makanan jangka pendek lebih rendah dibandingkan dengan MPC jangka
panjang.
5.1. Saran dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, karena hanya melihat pengeluaran
konsumsi secara keseluruhan atau umum yang hanya dibedakan untuk makanan
dan bukan makanan. Peneliti lain diharapkan dapat memperlebar penelitian
dengan secara khusus menelitin mengenai pengeluaran konsumsi untuk untuk
listrik, telpon, dan lain sebagainya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abel, Andrew B. and Ben S. Bernake. 2001. Macroeconomics. New York:Addison Wesley Longman, Inc.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Penerbit STIE YKPNYogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2013. Data Bali Membangun. Provinsi Bali:Penerbit BPS Bali
Chow, Gregory C. 2011. “A Model for National Income Determination inTaiwan”. Princeton University & Academia Sinica, Taiwan
Denburg, T.E. and McDougl, D.M. 1976. Macroeconomics. The Measurement,Analysis and Control of Aggregate Economic Activity 5 th. Edition TokyoThe Mcmillan Company.
Duesenberry, J.S. 1967. Income, Saving and the Theory of Consumen Behaviour.New York. Oxford University Press. Chapter IV dan V.
Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Gordon, Robert J., 2010. Macroeconomic. Twelfth Edition. New York: AddisonWesley Longman, Inc.
Gujarati, D. N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Isyani, dan Mulidyah Indira Hasmarini, 2005, Analisis Konsumsi Masyarakat diIndonesia Tahun 1989-2002 (Tinjauan Terhadap Hipotesis Keynes danPost Keynes). Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. VI, Desember. No. 2,pp. 143-162.
Lindauer, John. 1971. Macroeconimics. Second Edition. New York: Johwiley &Son Inc.
Maluccio, J., L. Haddad dan J. May. 1999. Social Capital and Income generatingin South Africa 1993-1998. IFPRi: FCND Discussion paper. No.71.
Mangkoesubroto, 1998. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta:STIE YKPN.
Mankiw Gregory.N. 2007. Makroekonomi. (Fitria Liza dan Imam Nurmawan,Pentj). Jakarta: PT. Penerbit Erlangga.
Modigliani,F. 1986. Life Cycle. Individual Thrift and the Wealth of Nations.American Economic Review. 76 (Juni 1986),pp. 297-313.
54
Mullen, J.D. 1980. Experiences of A Sampel of Farm Families. Australian Journalof Agriculture Economics, p 268 -281. New South Wealth Departementof Agriculture.
Pemberton, James. 1997. Modelling and Measuring Income Uncertaninty in LifeCycle Models. Economic modelling. 14 (1997),pp. 81-98.
Samuelson dan Nordhaus. 2004. Ilmu Makroekonomi. (Gretta, Theresa Tanoto,Bosco Carvallo, Anna Elly, Penterj.) Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Sukirno, Sadono. 2008. Pengantar Makroekonomi. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Sukirno, Sadono. 2011. Ekonomi Pembangunan: Proses,Masalah, dan DasarKebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tambunan, Tulus. TH, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori &Penemuan Emperis, Jakarta: Salemba Empat.
Yang, Shu-Cen and Cheng-Kiang Farn. 2009. Social Capital, BehavioralControl, andTacit knowledge sharing-A Multi-Informant Design.International Journal of Information Management 29,PP. 210-218.