Top Banner
TUGAS FARMASI FISIKA Dosen : Dina Rahmawaty, S.Far, M.Farm., Apt. Difusi dan Disolusi Kelompok 4 1. Nori Lovita Sari J1E109204 2. Imam Muttaqien J1E110223 3. Aulea Rahmawati J1E112002 4. Nabila Hadiah Akbar J1E11200 5. Abdul Khair Rizqi J1E112023 6. Qamarul Isro M. J1E112033 7. Husin Nafarin J1E1120 8. Eka Agustya M. J1E1120 9. Ermita Izmi A. J1E1120 10. Dwi Puspita Sari J1E1120 11. Yulia Setiawaty J1E1120 12. Ma’ruf Algifarie J1E112069 13. Nanda Rohiatna J1E112074 14. Novieta Setiani Noor J1E1120 15. Nadya Agustina J1E1120 16. Hafiz Ali J1E112 17. Revani Hardian J1E1120 18. Fahrina Husiana J1E1120
45

makalah kelompok 4

Feb 08, 2016

Download

Documents

Muthia ZhafiRa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: makalah kelompok 4

TUGAS FARMASI FISIKA

Dosen : Dina Rahmawaty, S.Far, M.Farm., Apt.

Difusi dan DisolusiKelompok 4

1. Nori Lovita Sari J1E109204

2. Imam Muttaqien J1E110223

3. Aulea Rahmawati J1E112002

4. Nabila Hadiah Akbar J1E11200

5. Abdul Khair Rizqi J1E112023

6. Qamarul Isro M. J1E112033

7. Husin Nafarin J1E1120

8. Eka Agustya M. J1E1120

9. Ermita Izmi A. J1E1120

10. Dwi Puspita Sari J1E1120

11. Yulia Setiawaty J1E1120

12. Ma’ruf Algifarie J1E112069

13. Nanda Rohiatna J1E112074

14. Novieta Setiani Noor J1E1120

15. Nadya Agustina J1E1120

16. Hafiz Ali J1E112

17. Revani Hardian J1E1120

18. Fahrina Husiana J1E1120

Program Studi Farmasi

FMIPA UNLAM

2013

Page 2: makalah kelompok 4

Difusi dan Disolusi

Teori difusi dan disolusi.

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul

suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan

dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,

misalnya suatu membran polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk

menyelidiki proses difusi. Perjalanan suatu zat melalui suatu batas bisa terjadi

oleh suatu permeasi molekul sederhana atau oleh gerakan melalui pori dan lubang

(saluran). Difusi molekular atau permeasi melalui media yang tidak berpori

bergantung pada disolusi dari molekul yang menembus dalam keseluruhan

membran, sedang proses kedua menyangkut perjalanan suatu zat melalui pori

suatu membran yang berisi pelarut dan dipengaruhi oleh ukuran relatif molekul

yang menembusnya serta diameter dari pori tersebut. Contoh yang lebih baik dari

suatu membran pada skala molekular adalah suatu susunan anyaman polimer yang

berakhir dengan cabang dan persilangan saluran (Martin, 1993).

Pengertian disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut

menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat

melarut. Proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Syukri,

2002).

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke

dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Dalam sistem biologik pelarutan obat

dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorpsi

sistemik. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari

bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering

mengendalikan laju absorpsi sistemik obat (Shargel dan Yu, 1985).

Persamaan difusi pada hukum Fick 1, Fick 2.

Hukum Fick Pertama. Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu

satuan penampang melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t

dikenal sebagai aliran dengan simbol, J.

J = dM (1)

Page 3: makalah kelompok 4

S. dt

Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi, Dc/dx :

J = -D dC (2)

dx

di mana D adalah koefisien difusi dari penetran (disebut juga difusan) dalam

cm2/detik, C adalah konsentrasinya dalam gram/cm3, dan x dalam jarak cm dari

pergerakan tegak lurus terhadap permukaan batas tersebut. Dalam persamaan (1),

massa M, biasanya dinyatakan dalam gram, permukaan batas S dalam cm2, dan

waktu t dalam detik. Kadang- kadang digunakan SI dari kilogram dan meter, dan

waktu bisa dinyatakan dalam menit, jam atau hari. Tanda negatif dari persamaan

(2) menunjukkan bahwa difusi terjadi dalam arah berlawanan dengan naiknya

konsentrasi (arah x positif). Dapat dikatakan bahwa difusi terjadi dalam arah

menurun konsentrasi difusan. Jadi, aliran selalu merupakan bilangan positif

(Martin, 1993).

Konstanta difusi D, atau sering disebut difusivitas, tidak selamanya

konstan (tetap), karena konstanta tersebut bisa berubah harganya pada konsentrasi

yang lebih tinggi. Harga D juga dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, sifat

pelarut dan sifat kimia dari difusan. Oleh karena itu, D lebih tepat dikatakan

sebagai suatu koefisien difusi daripada sebagai suatu konstanta (Martin, 1993).

Hukum Fick Kedua. Seseorang sering ingin menguji kecepatan perubahan

konsentrasi difusan pada suatu titik dalam suatu sistem. Persamaan untuk transpor

massa menekankan perubahan konsentrasi dengan berubahnya waktu pada suatu

lokasi tertentu, daripada difusi massa melalui suatu satuan luas dan barier dalam

satuan waktu, dikenal sebagai hukum Fick kedua. Persamaan difusi ini diturunkan

sebagai berikut. Konsentrasi C dalam volume elemen tertentu berubah hanya

sebagai suatu hail dari aliran bersih (net flow) dari molekul yang berdifusi ke

dalam atau ke luar dari daerah tersebut akibat dari perbedaan dalam input dan

output. Konsentrasi difusan dalam volume unsur berubah terhadap waktu, yakni

ΔC/Δt, apabila aliran atau jumlah yang berdifusi berubah terhadap jarak ΔJ/Δx,

dalam arah x (konsentrasi dan aliran sering ditulis berturut-turut sebagai C (x,t)

dan J (x,t), untuk menekankan bahwa parameter- parameter ini merupakan fungsi

jarak x dan fungsi waktu t (Martin, 1993).

