INFARK MIOKARDIA
I. PENDAHULUAN(1)Jantung adalah sebuah organ berotot dengan
empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan
tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih
kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira
250-300 gram.
Gambar 1. Anatomi Jantung Manusia
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah
atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah
ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal
karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.Atrium kanan berfungsi
sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium
kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke
paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya
oksigen keseluruh tubuh.Jantung juga terdiri dari tiga lapisan
yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut
epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung
terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan
terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.
II. DEFINISI(2,3)Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah
atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum
keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang
non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau
infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI. APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan
presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila
ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I,
troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI, sedangkan
bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah
APTS.Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat
iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu,
paling sering karena trombus atau embolus. Iskemia terjadi oleh
karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh
embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik
dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis.
Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti
kokain. Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa
serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala
pendahuluan. Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner
utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua
arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian
bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri
sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada
sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks
kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi
permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam
sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.
III. PREVALENSI(4)Infark miokard akut (IMA) adalah salah satu
penyakit jantung koroner yang menjadi masalah kesehatan di
Indonesia pada dekade akhir-akhir ini. Menurut WHO, pada tahun
2002, 12,6% kematian di dunia disebabkan oleh IMA. Penyakit ini
menduduki urutan ketiga penyebab kematian di negara berkembang
(WHO, 2004). Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30%,
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai
rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua
dekade terakhir, sekitar 1 di antara 2 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Idrus
Alwi, 2006). IMA disebabkan oleh nekrosis iskemik pada miokard
akibat sumbatan akut pada arteri koroner (Davey, 2005).
Predisposisi penyakit ini antara lain, usia tua, jenis kelamin di
mana pria lebih cenderung terkena penyakit ini, hiperkolestrolemia,
diabetes, hipertensi, dan obesitas (WHO, 2004).
IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO(5)Umumnya IMA didasari oleh
adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut
hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak
stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner
dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari
endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau
sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard
dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya
pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam
dinding ventrikel.1. Faktor penyebab:a. Suplai oksigen ke miocard
berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor : Faktor pembuluh darah :
Aterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah manusia yang
disebabkan penumpukan plak ateromatus Spasme adalah kontraksi otot
tak sadar Faktor Sirkulasi : Hipotensi adalah tekanan darah rendah
yang ditandai dengan nilai sistole/diastole di bawah 100/80 mmHg
Stenosis Aorta adalah penyumbatan katup aorta yang disebabkan
penuaan, penyakit (seperti demam rematik), atau kelahiran cacat
Faktor Darah Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar
hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai
standar (normal) Hipoksemia adalah oksigenasi darah arteri di bawah
normal, anoksia pendek Polisitemia adalah Polisitemia adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat
pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulangb.
Curah jantung yang meningkat : Aktifitas berlebihan Emosi Makan
terlalu banyak Hypertiroidisme adalah istilah yang mengacu pada
simtoma menurunnya sintesis dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar
tiroidc. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada : Kerusakan
miocard Hypertropimiocard Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :a. Faktor resiko biologis yang tidak
dapat diubah : Usia lebih dari 40 tahun Jenis kelamin : insiden
pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
Hereditas Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah : Mayor : Hiperlipidemia
Hipertensi Merokok Diabetes Obesitas Diet tinggi lemak jenuh,
kalori Minor: Inaktifitas fisik Pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif). Stress psikologis berlebihan.
V. KLASIFIKASI(6)Infark Transmural (STEMI) adalah ketika
nekrosis iskemik mengenai seluruh atau hampir seluruh ketebalan
dinding ventrikel dalam lingkup distribusi sebuah arteri koronaria.
Pola infark ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koronaria,
perubahan akut pada plak, dan trombosis. Infark Subendokardium
(nontransmural/NSTEMI) adalah suatu daerah nekrosis iskemik yang
terbatas di sepertiga atau paling banyak separuh bagian dalam
dinding ventrikel; dalam keadaan tertentu, nekrosis ini dapat
meluas ke lateral melebihi wilayah perfusi satu arteri koronaria.
Zona subendokardium dalam keadaan normal adalah regio miokardium
yang paling sedikit mendapat perfusi sehingga paling rentan
terhadap setiap pengurangan aliran darah koronaria. Infark
subendokardium dapat terjadi akibat gangguan pada plak yang diikuti
oleh trombus koronaria yang mengalami lisis sebelum nekrosis
miokardium meluas ke seluruh ketebalan dinding; dalam hal ini
infark akan terbatas sesuai distribusi satu arteri koronaria yang
plak aterosklerotiknya terganggu. Akan tetapi, terjadi akibat
penurunan tekanan darah sistemik yang cukup lama dan parah, seperti
pada syok, yang sering memperberat stenosis koronaria kronik (yang
sebelumnya tidak mengganggu). Pada kasus hipotensi global, infark
subendokardium yang terjadi biasanya melingkar atau hampir
melingkar dan bukan terbatas di distribusi satu arteri koronaria
mayor.
VI. PATOGENESIS(7)Infark miokard yang termasuk ke dalam SKA
merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat
utama dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta
peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu
penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor
serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis
dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak
(plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti
lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid
dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.
Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan
dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks,
pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya
plak aterosklerotik yang tidak stabil.Banyak sekali penelitian yang
membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses
terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi
dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya
ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur
plak dan trombosis pada SKA.Perjalanan proses aterosklerosis
(initiation, progression dan complication pada plak
aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda
bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk
bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis
dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh
darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan
pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi
perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah
muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark
miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga
tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan
kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil
/progresif yang dikenal juga dengan SKA
Gambar 2. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation,
Progression dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya
darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas
jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus
putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut
ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah)
yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak
sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang
berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah,
aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi
dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh
plak aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau
ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau
rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi
plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic
plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups
tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain
(Gambar 3). Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase
penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner
tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil.
Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis
bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi
oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Gambar 3. Karakteristik plak yang rentan/tidak stabil
(vulnerable)
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada
dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif
(kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran
darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan
fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang
terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal.
Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada
plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina
pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian
jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung antara 1020 menit. Bila oklusi
menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral
atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan
trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung
sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi
oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis
(Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang
terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam
dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
NOMANIFESTASI KLINIK SKAPATOGENESIS
1ANGINA PEKTORIS TIDAK STABILPada angina pektoris tidak stabil
terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif
kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus
biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung
antara 10-20 menit
2NSTEMI (Non-ST Elevation MyocardialInfarction)
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan
oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1
jam. Pada kurang lebih pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang
berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan
terdapat koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi
dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya
STEMI
3STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction)Pada STEMI disrupsi
plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan
perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih
dari 1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada
patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap
disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur
tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit
oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing
Factor (EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi
endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent
vasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2,
dan thrombin dependent vasoconstriction diduga akibat interaksi
langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh
darah.Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dalam
Pedoman tentang Tata Laksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST-ELEVASI
(2004) menjelaskan tentang patogenesis SKA, secara garis besar ada
lima penyebab yang tidak terpisah satu sama lain. Dengan kata lain
penyebab-penyebab tersebut tidak berdiri sendiri, beberapa pasien
mempunyai lebih dari dua penyebab. Berikut merupakan 5 penyebab,
yaitu1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada2. Obstruksi
dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)3. Obstruksi mekanik
yang progresif4. Inflamasi dan atau infeksi5. Faktor atau keadaan
pencetus
Dalam empat penyebab pertama, ketidakseimbangan oksigen terjadi
terutama oleh karena suplai oksigen ke miokard yang berkurang,
sedangkan pada penyebab ke lima adalah ketidakseimbangan terutama
akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard, biasanya disertai
adanya keadaan kekurangan pasokan oksigen yang menetap. Trombus
tidak oklusif pada plak yang sudah adaPenyebab paling sering SKA
adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri
koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit
beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan
infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda
kerusakan miokard pada banyak pasien. Obstruksi dinamikPenyebab
yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan
oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner
epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan
oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
Obstruksi mekanik yang progresifPenyebab ke tiga SKA adalah
penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal
ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif
atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan
(PCI). Inflamasi dan/atau infeksiPenyebab ke empat adalah
inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur
dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA. Faktor atau keadaan pencetusPenyebab ke lima
adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi
miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena : Peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis Berkurangnya
aliran darah koroner Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti
pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait. Pada pustaka
lain disebutkan, sembilan puluh persen infark miokardium akut
disebabkan oleh trombus intrakoroner yang oklusif di atas suatu
ateroma bertukak atau berfisura. Agregasi trombosit, aktivasi dan
vasospasme ikut berperan. Dengan mekanisme sebagai berikut :
Mula-mula terjadi perubahan mendadak pada suatu ateroma yang
menyebabkan penyepitan, yaitu perdarahan dalam bercak, ulserasi
atau terjadi fisura. Biasanya pada ateroma lumennya sudah menyempit
75%. Trombosit melekat pada jaringan kolagen subendotel dengan
agregasi, aktivasi dan pelepasan difosfat adenosin, suatu agregator
trombosit yang kuat, membuat embolus atau permulaan trombus. Saat
yang sama tromboplastin jaringan dilepaskan yang mengaktifkan
koagulasi. Trombosit yang diaktifkan melepaskan thromboxan A2,
serotonin dan faktor trombosit 3 dan 4 yang memudahkan terjadinya
koagulasi, memudahkan vasospasme yang menyokong terjadinya trombus.
Dalam waktu satu jam, mungkin beberapa menit, dibentuk trombus yang
menyumbat dan menyebabkan infark miokardium akut.
VII. GEJALA KLINIS (8, 9, 10)Nyeri dada penderita infark miokard
serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung
lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah jeritan otot
jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan
pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada
sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan
angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang
sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul
ketika pasien sedang beristirahat. Rasa nyeri hebat sekali sehingga
penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien
terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan
untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta
ektremitas biasanya terasa dingin.Pada fase awal infark miokard,
tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat. Pulsasi
arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa
jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia
juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah
kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara
jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark
daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang
disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara
jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara.
VIII. DIAGNOSIS
A. Riwayat/ Anamnesis(2)Diagnosa adanya suatu SKA harus
ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga
kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri
dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian
besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri
dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena
gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien SKA.
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut : Lokasi :
substermal, retrostermal, dan prekordial Sifat nyeri : rasa sakit,
seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. (Berat ringannya nyeri
bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan
STEMI.) Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/ interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat Faktor
pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin, dan lemas.Pada beberapa pasien dapat ditemukan
tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal
seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak
nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama
pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan
harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular
multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
NoPATOGENESISPENAMPILAN KLINIS UMUM
1Angina saat istirahat Angina terjadi saat istirahat dan terus
menerus, Biasanya lebih dari 20 menit
2Angina pertama kaliAngina yang pertama kali terjadi, setidaknya
CCS Kelas III*
3Angina yang meningkatAngina semakin lama makin sering, semakin
lama waktunya atau lebih mudah tercetus
B. Pemeriksaan Fisik(2)Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah
untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai
konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia,
tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan
kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel
kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer
menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita
penyakit jantung koroner (PJK).
C. Elektrokardiografi(2,)EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan
prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat
bermanfaat. Pada gambaran EKG normal, gelombang T biasanya positif
pada sadapan (lead) I, II, dan V3 sampai dengan V6; terbalik pada
sadapan aVR; bervariasi pada sadapan III, aVF, aVL, dan V1; jarang
didapatkan terbalik pada V2. Jika terjadi iskemia, gelombang T
menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat
sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak
didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB
(creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi
gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin,
dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI
disebabkan oleh trombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami
reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh
sirkulasi kolateral yang baik.
