KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji beserta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan mengarahkan dalam pembuatan makalah ini serta kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Service Excellent sesuai dengan petunjuk dalam silabus penulis membahas tentang “Teori Etik dan Hukum Keperawatan”. Mudah-mudahan dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga dapat mempermudah dan melancarkan proses pembelajaran. Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari banyak terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam makalah ini. Terima kasih. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji beserta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa
pula penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan mengarahkan dalam pembuatan makalah ini serta kepada teman-
teman yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Service Excellent
sesuai dengan petunjuk dalam silabus penulis membahas tentang “Teori Etik dan
Hukum Keperawatan”.
Mudah-mudahan dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga dapat
mempermudah dan melancarkan proses pembelajaran.
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari banyak terdapat
kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam makalah ini. Terima kasih.
Bukittinggi, 9 May 2016
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 3B. TUJUAN PENULIS............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM............................................. 4B. AZAZ DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN................. 7C. UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN................... 10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN..................................................................................... 28B. SARAN................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demi melindungi konsumen di Indonesia dari hal-hal yang dapat
mengakibatkan kerugian terhadap mereka, pada tanggal 20 April 1999 Pemerintah
telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK). Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Sebenarnya sebelum UUPK diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat
dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan,
kesehatan dan lingkungan hidup. Contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang buta hukum mencari berbagai
hak dan kewajibannya di segunung tumpukan peraturan.
Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen, UUPK tidak
bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Dengan adanya UUPK, pelaku usaha
diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya dengan
memperhatikan kepentingan konsumen.
B. TUJUAN PENULISAN
3
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui berbagai Undang Undang
Perlindungan Konsumen yang ada di Indonesia sehingga dapat menambah wawasan
penulis serta pembaca makalah ini. Serta makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Service Excellent.
BAB II
PEMBAHASANA. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan
pendidikan konsumen.
Sebenarnya sebelum UUPK diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat
dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan,
kesehatan dan lingkungan hidup. Contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang buta hukum mencari berbagai
hak dan kewajibannya di segunung tumpukan peraturan. Selain itu, kelemahan dari
peraturan-peraturan yang muncul sebelum UUPK adalah:
1. Defenisi yang digunakan tidak dikhususkan untuk perlindungan konsumen.
2. Posisi konsumen lebih lemah.
3. Prosedurnya rumit dan sulit dipahami oleh konsumen.
4. Penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama dan biayanya tinggi.
Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
4
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1
UUPK telah memberikan cukup kejelasan. Kalimat yang menyatakan “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi
untuk kepentingan perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum. Dan menurut Janus Sidabalok dalam bukunya “Hukum
Perlindungan Konsumen di Indonesia”, hukum perlindungan konsumen adalah
hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan
hukum terhadap kepentingan konsumen.
Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat
perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat lainnya Konsumen
sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer, secara harfiah
dalam kamus-kamus diartikan sebagai “seseorang atau sesuatu perusahaan yang
membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau “sesuatu atau
seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. ada juga yang
mengartikan “setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai
orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan
hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut
menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial
(dijual, diproduksi lagi).
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai
definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Undang-undang Perlindungan Konsumen
menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdaganggkan.
5
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah
ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian
konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen
dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy
dengan mengatakan, “consumers by definition include us all.”
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum
pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir
dari benda dan jasa; (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).
Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan
pemakai terakhir (konsumen antara) dengan konsumen pemakai terakhir. Di Perancis,
berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan
sebagai, “The person who obtains goods or services for personal or family
purposes.” Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu konsumen hanya orang, dan
barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Di
Spanyol, pengertian konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga
suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik
di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan
sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Rumusan dan ketentuan diatas
menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan
dari rumusan konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen dalam
Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Sejumlah catatan dapat
diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen. Konsumen adalah :
1. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus
sebagai pemakai barang/atau jasa.
2. Pemakai
6
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah
konsumen akhir (ultimate consumer).
3. Barang dan/atau jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi
tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang
atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang.
Dalam dunia perbankan, misalnya, istilah produk dipakai juga untuk
menamakan jenis-jenis layanan perbankan.
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus
tersedia di pasaran (bunyi Pasal 9 Ayat (1) Huruf (e) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu
mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak
sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya),
bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
6. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini
dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Secara teoretis hal demikian terasa
cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen,
walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.
B. AZAZ DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
7
Didalam suatu peraturan, hal yang paling penting dalam terbentuknya suatu
peraturan adalah Asas. Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa
atau cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum
dengan tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga
disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang
sesuatu.
Asas Hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum yang
terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir
tentang hukum. Kecuali itu Asas Hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi
terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan suatu ratio legis dari suatu
peraturan hukum yang menilai nilai-nilai, jiwa, cita-cita sosial atau perundangan etis
yang ingin diwujudkan. Karena itu Asas Hukum merupakan jantung atau jembatan
suatu peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-cita sosial dan
pandangan etis masyarakat.
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit melainkan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang
konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap system hukum yang terjelma
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum
positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan
konkrit tersebut.
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas yang diyakini
memberikan arahan dan implementasinya di tingkatan praktis. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen Pasal 2, ada 5 (lima)
asas perlindungan konsumen yaitu:
1. Asas Manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku
usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi
dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya
8
2. Asas Keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4-7 UUPK yang mengatur mengenai
hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas
ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan
kewajibannya secara seimbang.
3. Asas Keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha
serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Diharapkan penerapan UUPK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.
Disamping asas, hal yang diperlukan dalam suatu peraturan adalah tujuan.
Tujuan adalah sasaran. Tujuan adalah cita-cita. Tujuan lebih dari hanya sekedar
mimpi yang terwujud. Tujuan adalah pernyataan yang jelas. Tidak akan ada apa yang
bakal terjadi dengan sebuah keajaiban tanpa sebuah tujuan yang jelas. Tidak akan ada
langkah maju yang segera diambil tanpa menetapkan tujuan yang tegas. Dan tujuan
dalam hukum adalah untuk menjamin kepastian hukum dalam masyarakat yang
bersendikan pada keadilan.
Adapun tujuan Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999, bertujuan untuk:
9
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalm memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian Hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kenyamanan, dan keselamtan
konsumen.
C. UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMENUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang:
a. Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata materil dan spiritual dalam era demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang—Undang Dasar 1945.
b. Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat
mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka
10
ragam barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan
kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
mengakibatkan kerugian konsumen.
c. Bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi
ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang
diperolehnya di pasar.
d. Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggung jawab.
e. Bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia
belum memadai.
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat
peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan kesimbangan perlindungan
kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang
sehat.
g. Bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-udang tentang Perlindungan