``FARMAKOTERAPI” Asma Disusun oleh: Aldiansyah Antony Putra Priambodo Fitriani Hashifah D. Putri Herlinda Ardilawati Idda Mawaddah Mimim Rojena Wahyuning Dyah Pujilestari 24041315338 24041315385 24041315397 24041315352 24041315400 24041315353 24041315361 24041315382 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GARUT 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Keterangan:a Potensi molar relative dibandingkan dengan isoproterenol; 15= potensi terendahb rata-rata durasi dengan nilai tertinggi setelah dosis tunggal terendah setelah pemberian secara berkelanjutanc Proteksi menujukkan pada perlindungan bronkokontriksi setelah masuknya gangguan atau allergen penyebab alergi
b. Kortikosteroid (meniadakan efek alergi, co:radang dan gatal-gatal)
Kortikosteroid memiliki mekanisme kerja yang meningkatkan jumlah reseptor
β-adrenergik dan meningkatkan respon terhadap stimulasi β-adrenergik yang
mengakibatkan penurunan produksi mucus dan hipersekresi; mengurangi
hiperresponsivitas bronkus; mencegah dan mengembalikan perbaikan jalur nafas.
Pemberian obat kortikosteroid harus dimulai dari dosis tinggi dan pemberian sering
lalu diturunkan ketika kontrol dicapai, hal ini karena respon inflamasi asma
menginhibisi ikatan reseptor steroid. Berikut ini penggunaan kortikosteroid dalam
beberapa sediaan:
25
i. Kortikosteroid Inhaler
Kortikosteroid inhaler merupakan terapi kontrol jangka panjang paling
efektif untuk asma persisten tanpa memperhitungkan keparahan dan
merupakan satu-satunya terapi yang menunjukkan penurunan resiko
kematian yang disebabkan asma meski dalam dosis relatif kecil.
Kebanyakan pasien dengan tingkat keparahan menengah dapat dikontrol
dengan dosis dua kali sehari; beberapa produk diindikasikan untuk sekali
pemberian dalam sehari. Pasien dengan sakit yang lebih parah memerlukan
dosis pemberian berulang dalam sehari.
Respon terhadap penggunaan kortikosteroid inhaler tertunda; gejala
meningkat pada kebanyakan pasien pada 1-2 minggu pertama setelah
pemberian dan mencapai peningkatan maksimum dalam 4 hingga8 minggu.
Maksimal peningkatan FEV1 dan kecepatan laju ekspirasi puncak
memerlukan 3 hingga 6 minggu.
Toksisitas sistemik terhadap pada dosis inhaler rendah hingga sedang
hampir tidak ada.
ii. Kortikosteroid Sistemik
Kortikosteroid sistemik direkomendasikan untuk penanganan pasien dengan
asma parah akut yang sepenuhnya tidak merespon pada pemberian agonis β2
inhaler secara agresif (setiap 20 menit untuk tiga atau empat dosis). Selain
itu kortikosteroid ini juga direkomendasikan untuk penanganan episode
asma akut yang tidak dapat ditangani dengan terapi bronkodilator.
26
Terapi secara intravena tidak memberikan nilai tambah dibandingkan
dengan pemberian secara oral. Pemberian dengan dosis berulang diberikan
sebagai terapi awal jika keadaan memburuk secara akut.
Diperlukan waktu 6 hingga 8 jam setelah inisiasi terapi sistemik agar terjadi
penigkatan fungsi paru-paru.
Sebagian besar pasien mencapai 70% FEV1 yang diprediksi dalam 48 jam
dan 80% dalam 6 hari.
Dosis penuh harus dilanjutkan sampai aliran puncak mencapai 80% dari
prediksi normal atau kemampuan terbaik seseorang.
Kebanyakan pasien hanya memerlukan 3 atau 5 hari pemberian
kortikosteroid sistemik.
Idealnya pada penggunaan kortikosteroid digunakan dosis tinggi sesaat
(burst) lalu menjaga pasien dalam terapi kontrol jangka panjang yang
memadai dengan periode panjang antara penanganan kortikosteroid
sistemik.
Penurunan dosis setelah pemakaian kortikosteroid jangka pendek tidak
diperlukan.
Toksisitas sistemik terhadap efek sistemik meningkat seiring meningkatnya
dosis. Namun, steroid sistemik dalam jangka pendek (1-2 minggu) tidak
menimbulkan toksisitas serius.
Pada pasien yang memerlukan kontrol asma dengan kortikosteroid sistemik
kronik, harus digunakan dosis terendah yang paling berefek. Toksisitas
dapat dikurangi dengan terapi berselang (dua hari sekali) atau kortikosteroid
hirup dua kali sehari.