Gambar 4. Gelombang T terbalik (inversi)
Gambaran khas berupa depresi segmen ST lebih dari 0,5 mm (0,05
mV) pada dua atau lebih sadapan yang bersesuaian atau inversi 5
gelombang T yang dalam dan simetris. Morfologi depresi segmen ST
biasanya datar atau downsloping. Gambaran depresi segmen ST pada
angina tidak stabil atau NSTEMI bersifat sesaat (transient) dan
dinamis.
Gambar 5. Depresi segmen ST
Selama terjadi STEMI, dapat diamati karakteristik perubahan
morfologi EKG yang berbeda-beda dalam jangka waktu tertentu, di
antaranya adalah:
Gambar 5. Perubahan morfologi segmen ST dan gelombang T pada
SKA.
1. Gelombang T hiperakutPada periode awal terjadinya STEMI, bisa
didapatkan adanya gelombang T prominen. Gelombang T prominen itu
disebut gelombang T hiperakut, yaitu gelombang T yang tingginya
lebih dari 6 mm pada sadapan ekstremitas dan lebih dari 10 mm pada
sadapan prekordial. Gelombang T hiperakut ini merupakan tanda
sugestif untuk STEMI dan terjadi dalam 30 menit setelah onset
gejala. Namun, gelombang T prominen ini tidak selalu spesifik untuk
iskemia.Tabel 1. Diagnosis Banding Gelombang2 T Prominen.
1. SKA (biasanya besar dan lebar, disertai nyeri dada dan gejala
kardiovaskuler lainnya)
2. Variasi normal (didapatkan pada sadapan prekordial tengah
pasien usia muda)
3. Hiperkalemia (biasanya tidak disertai gejala nyeri dada)
4. Perdarahan intrakranial (disertai pemanjangan interval QT dan
terdapat gelombang U)
5. Hipertrofi ventrikel kiri
6. LBBB (left bundle branch block)
2. Gambaran awal elevasi segmen STJika oklusi terjadi dalam
waktu lama dan derajatnya signifikan (menyumbat 90% lumen arteri
koroner), gelombang T prominen akan diikuti dengan deviasi segmen
ST. Elevasi segmen ST menggambarkan adanya daerah miokardium yang
berisiko mengalami kerusakan ireversibel menuju kematian sel (dapat
diukur berdasarkan peningkatan kadar troponin) dan lokasinya
melibatkan lapisan epikardial. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
didapatkan elevasi segmen ST minimal 0,1 mV (1 mm) pada sadapan
ekstremitas dan lebih dari 0,2 mV (2 mm) pada sadapan prekordial di
dua atau lebih sadapan yang bersesuaian. Elevasi segmen ST
merupakan gambaran khas infark miokardium akut transmural, tetapi
bisa ditemukan pula pada kelainan lain. Pada kebanyakan kasus,
untuk membedakan STEMI dari kelainan lain biasanya tidak sulit,
cukup dengan memperhatikan gambaran klinisnyaTabel 2. Diagnosis
Banding Elevasi Segmen ST.
SeringJarang
SKA Hipertrofi ventrikel kiri Repolarisasi dini jinak LBBB
Perikarditis akut Aneurisme ventrikel Hiperkalemia Miokarditis akut
Angina Prinzmetal/ spasme koroner Sindrom Brugada Perdarahan
subaraknoid Hipotermia
3. Elevasi segmen ST yang khas (berbentuk konveks)Gelombang R
mulai menghilang. Pada saat bersamaan, mulai terbentuk gelombang Q
patologis. Gelombang Q patologis berhubungan dengan infark
transmural yang disertai dengan adanya fibrosis pada seluruh
dinding. Pada 75% pasien, elevasi segmen ST yang khas ini terbentuk
dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
4. Inversi gelombang TBila berlangsung lama dan tidak dilakukan
reperfusi arteri koroner, elevasi segmen ST mulai menghilang
kembali ke garis isoelektrik. Bersamaan dengan itu, mulai timbul
gambaran inversi gelombang T. Gelombang T dapat kembali normal
dalam beberapa hari, minggu, atau bulan.
5. Morfologi segmen ST kembali normalSegmen ST biasanya stabil
dalam 12 jam, kemudian mengalami resolusi sempurna setelah 72 jam.
Elevasi segmen ST biasanya menghilang sempurna dalam 2 minggu pada
95% kasus infark miokardium inferior dan 40% kasus infark
miokardium anterior. Elevasi segmen ST yang menetap setelah 2
minggu berhubungan dengan morbiditas yang lebih tinggi. Jika
elevasi segmen ST menetap selama beberapa bulan, perlu dipikirkan
kemungkinan adanya aneurisma ventrikel.Tabel 3. Evolusi Gambaran
EKG Pada Iskemia Miokardium
Gelombang TMemuncak dalam 30 menit, dan kadang masih didapatkan
setelah beberapa jam. Gelombang T menjadi terbalik (inversi) dengan
reperfusi spontan maupun terapi. Sering menjadi normal kembali
dalam beberapa hari, minggu, atau bulan. Kadang-kadang, kelainan
gelombang T menetap.
Segmen STElevasi dalam beberapa menit sampai jam. Jika tidak
dilakukan reperfusi secepatnya, biasanya menetap setelah 12 jam,
kadang-kadang sampai beberapa hari. Biasanya menghilang dalam 2-3
minggu. Jika menetap setelah 3-4 minggu, perlu dicurigai adanya
aneurisma ventrikel.
Q PatologisBerkembang dalam beberapa jam. Jika dilakukan
reperfusi secepatnya, dapat menghilang sempurna. Tanpa reperfusi,
didapatkan persisten pada 70% kasus. Q patologis menggambarkan
adanya kematian jaringan.
Untuk menentukan lokasi iskemia atau infark miokard serta
memprediksi pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua
atau lebih sadapan bersesuaian sebagaimana tersaji pada tabel 4
berikut.
Tabel 4. Hubungan anatomis sadapan EKG pada SKA (sadapan aVR
tidak memiliki makna diagnostik pada SKA). Infark tidak hanya
terbatas pada satu daerah jantung saja. Sebagai contoh, jika
terdapat perubahan pada sadapan V dan V (anterior) serta pada
sadapan I, aVL, V , dan V (lateral), diagnosisnya menjadi infark
miokard anterolateral
Secara garis besar, gambaran diagnosis dari EKG adalah :1.
Depresi segmen ST > 0,05 mV2. Inversi gelombang T, ditandai
dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan
prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan
aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat
jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal
pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12
sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi
dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan
berbagai ciri dan katagori: Angina pektoris tidak stabil: depresi
segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang
elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. Infark
miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
D. Petanda Biokimia Jantung(2)Petanda biokimia seperti troponin
I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih
baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan
konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C
sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT
berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi
risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam
30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai dari masing-masing
petanda jantung dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar serum creatinine
kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis
miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah
relative rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal ( 30
menit) tidak hilang dengan nitrat, perlu opiumHiperakut TElevasi
segmen TGelombang QInversi gelombang T
Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal
IX. TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON-FARMAKOLOGI(2)A. TERAPI
FARMAKOLOGI1. Terapi IskemikTujuan terapi adalah untuk mengurangi
iskemia dan mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk,
seperti infark miokard atau kematian. Pada keadaan ini, obat-obat
anti iskemik mulai diberikan bersamaan sambil merencanakan strategi
pengobatan difinitif. Terapi anti iskemik termasuk; penderita
dirawat dengan tirah baring dengan monitoring EKG kontinu untuk
iskemik yang masih berlanjut dan direksi aritmia bagi pasien-pasien
dengan risiko tinggi. Oksigen harus diberikan pada semua pasien
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%.
2. NitratNitrat mengurangi kebutuhan oksigen dan menigkatkan
suplai oksigen. Nitrat I.V harus diberikan pada pasien yang masih
mengalami nyeri dada setelah pemberian 3 tablet nitrat sublingual
(bila tidak ada kontraindikasi seperti penggunaan sildenafil dalam
24 jam terakhir) EKG menunjukan iskemia miokard (menderita gagal
jantung). Pada pasien dengan normotensi, tekanan darah sisitolik
tidak boleh turun dibawah 110 mmHg, sedangkan pada pasien
hipertensi, tekanan darah rerata tidak boleh turun > 25%. Nitrat
oral dapat diberikan setelah 12-24 jam periode bebas nyeri. Rebound
angina dapat terjadi bila nitrat dihentikan secara mendadak.Nitrat
umumnya dipakai pada SKA, walaupun tidak terdapat cukup data yang
membuktikan bahwa obat ini mencegah infark jantung atau menurunkan
mortalitas. Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui berbagai
mekanisme :1. Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan
preload danafterload,2. Efek vasodilatasi sedang,3. Meningkatkan
aliran darah kolateral,4. Menurunkan kecendrungan vasospasme,
serta5. Potensial dapat menghambat agregasi trombositDosis yang
direkomendasikan
ObatRuteDosisOnset
Nitrogliserin, gliseriltrinitratIntravena 5-200 if/ menit1
menit
Sublingual 0.3-0.6 mg, dapat diulangi s/d 5 kali, tiap 5 menit2
menit
Patch transdermal
5 -10 mg selama 24 jam1-2 menit
Isosorbid dinitratIntravena 1.25-5 mg/jam1 menit
Sublingual2.5-10 mg/jam3-4 menit
Isosorbid mononitrat Oral20-30 mg,2-3 kali/hari s/d 120mg dalam
dosis terbagi30-60 menit
3. Penyekat-Penyekat- menurunkan risiko infark miokard sebesar
13% (p 150 mmHg; frekuensi nafas 22 kali/mnt.3) Aktifitas istirahat
di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan
mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.4) Diet: puasa sampai
bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung (kompleks
karbohidrat 50-55% dari kalori, monounsaturated dan unsaturated
fats < 30% dari kalori), termasuk makanan tinggi kalium (sayur,
buah), magnesium (sayuran hijau, makanan laut) dan serat (buah
segar, sayur, sereal).5). Medika mentosa : Oksigen nasal mulai 2
l/mnt: dalam 2-3 jam pertama; dilanjutkan jikasaturasi oksigen
arteri rendah (< 90%) Mengatasi rasa nyeri: Morfin 2,5 mg (2-4
mg) intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai dosis total 20
mg, atau Petidin 25-50 mg intravena, atau Tramadol 25-50 mg
intravena. Nitrat sublingual/patch, intravena jika nyeri berulang
dan berkepanjangan.6). Terapi reperfusi (trombolitik) streptokinase
atau tPa: Tujuan: door to needle time < 30 menit, door to
dilatation < 60 mnt. Rekomendasi: Elevasi ST > 0,1 mV pada
dua atau lebih sadapan ekstremitasberdampingan atau > 0,2 mV
pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai
nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun; Blok
cabang berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut.
Dosis obat-obat trombolitik:Streptokinase: 1,5 juta UI dalam 1 jam;
Aktivator plasminogen jaringan (tPA): bolus 15 mg, dilanjutkan 0,75
mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB
(maksimal 35 mg) dalam 60 menit.7). Antitrombotik : Aspirin
(160-325 mg hisap atau telan) Heparin direkomendasi pada: Pasien
yang menjalani terapi revaskularisasi perkutan atau bedah.
Diberikan intravena pada pasien yang menjalani terapi
reperfusidengan alteplase: dosis yang direkomendasikan 70 UI/kgBB
boluspada saat mulai infus alteplase, dilanjutkan lebih dari 48 jam
terbatashanya pada pasien dengan risiko tinggi terjadi tromboemboli
sistemik atau vena. Diberikan intravena pada infark non-Q.
Diberikan subkutan (SK) 2 x 7500 UI (heparin intravena merupakan
trombolitik yang tidak ada kontraindikasi heparin). Pada pasien
fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus di
ventrikel kiri. Diberikan intravena pada pasien yang mendapat
terapi obat-obat trombolitik non-selektif (streptokinase,
anisreplase, urokinase) yang merupakan risiko tinggi terjadinya
emboli sistemik seperti di atas.Keterangan: heparin
direkomendasikan ditunda sampai 4 jam dan pada saat itu diperiksa
aPTT. Heparin mulai diberikan jika aPTT < 2 kali kontrol
(sekitar 70 detik), kemudian infus dipertahankan dengan target aPTT
1,5-2 kali kontrol (infus awal sekitar 1000 UI/jam). Setelah 48 jam
dapat dipertimbangkan diganti heparin subkutan, warfarin, atau
aspirin saja.8). Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5
mg oral atau intravena.9). Obat pelunak tinja: laktulosa (laksadin)
2 x 15 ml.10).Terapi tambahan: Penyekat beta; jika tidak ada
kontraindikasi. Penghambat ACE terutama pada: IMA luas atau
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard.
Antagonis kalsium: diltiazem pada IMA non-Q.Rekomendasi ACC/AHA
yang baru tahun 2002, menganjurkan untuk memberikan klopidogrel
bersama aspirin pada semua pasien SKA di samping terapi standar.
Juga dianjurkan pemberian LMWH untuk mengantikan peran heparin pada
semua pasien SKA baik untuk pasien yang dirawat konservatif maupun
mereka yang akan dilakukan tindakan invasif. Pada SKA yang risiko
tinggi perlu dipertimbangkan tindakan invasif dini. Dari beberapa
penelitian menganjurkan, pasien IMA yang diberi terapi fibrinolitik
juga diberi tambahan LMWH enoksaparin bersama-sama aspirin.
XI. KOMPLIKASI(12,13,14,15)1. AritmiaAritmia lazim ditemukan
pada fase akut IMA, hal ini dapat pula dipandang sebagai bagian
perjalanan penyakit IMA. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan
akibat mudahnya perluasan infark atau bila merupakan predisposisi
untuk terjadinya arimia yang lebi gawat seperti takikardia
ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. Di pihak lain
kemungkinan efek samping pengobatan juga harus dipertimbangkan
(misal: efek inostropik negatif obat-obat antiaritmia atau aritmia
yang dicetuskan oleh pemasangan pace jantung). Karena prevalensi
aritmia terutama tersering pada 24 jam pertama sesudah serangan dan
banyak berkurng pada hari-hari berikutnya, jelaslah bahwa hari-hari
pertama IMA meruakan masa-masa terpenting. Dalam kenyataannya
penurunan angka-angka kematian IMA pada era permulaan CCU terutama
disebabkan karena pengobatan dan pecegahan aritmia yang efektif di
unit perawatan intensif penyakit jantung koroner.
2. DisritmiaKomplikasi paling sering dari infark miokard akut
adalah gangguan irama jantung (90%). Faktor predisposisi adalah :
1) Iskemia jaringan, 2) hipoksemia, 3) pengaruh sistem saraf
para-simpatis dan simpatis, 4) asidosis laktat, 5) kelainan
hemodinamik, 6) keracunan obat, dan 7) gangguan keseimbangan
elektrolit.
3. Takikardi(12)a. Takikardi SinusTakikardi sinus sering
ditemukan pada sepertiga kasus IMA dan umumnya sekunder akibat
peningkatan tonus saraf simpatis, gagal jantung, nyeri dada,
perikarditis dan lain-lain.Pengobatan ditujukan kepada kelainan
dasar. Sering berhasil hanya dengan memberi obat sedatif atau
analgetik. Takikardi sinus yang menetap akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard dan menyebabkan perluasan infark. Bila tidak ada
kontra Indikasi, obat penghambat adenoreseptor beta dapat
dicoba.
b. Takikardi Supra ventrikel.Aritmia ini jarang ditemukan dan
umumnya perlu diobati. Stimulasi vagus (misalnya massage sinus
karotikus) dapat dicoba, tetapi tidak selalu berhasil. Bila pasien
tidak hipotensi dan tidak dalam keadaan gagal jantung, dapat diberi
verapamil,disopiramid, obat penghambat adrenoreseptor beta atau
adenosin. Dosis veraopamil 1-10 mg/menit, dosis disopiramid 50 mg
tiap 30 menit samapi 4 kali, dosis propranolol sama seperti
verapamil. Bila ada gagal jantung dapat diberi digitalis intravena
, tetapi efeknya sering lambat. Bila pemburukan hemodinamik cepat
terjadi atau bila aritmia refraktor terhadap pengobatan, maka
dilakukan tindakan kejutan elektrik dengan energi rendah atau
pemasangan pacu atrium untuk tujuan over drive rapid atrial
stimulation.
c. Takikardi Atrium MultifokalUmumnya takikardi atrium
multifokal terjadi pada pasien dengan peserta konduksi buruk
hipoksia berat atau ada kelainan paru. Pengobatan umumnya ditujukan
terhadap penyebab. Prognosis umumnya jelek.
d. Takikardi VentrikelSuatu bentuk irama ventrikel ventrikel
abnormal yang disebabkan oleh rangkaian rangsang yang berurutan
yang berasal dari fokus ektopik di dalam ventrikel. Iramanya sangat
cepat dan tidak teratur dengan frekuensi yang berkisar antara
150-230 denyut per menit. Pada gambaran elektrokardiogram, kompleks
QRS abnormal, sejauh 360 derajat pada rangkaian konfigurasinya. Dan
paling sering dijumpai berbentuk kompleks QRS abnormal yang sama di
semua sandapan elektrokardiografi, tanpa perubahan pada sumbunya.
Interval QRS melebar (lebih dari 0,15-0,20) dan disertai depresi
atau elevasi ST dan gelombang T yang terbalik. Pada umumnya tidak
didahului oleh gelombang P atau gelombang P menghilang dan sukar
diindetifikasi. Pada takikardi ventrikel dengan irama yang masih
stabil dan kompleks QRS abnormal yang relatif sama.Bila frekuensi
ventrikel cepat, (lebih dari 150/menit) dan atau bila kesadaran
menurun, harus segera dilakukan kardioversi dengan memukul dada
pasien, lalu diikuti dengan kejutan elektrik bila yang pertama
gagal. Bila frekuensi ventrikel tidak terlalu cepat (kurang dari
150/menit) dan/atau aritmia tersebut masih dapat ditoleransi serta
tidah banyak mengganggu hemodinamik sirkulasi, dapat dicoba
pemberian obat sama seperti pengobatan pada kontraksi ventrikel
prematur. Kadang-kadang takikardi ventrikel dicetuskan oleh
bradiaritmia. Dalam hal ini peningkatan frekuensi jantung dengan
atropin atau pacu jantung akan menekan timbulnya takikardia
ventrikel refrakter terhadap pengobatan farmakologis atau kejutan
elektrik, dapat dipasang pacu jantung untuk overdrive suppression.
Setelah takikardia ventrikel dapat ditekan pasien perlu dieri
lidokain untuk mencegah kekambuhan.
e. Takikardi Idioventrikel.Pada pasien asimtomatik, aritmia ni
tidak perlu diberi pengobatan karena umumnya tidak berbahaya.
Aritmia ini bisa juga merupakan aritmia reperfusi setelah terapi
trombolitik. Pemberian atropin akan mempercepat sinus sehingga bisa
menghilangkan aritmia ini. Bila frekuensi mendekati 100/menit atau
pada IMA anterior , kadang-kadang takikardi ventrikel dapat
terjadi. Untuk itu bisa diberikan lidokain.
4. Gagal JantungMenurut Paul Wood 1958, gagal jantung merupakan
suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian
cukup. Gagal jantung dapat terjadi pada Gagal jantung kiri dan
Gagal jantung kanan. a. Gagal Jantung kiriGagal jantung kiri jarang
ditemui pada serangan infark miokard akut, tetapi bila terjadi pada
2/3 penderita biasanya timbul pada 48 jam. Pada penderita gagal
jantung selain takikardi bisa terdengat bumyi jantung ke tiga,
krepitasi jantung yang luas dan terlihatkongesti vena paru atau
edema paru pada foto rontgen thorax. Tekanan pada pembuluh baji
paru biasanya lebih dari 20 mmHg.Gambaran klinis gagal jantung
kiri, gejalanya berupa penurunan kapasitas, dypsnew (mengi,
ortopnu, PND), batuk (hemoptisis), letargi dan kelelahan, dan
penurunan nafsu makan dan berat badan. Tanda gagal jantung kiri
berupa kulit lembab, tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal),
denyut nadi (volume normal atau rendah) (alternans/ takikardi/
aritmia), pergeseran apeks, regurgitasi mitral fungsional,
krepitasi paru maupun efusi pleura.Kegagalan ventrikel kiri selama
fase akut dari infark miokard dihubungkan dengan prognosis yang
buruk jangka pendek dan panjang. Gambaran klinis berupa sesak
nafas, suara jantung ketiga (S3) dan ronchi paru yang mulanya pada
daerah basal namun dapat meluas ke seluruh lapangan dari kedua
paru. Namun demikian, kongesti paru yang nyata dapat terjadi tanpa
tanda-tanda yang jelas. Auskultasi diulang pada daerah jantung dan
paru dan dilakukan pada semua pasien selama periode awal infark
miokard, bersama-sama dengan pengamatan tanda-tanda vital
lainnya
b. Gagal ventrikel kanan.Gagal ventrikel kanan ditandai oleh
peningkatan tekanan vena jugularis dan sering ditemui pada
hari-hari pertama sesudah infark akut. Infark ventrikel kanan, yang
hampir selalu bersamaan dengan dinding inferior dapat menyebabkan
tekanan vena yang tinggi dan sindroma renjatan, walaupun fungsi
ventrikel kiri masih baik.Gambaran klasik gagal jantung kanan yang
berupa edema perifer dan pembesaran hepar jarang dijumpai dan
memerlukan beberapa hari untuk timbulnya gejala, walaupun itu pada
penderita dengan kerusakan miokard yang luas. Klasifikasi
fungsional secara klinis pasien Infark Miokard akut menurut Killip
dan Kimball adalah: a. Tak ada Gagal Jantung b. Gagal jantung,
dimana ditemukan bendungan vena paru maupun sistemik, termasuk
disini adanya ronki basal, gallop protodiastolik, peninggian
tekanan vena jugularis dan gambaran bendungan pada foto dada.c.
Gagal jantung berat dimana terdapat edema.d. Syok kardiogenik,
dimana tekanan darah menurun lebih rendah dari 90 mmHg disertai
tanda-tanda perfusi organ dan perifer yang menurun seperti kacau
mental, berkeringat, ekstremitas dingin, sianosis dan oliguria.
Pada pengobatan gagal jantung, diberikan furosemid dengan dosis
20-40 mmHg dan diulang bergantung keperluan. Setelah stabil diganti
dengan obat oral. Oksigen harus pula diberikan. Pemberian
velodilator seperti nitrogliserin topikal atau isosorbid dinitrat
sublingual atau per oral akan mengurangi bendungan paru atau sesak
nafas. Arterivenodilator seperti kaptopril prazosin atau
nitroprusid, selain mengurangi bendungan paru juga menaikkan curah
jantung. Pemberian vasodilator akan lebih aman bila dilakukan
pemantauan hemodinamik. Digitalis bukan obat pilihan karena
penggunaanya mengandung risiko terutama dalam 24 jamsetelah
serangan. Penggunaanya harus hati-hati dan dalam dosis yang lebih
rendah. Digitalis perlu diberikan bila sebelum serangan IMA pasien
dalam pengobatan jangka panjang dengan obat ini. Obat inotropik
positif lain yang dapat dipakai adalah agonis adrenoseptor beta,
seperti dopamin dan dobutamin. Obat-obat ini merupakan obat yang
baik, poten dan kardioselektif. Dopamin melebarkan pembuluh darah
ginjal. Pada dosis kecil tidak mempengaruhi tekanan tepi dan
frekuensi jantung. Pada dosis besar, tekanan darah dan frekuensi
jantung akan lebih meningkat dan dengan sendirinya kebutuhan
oksigen miokard juga meningkat. Dosis dopamin 3-15 mg/kg berat
badan /menit. Dobutamin bekerja kira-kira sama seperti dopamin,
tetapi pengaruh kronotropik nya serta pengaruh rangsang adrenergik
alfa dan beta di pembuluh perifer lebih kecil. Dosis dobutamin 2.5-
10 mg/kg badan/menit). Kedua obat ini jelas lebih baik daripada
isoproterenol, norepinefrin atau metaraminol.
5. Syok kardiogenikTanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, pengeluaran
haluaran urine, serta kulit yang dingin dan lembab.Ada berbagai
pendekatan tindakan umum pada penatalaksanaan syok kardiogenik.
Setiap disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat
menyebabkan atau berperan dalam terjadinya syok. Bila dari hasil
pengukuran tekanan diduga atau tedeteksi terjadi hipovolemia atau
volume intravaskuler rendah, pasien harus diberi infus IV untuk
menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi
hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif, bila
aliran biasatidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Pengobatan dengan dan debotamin umum dilakukan, tetapi tidak banyak
mempengaruhi mortalitas. Norepinefrin kadang-kadang diberi bila
tahanan tepi tak terlalu tinggi (tak lazim), tetapi hasil akhirnya
adalah peninggian kebutuhan oksigen miokard dan perluasan infark.
Obat ini juga memperbaiki prognosis. Vasodilator kadang-kadang
dipakai secara kombinasi dengan pompa balon intra aorta (intra
aortic ballon pump) atau obat inotropik dengan tujuan dan
meningkatkan curah jantung disamping secara bersamaan
mempertahankan atau mempertinggi perfusi koroner. Pemasangan pompa
balon intra aorta harus secepat mungkin, karena bila tidak, pasien
dapat terus bergantung dengan alat ini, kemudian dilanjutkan dengan
angioplasti koroner primer atau operasi koroner pintas emergensi.
Digitalis dan steroid umumnya tidak efektif. Asidosis dan hipoksia
harus dikoreksi.Kadang-kadang dapat dicoba operasi, seperti bila
ditemui regurgitasi mitral akut akibat ruptur otot papilaris atau
korda tendinea, ruptur septum intraventrikular, ruptur jantung
(kondisi terakhir ini umumnya cepat fatal.Selain itu perlu dicari
kemungkinan sebab-sebab timbulnya renjatan lain, seperti
hipovolemia atau infark ventrikel kanan yang dapat dikoreksi dengan
pemberian cairan, emboli paru yang memerlukan pengobatan
antikoagulan dan lain-lain.(12)
6. Trombo-embolismeStudi pada 942 kasus kematian akibat Infark
miokard akut menunjukkan adanya trombi mural pada 44% kasus pada
endokardium. Studi autopsi menunjukkan 10 % kasus Infark Miokard
akut yang meninggal mempunyai emboli arterial ke otak, ginjal,
limpa, atau mesentrium.Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung
dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan
dalam pembentukan trombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu
pasien cepat meningkatkan aktivitasnya setelah mobilitas lama,
sebuah trombus dapat terlepas (trombus yang terlepas dinamakan
embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru.Episode
emboli yang tersering adalah emboli paru. Gejala emboli paru
meliputi nyeri dada, sianosis, nafas pendek dan cepat serta
hemoptisis (dahak berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi
ke bagian paru, menghasilkan suatu daerah infark paru. Nyeri yang
dirasakan bersifat pleuritik, artinya akan semakin nyeri saat
bernafas dan menghilang saat pasien menahan nafasnya. Namun
demikian nyeri akan tetap berlanjut dan biasanya tidak dipengaruhi
pernafasan. Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel
kiri.sumbatan vaskular dapat menyebabkan stroke atau infark ginjal,
juga dapat menggangu suplai darah ke ekstremitas. (15)
Trombos mural dapat ditemukan di ventrikel kiri pada tempat IMA
dan kadang-kadang terjadi dalam 24 jam. Untungnya emboli sistemik
relatif jarang. Bila diketahui ada trombus mural (ekokardiogram
sangat membantu) antikoagulan (heparin disusun dengan preparat
koumarin) perlu diberikan.
7. Emboli arteri sistemik.Arteri apapun dapat tersumbat. Emboli
biasanya terjadi dari trombus mural yang terdapat di ventrikel
kiri, dan sering menimbulkan hemiplegia.
8. Perikarditis.
9. Aneurisma ventrikelAneurism ventrikel dapat timbul setelah
terjadi IMA transmural.
10. Regurgitasi mitral akutBiasanya regugirtasi mitral pada
kasus ini ringan dan refluknya sementara. Bila terjadi regurgitasi
akut diperlukan terapi agresif yaitu pembedahan. Kematian akibat
mitral regurgitasi diakibatkan penyempitan arteri sirkumfleksa kiri
dan kanan dengan keterlibatan otot papilary posteromedial.Syok
kardiogenik dan oedem paru dengan regurgitasi mitral yang berat
membutuhkan operasi darurat. Angiografi koroner dilakukan bila
kondisi pasien memungkinkan. Pada gagal jantung kongestif,
kateterisasi primer dan reperfusi dengan trombolisis atau PTCA
dapat dilakukan. Penggantian katup merupakan pilihan prosedur pada
ruptur dan disfungsi otot papilary walaupun harus diseleksi.
Revaskularisasi dilakukan pada obstruksi pembuluh darah besar.
11. Ruptur jantung dan septumDitemui pada 1-3% dari pasien IMA
yang dirawat di rumah sakit. Pada 30-50% terjadi dalam 24 jam dan
80-90% terjadi pada 2 minggu pertama.Ditandai dengan kolaps dengan
perubahan elektromekanikal seperti aktivitas elektrik yang terus
menerus dengan menurunnya cardiac output dan nadi. Biasanya fatal
dalam beberapa menit dan sangat jarang untuk sempat dilakukan
pembedahan.Ruptur dinding ventrikel kiri adalah 10% dari semua
penyebab kematian pada infark miokard dan terutama mengenai
penderita tua dan hipertensi. Terbanyak timbul dalam beberapa hari
pertama dan biasanya menyebabkan kematian mendadak, kadang-kadang
menimbulkan temponade jantung. Ruptur melalui septum
interventrikuler timbul pada 1 diantara 200 penderita dengan infark
miokard akut, dan ini bisa menimbulkan serangan gagal jantung
mendadak, disertai adanya getar (thriil) sistolik dan bising
sistolik yang baru. Penderita memburuk dengan cepat dalam waktu
beberapa hari, jarang ada kelangsungan hidup (survival) lebih dari
beberapa minggu.
XII. TERAPI KHUSUSA. Terapi pada Pasien Diabetes(16)Diabetes
melitus, baik tipe 1 atau tipe 2, merupakan faktor resiko yang kuat
untuk perjalanan penyakit jantung koroner (PJK), penyakit vaskular
perifer dan stroke. 80% kematian pasien diabetes diakibatkan oleh
aterosklerosis, dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien
non-diabetes. Rasio resiko relatif penyakit jantung koroner baik
untuk laki-laki dan wanita meningkat, dengan insiden pasa pasien
diabetes sekitar 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan
non-diabetes. Hubungan positif antara hiperglikemia pada saat
kejadian dan mortalitas dari infark miokard yang telah diteliti.
Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan ini belum sepenuhnya
dimengerti, fakta bahwa penggunaan insulin untuk menurunkan
konsentrasi glukosa menurunkan mortalitas pada pasien diabetes yang
mengalami infark miokard, menunjukkan bahwa hiperglikemia bukanlah
keadaan sederhana dari respon terhadap stress yang diperantai
kortisol dan noradrenalin. Pada pasien infark miokard, kurangnya
insulin berhubungan dengan hiperglikemia dapat menyebabkan
penurunan substrat glikolitik untuk otot jantung dan asam lemak
bebas yang berlebih. Perubahan ini dapat mengurangi kontraktilitas
miokard terhadap kebutuhan oksigen, mengakibatkan kegagalan pompa
dan menimbulkan aritmia. Pasien hiperglikemia pada infark miokard
dengan dan tanpa diabetes dapat merupakan faktor resiko yang
potensial dan penting untuk prognosis yang buruk.
Gambar 7. Hubungan Antara rata-rata kadar glukosa darah dan
resiko mortalitas pasien AMI
Penanganan terapi agresif yang ditujukan pada optimalisasi
kontrol glukosa, mencapai tekanan darah normal, memperbaiki
dyslipidemia dan menghambat fungsi platelet mengurangi
kecenderungan kejadian kardiovaskular. Pada pasien dengan
aterosklerosis berat, revaskularisasi seringkali diperlukan untuk
menghindari resiko kerusakan organ. Pilihan prosedur perkutaneus
ataupun pembedahan tergantung pada berbagai faktor, termasuk
gambaran klinis yang spesifik, komorbiditas, area sirkulasi yang
terlibat dan kemudahan teknik.Penggunaan insulin pada infark
miokard akut telah dipertimbangkan sejak tahun 1963, dengan fokus
terhadap fasilitasi aliran potassium pada miokard yang iskemik,
dikenal dengan terapi polarisasi. Kombinasi glukosa, insulin dan
potassium dikenal dengan terapi GIK dan fokus perhatian telah
berubah dari efek polarisasi menjadi efek langsung insulin,
termasuk peningkatan oksidasi glukosa miokard, penurunan sirkulasi
asam lemak bebas teresterifikasi yang dapat berperan pada kerusakan
miokard melalui peningkatan kebutuhan oksigen via metabolisme asam
lemak bebas dan menghasilkan penumpukan metabolisme toksik asam
lemak bebas, memperbaiki parameter koagulasi dan efek
anti-inflamasi. Akan tetapi penelitian besar yang melibatkan 20.201
pasien diabetes dengan infark miokard, yang mendapat terapi GIK
dibandingkan terapi standard. Oleh karena itu, penanganan
hiperglikemia pasien dengan infark miokard akut dengan terapi GIK
ataupun intensif insulin lainnya belum dapat dibuktikan manfaatnya
dan dapat diberikan dengan mempertimbangkan target kadar glukosa
darah berkisar 140-180 g/dL.Pasien dengan kondisi infark miokard
akut sering terjadi keadaan stress hiperglikemik yang memberikan
resiko mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kondisi
noroglikemik. Penelitian dan strategi kontrol gula darah yang ketat
belum berhasil memberikan manfaat terhadap pasien, target glukosa
darah dipertahankan antara 140-180mg/dL, dengan nilai dibawah
meningkatkan resiko hipoglikemiaPenanganan gagal jantung umumnya
bersamaan, dan saling berhubungan. Pasien gagal jantung dapat
diberikan ACE-inhibitor/ ARB dan betabloker dosis dititrasi. Pasien
diabetes dapat diberikan metformin apabila laju filtrasi glomerulus
>30 ml/menit, dan dapat dikombinasi dengan obat
anti-hiperglikemik lainnya (golongan tiazolidindion membutuhkan
perhatian khusus karena dapat menyebabkan retensi cairan, edema
perifer, dan penambahan berat badan), ataupun insulin injeksi untuk
mencapai kontrol glukosa yang direkomendasikan yaitu HbA1c