-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya
suatu bagi usus
ke bagian usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat
yang jika tidak
ditangani dengan segera dapat mengakibatkan mortalitas. Dari
penelitian didapatkan
jumlah mortalitas pada pasien yang mendapat penanganan 10 jam
setelah gejala timbul
adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan yang dilakukan 72 jam
setelah gejala
timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %.
Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar,
usus halus,
maupun keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya
ileum terminal ke
dalam sekum. Paling banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun
dengan gejala berupa
nyeri kolik hebat dengan kram, serta keluarnya darah disertai
lendir dari anus.
Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu
dilakukan
penanganan secara cepat yang dimulain dengan perbaiki keadaan
umum serta hidrasi
pasien. Penanganan selanjutnya yang dapat digunakan sekaligus
untuk diagnostic
invaginasi ini adalah dengan melakukan pemeriksaan barium enema,
dengan tujuan
tekanan hidrostatik barium dapat mendorong usus yang terjepit,
sehingga dapat
kembali seperti semula.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai
invaginasi
termasuk di dalamnya baik penyebab, gejala klinis, ataupun
tindakan-tindakan yang
harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih
efisien.
-
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi
2.1.1. Usus Halus
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
duodenum,
jejenum, dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum
100-110 cm,
sedangkan ileum 150-160 cm. Jejunoileum memanjang dari
ligamentum Treitz ke
katup ileosekal. Jejenum lebih besar dan lebih tebal jika
dibandingkan dengan
ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular
dibandingkan empat
sampai lima pada ileum.
Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan
vascular
dan limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke
kanan dari sendi
S1 dan bersifat sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan
ileum melalui arteri
mesenterika superior, yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon
transversal
proksimal. Arcade vaskular dalam mesenterium menyediakan pasokan
kolateral.
Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri, membawa ke vena
mesenterika
superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas
untuk membentuk
vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus
mesenterikus ke
nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya
ke duktus
torasikus. Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis
transversal
sirkumferensial. Persarafannya adalah parasimpatis dan
mempengaruhi sekresi
serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus melalui
pleksus seliaka,
mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan
membawa aferen rasa
nyeri.
-
3
Gambar 1. Anatomi usus halus
Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :
1. Tunica
Serosa.
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh
mesotel.
2. Tunica
Muscularis.
Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica
muskularis usus
halus. Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan
berkurang
dalamnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale
dan
lapisan dalamnya stratum sirkulare. Plexus myentericus
(Auerbach) dan
saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.
3. Tunica Submukosa.
Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terletak diantara
tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa,
yang
terletak dibawah mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan
pembuluh
darah halus dan pembuluh limfe. Juga ditemukan neuroplexus
Meissner.
4. Tunica Mukosa.
Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum
tersusun
dalam lipatan sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi
secara
transversa. Masing- masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan
vili.
-
4
Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di
dalam
ileum, sehingga jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam
absorbsi.
Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus
halus :
1. Plaque
peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke
distal.
Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh
plexus
lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.
2. Glandula
Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi
di
dalam jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun
dengan
penuaan.
2.1.2. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya
sekitar 1,5
meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter
terbesarnya pada
saat kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm
dalam
sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang
melekat pada
ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari
ileum ke dalam
sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus
besar ke usus
halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden
dan
sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan
disebut
fleksura hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.
-
5
Gambar 2. Anatomi usus besar
Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang
berisi
lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.
2. Tunica
Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum
circular di
sebelah dalam. Stratum circular membentuk m.Sphincter ani
internus
sedangkan stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut
taenia
coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga
membentuk kolon
berlipat-lipat seperti kantong (haustrae).
3. Tunica
Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh
darah
dan kelenjar getah bening.
4. Tunica
Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya
mempunyai
lipatan-lipatan berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai
seluruh
lingkaran lumen dan dinamakan plicae semilunares.
-
6
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan
kanan
berdasarkan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesenterika
superior
memperdarahi belahan kanan yaitu sekum, kolon ascenden dan
duapertiga
proximal kolon transversum. Sedang arteri mesenterika inferior
memperdarahi
sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian
proximal
rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a.
ileokolika, a. kolika
dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke
a. kolika
sinistra, a. sigmoid, a. hemoroidalis superior.
Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan
arterinya.
V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum.
Sedang
v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan
rectum.
Rektum disuplai oleh a. hemoroidalis superior (cabang dari
a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari
a.pudenda
interna). Sedang aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior
dan inferior.