27
c. Anti Kolinergik (Bronkodilator)
Anti kolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis β2.
Mekanisme kerjanya yakni dengan menekan tetapi tidak memblok allergen-atau
penggunaan-yang memicu terjadinya asma dalam satu dosis- bergantung caranya.
Contoh obat dari golongan ini adalah ipatropium bromida dan tiotropium bromida.
Keduanya merupakan inhibitor ompetitif reseptor muskarinik yang menghasilkan
brokodilatasi hanya pada brokokontriksi yang dimediasi kolinergik.
Inhalasi ipratropium bromide hanya diindikasikan sebagai terapi tembahan
pada asma parah akut yang tidak merespons sepenuhnya terhadap agonis β2
saja.Secara umum zat ini menghasilkan peningkatan fungsi paru-paru sebanyak 10-
15%. Penambahan zat ini pada terapi dapat mengurangi tingkat perawatan di rumah
sakit pada anak-anak dan dewasa dengan tingkat keparahan tinggi. Zat ini tidak
menunjukkan peningkatan pada asma kronik.
Waktu untuk mencapai bronkodilatasi maksimum dari ipratropium aerosol
lebih lama dari pada agonis β2 kerja pendek aerosol (2 jam vs 30 menit). Hal ini
berpengaruhsecara klinis karena efek dari beberapa bronkodilator terlihat dalam 30
detik, 50% darirespons maksimum muncul dalam 3 menit, dan 80% respons
maksimum tercapai dalam 30 menit. Durasi aksi ipatropium bromide adalah 4 hingga
8 jam
d. Penstabil Membran Sel Mash (Kromolin Natrium dan Nedokromil Natrium)
Mekanisme kerjanya dengan menginhibisi respon terhadap paparan allergen
seperti EIB (exercise-inducted bronchospasm) tetapi tidak menyebabkan
bronkodilatasi (). Penstabil membran sel mash ini efektif jika dihirup dan tersedia
sebagai obat inhalasi/inhaler dosis terukur, kromolin juga tersedia dalam larutan
28
nebulizer. Tidak ada agen yang seefektif inhaler kortikosteroid dalam mengontrol
asma persisten. Contoh obat dari golongan ini adalah kromolin natrium dan
nedokromil natrium.
Kromolin natrium dan nedokromil natrium tidak toksik. Efek samping dapat
mengakibatkan batuk dan bersin, rasa tidak enak dan sakit kepala untuk nedokromil
natrium. Diindikasikan untuk profilaksis asma persisten ringan pada anak-anak dan
dewasa tanpa melihat etiologinya. Keberhasilan terapi kedua obat ini seperti teofilin
atau leukotrien antagonis pada pasien asma persisten. Kromolin merupakan obat
pilihan kedua untuk pencegahan bronkospasma yang diinduksi latihan fisik dan dapat
digunakan bersama -agonis β2 dalam kasus yang lebih parah yang tidak merespon
terhadap tiap zat masing-masing. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan
dalam 1-2 minggu tetapi mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai
keuntungan maksimum. Pasien awalnya menerima kromolin atau nedokromil 4 kali
sehari, setelah stabilisasi gejala frekuensi dapat diturunkan hingga 2 kali sehari untuk
nedokromil dan 3 kali untuk kromolin.
e. Modifikator Leukotrien/ Antagonis Reseptor Leukotrien
Merupakan antagonis reseptor leukotrien local yang mekanisme kerjanya
yakni dengan mengurangi proinflamasi (peningkatan permeabilitas mikrovaskular
dan edema jalur udara) dan efek brokokonstriksi leukotrien D4. Pada dewasa dan
anak-anak dengan asma persisten terlihat peningkatan pada uji fungsi paru-paru;
penurunan bangundi tengah malan dan penggunaan agonis β2; dan peningkatan gejala
asma. Obat golongan ini kurang efektif dibandingkan dengan kortikosteroid hirup
dalam dosis rendah dan tidak digunakan pada kondisi akut parah serta serta harus
diminum secara teratur bahkan pada periode bebas gejala. Contoh obatnya zafirlukast
29
(accolate), montelukast (singulair), zileuton. Zafirlukast dan montelukast secara
umum dapat diterima. Jarang terjadi peningkatan konsentrasi aminotransferase serum
dan hepatitis klinis. Sindrom idiosinkrasi mirip sindrom Chrug-Strauss, ditandai
dengan eosinofilia bersikulasi yang mencolok, gagal jantung dan vaskulitis
eosinophilik dilaporkan oleh sedikit pasien, hubungan langsung kausal belum jelas.
