HADITS TENTANG GADAI Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Ekonomi dan Perbankan 2 Dosen Pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M. Pd. I Disusun Oleh : Kelompok 2 1. Ahmad Muslih (141257210) 2. Adi Erdian Saputra (141256810) 3. Ajeng Fitriani (141257710)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HADITS TENTANG GADAI
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Ekonomi dan Perbankan 2
Dosen Pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Ahmad Muslih (141257210)
2. Adi Erdian Saputra (141256810)
3. Ajeng Fitriani (141257710)
Kelas C
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI S1
PERBANKAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam proses belajar Hadis Ekonomi.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hadis Ekonomi dan
Perbankan 2 pada program studi S1 Perbankan Syariah di STAIN Jurai Siwo
Metro. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Metro, 9 Oktober 2016
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 2
C. Tujuan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai.......................................................... 3
B. Pengertian Gadai................................................................. 4
C. Hukum Gadai...................................................................... 5
D. Rukun Gadai........................................................................ 8
E. Syarat Gadai........................................................................ 9
F. Memanfaatan Barang Gadai................................................ 11
G. Penyelesaian Gadai............................................................. 17
H. Perbedaan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional...... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 20
B. Saran .................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas yang dihadapi oleh umat manusia dalam menjalani kehidupannya
tidak selamanya sesuai denan keinginannya. Ada sebagian orang yang dapat
memenuhi kehidupannya dengan mudah. Tidak sedikit orang yang sangat sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara tunai, dan harus meminjam atau
berhutang kepada orang lain.
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong-menolong
dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau
pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur
atau orang yang memberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh
sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai
jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya.
Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala
dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman
Rasulullah Saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Tidak
hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih berlaku hingga
sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah
dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula Pegadaian
Syariáh.
Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan
syariát islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan gadai menurut pandangan islam,
yang meliputi pengertian gadai yang ditinjau menurut syariah islam, landasan
hukum gadai, rukun dan syarat gadai, memanfaatkan barang yang sedang
1
digadaikan, implementasi gadai dalam perbankan, riba dalam gadai, serta
penyelesaian gadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengertian gadai?
2. Bagaimanakah hukum gadai dalam islam?
3. Bagaimanakah rukun gadai?
4. Bagaimanakah syarat gadai?
5. Bagaimanakah perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian gadai?
2. Mengetahui hukum gadai dalam islam?
3. Mengetahui rukun gadai?
4. Mengetahui syarat gadai?
5. Mengetahui perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai
بى – �ن الن ة� – رضى الله عنها – أ ع�ن ع�ائش�ى ط�ع�اما من – صلى الله عليه وسلم �ر� اشت
wa Sallam pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan tempo
dan beliau menggadaikan baju perang dari besi”.1
ه�ن� �ق�33د ر� �س – رضى الله عنه – ق33ال : ل �ن ع�ن أ�33ه بى – ص33لى الل33ه علي33ه وس33لم – درع33ا ل الن33ه �هل عيرا أل �خ�ذ� منه ش33� �هودى ، و�أ �ة عند� ي بالم�دينArtinya: “Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang
Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”2
Penjelasan hadits: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam zuhud dalam
kehidupan dunia dan menyedikitkan bagian darinya. Seperti biasanya, beliau tidak
1 ? (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).2 ? (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’).
3
membiarkan ada sesuatu yang disimpan untuk makanan beliau dan keluarga
beliau untuk beberapa hari. Sehingga ada kalanya beliau terpaksa terpaksa harus
membeli (berhutang) bahan makanan dari seorang Yahudi berupa gandum dan
beliau menggadaikan barang yang sebenarnya beliau perlukan dalam jihad fi
sabilillah dan meninggikan kalimat-Nya, yaitu baju besi yang beliau kenakan
dalam peperangan, untuk melindungi diri dari senjata musuh.3
B. Pengertian gadai
Dalam istilah bahasa Arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai dengan al-habsu. Secara etimologis (artinya kata) rahn berarti “tetap atau
lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”.4 Definisinya mnurut syariah
adalah menjadikan harta sebagai jaminan hutang hingga hutang itu dilunasi, atau
yang diambilkan dari nilai barang jaminan jika pembayaran hutang tidak terlunasi,
yaitu yang diambilkan barang jaminan orang yang hutang.5 Rahn atau gadai
adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan utang yang bisa digunakan
untuk membayarnya ketika jatuh tempo.6
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu barang itu
berharga sebagai tanggungan hutang berdasarkan perjanjian atau akad antara
orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
Sedangkan, dalam dalam dunia perbankan syari`ah biasa disebut dengan
agunan dan jaminan. Agunan adalah jamianan tambahan, baik berupa benda
bergerak menerima maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan
kepada Bank Syari`ah/UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah
3 ? Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi: Darul Falah, 2011), hlm. 7614 ? H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004) hlm. 139 5 ? Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, op.cit hlm. 7606 ? Andi Ali Akbar, Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi: Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014) hlm. 59
4
penerima fasilitas.dari ketentuan pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua
istilah,yaitu”agunan dan jaminan”.7
C. Hukum Gadai
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab
gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.8 Rahn atau
gadai hukumnya sah, yaitu menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai
jaminan utang, kelak akan dibayar darinya jika si penghutang tidak mampu
membayar utangnya karena kesulitan. Karena itu tidak boleh menggadaikan
barang wakaf dan ummul walad (budak perempuan yang punya anak dari
tuannya).9
Landasan Hukum diperbolehkannya gadai di antaranya adalah:
1. Al-Quran
Ayat al-qur`an yang dapat dijadikan dasar hukum dalam gadai
adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 283 :
�اتبا ف�ره�ان �جدوا ك �م ت ف�ر و�ل �ى س� و�إن كنتم ع�ل�عضا ف�ليؤ�دمقبوض�ة �عضكم ب �من� ب ف�إن أ
�هودي �ة عند� ي �ه بالم�دين م� درعا ل ل �يه و�س� ع�ل�هله عيرا أل �خ�ذ� منه ش� و�أ
Artinya : “Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan
roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari
seorang Yahudi”.