Gambar 3. Perdarahan usus
Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka
interna, kelenjar
para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.
Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter
externa diatur
-
7
secara volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang
berasal dari
n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal
dari n.vagus.
Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal
dari plexus
mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk
dari ganglion
simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S
2-4.
2.2. Invaginasi
2.2.1. Definisi
Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah
suatu
keadaan gawat darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya
sehingga dapat menyebabkan obstruksi yang disusul dengan
strangulasi usus.
Umumnya bagian usus yang proksimal masuk ke bagian distal.
Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut
intususeptum, sedangkan bagian usus yang membungkus intususeptum
disebut
intususipien.
Gambar 4. Invaginasi
-
8
2.2.2. Insidens
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun
kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan
frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih
sering pada
anak laki laki, dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga
banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober
meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan
musim dimana
pada saat tersebut insidens infeksi saluran nafas dan
gastroenteritis meninggi,
sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus
merupakan
salah satu faktor penyebab.
2.2.3. Etiologi
Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun
berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab
invaginasi
adalah:
1. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari
infeksi virus pada
usus.
Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan
dan
juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi
pada
anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak
biasanya
disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque
Peyeri yaitu
suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal, yang
dapat
merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan
massa
tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
2. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang
meniggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan
dengan
perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak
akan
meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi.
-
9
3. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus,
divertikel
Meckel, limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan
mesenteric
hematom merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau
orang
dewasa.
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh
adanya
peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan
bahkan lebih jauh
masuk dalam usus bagian distal.
2.2.4. Patofisiologi
Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan
terjadinya
invaginasi pada orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan
motilitas usus
yang terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang
bergerak bebas dan
satu bagian usus lainya yang terfiksir atau kurang bebas
dibandingkan bagian
lainnya. Karena peristaltik bergerak dari oral ke anal, sehingga
bagian yang
masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal. Namun,
pada
keadaan khusus seperti pada pasien pasca gastrojejunostomi dapat
terjadi
sebaliknya atau yang disebut retrograd intususepsi. Keadaan lain
yang sering
menyebabkan invaginasi adalah karena suatu disritmik peristaltik
usus. Akibat
adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya dinding
usus akan
terjepit sehingga aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah
akan
menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama
mengenai
intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh
penekanan bagian
ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena
terganggunya aliran
darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium.
Edema dan
pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya sehingga
menghambat reduksi.
Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan darah ke
dalam lumen
yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga
terjadi ulserasi pada
dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi
gangren yang dapat
-
10
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan
dari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak
jarang pula lumen
tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak
terjadi pada intususepsi.
Proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa sakit &
perdarahan per rectal.
Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun kemudian menetap,
gelisah
sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah.
Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum,
desenden, sigmoid, bahkan sampai melewati anus. Tanda ini harus
dibedakan
dari prolaps rectum. Proses obstruksi usus sebenarnya sudah
dimulai sejak
invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi
memerlukan waktu.
Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala.
2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya invaginasi dibagi menjadi:
1. Enterica atau masuknya segmen usus halus yang satu ke usus
halus
lainnya.
2. Enterocolica dimana ileum masuk ke dalam kolon atau sekum
3. Colica dimana kolon masuk ke kolon
4. Prolapsus ani atau keluarnya rektum melalui anus
2.2.6. Gejala Klinis
Gejala yang timbul cenderung bersifat tiba-tiba, karena anak
biasanya
dalam keadaan gizi yang baik, lalu secara tiba-tiba menangis
kesakitan sehingga
bayi akan cenderung menarik lutut ke arah perut yang berlangsung
beberapa
menit. Serangan nyeri tersebut kemudian berulang dengan jarak 10
sampai 20
menit. Serangan juga diikuti dengan muntah, lalu diluar serangan
penderita akan
terlihat lemas dan tertidur, namun terbangun kembali saat
serangan datang.
Pada awalnya saat belum terjadi gangguan pasase usus secara
total feses
yang terlihat masih dalam batas normal, namunsaat terjadi
gangguan total feses
-
11
mulai bercampur darah segar dan lendir, yang lama kelamaan
tinggal darah segar
dan lendir.