i. Zafirlukast (Accolate)
Dosis :
Dewasa 20 mg 2 kali sehari, diminum palin tidak 1 jam sebelum atau 2 jam
sesudah makan dan anak-anak umur 5-11 tahun 10 mg 2 kali sehari.
ii. Montelukast (Singulair)
Dosis
Dewasa 10 mg 1 kali sehari diminum pada sore hari tanpa
memperhitungkan makanan dan anak-anak umur 6-14 tahun 1 tablet kunyah
5 mg 1 kali sehari pada sore hari.
iii.Zileuton
Merupakan inhibitor leukotrien sintesis
Dosis :
600 mg 4 kali seharibersama makan dan ketika akan tidur
Efek samping :
Penggunaan zileuton terbatas karena frekuensi pemberian yang tinggi
berpotensi untuk meningkatkan enzim hepatic (terutama pada 3 bulan
pertama terapi) dan inhibisi metabolism dari beberapa obat yang
1. Pendekatan bertahap untuk penanganan asma pada orang dewasa dan anak diatas 5 tahun:
Klasifikasi keparahan: cirri klinis sebelum penanganan Pengobatan yang diperlukan untuk pemeliharaan kontrol jangka panjangGejala/siangGejala/malam
PEF atau FEV1 Varibilitas PEF Pengobatan sehari-hari
LANGKAH 4 Parah Persisten
KontinyuSering
60 %
> 30 %
Pengobatan utama - dosis tinggi inhalasi kortikosteroid, dan - inhalasi β2 agonis kerja panjang, dan jika dibutuhkan- Kortikosteroid tablet atau sirup (2 mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60 mg/hari)Pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan untuk pemeliharaan gunakan kortikosteroid dosis tinggi.
LANGKAH 3 Sedang Persisten
Setiap hari>1 malam/minggu
> 60%- < 80%20-30%
Pengobatan utamaDosis rendah-menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi β2 agonis kerja panjangAlternatif pengobatan- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang, atau- Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu modifikasi leukotrien
atau teofilin-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika dibutuhkan (khususnya pada pasien dengan eksaserbasi parah)Pengobatan utama- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan inhalasi
β2 agonis kerja panjang.Alternatif Pengobatan- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan salah
satu modifikasi leukotrien atau teofilin.LANGKAH 2 Ringan Persisten
>2/mgg tp<1x/hari>2 malam/minggu
80 %
20%-30%
Pengobatan utama- Dosis rendah inhalasi kortikosteroidAlternatif pengobatan- Kromolin, leukotrien,nedocromil, atau sustained release teofilin dengan konsentrasi serum
- tidak dibutuhkan pengobatan harian- Ekserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal dan tidak ada gejala.
Direkomendasikan kortikosteroid sistemik.
Penanganan cepat semua pasien
1. Bronkodilator kerja pendek : inhalasi agoniskerja pendek 2-4 hirupan digunakan pada yang masih gejala2. Intensitas pengobatan akan tergantung pada kerasnya ekserbasi : mulai pengobatan pada interval 20 menit ataumenggunakan nebulizer
38
tunggal jika diperlukan3. Penggunaan β2 agonis kerja pendek/ cepat lebih dari 2 kali/minggupada asma berselangintermitten (setiap hari atau peningkatan penggunaan asma yang persisten), mengindikasikan diperlukannya peningkatan atau terapikontrol jangka panjang.
MELANGKAH KE BAWAHTinjauan pengobatan setiap 1-6 bulan; memungkinkan pengurangan bertahap dalam pengobatan
MELANGKAH KE ATASJika kontrol tidak dapat dipertahankan, dipertimbangkanmelangkah ke atas. Pertama, tinjau teknik pengobatan, kepatuhan, dan kontrol lingkungan pasien
Sasaran Terapi: Kontrol asma- Gejala kronis minimal atau tidak ada pada siang atau malam- Keburukan minimal atau tidak ada- Tidak ada batasan dalam beraktifitas; tidak bolos sekolah atau kerja
- Mempertahankan fungsi paru-paru (mendekati) normal- Penggunaan minimal inhalasi agonis β2 kerja pendek- Efek samping akibat pengobatan minimal atau tidak ada
Catatan: Pendekatan bertahap ini hanya memandu, bukan menggantikan, keputusan yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pasien Klasifikasi keparahan: masukkan pasien pada langkah paling parah dari tiap cirri yang timbul (PEF merupakan % kemampuan terbaik FEV1 adalah % prediksi) Capai kontrol secepat mungkin (pertimbangkan pemakaian jangka pendek kortikosteroid sistemik); kemudian melangkah ke bawah ke pengobatan terendah tang
diperlukan untuk mempertahankan kontrol. Minimalkan penggunaan inhalasi agonis β2 aksi pendek. Ketergantungan berlebihan pada penggunaan inhalasi agonis β2 aksi pendek (contoh penggunaan inhalasi
agonis β2 aksi pendek hirup setiap hari, peningkatan penggunaan atau efek yang diinginkan tidak dicapai, atau penggunaan hampir satu canister per bulan meski tidak digunakan setiap hari ) mengindikasikan kontrol asma yang tidak cukup dan kebutuhan untuk menginisiasi atau mengintensifkan terapi kontrol jangka panjang.