: ق�ال� ة� رضي الله عنه ق�ال� ير� �بي هر� ع�ن أ�لظهر ه صلى الله عليه وسلم ) ا �لل سول ا ر�
�ن �ب �ان� م�رهونا, و�ل �ف�ق�ته إذ�ا ك �ب بن يرك�ان� م�رهونا, و�ع�ل�ى �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �لدريشر� ا
ف�ق�ة ( �لن ب ا �شر� �ب و�ي �رك ذي ي �ل �لبخ�اري ا و�اه ا ر�Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda : Apabila ada
ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu
digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang
naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya4.” (HR.
Bukhari)
: ق�ال� ة� رضي الله عنه ق�ال� ير� �بي هر� ع�ن أ: ) ال� م� ل �يه و�س� ه ع�ل �لل ه -ص�لى ا �لل سول ا ر�
7
�ه �ه, ل ه�ن ذي ر� �ل هن من ص�احبه ا �لر �ق ا �غل ي�يه غرمه ( غنمه, و�ع�ل
Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya,
keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi tanggungannya.”10
3. Ijma’
Ijma ulama atas hukum mubah(boleh) dalam perjanjian gadai. Hal
ini menjadikan adanya khilafah pada beberapa ulama, diantaranya
madzhab Dhahiri, Mujahid, Al Dhahak, hanya memperbolehkan gadai
pada saat berpergian saja, berujuk pada surat Al Baqoroh ayat 283.
Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dalam bepergian atau dimana
saja berdasar hadits nabi yang melakukan transaksi gadai di Madinah.
Sehingga dapat disimpulkan perjanjian gadai diperbolehkan di dalam
islam berdasarkan Al qur’an surat Al Baqoroh ayat 283, hadits nabi
Muhammad saw, dan ijma ulama.
D. Rukun Gadai
Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu:
1. ‘Aqidani
‘Aqidani maksudnya adalah orang yang melakukan akad. ‘Aqidani
terdiri dari rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang
menerima gadai)10 ? Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal
8
2. Marhun Bih
Marhun bih adalah hutang.
3. Marhun
Marhun adalah barang yang digadaikan
4. Shighat
Sihghat adalah ijab dan qabul dari pelaku akad.11 Dalam hal ijab
qabul ini, dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja
di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para
pihak.12
E. Syarat-syarat Gadai
Dalam rahn atau gadai, disyaratkan beberapa syarat berikut :
1. Persyaratan aqid
Kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah. Menurut
ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang telah sah untuk jual-beli, yakni berakal
dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
Menurut ulama selain hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian
jual-beli. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh,
ataau anak kecil yang belum baligh.
2. Syarat shighat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat dalam rahn tidak boleh
memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Ada pun menurut ulama selain
Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang sahih dan yang rusak. Uraiannya adalah
sebagai berkut :
a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalm rahn ada tiga :
1) Syarat sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat membayar
sehingga jaminan tidak disita.
11 ? Andi Ali Akbar, op., cit., hlm. 59-6012 ? H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, op., cit., hlm. 142
9
2) Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan
agar hewan yang dijadikan jaminanya diberi makan tertentu, syarat
seperti itu batal tetapi akadnya sah
3) Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan
merugikan murtahin
b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi menjadi dua
yaitu :
1) Rahn sahih
2) Rahn fasid adalah rahn didalamnya mengandung persyaratan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang
haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah
tanggung jawab rahin.
c. Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah diatas,
yakni rahn terbagi menjadi dua, sahih dan fasid, rahn sahih adalah rahn
yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesua dengan kebutuhan.