Pada pemeriksaan abdomen yang biasa ditemukan adalah adanya
suatu massa
berbentuk seperti sosis yang membentang dari daerah hipokondrium
kanan dan
membentang sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat
pasien dalam
keadaan tenang. Pada kuadran kanan bawah biasanya terdapat
daerah yang kosong
dan cekung yang biasa disebut dances sign, dan jika invaginasi
terus berjalan
sampai melewati colon desendens dan sigmoid dapat teraba massa
yang prolaps
pada daerah anus.
Pembuluh darah mesenterium yang terjepit mengakibatkan
gangguan
vonous return dan mengakibatkan terjadinya kongesti. Akibat dari
kongesti vena
yang dapat terlihat jelas adalah adanya peradarahan rektum. Jika
cedera pada
pembuluh darah sudah besar perdarahan biasanya berwarna merah
kehitaman dan
disertai dengan lendir yang biasa disebut sebagai red currant
jelly. Perdarahan
yang masih relatif sedikit biasanya dapat ditemukan pada saat
melakukan rectal
touche.
Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda-tanda obstruksi
seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik yang jelas, serta muntah
yang berwarna
kehijauan. Dari pemeriksaan rectal touche didapatkan tonus
sphincter yang
melemah, dan saat jari ditarik keluar terdapat darah yang
bercampur dengan
lendir.4
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala,
yaitu:
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode
serangan setiap
10 sampai 20 menit.
-
12
2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan
membentang
sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam
keadaan
tenang.
3. Buang air besar bercampur darah dan lendir.
Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang
berwarna
kehijauan, karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita
terlambat
memeriksakan diri.
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah
lekosit atau
lekositosis > 10.000/mm3.
2.2.8.2. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiology yang dapat digunakan sebagai
acuan
diagnostik, antara lain:
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam
usus yang
tidak merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam
keadaan
lanjut terlihat gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan
lateral
dekubitus berupa gambaran air fluid level, serta dapat terlihat
free air
jika sudah terjadi perforasi.
2. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga
dapat
berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema
berfungsi
jika gejala klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan
kontras
gambaran yang akan terlihat berupa gambaran cupping atau
coiled
spring appearance.
-
13
Gambar 5. Gambaran cupping dan coiled spring appearance
3. Ultrasonografi (USG)
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target
lesion atau
bisa juga disebut doughnut sign.
Gambar 6. Gambaran target lession atau doughnut sign
2.2.9. Penatalaksanaan
Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga
diperlukan tindakan
secara cepat berupa:
1. Perbaiki keadaan umum pasien
2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah
aspirasi.
-
14
3. Rehidrasi
4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.
Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila
jelas
telah tampak tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan
reposisi
bila tidak terdapat kontraindikasi.
Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk
ke
lumen usus lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema,
reposisi
pneumostatik atau melalui pembedahan.
2.2.9.1. Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray.
Mula-mula tampak
bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat
invaginasi, dengan
tekanan hidrostatik sebesar sampai 1 meter air, barium didorong
ke arah
proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air
agar tidak terjadi
perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan manual di
perut sewaktu
dilakukan reposisis hidrostatik.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai
ileum
terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal,
norit yang diberikan
akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat
kontras kembali dapat
terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan
oleh sisa-sisa
barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk
prosedur
diagnostic, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi.
Pemberian sedikit
sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak
membantu
berhasilnya reduksi hidrostatik ini.
-
15
Gambar 7. Therapi dengan menggunakan barium enema
Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat
traumatic
-
16
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya
kasus
invagianasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
2.2.9.2. Reduksi Manual dan Reseksi Usus
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak
stabil,
didapatkan peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami
gejala
berkepanjangan atau ditemukan penyakit sudah lanjut yang
ditandai dengan
distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistem usus yang
berat sampai
timbul shock atau peritonitis.
Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan
incisi
transversal interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami
nekrose, reduksi
tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis,
1990).
Pelaksanaan operatif:
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan
keadaan
umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi
defisit
elektrolit.
Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan
sudah
cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu
0,5 - 1
ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh
kurang
dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak
lebih dari
40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran
yang
baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari
kebutuhan
(untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah
dapat
dicapai.
Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi
jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya
hasil-hasil
metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini
akan
-
17
mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat
berakibat
kerusakan sel yang irreversible, dan bila menyangkut organ vital
akan
menyebabkan kematian.
2. Operatif
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan
mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal,
dorongan
dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian
proximal.
Gambar 8. Therapi dengan Reseksi manual
Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi.
Setelah
dinding perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada
temuan yang
ada. Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras
susu
sapi yang disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan
dengan
sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk
memberi
kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema
sehingga
mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali
menarik
bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas
dari pihak
lainnya.
Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking
maka
dilanjutkan dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya
adalah
10cm dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat, pendapat
lainnya pada
-
18
sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan
anastosmose
end to end atau side to side.
Gambar 9. Anastomose end to end
Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak
bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini
tidak dapat
dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy supaya
proses
digestive tetap berjalan.
Jika ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti
divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus
2.2.10. Diagnosa Banding
Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi,
antara lain:
1. Gastroenteritis
-
19
Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan
innvaginasi. Perlu diperhatikan perubahan pola penyakit,
karakter rasa
sakit, karakteristik muntah, dan jenis perdarahan untuk
membedakannya
2. Enterocolitis
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai
kram
abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena
sakit
cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa
sakit diantara
nyeri.
3. Diverticulum Meckel
Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa
sakit
yang biasanya tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel
4. Henoch-Schnlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien
Henoch-Schnlein
purpura, namun yang dapat membedakannya adalah ditemukannya
purpura pada penderita Henoch-Schnlein purpura
5. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui
dengan
melakukan colok dubur, dimana pada prolapsus recti didapati
adanya
hubungan antara mukosa dan kulit perianal sedangkan pada
invaginasi
didapati adanya celah.
6. Ascariasis
Sama-sama didapatkan massa berbentuk sausage pada abdomen,
nyeri
kolik dan feses yang disertai darah dan lendir. Perbedaannya,
massa
berbentuk sausage pada ascariasis hilang timbul dan lokasinya
berpindah-
pindah
2.2.11. Prognosis
Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal,
karena
kesempatan sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum
dilakukan terapi.
Angka mortalitas meningkat khususnya setelah 48 jam setelah
gejala muncul
-
20
Angka kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 %
dan
setelah reduksi manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan
setelah
dilakukan reseksi.
Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip
maupun
lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium
enema saja
karena factor penyebab tidak dapat dihilangkan.
Dengan penanganan yang adekuat serta cepat tingkat mortalitas
dapat
menjadi sangat rendah.
-
21
BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi yang merupakan suatu kedaruratan medis biasa terjadi
pada
anak kecil berusia kurang dari satu tahun, yang biasanya belum
diketahui
penyebabnya, namun pada orang dewasa biasanya merupakan akibat
dari suatu
penyakit tertentu.
Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat dari anamnesa,
pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa dapat diketahui
adanya riwayat
nyeri abdomen yang hilang timbul dan berulang setiap 10 sampai
20 menit. Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suatu massa pada daerah
hipogastrium
kanan, yang berjalan sepanjang kolon transversum, selain itu
dapat juga teraba
dances sign pada daerah invaginasi. Feses penderita cenderung
bercampur
dengan darah dan lendir yang jika sudah terjadi obstruksi total
akan kehilangan
massa feses.
Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level
jika terjadi
perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat
terlihat adanya
cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG
dapat dilihat
adanya target sign.
Terapi dapat dilakukan dengan melakukan reduksi hidrostatik
yag
menggunakan tekanan hidrostatik untuk melepaskan ikatan yang
terbentuk, atau
dengan reduksi secara manual yaitu dengan operasi baik dengan
reseksi ataupun
tidak.
-
22
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 bulan
BB : 7 kg
Pekerjaan : -
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Anggrek no.24, Sumbertengah, Mumbulsari
No. RM : 79993
Tgl. MRS : Kamis, 28 Mei 2015
Tgl. KRS : Selasa, 2 Juni 2015
-
23
Kamis, 28 Mei 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Buang air besar encer, berlendir, dan berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu pasien mengeluhkan bahwa sejak 1 minggu yang lalu, anak
pasien mulai
BAB encer, berlendir, dan berdarah. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa 1
minggu ini anaknya sering rewel dan menangis. Selain itu perut
anaknya terasa
kembung. Minum susu dan BAK seperti biasa, bisa kentut, tidak
muntah, dan
tidak demam.