Sediakan edukasi kontrol diri dan mengontrol faktor lingkungan yang memperparah asma (contoh allergen dan iritan). Mengacu ke spesialis asma jika terdapat kesulitan dalam mengontrol asma atau jika memerlukan langkah ke-4. Acuan dapat dipertimbangkan jika langkah ke-3 diperlukan.
(Dipiro, dkk. 2009)
39
2. Tata Laksana Terapi di Rumah pada Penanganan Asma Akut yang Semakin Parah
(Dipiro, dkk. 2009)
40
3. Alogaritma tata laksana asma mandiri di rumah
(Infodatin)
41
4. Alogaritma tata laksana asma di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(Infodatin)
42
K. Terapi pada Kondisi Khusus
1. Asma pada anak-anak
a. Terapi untuk anak usia 0-4 tahun
(Dipiro, dkk. 2009)
43
b. Terapi untuk anak usia 5-11 tahun
(Dipiro, dkk. 2009)
44
Lanjutan terapi untuk anak usia 5-11 tahun
(Dipiro, dkk. 2009)
45
2. Steroid resitance asthma (Asma yang resisten dengan steroid)
Asma yang resisten steroid adalah suatu keadaan asma yang menunjukkan gagal
respons pengobatan walau telah diberikan steroid oral sekalipun. Penting untuk diyakini
sebelum mendiagnosis sebagai asma yang resisten steroid, yaitu apakah penderita benar
memiliki asma, bagaimana kepatuhan pengobatan dan adakah masalah dengan absorpsi
steroid oral.
Pengobatan steroid oral yang bagaimana, dan respons pengobatan seperti apa yang
diharapkan sampai penderita dinyatakan sebagai asma yang resisten steroid, hal itu yang
masih kontroversial. Akan tetapi pada prinsipnya adalah pengobatan steroid oral dosis besar
( 20 mg/ hari) selama 10-14 hari, dengan harapan memberikan respons pengobatan yaitu
meningkatnya VEP1 (idealnya diukur pagi hari sebelum pemberian bronkodilator) sebanyak
> 15%. Bila setelah pemberian steroid oral tersebut, penderita gagal menunjukkan
perbaikan VEP1 > 15% dari nilai awal (baseline), maka dinyatakan sebagai asma yang
resisten steroid. Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadi asma yang resisten steroid
antara lain ada defek selular pada respons steroid.
Penatalaksanaan asma yang resisten steroid adalah sama dengan asma yang
tergantung dengan steroid (steroid dependent asthma) yaitu mengupayakan penatalaksanaan
seoptimal mungkin, dan bila perlu menggunakan obat imunosupresif sebagai antiinflamasi
yaitu metotreksat atau siklosporin.
46
3. Asma pada Ibu Hamil dan Menyusui
Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau control Pengobatan yang dibutuhkan untuk memelihara efek jangka panjang
Tahap 4Persisten Berat
Gejala harianGejala malamTerus menerus
Sering
APE atau VEP1Variabilitas APE
≤ 60%>30%
Pengobatan harianTerapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan β-2 Agonis inhalasi kerja lama, dan jika perlu Kortikosteroid tablet atau sirup (2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)Terapi alternatif :Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan Teofilin lepas lambat sampai kadar serum 5-12mcg/mL
Tahap 3PersistenSedang
setiap hari> 1 malam dlm 1
minggu
<60%-<80%
>30%
Terapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis rendah, dan β-2 Agonis inhalasi kerja lama atau : Kortikosteroid inhalasi dosis sedang, jika perlu ( terutama pada pasien serangan berat berulang). Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan β-2 Agonis inhalasi kerja lamaTerapi alternatif :Kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan Teofilin atau antagonis reseptor leukotrien, jika perlu Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan Teofilin atau antagonis reseptor leukotrien
Tahap 2PersistenRingan
>2 hari dalam 1minggu
tetapi < setiaphari
>2 malam dalam1 bulan
≥80%
20%-30%
Terapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis rendahTerapi alternatif :Kromolin Antagonis reseptor leukotrien, atau Teofilin lepas lambat sampai kadar serum 5-12mcg/mL
Tahap 1Intermitten
≤2 hari dalam 1Minggu
≤2 malam dalam1 bulan
≥ 80%
≤ 20%
Tidak diperlukan pengobatan harian . bila terjadi serangan asma berat, dianjurkan pemberian kortikosteroid sistemik untuk jangka waktu singkat Pelega cepat Bronkodilator kerja singkat : 2-4 semprot β-2 agonis inhalasi kerja singkat, untuk mengatasi gejala semua pasienn Intensitas terapi tergantung pada berat serangan, jika intensitasnya lebih dari 3 pengobatan dalam interval waktu 20 menit atau memerlukan terapi inhalasi, maka dianjurkan pemberian kortikosteroid sistemik Penggunaan β-2 agonis inhalasi kerja singkat lebih dari 2 kali dalam 1 minggu pada asma intermitten (setiap hari,atau kebutuhan inhaler yang meningkat pada asma persisten)menandakan peningkatan kebutuhan terapi kontrol jangka lama
Dikutip dari (NAEPP, 2005)
47
BAB III
KUMPULAN PERTANYAAN
1. Dari Desita Rosalinda kelompok 5
Apakah mitos atau fakta, janin yang tertelan air ketubandans etelah dilahirkan
akan menderita penyakit asma dalam jangka waktu lama dans usah untuk cepat
sembuh dari penyait asma? Kemudian apakah ada pengobatan secara tradisional
untuk penyakit asma ?
Jawab :
(Oleh :Idda Mawaddah)
Apabila seoranga anak sesak napas tidak ada hubungannnya dengan riwayat
minum air ketuban, suara mengik pada bayi sering terjadi karena lendir yang
relatif banyak ( hiperaktivitas bronkus). Produksi lendir yang banyak bisa terjadi
karena udara dingin, debu atau alergi pada makanan seperti susu sapi. Selain itu
produksi lendir berlebih ini tidak ada hubungannnya dengan meminum air
ketuban. Selain itu bila orng tuanya asma, anaknya belum tentu sakit asma. Tapi
peluang sia anak memiliki asma akan lebih besar jika orang tuanya memilikia
asma. Sedangkan bronkhitis merupakan infeksi saluran bronkus paru yang dapat
terjadi bila ada infeksi. Pada kasus ini solusi terbaik memberikan ASI eksklusif
pada bayi hingga ia berusia 6 bulan dan menghindarii pencetus alergen sehingga
lendir tidak berlebihan.
Pengobatan tradisional untuk asma :
a. Madu
Madu sangat baik untuk mengencerkan ledir yang menghambat saluran
napas, kemudian dapat dikeluarkan. Minum madu bersama air hangat. Dapat
ditambahan dengan kunyit, atau bubuk kayu manis
b. Jahe
Jahe dapat membantu mengatasi peradangan, pada saluran nafas bawah. Jahe
dapat ditambhakan kedalam campuran madu.
c. Bunga kenanga kering
48
Bunga kenannga dipercaya sebagai obat asma alami. Cara membuatnya
sediakan tiga kuntum bunga kennaga lalu rebus 200 cc air sampai mendidih.
Setelah itu tutup rapat-rapat tutupya.setelah dingin baru minum airnya
sekaligus.
2. Studi kasus, sepupu penanya seorang perempuan yang sudah melewati masa
pubertas. Dia memiliki riwayat asma yang diturunkan secara genetik. Setiap 2
bulan sekali harus dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan,
kondisi pasien membaik saat menstrulasi.
a. Apakah kondisi pasien tersebut dipengaruhi oleh hormone esterogennya?
b. Lalu dia juga mendapatkan terapi salbutamol secara nebulizer, apakah
penggunaan obat tersebut aman bila digunakan secara terus-menerus?
Jawab
(Oleh : Herlinda Ardilawati, Wahyuning Dyah Pujilestari dan Mimim
Rojena)
a. Kondisi pasien yang asmanya membaik saat masa menstrulasi kemungkinan
dipengaruhi oleh keberhasilan terapi yang dijalaninya sebelumnya, apalagi
jika diketahui pasien mendapatkan terapi obat kromolin/nedokromil dalam
jangka waktu yang lama.
b. Penggunaan Salbutamol dalam bentuk nebulizer hanya diperuntukkan untuk
pasien saat mengalami gejala serangan asma, sedangkan salbutamol yang
aman digunakan dalam jangka waktu yang panjang adalah salbutamo0l
dalam bentuk inhalernya.
3. Dari Zia Anzar Watin Kelompok 2
Apakah ibu hamil yang menderita asma penyakkit asma dapat tertular pada
janinnya. Jika iya bagaimana mekanisme yang terjadi? Apakah ada kebiasaan
gaya hidup yang dapat diubah untuk membantu mengatasi asma dan untuk
mengurangi resiko serangan asma tersebut?
Jawab:
(Oleh: Fitriani)
Pada saat penderita asma hamil maka wanita tersebut harus mendapatkan
perawatan yang tepat untuk menjaga fungsi paru-paru normal dan tigkat oksigen
untuk mempertahankn pasokan oksigen yang tepat untuk janin. Pengaruh
49
penularan pada janin ditemkan pada kasus orang tuanya dengan faktor alergen.
Kalau pengaruh ibu hamil dan janin lebih kepada pengaruh hipoksia pada janin.
Keadaan hipoksia pada jika tidak segera diatasi tertentu akan memberikan
pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur dan berat janin
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Untuk penularan dari orang tua
keanak dipengaruhi lebih warisan gen yang ada.
Gaya hidup yang dapat membantu mengurangi resiko asma sperti hindari
merokok dan tempat-tempat yang biasa digunakan untuk perokok, jangan
membiaran orang merokok didalam rumah maupun mobil anda, jaga berat
badan, berolahraga suapaya paru-paru sehat, hindari makaanan yang
mengandung pengawet, kontrol emosi dan sterss, konsumsi obat secara rutin.
4. Dari Rahmatun Nisa Kelompok 1
Hal apa saja yang ahrus dilakukan pada penderita asma yang harus dilakuakan
pada penderita asma tetapi mempunyai riwayat penaykkit gagal ginjal untuk
terapi non farmakologinya
Jawab :
(Oleh :Antony Putra Priambodo dan Aldiansyah)
Yang dapat dilakukan jika seorang penderita gagal ginjal dan asma
a. Menghindari makanan berpurin tinggi, makanan berpurin tinggi antara lain
seafood,junkfood, makanan asin dan jerohan. Makanan berpurin tinggi akan
menyebabkan penggumpalan purin pada ginjal sehingga glumerolus tidaka
akan menyaring kotoran ataupun racun dalam darah.
b. Konsumsi air putih, untuk melarutkan kotoran yang terdapat pada ginjal
sehingga fungsi ginjal dapat berjalan dengan mudah dalam penayrinagn.
Minimal 8 gelas sehari maka racun yang terdapat didalam darah akan
mampu disaring atau filtrasi dengan glumerolus dengan baik.
c. Senam asma, meupakan penunjang pengobatan asam karena eberhaslan
pengobatanasma tidak hanya ditentukan oleh oabat asma yang dikonsumsi,
namun juga faktor gizi dan olahraga. Bagi penderita asma diperluan untuk
memperkuat otot-otot pernapasan.
50
5. Dari Kadijah Kelompok 4
Berapa lama jangka penggunaan kortikosteroid pada anak, yang dapat kita
ketahui salah satu efek samping dari kortikosteroid yaitu menghambat
pertumbuhan pada anak, lalu apakah ada terapi lain yang lebih aman?
Jawab :
(Oleh: Wahyuning Dyah Pujilestari)
Pemakaian kortikosteroid untuk penderita asma dengan serangan berat perlu
diberikan kortikosteroid oral dan penggunaan nya pada saat itu saja, tetapi untuk
mencegah gejala asma dapat diberikan kortikosteroid inhalasi dengan dosis
rendah yang lebih aman, kortikosteroid inhalasi biasaya dikombinasi dengan
brokodilator, untuk terapi lain dapat dimulai dengan cara membiakan jauh dari
paparan yang menybabkan asma, dan dengan pengobatan tradisional untuk
mencegah serangan asma pada anak.
6. Dari Nurhayanah
Berapa lama jangka penggunaan kortikosteroid pada asma resisten steroid dana
sma dependen steroid ? berapa dosis untuk penggunaan kortikosteroid
bersamaan imunosupresive? Jika dalam jangka panjang terapi apa yang
diguanakn untuk mengatasi efek samping penggunaan jangka panjang
kortikosteroid seperti seringnya terinfeksi jamur pada mulut akibat dari salah
satu mekanisme kortikosteroid yaitu menekan sistem imun.
Jawab :
(Oleh :Herlinda Ardilawati)
Suatu kondisi asma kronik berat dapat terkontrol hanya bila ditambahkan
steroid sistemik dalam pengobatan. Steroid sistemik yang dimaksudkan adalah
steroid oral jangka panjang. Seringkali penderita menggunakan steroid oral
jangka panjang bukan disebabkan asma yang sulit terkontrol, akan tetapi
disebabkan hal lain.Kondisi di bawah ini yang memungkinkan penderita
menggunakan steroid oral jangka panjang, seperti :
o asma kronik berat
o terus menerus terpajan alergen
o merokok
51
o paduan penatalaksanaan asma jangka panjang yang tidak optimal, misal
inhalasi steroid dosis terlalu rendah tidak sesuai berat asma
o menggunakan steroid oral untuk mengontrol asma, bukan steroid inhalasi
sebagaimana seharusnya
Untuk lama penggunaan dilihat dari keadaan individu yang menderita asma dan
tingkat kemungkinan atau sejauh mana penderita asma terpapar faktor penetus asma
berat.
Asma yang resisten steroid adalah suatu keadaan asma yang menunjukkan gagal
respons pengobatan walau telah diberikan steroid oral sekalipun. Penting untuk diyakini
sebelum mendiagnosis sebagai asma yang resisten steroid, yaitu apakah penderita benar
memiliki asma, bagaimana kepatuhan pengobatan dan adakah masalah dengan absorpsi
steroid oral.
Pengobatan steroid oral yang bagaimana, dan respons pengobatan seperti apa
yang diharapkan sampai penderita dinyatakan sebagai asma yang resisten steroid, hal itu
yang masih kontroversial. Akan tetapi pada prinsipnya adalah pengobatan steroid oral
dosis besar ( ³ 20 mg/ hari) selama 10-14 hari, dengan harapan memberikan respons
pengobatan yaitu meningkatnya VEP1 (idealnya diukur pagi hari sebelum pemberian
bronkodilator) sebanyak > 15%. Bila setelah pemberian steroid oral tersebut, penderita
gagal menunjukkan perbaikan VEP1 > 15% dari nilai awal (baseline), maka dinyatakan
sebagai asma yang resisten steroid. Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadi asma
yang resisten steroid antara lain ada defek selular pada respons steroid.
Penatalaksanaan asma yang resisten steroid adalah sama dengan asma yang
tergantung dengan steroid (steroid dependent asthma) yaitu mengupayakan
penatalaksanaan seoptimal mungkin (lihat tahapan penatalaksanaan asma yang
tergantung dengan steroid), dan bila perlu menggunakan obat imunosupresif sebagai
antiinflamasi yaitu metotreksat atau siklosporin.
52
Untuk kortikosteroid sistemik dosisnya
Metilprednisolon
Prednison
Tablet 4, 8,16 mg
Tablet 5 mg
Short-course :
24-40 mg /hari
dosis tunggal atau
terbagi selama 3-
10 hari
Short-course:
1-2 mg/ kg BB/
hari, maksimum
40mg/ hari
selama 3-10
hari
Untuk dosis contohnya dosis siklosporin dosis awal 2,5 mg/kg bb tiap hari dengan 2
dosis terbagi, tidak diperuntukkan untuk anak kurang 16 tahun.
Untuk penggunaan jangka panjang kortikosteroid inhalasi dapat emnyebabkan
infeksi jamur pada mulut hal ini dapat diatasi dengan berkumur setelah
menggnakan sediaan inhalasi.
7. Dari Windi Kelompok 2
Bagaimana mekanisme alergen dapat menimbulkan asma dan menagpa stress
dapat menyebabkan asma
Jawab :
(Oleh : Idda Mawaddah)
Mekanisme : alergen ditangkap oleh makrofag (APC/antigen presenting cell)
timbul sinyal di MHC II (major histocompability complex) yang terdapat
dipermukaan APC dibawa ke limposit T memrintahkan sel β (limposit B) untu
menghasilkan IgE. igE menempel pada sel mast sehingga terjadi pelepasan
histamin.
Pada saluran napas, pelepasan histamin bisa berbahaya, karena senyawa ini
memaksa kontraksi otot polos. Napas ini membuat otot polos berkontraksi serta
membengkak, sehingga membatasi pasokan udara keparu-paru sehingga
menimbulkan asma.
Stress dapat memicu histamin dan leukotrien memproduksi lebih tinggi atau
banyak sehingga dengan adanya produksi histamin dan leukotrien lebih tinggi
menyebabkan otot polos dipernapasan lebih berkontaksi dan menimbulkan
bengkak sehingga dapat memicu asma.
53
8. Dari Brima Wahyu Wijarnako
Apa hubungan nya makan ikan dapat memicu asma
Jawab :
(Oleh : Aldiansyah)
Ikan atau seafood diketahui memiliki kadar histamin tinggi seperti ikan tuna,
makarel, sehingga apa bila produk histamin tinggi pada ikan , ketika pada orang
yang memiliki atau tidak namun antibodi tubuh kurang sehingga menyebabakab
alergen berupa histamin pada ikan masuk kedalam tubuh. Dan menyebar
histamin pada ikan melalui darah dan jika pada saluran napas akan menimbulkan
reaksi kontraksi. Itu mengapa ikan dapat memicua sma.
9. Dari Febrina Susilawati Kelompok 11
Apakah asma dapat diberi terapi antibiotik mengingat jika dari debu
kemungkinan adanya bakteri?
Jawab :
Oleh :Fitriani
Untuk terapi asma tidak diberikan antibiotik kecuali pada keadaan disertai
infeksi bakteri (pneumonia,bronkitis akut, dan sinusitis) yang ditandai dengan
gejala sputum purulen dan demam. Infeksi bakteri yang sering menyertai
serangan asma adalh bakteri gram positif dan bakteri atiptik kecuali pada
keadaan dicurigai ada infeksi bakteri gram negatif dan bahkan anaerob seperti
sinusitis, bronkiktasis atau penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Antibiotik
pilihan sesuai bakteri penyebab atau pengobatan empiris yang tepat untuk gram
positif dan atipik yaitu makrolid , golongan kuinolon dan alternatif lain seperti
amoksisilin dengan asam klavulanat.
10. Dari Citra Kelompok
Bagaimana tata laksana terapi asma pada kehamilan
Oleh : Hasyifa
Pada saat hamil, pemberian obat-obatan harus hati-hati , jika tidak terkontrol
bisa menimbulkan masalah pada bayi berupa peningkatan kematian apda
bayi,lahir prematur, peningkatan kematian perinatal, pertumbuhan janin
terhambat . pada umumnya obat yang tidak digunakan αadrenergik,
bromfeniramin, dan efineprin. Kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk
54
mengontrol asma dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan. pada
pasien asma yang akan melahirkan dnegan sebelumnya pemberian kortikosteroid
selama 6 bulan dengan ssitemik maka selama operasi yaitu hidrokortison IV 100
mg atau ekivalennya setiap 8 jam dan segera diturunkan dalam 24 jam
pembedahan.
11. Dari Safira Evani Rizki Anwar Kelompok 3
Apa kah asma ada hubungannya dengan sinusitis dan polip hidung
Jawab :
(Oleh : Mimim Rojena)
Hubungan asma dengan sinusitis, sinusitis adalah suatu komplikasi dari infeksi
saluran napas atas, rinitis alergi, polip hidung dan obstruksi hidung lainnya.
Sinusitis akut dan kronik dapat mencetuskan asma.
Polip hidung dihubungkan dengan asma, rinitis dan sensitif terhadap aspirin.
Tujuh sampai 15% penderita asma mempunyai polip hidung, frekuensi tertinggi
pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dua puluh sembilan sampai 70%
penderita dengan polip hidung menderita asma. Polip hidung mempunyai
respons yang baik pada pemberian steroid sistemik dan steroid topikal.
11 . Dari Ahmad Rizal Kelompok 8
Kenapa katanya obat NSAID dapat memperburuk asma
Oleh : Idda Mawaddah
Obat golongan NSAID dapat menghamabt jalur siklooksigenasi dihambat,
metabolisme jalur lipooksigenase menjadi meningkat dan produksi leukotrine
meningkat. Leukotriene dapat menyebabkan bronkokontriksi, sehingga terjadi
penyempitan saluran napas
55
DAFTAR PUSTAKA
Chung, K.F., 2002. Clinician’s Guide to Asthma. United States of America: Oxford
University Press: 12-22.
Depkes RI. 2009 Pedoman pengendalian penyakit asma.
Dipiro, dkk. 2009
GINA. 2006 ; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In
Children . www.Ginaasthma.org.
Global Initiative for Asthma (GINA), 2009. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. Available from: http://www.ginasthma.com/download.asp?
intId=411
Lewis et al. 2000
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
National Education and Prevention Program (NAEPP). 2005. Guidelines for the
diagnosis and management of asthma. United States: National Heart, Lung
and Blood Institute (NHLBI) of National institutes of Health (NIH)
Publication
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2006. Asma: Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.