Page 4: makalah kelompok 4

dC = -dJ (3)

dt dx

Dengan mendiferensiasi pernyataan hukum pertama yaitu persamaan (2), terhadap

x, seseorang akan memperoleh :

dJ = D d 2 c (4)

dx dx2

Dengan mensubstitusi dC/dt dari persamaan (3) ke dalam persamaan (4)

menghasilkan hukum Fick kedua, yakni :

dC = D d 2 c (5)

dt dx2

Persamaan (5) menunjukkan difusi hanya dalam arah x. Jika seseorang ingin

menyatakan perubahan konsentrasi difusan dalam tiga dimensi, hukum Fick kedua

ditulis dalam bentuk umum :

dC = D ( d 2 C + d 2 C + d 2 C ) (6)

dt dx2 dy2 dz2

Tetapi pernyataan ini biasanya tidak diperlukan dalam masalah difusi di

bidang farmasi, karena pergerakan dalam satu arah sudah cukup untuk melukiskan

kebanyakan kasus. Hukum Fick kedua menyatakan bahwa perubahan konsentrasi

terhadap waktu dalam daerah tertentu adalah sebanding dengan perubahan dalam

perbedaan konsentrasi pada titik itu dalam sistem tersebut (Martin, 1993).

Metode/prosedur uji difusi dan alat yang digunakan.

Sejumlah metode eksperimen dan sel difusi telah dilaporkan dalam

literature. Beberapa contoh dari metode percobaan dan sel difusi yang terutama

digunakan dalam penelitian farmasi dan transfor biologis akan diperkenalkan

disini (Martin, 1993).

Sel dengan konstruksi yang sederhana, seperti yang telah dilaporkan oleh

Aguiar dan Wener diduga paling baik untuk pekerjaan difusi. Sel tersebut dibuat

dari gelas atau plastik terang

yang mudah untuk dirakit dan

dibersihkan, dan memberikan

kemudahan untuk melihat cairan

Page 5: makalah kelompok 4

dan pengaduk yag berputar. Alat-alat seperti itu dilengkapi thermostat

konvensional dan dilengkapi dengan alat untuk mengumpulkan sampel dan uji

secara otomatis. Kompartemen sebelah atas atau konpartemen donor diisi dengan

larutan obat. Larutan reseptor dipompa dari tempat yang lebih redah. Sampel

dikumpulkan dalam suatu tabung di dalam alat pengumpul fraksi otomatis,

kemudia berturut-turut ditentukan kadarnya secara spketrofotometri. Percobaan

bisa dilakukan selama berjam-jam pada kondisi yang terkontrol ini (Martin,

1993).

Biber dan Rhodes membuat suatu konstruksi sel difusi tiga kompartemen

dari pleksiglas untuk penggunaa baik dengan membra sintesis maupun membra

biologis yang diisolasi. Obat tersebut dibiarkan berdifusi dari kedua kompartemen

donor sebelah luar ke dalam suatu ruang reseptor pusat. Hasilnya dapat

direproduksi dan dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Sel denga desain tiga-

kompartemen menciptakan permukaan membrane yang lebih besar dan

memperbaiki sensitivitas analitik (Martin, 1993).

Permeasi uap air dan senyawa orgaik aormatik dari larutan air melalui

lapisa (film) plastik bisa diselidiki dalam sel gelas dengan dua ruang serupa

dengan desain yang digunakan untuk menyelidiki larutan obat pada umumnya.

Namun et al melaporkan tentang permeasi senyawa 19 aromatik dari larutan

dalam air melalui lapisan (film) polietilena. Higuchi dan aguiar menyelidiki

permeabilitas uap air melalui bahan yang bersalut enteric dengan menggunakan

sel difusi gelas dan ukuran McLeod untuk mengukur perubahan tekanan melewati

lapisan tersebut (Martin, 1993).

Page 6: makalah kelompok 4

Peresapan gas dan uap bisa ditentukan dengan menggunakan suatu

timbangan mikro yang terdapat di dalam bejana vakum dan temperaturnya dapat

dikontrol, serta mempunyai ketelitian ± 2 x 10-6 . Gas atau uap dengan tekanan

terkontrol dimasukkan ke dalam ruang gelas yang mengandung lapisan polimer

atau lapisan biologis dengan dimensi yang telah diketahui, gantungkan pada satu

tangan timbangan tersebut. Masa difusan yang diserap oleh lapisan pada berbagai

tekanan dicatat secara langsung. Laju pendekatan sampai kesetimbangan resapan

memudahkan perhitungan koefisien difusi untuk gas dan uap (Martin, 1993).

Dalam menyelidiki absorbsi melalui kulit, yang biasanya diperoleh dengan

cara autopsy, digunakan kulit manusia atau hewan. Scheuplein menerangkan suatu

sel untuk percobaan penetrasi kulit, dibuat dari pireks dan terdiri dari dua belahan.

Ruang donor dan ruang reseptor dipisahkan oleh sampel kulit yang ditunjang pada

piring berlubang-lubang dan disekrup kencang ditempatnya. Cairan dalam

reseptor diaduk dengan batang magnet yang dilapisi Teflon. Alat ini direndam

dalam bejana yang mempunyai temperature konstan. Sampel diambil secara

periodic dan diuji dengan cara yang sesuai. Untuk senyawa steroida, penetrasiya

lambat. Telah ditemukan metode radioaktif yang diperlukan untuk menentukan

konsentrasi yang rendah tersebut (Martin, 1993).

Wurster et al mengembagkan suatu sel

permeabilitas untuk menyelidiki difusi melalui

Page 7: makalah kelompok 4

lapisan kornea (lapisan kornea diambil dari manusia), dari berbagai zat yang

berpermeasi, termasuk gas, cairan dan gel. Selama percobaan difusi alat tersebur

dijaga pada temperature konstan dan perlahan-lahan diaduk pada daerah sekitar

membrane. Sampel diambil dari ruang reseptor pada waktu waktu tertentu dan

dianalisis zat berpermeasi melalui membran tersebut (Martin, 1993).