3. Syarat Marhun Bih (hutang)
Marhun bin adalah hak yang diberikan ketika rahn, Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu :
a. Marhun bih hendaklah barang wajib diserahkan
b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayar
c. Hak atas marhun bih harus jelas
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat marhun
bih :
a. Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
b. Utang harus lazim pada waktu akad.
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
4. Syarat marhun (barang gadai)
10
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahin. Para
ulama fiqh sepakat mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam
jual beli, sehinggga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak
murtahin.13 Ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain :
a. Dapat diperjualbelikan
b. Bermanfaatkan
c. Jelas
d. Milik rahin
e. Bisa diserahkan
f. Tidak bersatu dengan harta lain
g. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
h. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
F. Memanfaatkan Barang yang Digadaikan
Dalam memanfaatkan barang yang digadaikan, para ulama berbeda
pendapat. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil
manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena
hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW:
عن علي قال:قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم – كل قرض جر منفعة فهو ربا.
رواه الحارث ابن اسامةDari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang
(Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.” (Hadis riwayat Harits bin
Abu Usamah).14
13 ? Rachmat Syafe’i. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001) hal 162-16414 ? Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) hal.149
11
Akan tetapi ada beberapa pendapat Ulama tentang boleh tidaknya
memanfaatkan barang gadai, yaitu :
1. Pendapat Syafi’iyah
Menurut ulama Syafi’iyah yang mempunyai hak atas manfaat
barang gadai (marhun) adalah rahin, walaupun marhun itu berada di bawah
kekuasaan murtahin. Hal ini berdasarkan hadis Rasululllah saw. berikut ini:
a. ة� رضي الله عنه ير� �بي هر� : ق�ال�ع�ن أ ق�ال�: ) ال� م� ل �يه و�س� ه ع�ل �لل ه -ص�لى ا �لل سول ا ر��ه �ه, ل ه�ن ذي ر� �ل هن من ص�احبه ا �لر �ق ا �غل ي
�يه غرمه غنمه, و�ع�لDari Abi Hurairah bahwa Nabi saw Bersabda: “Gadai itu tidak menutup
yang punya dari manfaat barang itu, faedahnya kepunyaan dia, dan dia
wajib mempertanggung jawabkan segalanya”. (HR. Al-Hakim dan
Daruqutny).
b. Dari Umar bahwasannya Rasulullah Saw Bersabda:“Hewan sesorang
tidak boleh diperah tanpa seizin pemiliknya.”(HR. Bukhary).15
Berdasarkan hadis di atas, menurut ulama Syafi’iyah bahwa barang
gadai (marhun) hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima
gadai (murtahin), sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin.16 Dengan
demikian, manfaat atau dari hasil barang yang digadaikan adalah milik
rahin. Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak
diperbolehkan kecuali atas izin pemilik barang gadai.
15 ? Ibid.,16 ? Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al-Qur’an jilid 3 ( Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412.
12
2. Pendapat Malikiyah
Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai atas izin pemilik
barang dengan beberapa syarat, yaitu :
a. Hutang disebabkan jual beli, bukan karena menghutangkan.
b. Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari marhun untuknya.
c. Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus
ditentukan, apabila tidak ditentukan batas waktunya, maka menjadi
batal.
Pendapat Malikiyah ini berdasar kepada hadis Nabi Muhammad saw.
yaitu:
سول الله ص�لى ة� ق�ال� ر� ير� �بي هر� عن أ�ف�ق�ته إذ�ا �ب بن م� الظهر يرك ل �يه و�س� ه ع�ل الل
�ان� �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �ن الدر يشر� �ب �ان� م�رهونا, و�ل كف�ق�ة ب الن �شر� �ب و�ي �رك ذي ي م�رهونا, و�ع�ل�ى ال“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
3. Pendapat Hanabilah
Ulama Hanabilah membagi marhun menjadi dua katagori yaitu
hewan dan bukan hewan. Apabila barang gadai berupa hewan maka boleh
mengambil manfaatnya. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah
kebun dan sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya.
13
Adapun yang menjadi landasan adalah:
Kebolehan murtahin mengambil manfaat dari barang gadai yang dapat
ditunggangi adalah hadis Rasulullah saw. :
سول الله ص�لى ة� ق�ال� ر� ير� �بي هر� عن أ�ف�ق�ته إذ�ا �ب بن م� الظهر يرك ل �يه و�س� ه ع�ل الل
�ان� �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �ن الدر يشر� �ب �ان� م�رهونا, و�ل كف�ق�ة ب الن �شر� �ب و�ي �رك ذي ي م�رهونا, و�ع�ل�ى ال
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Boleh murtahin memanfaatkan barang gadai atas sizin pihak rahin
dan nilai manfaatnya harus disesuaikan dengan biaya yang telah
dikeluarkan untuk marhun didasarkan atas hadis diatas.
4. Pendapat Hanafiyah
Menurut ulama Hanafiyah, tidak ada perbedaan antara
pemanfaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau