BAB 1Konsul laporan kasus :AminRiaDanaeMerry
PENDAHULUAN
Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan,
pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Polip nasi merupakan
mukosa hidung yang mengalami inflamasi dan menimbulkan prolaps
mukosa di dalam rongga hidung. Polip nasi ini dapat dilihat melalui
pemeriksaan rinoskopi dengan atau tanpa bantuan
endoskopi.1,2Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti
karena hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta
tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik
yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang
dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan
wanita 2- 4:1. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi
diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan
dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di
Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000
orang per tahun.3,4 Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum
diketahui secara pasti. Sampai saat ini, polip nasi masih banyak
menimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan etiologi
yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat
mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis
dan pengelolaan yang tepat.2Hellquist mengklasifikasikan polip
hidung menurut histopatologinya menjadi empat tipe yaitu: tipe
eosinophilic atau edematous., tipe inflamasi kronik atau fibrotik,
tipe kelenjar seromusin, dan tipe stroma atipik.1,2Polip hidung
merupakan penyakit multifaktorial, mulai dari infeksi, inflamasi
non infeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak
teori yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi
kronis, oleh karena itu, tiap kondisi yang menyebabkan adanya
inflamasi kronis pada rongga hidung dapat menjadi faktor
predisposisi polip. Kondisi-kondisi ini seperti rinitis alergi
ataupun non alergi, sinusitis, intoleransi aspirin, asma,
Churg-strauss syndrome, cystic fibrosis, katagener syndrome, dan
Young syndrome.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi HidungHidung luar berbentuk pyramid dengan
bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1) pangkal hidung (bridge), 2)
dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6)
lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka
tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang
hidung (os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian
bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang
disebut juga sebagai kartilago ala mayor, 3) beberapa pasang
kartilago ala minor dan 4) tepi anterior kartilago septum.4 Gambar
2.1 Kerangka tulang dan tulang rawan5
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut
nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring.4Gambar 2.2 Septum nasiBagian kavum nasi yang letaknya
sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisis oleh kulit yang mempunyai
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.4 Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding
medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah (1) lamina
prependikularis os etmoid, (2) vomer, (3) Krista nasalis os maksila
dan (4) krista nasalis os palatine. Gambar 2.3 KonkaBagian tulang
rawan adalah (1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan (2)
kolumela.4 Bagian superior dan posterior disusun oleh lamona
prependikularis os etmoid dan bagian anterior oleh kartilago septum
(quadrilateral), premaksila, dan kolumna membranousa. Bagian
inferior, disusun oleh vomer, maksila, dan tulang palatine dan
bagian posterior oleh lamina sphenoidalis.6 Septum dilapisi oleh
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian
tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.Bagian
depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di
belakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar
dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka,
yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior,
kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi
adalah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan
labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. 4 Di antara konka-konka dan
dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.
Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus
inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak diantara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga
hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis.4 Meatus medius terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula
etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilnaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung
dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior.4 Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sphenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan
dibentuk oleh os maksila dan os palatum.4Dinding superior atau atap
hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas rongga
hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari arteri oftalmika, sedangkan a. oftalmika
berasal dari a. karotis interna.42.2 Fisiologi HidungUntuk
fisiologi hidung terkait dengan polip, pertama kita harus memahami
Kompleks Osteomeatal (KOM), dimana struktur ini tersusun dari
prosessus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula
etmoid, agger nasi, dan ressesuss frontalis. KOM ini merupakan unit
fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dasri
sinus-sinus anterior (maksila, etmoid anterior dan frontal). Karena
fungsinya tersebut maka seandainya terjadi obstruksi pada celah
yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan yang signifikan pada
sinus-sinus terkait serta perubahan pada mukosa yang menjadi salah
satu predisposisi terjadinya polip hidung.Beberapa fungsi hidung
juga antara lain :1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara,
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
dan mekanisme imunologik2. Fungsi penghidu3. Fungsi fonetik dalam
resonansi suara, membantu proses bicara 4. Refleks nasal.2.3
Definisi Polip HidungPolip hidung ialah massa lunak yang mengandung
banyak cairan di dalam rongga hidung, bewarna putih keabu-abuan
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip kebanyakan berasal dari
mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip
yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah
belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koana. Polip koana
(polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring dan
berasal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium
sinus maksila dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga
hidung kemudian lanjut ke koana dan membesar dalam nasofaring.