Kinetika dan keseimbangan absorbs cairan dan zat terlarut ke dalam

plastik, kulit baha kimia, serta material biologis lainnya, bisa ditentukan dengan

cara sederhana dengan menempatkan bagian-bagian dari film (lapisan) pada

wadah dari cairan murni atau larutan yang bertemperatur konstan. Bagian-bagian

tersebut diperoleh kembali pada waktu yang berbeda-beda, kelebiha cairan

dihilangkan dengan tisu penyerap, dan sampel dari lapisan tersebut ditimbang

hati-hati dalam suatu botol timbang yang telah ditara. Teknik menghitung

radioaktif dapat juga digunakan dengan metode ini untuk menganalisis obat masih

ada dalam larutan dan jumlah yang terserap kedalam lapisan, dihitung dari

selisisihnya (Martin, 1993).

Koefisien partisi ditentukan dengan mudah dengan jalan

menyetimbangkan obat tersebut antara dua pelarut yang tidak bercampur dalam

suatu bejana yang cocok pada temperature konstan dan jika mungkin mengambil

sampel dari kedua fase untuk dianalisis (Martin, 1993).

Laju disolusi, persamaan Higuchi.

Laju disolusi merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah bagian

senyawa obat yang larut dalam media per satuan waktu, atau dengan kata lain

waktu yang diperlukan obat untuk melarut dalam cairan. Laju disolusi obat secara

in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

1. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas

permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju

disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk

garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam

maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya

Page 8: makalah kelompok 4

beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia

yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara

termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan

obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal.

2. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan

perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan

mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka

gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan

pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta

pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

3. Faktor formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka

antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi

secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang

bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar

muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat

membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan

kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal

ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan

berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.

(Martin, 1993).

Persamaan Higuchi

Q = A √D(2C - Cs) Cs t

Dimana Q adalah kadar obat yang dilepaskan dalam waktu t perunit area

A, C adalah konsentrasi awal obat, Cs adalah kelarutan obat dalam matriks media

dan D adalah difusivitas molekul obat (koefisien difusi) dalam substansi matriks.

Hubungan ini berlaku sepanjang waktu, kecuali saat jumlah obat habis seluruhnya

ketika sistem terapeutik tercapai (Dash et al, 2010).

Sink condition

Page 9: makalah kelompok 4

Dalam percobaaan difusi, larutan dalam kompartemen reseptor

dipindahakn dan diganti secara terus-menerus dengan pelarut baru untuk menjaga

agar konsentrasi selalu rendah. Keadaan ini disebut keadaan sink (sink

conditions). Kompartemen kiri sebagai sumber dan kompartemen kanan sebagai

sink (Martin, 1993).

Mula-mula, konsentrasi difusan dalam kompartemen kiri akan turun dan

konsentrasi difusan dalam kompartemen kanan akan naik sampai sistem tersebut

mencapai kesetimbangan, berdasarkan laju hilangnya difusan dari sink dan sifat

alamiah dari pembatas. Bila sistem tersebut telah berada dalam periode waktu yag

cukup, konsentrasi difusan dalam larutan sebelah kiri dan sebelah kanan pembatas

menjadi konstan terhadap waktu, tapi jelas tidak sama dalam kedua kompartemen.

Jadi dalam tiap irisan difusi tegak lurus dengan arah aliran (Martin, 1993).

Dengan mempertahankan volume pelarut lebih besar terhadap titik

kejenuhan (antara 5 sampai 10 x lebih besar), akan dicapai kondisi sink. Kondisi

ini menjadi salah satu parameter eksperimental yang perlu diperhatikan selama uji

disolusi (Martin, 1993).

Alat uji disolusi dan metode/prosedur pengujian uji disolusi.

Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu :

1. Alat 1 (Metode Basket)

Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak.

Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan

suhu dalam wadah 370 ± 0,50 C selama pengujian berlangsung. Bagian dari

Page 10: makalah kelompok 4

alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan

gerakan, goncangan, atau gerakan signifikan yang melebihi gerakan akibat

perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder

dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106 mm

dengan volume sampai 1000 ml. pada bagian atas wadah ujungnya melebar,

untuk mencegah penguapan dapat menggunakan suatu penutup yang pas,

batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari

2mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan

tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan

sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki

dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing

monografi dalam batas lebih kurang 4% (Depkes RI, 1995)..

2. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas

daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya

tidak lebih dari 2mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.

Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama

pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu

kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan

dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar (Depkes

RI, 1995).

Uji disolusi sediaan solid.

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam

cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara

oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-

partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.

Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau

medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan

dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 2008).

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran

cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau

Page 11: makalah kelompok 4

tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi

menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi

partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung

secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut

diberikan (Martin, 1993).

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau

reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami

dua langkah berturut-turut:

1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap

atau film disekitar partikel.

2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.

Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih

lambat dan karena itu adalah langkah terakhir (Genaro, 1990).

Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :

Difusi layer model (theori film)

Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat

pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan

jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan

larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul

obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane

biologis serta absorbsiterjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan

larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari

permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, 1993).

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau

jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu,

Massa larutan dengan konsentrasi = Ct

Kristal

Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs

Page 12: makalah kelompok 4

laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya

menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu

partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk

dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang

menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak

hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak

seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi

setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal

dalam lambung atau saluran usus halus (Martin, 1993).

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada

kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan

dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur

hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang

ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan

bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan

kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji

dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet (Martin, 1993).

Penglepasan obat matriks polimer, matriks granular, multilayer

diffusion Sari

Lag time dan koefisien partisi

Waktu Laten (Lag Time) yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sistem untuk

berada dalam keseimbangan difusi. Dengan semakin meningkatnya kadar dalam

suatu sistem, tidak terlihat lagi adanya waktu laten. Adapun hubungan viskositas

sediaan dengan pelepasan bahan aktifnya dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan

teori difusi, meningkatnya viskositas akan menurunkan mobilitas bahan aktif

dalam menuju keadaan seimbang sehingga jumlah yang lepas juga berkurang

(Dewi & Soeratri, 2005).

Koefisien Partisi

Untuk menghasilkan respons farmakologi ,suatu molekul obat harus

melewati membran biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan lemak yang

Page 13: makalah kelompok 4

bertindak sebagai penghalang lipofilik dari protein dan bahan lemak yang

bertindak sebagai penghalang lipofilik tempat lalulintas obat. Koefisien partisi

minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul,ini merupakan rujukan

untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus dipertimbangkan

dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P)

menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu

pelarut organik dan air. Dengan menggunakan air oktanol sebagai contoh maka

rumusnya sebagai berikut:

P = [Kons.obat dalam oktanol]

[Kons. Obat dalam air]

(Ansel, 2008)

P hanya tergantung pada konsentrasi obat saja apabila molekul-molekul

obat berkecenderungan menyatu dalam larutan maka untuk obat yang terionisasi

persamaannya dapat dipakai sebagai berikut :

P = [ Kons. Obat dalam oktanol]

( 1 – α ) [ kons. Obat dalam air]

Dalam hal ini α sama / seimbang dengan tingkati onisasi. Penetapan konstanta

disosiasi pKa penting karena mungkin merupakan petunjuk, ciri-ciri daya serap

bahan obat. Dalam pengertian lain ,Koefisien partisi adalah perbandingan kadar

obat dalam lipid dan kadar obat dalam air setelah terjadi kesetimbangan. Atau bisa

juga sebagai kelarutan obat dalam lipid dibagi kelarutan obat dalam air. Dalam

term ini ada dua masalah yaitu kelarutan obat dalam air dan kelarutan obat dalam

lipid, sehingga koefisien partisi berpengaruh pada proses disolusi maupun

permeasi (Ansel, 2008)

Absorpsi obat pada saluran cerna.

Absorpsi obat dalam gastrointestin (lambung-usus). Obat melalui

membran hidup menurut dua kelas transpor utama, yaitu pasif dan aktif.

Perpindahan pasif melalui difusi biasa yang dikemudikan oleh perbedaan

konsentrasi obat pada kedua sisi membran tersebut. Sebagai contoh, dalam

absorpsi intestin obat berjalan umumnya secara transpor pasif dari daerah yang

Page 14: makalah kelompok 4

berkonsentrasi tinggi dalam saluran gastrointestin ke daerah yang berkonsentrasi

rendah pada sisi sirkulasi sistemis (Martin, 1993).

Transpor aktif memerlukan sumber energi seperti enzim atau pembawa

biokimia untuk mengangkut obat menyeberang membran; transpor dapat

berlangsung dari daerah yang berkonsentrasi rendah ke daerah yang

berkonsentrasi tinggi melalui kerja pompa (pumping action) dari sistem transpor

biologis ini. Obat-obat umumnya adalah asam lemah atau basa lemah, kemudian

sifat ionis dari obat serta kompartemen biologis dan membran mempunyai suatu

pengaruh penting pada proses perpindahan tersebut (Martin, 1993).

Hipotesis pH-partisi. Membran biologis umumnya lipofilik, dan obat

mempenetrasi batas ini terutama dalam bentuk molekular, tidak terdisosiasi.

Hipotesis pH-Partisi menyatakan bahwa obat-obat diabsorpsi dari saluran

gastrointestin dengan difusi pasif besarnya relatif terhadap fraksi obat tidak

terdisosiasi pada pH usus. Inilah alasan mengapa koefisien partisi antara membran

dan cairan gastrointestin besar untuk jenis obat tidak terdisosiasi dan mengarah ke

transpor bentuk molekular dari usus melalui dinding mukosa dan masuk ke dalam

sirkulasi sistemis (Martin, 1993).

Prinsip pH-partisi tela diuji dalam sejumlah besar penelitian baik in vitro

maupun in vivo, dan ternyata hanya sebagian yang dapat diterapkan dalam sistem

biologis sebenarnya. Dalam banyak hal, bentuk terion sepert juga bentuk tak

terion membagi diri ke dalam membran lipofilik dan juga diangkut melalui

membran tersebut. Ternyata beberapa obat, seperti sulfatiazol, di ana koefisien

permeabilitas in vitro untuk bentuk terion sebenarnya bisa melebihi koefisien

permeabilitas untuk bentuk molekular dari obat tersebut (Martin, 1993).

Absorpsi perkutan

Penetrasi perkutan yakni perjalanan melalui kulit, meliputi:

a. Disolusi suatu obat dalam pembawanya

b. Difusi obat terlarut (solut) dari pembawa ke permukaan kulit.

c. Penetrasi obat melalui lapisan-lapisan kulit terutama lapisan stratum corneum.

Penembusan = penetrasi = absorpsi perkutan, terdiri dari pemindahan obat

dari permukaan kulit ke stratum corneum, dibawah pengaruh gradien konsentrasi

Page 15: makalah kelompok 4

dan berikutnya difusi obat melalui stratum corneu yang terletak dibawah

epidermis, melewati dermis dan masuk kedalam mikrosirkulasi. Kulit, karena sifat

impermeabilitasnya maka hanya dapat dilalui oleh sejumlah senyawa kimia dalam

jumlah sedikit. Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata

dapat terjadi, baik secara difusi melalui stratum corneum maupun secara difusi

melalui kelenjar sudoripori (Simanjuntak, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi obat ke dalam kulit

Scheuplein menemukan bahwa konstanta permeabilitas rata-rata, Ps untuk

air ke dalam kulit adalah 1,0 x 10-3 cm/jam dan konstanta difusi rata-rata, Ds

adalah 2,8 x 10-10 cm2/detik. Air mempenetrasi ke dalam stratum corneum

tampaknya hanya sedikit mengubah batas terutama oleh efeknya terhadap pori-

pori kulit. Stratum corneum dianggap sebagai suatu lapisan homogen yang padat.

Nonelektrolit polar yang kecil berpenetrasi ke dalam bulk dari stratum corneum

dan berikatan dengan kuat dengan komponen-komponennya. Difusi dari

kebanyakan zat melalui batas ini agak lambat. Sebagian besar difusi adalah

transelular bukan terjadi melalui saluran antarsel atau melalui pori sebaseus dan

saluran keringat. Stratum corneum, normal atau bahkan mengandung air,

merupakan membran biologis yang impermeabel (tidak dapat ditembus). Ini salah

satu segi penting dalam sistem kehidupan (Martin, 1993).

Terlalu sederhana jika menganggap bahwa satu cara dapat berhasil dengan

baik dalam semua keadaan. Tapi sesudah keadaan steady-state mantap, difusi

transepidermik melalui stratum corneum umumnya mendominasi (lebih banyak

berperan). Dalam tahap penetrasi awal, difusi melalui organ tambahan (folikel

rambut, saluran sebaseus, dan saluran keringat) mungkin bermakna. Jalan lansir

ini bahkan penting dalam difusi steady-state dalam hal molekul-molekul polar

besar, seperti dapat dilihat berikut ini (Martin, 1993).

Scheuplein et al. Menyelidiki absorpsi perkutan dari sejumlah steroid.

Mereka menemukan bahwa batas kulit utama untuk penetrasi oleh molekul-

molekul steroid adalah stratum corneum. Koefisien difusi, Ds untuk senyawa-

senyawa ini kira-kira 10-11 cm2/detik, beberapa orde yang besarnya lebih kecil dari

nonelektrolit umumnya. Harga Ds yang kecil ini mengakibatkan permeabilitas

Page 16: makalah kelompok 4

steroid rendah. Penambahan gugus polar ke molekul steroid masih mengurangi

lagi konstantadifusinya. Untuk steroid polar, saluran keringat dan saluran

sebaseus tampak memainkan peran yang lebih penting dalam absorpsi perkutan

daripada difusi melalui bulk stratum corneum (Martin, 1993).

Pilihan pembawa yang tepat penting dalam menjamin bioavailabilitas dari

obat-obat yang digunakan secara topikal. Turi et al, mengkaji efek pelarut :

propilenglikol dalam air dan polioksipropilena 15 stearil eter dalam minyak

mineral terhadap penetrasi dari diflorason diasetat (suatu ester steroid) ke dalam

kulit. Aliran perkutan dari obat tersebut ternyata berkurang dengan adanya pelarut

berlebih dalam basis tersebut. Konsentrasi pelarut optimum ditentukan untuk

produk-produk yang mengandung 0,05% dan 0,1% diflorason diasetat (Martin,

1993).

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat ke

dalam kulit adalah :

1. Konsentrasi obat terlarut Cs, karena laju penetrasi sebanding dengan

konsentrasi

2. Koefisien partisi K antara kulit dan pembawa, yang merupakan ukuran afinitas

relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawa

3. Koefisisen difusi, yang menggambarkan tahanan pergerakan molekul obat

melalui barier pembawa Dv dan pembatas kulit Ds. Besaran relatif dari kedua

koefisien difusi, Dv dan Ds, menentukan apakah penglepasan dari pembawa

atau perjalanan melalui kulit merupakan tahap yang menentukan laju

(Martin, 1993).

Untuk diflorason diasetat dalam propilen gliko-air (suatu basis yang sangat

polar) dan dalam polioksipropilena 15 stearileter dan minyak mineral (suatu basis

nonpolar), kulit ternyata menjadi pembatas yang membatasi laju. Persamaan

difusi untuk sistem ini adalah :

-dCv/dt = SKv sDsCv/Vh (1)

Dimana Cv adalah konsentrasi obat yang terlarut dalam pembawa (g/cm3). S

adalah luas permukaan pemakaian (cm2). KsvDs adalah koefisien difusi dari obat

tersebut dalam kulit (cm2 / detik). V, volume produk obat yang dipakai (cm3). h

adalah tebal pembatas kulit (cm) (Martin, 1993).

Page 17: makalah kelompok 4

Koefisien difusi dan ketebalan pembatas kulit bisa diganti oleh suatu

tahanan terhadap difusi dalam kulit :

Rs = h/Ds (2)

dan persamaan (1) menjadi :

-dCv/dt = SKv sCv/VRs (3)

dalam suatu prosedur eksperimen perkutan, Turi et al. Mengukur obat dalam

reseptor bukan dalam kompartemen donor dari suatu alat difusi in vitro, dimana

pembatas yang digunakan adalah kulit mencit yang tidak berambut. Pada penetrasi

steady state :

-V dCv/dt = VR dCR/dt (4)

laju hilangnya obat dari pembawa dalam kompartemen donor adalah sama dengan

laju bertambahnya obat dalam kompartemen reseptor. Dengan perubahan ini,

persamaan (3) diintegrasikanmenghasilkan :

MR = (SKvsCv/Rs) t (5)

dimana MR adalah jumlah diflorason diasetat dalam larutan reseptor pada waktu t.

Aliran J adalah :

J = MR/S.t = KvsCv/Rs (6)

(Martin, 1993).

Penetrasi melintasi stratum korneum dapat terjadi karena adanya proses

difusi melalui dua mekanisme, yaitu :

a. Absopsi stransepidermal

Jalur absorpsi transepidermal merupakan jalur difusi melalui stratum korneum

yang terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur transelular yang berarti jalur melalui

protein di dalam sel dan melewati daerah yang kaya akan lipid, dan jalur

paraselular yang berarti jalur melalui ruang antar sel. Penetrasi transepidermal

berlangsung melalui dua tahap. Pertama, pelepasan obat dari pembawa ke

stratum korneum. Kedua, difusi melalui epidermis dan dermis dibantu oleh

aliran pembuluh darah dalam lapisan dermis.

b. Absopsi transappendageal

Jalur absorpsi transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui

folikel rambut dan kelenjar keringat disebabkan karena adanya pori-pori

diantaranya, sehingga memungkinkan obat berpenetrasi

Page 18: makalah kelompok 4

(Ayu, 2008).

Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik daripada jalur

transappendageal, karena luas permukaan pada jalur transappendageal lebih kecil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan antara lain :

1. Harga koefisien partisi obat yang tergantung dari kelarutannya dalam

minyak dan air.

2. Kondisi PH akan mempengaruhi tingkat disosiasi serta kelarutan obat

yang lipofil.

3. Konsentrasi obat.

4. Profil pelepasan obat dari pembawanya, bergantung pada afinitas zat aktif

terhadap pembawa, kelarutan zat aktif dalam pembawa, dan PH pembawa.

5. Komposisi sitem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari

permeabilitas stratum korneum yang disebabkan hidrasi dan perubahan

struktur lipid.

6. Peningkatan suhu kulit dapat menyebabkan perubahan difusi yang

disebabkan oleh peningkatan kelarutan obat.

7. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembapan kulit akan mendorong

terjadi absorpsi obat melalui kulit.

8. Waktu kontrak obat dengan kulit.

9. Ketebalan kulit. Absorpsi perkutan lebih besar jika obat yang digunakan

pada kulit dengan lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal.

10. Bahan-bahan peningkat penetrasi (enhancer) dapat meningkatkan

permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisikakimia stratum

korneum sehingga mengurangi daya tahan difusi. Contohnya DMSO,

DMF, DMA, urea, dan lain-lain.

11. Adanya sirkulasi darah in situ pada kulit akan meningkatkan absorpsi obat.

(Ayu, 2008).

Absorpsi buccal.

Tablet buccal adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet

diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa

mulut. Tablet ini umumnya berbentuk kecil, pipih, dan oval yang dimaksudkan

Page 19: makalah kelompok 4

untuk pemberian pada daerah buccal atau bawah lidah yang melarut atau tererosi

perlahan, oleh karena itu, diformulasi dan dikopresi dengan tekanan yang cukup

untuk menghasilkan tablet yang keras. Setelah obat dilepaskan dari tablet, bahan

aktif diabsorpsi tanpa melewati saluran gastrointestinal. Ini rute yang

menguntungkan untuk obat yang bisa dihancurkan oleh saluran gastrointestinal

(Syamsuni, 2006).

Proses absorbsi buccal diserap langsung oleh selaput lendir mulut. Obat-

obatan yang diberikan dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan efek

sistemik, dan karena itu harus dapat diserap dengan baik oleh selaput lendir mulut.

Tablet buccal hendaklah diracik dengan bahan pengisi yang lunak, yang tidak

merangsang keluarnya air liur. Ini mengurangi bagian obat yang tertelan dan lolos

dari penyeraapan oleh selaput lendir mulut. Di samping itu, kedua tablet ini

hendaklah dirancang untuk tidak pecah, tetapi larut secara lambat, biasanya dalam

jangka waktu 15-30 menit, agar penyerapan berlangsung dengan baik (Lachman

dkk, 2008).

Penggunaan obat melalui membran mukosa di dalam mulut, dapat dibagi

menjadi area non keratin, meliputi di bawah lidah (sublingual) dan antara pipi dan

gusi (mukosa buccal). Sedangkan area keratin meliputi di sekitar gusi (gingiva),

disekitar langit-langit mulut bagian atas (palatal mukosa) dan di dekat bibir.

Membran mukosa mempunyai luas area 100 cm2 dan mempunyai karakteristik

yang berbeda–beda, meliputi ketebalan dan aliran darah tergantung dari lokasi

serta aktivitas yang dilakukan (Niken, 2013).

Penghantaran peptida melalui rute membran mukosa, ternyata dapat

mengurangi terdegradasinya enzim jika dibandingkan dengan penggunaan obat

secara nasal, vaginal dan rektal. Rute membran mukosa menjadi kurang baik jika

berinteraksi dengan protease, seperti pepsin, tripsin dan chymotripsin. Hal ini

disebabkan ketiga senyawa tersebut merupakan produk yang dihasilkan oleh

lambung dan usus halus, selain itu keberadaan ketiga senyawa tersebut memang

dimaksudkan untuk menghidrolisis peptida (Niken, 2013).

Keuntungan tablet buccal adalah :

1. Cocok untuk jenis obat yang dapat dirusak oleh cairan lambung atau sedikit

sekali diserap oleh saluran pencernaan.

Page 20: makalah kelompok 4

2.  Bebas First Pass Metabolism.

3. Proses absorpsinya cepat karena langsung diabsorpsi melalui mukosa mulut,

sehingga diharapkan dapat memberikan efek yang cepat juga.

(Niken, 2013).

Adapun kerugian tablet sublingual dan buccal adalah :

1. Hanya sebagian obat yang dapat dibuat menjadi tablet sublingual dan buccal

karena obat yang dapat diabsorpsi melalui mukosa mulut jumlahnya sangat

sedikit.

2. Untuk obat yang mengandung nistrogliserin pengemasan dan penyimpanan

obat memerlukan cara khusus karena bahan ini mudah menguap.  

(Niken, 2013).

Difusi melalui rahim.

Obat seperti progesterone dan senyawa-senyawa terapeutis dan

kontraseptif bisa diberikan dalam jumlah mikrogram ke dalam uterus dengan jalan

(cara) bentuk difusi terkendali (intrauterine device IUD). Berdasarkan percobaan

Ho, Flynn, Higuchi dan teman-teman kerjanya mengatakan pelepasan obat

didalam rahim mengikuti kinetika orde-satu sesuai dengan hasil percobaan

absorpsi obat melalui vagina in situ pada kelinci betina. Dengan hasil tersebut

dapat digunakan untuk menghitung koefisien permeabilitas nyata dan ketebalan

lapisan difusi (Martin, 1993).

Obat bisa juga diimplantasikan ke dalam vagina dalam suatu matriks

silikon dan penglepasan obat pada setiap saat bisa di hitung menggunakan

persamaan kuadrat

( 12πh a0

2 A )M2

+D e K s

a0 ( 1Paq

+ 1Pm ) M−(2πh De C s t )=0

Metode perhitungan bisa dihitung dengan menggunakan data Hwang et al. Untuk

menghitung banyaknya progesterone yang dilepaskan menggunakan rumus

kuadrat

M=−b±√b2−4 ac2a

(Martin, 1993).

Page 21: makalah kelompok 4

Permeasi uap air dan transmisi uap air dalam sediaan farmasi dan

kosmetik.

Permeasi air, uap air, bahan-bahan parfum, dan bahan menguap lainya

melalui botol plastik, lapisan pengemas, serta tablet dan kapsul salut-polimer

penting dalam penelitian, pengembangan dan pembuatan sediaan farmasi dan

kosmetik. Menurut Hukum Fick, jalannya permeasi gas melalui suatu membran

dinyatakan sebagai:

Dm/dt = massa permean yang mendifusi (g)

C1-C2 = perbedaan konsentrasi melewati lapisan tipis (cm2 )

L = tebal lapisan (cm)

D = koefisien difusi (cm2 / detik)

Semakin hidrofilik suatu lapisan, makin besar tarik menariknya untuk uap

air dan makin besar pula laju permeasinya. Hasil ini membantu dalam mendesain

lapisan lapisan polimer dan wadah yang dimaksudkan menjadi sangat permeabel,

agak permeabel atau tidak permeabel terhadap berbagai uap. Laju transmisi uap

air merupakan suatu fungsi dari tebal lapisan, komposisi pengisi, dan konsentrasi

(Martin, 1993).

Mekanisme transmisi uap air melalui bahan polimer telah diselidiki

beberapa abad yang lalu, namun masih harus dipelajari dengan memperhatikan

perjalanan gas sekelilingnya, molekul-molekul obat yang menguap melalui

lapisan dan wadah wadah plastik. Menurut Morgan, polimer yang menahan

permeabilitas uap kelihatan mempunyai (1) rantai molekular dari karbon jenuh,

(2) rantai cabang minimum, (3) mempunyai simetri yang cukup, (4) mempunyai

proporsi subtituen hidrofobik yang tinggi pada rantai-rantai polimer (Martin,

1993).

dm = SD (C1-C2)

dt L

dm = SD (C1-C2)

dt L

Page 22: makalah kelompok 4

Permeasi gas, cairan, zat terlarut melalui membran memerlukan suatu

energi pengaktivasi

ΔH = panas penguapan molar dari cairan pembanding

ΔHs = panas larutan dari gas dalam polimer

E = energi pengaktivasi

Micheal dan Parker menentukan permeabilitas oksigen, nitrogen, dan gas -

gas lain dalam lapisan polietilena dengan kerapatan yang berbeda. Energi

pengaktivasi telah diperoleh dalam pengkajian difusi cairan melewati membran-

membran biologis. Senyawa-senyawa polar dengan energi pengaktivasi yang

lebih tinggi mempunyai konstanta permeabilitas yang lebih rendah, seperti yang

diharapkan (Martin, 1993).

Penjelasan mengenai penglepasan obatTujuan dasar desain bentuk sediaan adalah untuk mengoptimumkan

penyampaian obat, sehingga mencapai suatu ukuran kontrol dari efek terapi dalam

d ln P = E- Δ Hs

d ln p ΔH

Page 23: makalah kelompok 4

menghadapi fluktuasi yang tidak tentu dalam lingkungan in vivo dimana

penglepasan obat berlangsung.

Tablet lepaslambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat

aktif akan tersediadalam jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Salah satu

tujuan pembuatan sediaan ini adalah untuk mengurangi frekuensi pemberian

sehingga efek merugikan dari obat dapat ditekan karena tidak ada fluktuasi kadar

obat dalam darah.Pelepasan obat dari berbagai sistem pengiriman obat,

penyerapan obat daneliminasi, dialisis, osmosis, dan ultrafiltrasi (Lukman, 2011).

Obat dalam matriks polimerEnkapsulasi adalah imobilisasi bahan aktif dalam matriks polimer.

Senyawa-senyawa aktif yang bergerak adalah misalnya untuk enzim, obat-obatan,

rasa & aroma, vitamin, minyak, sel-sel atau mikroba.Ada berbagai macam matriks

polimer yang dapat dimanfaatkan seperti alginat, carrageen, selulosa sulfat,

kitosan, gelatin atau pektin, serta lilin.

Matriks polimer yang digunakan sebagai perisai pelindung atau sebagai

penghalang dimana hanya melalui senyawa tertentu dapat berdifusi.

Butiran seragam dan kapsul pada tingkat reproducability tinggi diproduksi dengan

teknologi canggih Encapsulation yang disediakan oleh BUCHI. Ukuran butiran

adalah dapat dipilih dalam kisaran 0,15 mm sampai 2 mm dengan bentuk bola,

distribusi ukuran yang sempit (<5% standar deviasi) dan produktivitas hingga

6.000 butiran per detik.

Tahapan yang terjadi antara obat dan polimer pada disperse padat adalah:

1. Perubahan obat dan polimer dari bentuk padat menjadi cair

2. Pencampuran semua komponen dalam bentuk cairan

3. Perubahan larutan campuran menjadi padat melalui proses seperti

pembekuan, penghilangan pelarut, dan kondensasi.

(Margaret, 2008).

Page 24: makalah kelompok 4

Penglepasan dari matriks granularGranular bertujuan untuk memperlambat proses pelarutan. Granular adalah

produk yang berbentuk pasir, hasil pencampuran matriks.

Multilayer diffusionDidefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul individu

dari suatu zat yangditimbulkan oleh gerakan molekul acak dan dikaitkan dengan

kekuatan pendorong seperti gradient konsentrasi.Pengalihan massa pelarut

(misalnya, air) atau zat terlarut (misalnya, obat) membentuk dasar bagi fenomena

penting dalam ilmu farmasi.Sebagai contoh, difusi obat melintasi membran

biologisdiperlukan untuk obat yang akan diserap ke dalam dan dieliminasi dari

tubuh, dan bahkan untuk itu untuksampai ke lokasi aksi dalam sel tertentu.Di sisi

negatif, masa simpan suatu produk obat bisa dikurangisecara signifikan jika

wadah atau penutupan tidak mencegah hilangnya pelarut atau obat atau jika

tidakmencegah penyerapan uap air ke dalam wadah.

Page 25: makalah kelompok 4

Multilayer diffusion adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran

udara. Terjadi hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 01

mm sampai 0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehinggan akan

tertimbun didinding alveoli (gerak brown) (Mangunnegoro, 1992).

KESIMPULAN

Page 26: makalah kelompok 4

1. Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu

zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan

adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, cabang dan

persilangan saluran. Pengertian disolusi adalah proses suatu zat padat masuk

kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah

proses zat padat melarut

2. Hukum Fick Pertama. Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan

penampang melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t

dikenal sebagai aliran dengan simbol, J. Sedangkan persamaan untuk transpor

massa menekankan perubahan konsentrasi dengan berubahnya waktu pada

suatu lokasi tertentu, daripada difusi massa melalui suatu satuan luas dan

barier dalam satuan waktu, dikenal sebagai hukum Fick kedua.

3. Untuk pekerjaan difusi sel dengan konstruksi sederhana oleh Aguiar dan

Wener diduga paling baik. Biber dan Rhodes membuat suatu konstruksi sel

difusi tiga kompartemen dari pleksiglas untuk penggunaan baik dengan

membra sintesis maupun membra biologis yang diisolasi. Permeasi uap air

dan senyawa orgaik aormatik dari larutan air melalui lapisan (film) plastik

bisa diselidiki dalam sel gelas dengan dua ruang serupa dengan desain yang

digunakan untuk menyelidiki larutan obat pada umumnya. Scheuplein

menerangkan suatu sel untuk percobaan penetrasi kulit, dibuat dari pireks

dan terdiri dari dua belahan.

4. Laju disolusi merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah bagian

senyawa obat yang larut dalam media per satuan waktu, atau dengan kata

lain waktu yang diperlukan obat untuk melarut dalam cairan, dengan

menggunakan persamaan Higuchi Q = A √D(2C - Cs) Cs t

5. Dalam percobaaan difusi, larutan dalam kompartemen reseptor dipindahakn

dan diganti secara terus-menerus dengan pelarut baru untuk menjaga agar

konsentrasi selalu rendah. Keadaan ini disebut keadaan sink (sink conditions).

6. Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu alat 1

dengan metode basket dan alat 2 dengan metode dayung.

Page 27: makalah kelompok 4

7. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. Bila suatu tablet atau sediaan

obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke

dalam larutan dari bentuk padatnya.

8. Sari

9. Waktu Laten (Lag Time) yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sistem untuk

berada dalam keseimbangan difusi. Koefisien partisi harus dipertimbangkan

dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P)

menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase,

yaitu pelarut organik dan air.

10. Hipotesis pH-Partisi menyatakan bahwa obat-obat diabsorpsi dari saluran

gastrointestin dengan difusi pasif besarnya relatif terhadap fraksi obat tidak

terdisosiasi pada pH usus. Inilah alasan mengapa koefisien partisi antara membran

dan cairan gastrointestin besar untuk jenis obat tidak terdisosiasi dan mengarah ke

transpor bentuk molekular dari usus melalui dinding mukosa dan masuk ke dalam

sirkulasi sistemis.

11. Penembusan = penetrasi = absorpsi perkutan, terdiri dari pemindahan obat dari

permukaan kulit ke stratum corneum, dibawah pengaruh gradien konsentrasi

dan berikutnya difusi obat melalui stratum corneu yang terletak dibawah

epidermis, melewati dermis dan masuk kedalam mikrosirkulasi.

12. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat ke dalam

kulit adalah : konsentrasi obat terlarut Cs, koefisien partisi K dan koefisisen

difusi.

13. Absorpsi buccal adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet

diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui

mukosa mulut.

14. Obat seperti progesterone dan senyawa-senyawa terapeutis dan kontraseptif

bisa diberikan dalam jumlah mikrogram ke dalam uterus dengan jalan (cara)

bentuk difusi terkendali (intrauterine device IUD). Obat bisa juga

diimplantasikan ke dalam vagina dalam suatu matriks silikon dan penglepasan

obat pada setiap saat bisa di hitung menggunakan persamaan kuadrat.

15. Semakin hidrofilik suatu lapisan, makin besar tarik menariknya untuk uap air

dan makin besar pula laju permeasinya. Laju transmisi uap air merupakan

suatu fungsi dari tebal lapisan, komposisi pengisi, dan konsentrasi.

Page 28: makalah kelompok 4

16. Penglepasan obat tergantung pada pH dan konsentrasi elektrolit dalam saluran

cerna.

17. Multilayer diffusion adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran

udara

18. Matriks polimer yang digunakan sebagai perisai pelindung atau sebagai penghalang dimana hanya melalui senyawa tertentu dapat berdifusi.

Page 29: makalah kelompok 4

DAFTAR PUSTAKA

Ansel C. Howard, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Ayu, Citra A. 2008. Pengaruh Bentuk Literatur. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126106-FAR.043-08-Pengaruh bentuk-Literatur.pdfDiakses pada tanggal 4 September 2013

Budiman, Arif. 2011. Difusi dan Disolusi.http:blogs.unpad.ac.id/arifbudiman/files/2011/05/difusi-disolusi.pdfDiakses pada tanggal 4 September 2013

Dash, Suvakanta et al. 2010. Kinetic Modeling on Drug Release from Controlled Drug Delivery Sistems.http://www.ptfarm.pl/pub/File/Acta_Poloniae/2010/3/217.pdfDiakses tanggal 3 September 2013

Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Empat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dewi Melani H, Tutiek Purwanti Widji Soeratri. 2005. Kolerasi kadar Propilenglikol dalam basis dan pelepasan dietil ammonium diklofenak dari basis gel carbopol ETD 2020. Journal.lib.unair.ac.id. vol 5 No.1.

Gennaro, A. R., et all., 1990.“ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th. Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania.

Lachman, Leon, dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI Press, Jakarta.

Lukman, anita. 2011. Pemanfaatan pati beras ketan pragelatinasi sebagai matriks tablet lepas lambat natrium diklofenak dan kaptopril(http://www.buchi.co.id/Theory.33011.0.html)Diakses, 3 september 2013

Mangunnegoro H, Yunus F. Diagnosis penyakit paru kerja. In: Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawarman A, Swidarmoko B. 1992. editor. Pulmonologi klinik. 1st Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

Margaret. 2008. Peningkatan kelarutan literatureLontar.ui.ac.id/file?=digital/126131-far.054-08…literature.pdfDiakses, 3 september 2013

Martin, Alfred et al. 1993. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Niken, prawesti. 2013. Absorbsi Obat Berdasarkan Tempat Pemberian.Ffarmasi.unand.ac.id/bahan_ajar/farmakologi_dasar/.pdfDiakses 4 September 2013

Page 30: makalah kelompok 4

Shargel, dan Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi II. Airlangga University Press, Surabaya.

Simanjuntak, M.T. 2006. Biofarmasi : Sediaaan yang Diberikan Melalui Kulit. USU Repository, Medan.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Syukri, Y. 2002. Biofarmasetika. UII Press, Yogyakarta