1
Gambar 2.4 : Polip nasi2.4 EpidemiologiPada populasi umum, angka
kejadian polip hidung ini pada orang dewasa sekitar 1-4 %.
Prevalensi ini jauh lebih rendah pada anak, dimana seandainya
ditemukan anak dengan polip hidung, maka kemungkinan besar ada
gangguan pada faktro mukosilier atau faktor imunologisnya, misalnya
pada anak dengan polip hidung cenderung disertai dengan danya
cystic fibrosis. Dengan pemeriksaan endoskopi yang teliti pada
kadaver, ditemukan seperempat dari individu memiliki polip tanda
riwayat penyakit sinonasal sebelumnya. Polip hidung biasanya
terjadi pada rentang usia 30-60 tahun dengan dominasi pada pria
sekitar 2-4:1 dibandingkan dengan wanita.1,2
2.5 EtiologiPolip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan
jarang pada anak anak. Yang dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya polip antara lain : Alergi terutama rinitis alergi,
sinusitis kronik, iritasi, sumbatan hidung oleh kelainan anatomi
seperti deviasi septum dan hipertrofi konka, peradangan mukosa
hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang serta gangguan
keseimbangan vasomotor dan edema.Polip hidung biasanya terbentuk
sebagai akibat reaksi hipersensitifitas atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi dalam
hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip.2Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan
mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan
interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.Polip dapat terbentuk
akibat dari peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul
edema mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh
fenomena Bernoulli, yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang
sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya
sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan
negatif tersebut. Akibatnya timbulah edema mukosa. 2
2.6 PatofisiologiPembentukan polip sering diasosiasikan dengan
inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi
genetik. Menurut teori Brenstein, terjadi perubahan mukosa hidung
akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di
daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa
yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga
terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel
yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.1Teori lain
mengatakan karena ketidakseimbngan saraf vasomotor, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular
yang menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab semakin membesar menjadi polip
dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk
tangkai.1
Gambar 2 : polip nasiPada tingkat permulaan ditemukan edema
mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian
stroma akan terisi oleh cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil), sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya
berat sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip. Polip di
kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka
waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur
bernama polip. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun
ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret
yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat
rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perenial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya
variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu
sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus medial. Obstruksi yang
terus-menerus akan mengakibatkan gangguan drainasi pada sinus
sehingga mengakibatkan sinusitis.2Berdasarkan pertumbuhannya, polip
dibagimenjadi beberapa stadium. Pembagian stadium polip menurut
Mackay dan Lund (1997): a. stadium 1: polip masih terbatas di
meatus mediusb. stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius,
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidungc. stadium
3 : polip yang masif, polip yang sudah menyebabkan obstruksi
total.
2.7 DiagnosisCara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu :11.
AnamnesisKeluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa
tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih
sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai
bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah
frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal
drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah
bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran
napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita
polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat
rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat
lainnya serta alergi makanan. Pemeriksaan fisikInspeksiTerlihat
deformitas hidung luar sehingga hidung tampak melebar, Pada
rhinoskopi anterior memperlihatkan massa translusen pada rongga
hidung. Deformitas septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.
Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang
perlu dibedakan dengan konka inferior, yakni dengan cara memasukan
kapas yang dibasahi denganlarutan efedrin 1% (vasokonstriktor),
konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil,
sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal
dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari
septum.
Gambar 3 : Polip NasiRhinoskopi Posterior Kadang - kadang dapat
dijumpai polip koanal.Sekret mukopurulen ada kalanya berasal dari
daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan
adanya rinosinusitis.1. Pemeriksaan PenunjangNaso-EndoskopiAdanya
fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus
polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat
pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering
dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
sinus maksila.Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar
dari kompleks osteomeatal.
Gambar 4 : Polip Nasi
RadiologiFoto polos sinus paranasal (posisi waters, Caldwell dan
lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas
udara cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermamfaat pada kasus
polip. Pemeriksaan tomografi komputer (CT scan) sangat bermamfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan
pada kompleks ostiomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus
polip yang gagal diobati dengan terpai medikamentosa, jika ada
komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah
terutama bedah endoskopi (FESS).
BiopsiDi anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien
berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis
dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.2.8
PenatalaksanaanPengobatannya berupa terapi obat-obatan dan operasi.
Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu
pemberian kortikosteroid topical atau kortikosteroid sistemik yang
diberikan dalam jangka waktu singkat atau kombinasi
keduanya.3,4Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan
kortikosteroid : 1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau
deksametason selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan
lahan (tappering off).2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon
asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 7 hari sekali, sampai
polipnya hilang.3. Kortikosteroid spray hidung, merupakan obat
untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai
lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini
sangat kecil, sehingga lebih aman. 3,4,5Untuk polip yang ukurannya
sudah besar dilakukan pembedahan. Pembedahan dilakukan jika :1.
Polip mengakibatkan obstruksi saluran nafas2. Polip menghalangi
drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus.3. Polip
berhubungan dengan tumor4. Pada anak anak dengan cystic fibrosis
atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan maksimum dengan
obat- obatan.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip
(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Polipektomi merupakan
tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan
anestesi lokal, untuk polip yang besar dan menyebabkan kelainan
pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan anestesi
umum. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun
belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif
untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip
yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Surgical micro
debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat,
pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan
visualisasi yang lebih baik. Etmoidektomi dengan bedah sinus
endoskopi fungsional dengan membuka celah di meatus media yang
merupakan tempat asal polip merupakan tindakan pengangkatan polip
sekaligus operasi sinus, tindakan ini merupakan teknik baik karena
tidak hanya membuang polip tapi juga membantu mengurangi angka
kekambuhan. Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung
bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Antibiotik diberikan
bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca
operasi.3,5
BAB 3LAPORAN KASUS Anamnesis (Autoanamnesis)1. Identitas Nama :
Tn. TUAH Usia : 48 Tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Jl.
Mendawai Tanggal Pemeriksaan : 22 April 20152. Anamnesis Keluhan
Utama : Hidung tersumbat Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang
dengan keluhan hidung tersumbat sejak 40 tahun yang lalu dan
memberat sejak 10 tahun terakhir sehingga pasien kesulitan
bernapas. Keluhan hidung tersumbat ini dirasakan pada kedua hidung,
namun lebih berat pada hidung sebelah kanan. Pasien mengaku keluhan
hidung tersumbat ini sering disertai keluhan pusing, pasien juga
mengeluh penciumannya berkurang. Pasien juga mengaku sering batuk
dan pilek, dan jika pilek mengeluarkan ingus yang kental berwarna
putih kekuning-kuningan dan berbau busuk. Keluhan sering pilek
hilang timbul yang dirasakan sejak 10 tahun yang lalu. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada rongga hidung sebelah
kiri, yang menyebabkan keluhan hidung tersumbat semakin memberat
pada hidung sebelah kiri. Pasien tidak tau pasti kapan benjolan
tersebut mulai muncul. Benjolan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh
nyeri pada pipi kiri dan kanan, nyeri semakin berat apbila pipi
kiri dan kanan ditekan, pasien juga mengeluh nyeri kepala yang
semakin memberat apabila pasien pilek. Riwayat epistaksis disangkal
pasien dan keluhan nyeri saat pasien menunduk juga disangkal.
Riwayat demam (-). Tidak ada keluhan mual ataupun muntah. Riwayat
Penyakit Dahulu : Hipertensi (+), DM (-), Asma (-) Riwayat Penyakit
Keluarga : Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal Riwayat
Pengobatan : (-) Riwayat Alergi (-) Pemeriksaan Fisik1. Keadaan
umum:Tampak sakit sedang.
Kesadaran:Compos mentis
GCS:Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)
2. Tanda-tanda vitalPemeriksaan tanggal 22 april 2015
Tensi:150/100 mmHg
Nadi:105 kali/ menit, regular, kuat angkat da nisi cukup
Suhu:36,7 C
Pernapasan:24 kali/ menit
3. Kepala
Kepala:Bentuk kepala normal, tidak ada trauma dan kelainan
lainnya
Mata:Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, air mata cukup, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, isokor,
reflek cahaya +/+
Telinga: Daun telinga kiri dan kanan : berbentuk normal, dengan
ukuran normal, tidak ditemukan benjolan, sikatrik, trauma dan
tanda-tanda infeksi. Nyeri disangkal abses dan fistul tidak
ditemukan. Liang telinga luar kiri dan kanan : warna normal, tidak
ditemukan edem, secret dan serumen. tidak ditemukan benjolan,
sikatrik, trauma dan tanda-tanda infeksi. Nyeri disangkal, laserasi
liang telinga luar (-), jaringan granulasi (-), pendarahan (-).
Kelainan lain tidak ditemukan. Mebran timpani kiri dan kanan :
permukaan licin dengan warnaputih bening, pantulan cahaya (+).
Edema (-), massa (-), hematom (-), thrombus (-), hiperemis (-),
perforasi (-)
Hidung: Bagian luar hidung : hidung terlihat membesar, dengan
warna sedikit kemerahan, bidge tampak bergeseran, tidak ditemukan
tanda trauma, dorsum nasi, ala nasi kolumella, nares anterior dan
fosa kanina dalam batas normal. Edem (-) Bagian dalam hidung kanan
: vestibulum normal, tidak ditemukan massa dan tanda infeksi,
terdapat secret bening yang encer. Pada nasal turbinate terdapat
massa putih seperti tetesan air (tear drop) bertangkai yang dapat
digerakkan dan tidak berespon terhadap epedhrin, epistaxis (-).
Bagian dalam hidung kiri : vestibulum normal, tidak ditemukan massa
dan tanda infeksi, terdapat secret bening yang encer. Pada nasal
turbinate terdapat massa putih seperti tetesan air (tear drop)
bertangkai yang dapat digerakkan dan tidak berespon terhadap
epedhrin, epistaxis (-), tampak septum nasi deviasi ke kanan.
Rhinoskopi posterior : tampak massa tear drop pada koana, pallatum
molle simetris, hiperemis (-), ujung posterior konka inferior dan
konka media masih dalam batas normal, ostium tuba auditiva tidak
ada sumbatan maupun massa yang menutupi, torus tubarius, fossa
Rosenmuer dan tonsila tubaria masih dalam batas normal, edem (-),
masssa (-), hiperemis (-), epistaxis (-). Perbesaran adenoid
(-).
Mulut: Mulut normal, tidak pucat, mukosa bibir kering, tidak ada
pembengkakan atau pun perdarahan pada gusi, karies (-),abses (-),
Nyeri (-) sikatrik (-). Orofaring : dinding dorsal, mukosa
bergranul , tidak deformitas, post nasal drip (+). Lateral band
dalam batas normal Tonsil : warna normal, T1/T1 tidak ada
perbesaran, detritus (-), kripta (-), perlengketan (-).
4. Leher:KGB Tidak teraba membesar. Nyeri (-).
5. Toraks
Inspeksi:Simetris, tidak ada retraksi.
a. ParuInspeksi:Bentuk simetris, inspirasi dan ekspirasi tidak
memanjang, tidak ada ketinggalan gerak, frekuensi napas 24 kali/
menit, jenis pernapasan torako-abdominal.
Palpasi:Palpasi fremitus fokal simetris normal
Perkusi:Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi:Terdengar suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing
b. JantungInspeksi:Iktus kordis terlihat di SIC V 1 cm kearah
lateral midclavicula kiri.
Palpasi :teraba pada SIC V 1 cm ke arah lateral midklavikula
kiri
Perkusi:batas atas pada SIC II parasternalis, batas kanan pada
SIC IV parasternalis kanan, batas kiri pada SIC V midklavikularis
kiri
Auskultasi:frekuensi jantung 105 kali/ menit, regular, S1-S2
tunggal, tidak ada gallop dan murmur.
6. Abdomen
Inspeksi:Cembung
Auskultasi:Bising usus terdengar normal
Palpasi:Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada teraba masa
lainnya, tidak ada ascites
Perkusi:Timpani, kembung (-)
7. Ekstremitas:Tidak pucat, tidak ada edema, capillary reffil
time < 2.
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Laboratorium :KIMIA
KLINIKLaboratoriumHasilSatuanNilai Normal
GDS123mg/dl