Riwavat Penyakit Dahulu : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal
Riwayat Pengobatan : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
KU : Cukup N : 108 x/m
Kes : A V P U RR : 28 X/m
Tax : 36,2C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak
pucat
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
Thoraks:
Cor:
I : ictus cordis tidak tampak
-
24
P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra
P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL
sinistra
A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -
Pulmo:
I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan
gerak
P : fremitus teraba normal
P : sonor
A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Ekstremitas:
Akral hangat:
Oedem :
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I : distended, sausage shaped (+)
A : bising usus (+) normal
P : tympani
P : soepel
Pemeriksaan Penunjang
X-foto BOF / LLD (27 Mei 2015)
Aeratie meningkat
Tidak ada gambaran obstruktif atau perforasi
USG Abdomen (27 Mei 2015)
Donut Sign (+)
Usus memanjang
Organ intraabdomen lain dalam batas normal
+ +
+ +
- -
- -
-
25
Gambar 1. X-foto BOF / LLD
Gambar 2. USG Abdomen
ASSESMENT
Invaginasi usus
PLANNING
Terapetik :
1. Pro laparotomy dan milking prochedure.
2. Cek Darah Lengkap, PPT, APTT, Faal Hati, Gula Darah, Serum
Elektrolit,
dan Faal Ginjal.
Untuk mengetahui kondisi metabolisme pasien dalam upaya
persiapan
dilaksanakannya operasi.
-
26
Edukasi :
penjelasan kepada keluarga pasien tujuan tindakan operasi,
indikasi, dan
komplikasi tindakan operasi.
Gambar 3. Laporan operasi
-
27
Jumat, 29 Mei 2015/ H1 MRS/ H1 Post Operasi
SUBJECTIVE
KU: tidak bisa kentut dan BAB, perut tidak kembung
OBJECTIVE
Status generalis:
KU : Cukup N : 104 x/m
Kes : A V P U RR : 28 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak
pucat
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
Thoraks:
Cor:
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra
P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL
sinistra
A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -
Pulmo:
I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan
gerak
P : fremitus teraba normal
P : sonor
A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Ekstremitas:
Akral hangat:
+ +
+ +
-
28
Oedem :
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I : flat, dressing (+) bersih
A : bising usus (+) normal
P : tympani, pekak hepar (+)
P : soepel
ASSESMENT
Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure
H1
PLANNING
Terapeutik
Infus D5 NS 800 cc/24 jam
Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv
Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv
Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv
MSS clear water 10 cc/ 1 jam, NGT terbuka
Sabtu, 30 Mei 2015/ H2 MRS/ H2 Post Operasi
SUBJECTIVE
KU: sudah bisa kentut dan BAB
OBJECTIVE
Status generalis:
KU : Cukup N : 94 x/m
Kes : A V P U RR : 26 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
- -
- -
-
29
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak
pucat
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
Thoraks:
Cor:
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra
P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL
sinistra
A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -
Pulmo:
I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan
gerak
P : fremitus teraba normal
P : sonor
A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Ekstremitas:
Akral hangat:
Oedem :
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I : flat, dressing (+) bersih, NGT minimal
A : bising usus (+) normal
P : tympani, pekak hepar (+)
P : soepel
ASSESMENT
Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure
H2
PLANNING
Terapeutik
Infus D5 NS 800 cc/24 jam
+ +
+ +
- -
- -
-
30
Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv
Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv
Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv
MSS clear water 10 cc/ 1 jam, NGT terbuka
Selasa, 2 Juni 2015/ H5 MRS/ H5 Post Operasi
SUBJECTIVE
KU: sudah bisa kentut dan BAB
OBJECTIVE
Status generalis:
KU : Cukup N : 94 x/m
Kes : A V P U RR : 26 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak
pucat
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
Thoraks:
Cor:
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra
P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL
sinistra
A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -
Pulmo:
I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan
gerak
P : fremitus teraba normal
-
31
P : sonor
A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Ekstremitas:
Akral hangat:
Oedem :
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I : flat, dressing (+) bersih, NGT minimal
A : bising usus (+) normal
P : tympani, pekak hepar (+)
P : soepel
ASSESMENT
Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure
H5
PLANNING
Terapeutik
Infus D5 NS 800 cc/24 jam
Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv
Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv
Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv
Diet ASI ad lib
KRS
+ +
+ +
- -
- -
-
32
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi
15.
Jakarta: EGC
Patel S, Jindal S, Singh M. 2012. Case Report: Ileocolic
Intussusception A Rare
Cause of Intestinal Obstruction in Adults. Departement of
Surgery, Rajindra
Hospital / Government Medical College, Patiala, Punjab, India.
JIMSA October
December 2012 Vol. 25:4
Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R
(editor). 2010.
Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong. Jakarta: EGC
Wiersma F, Allema JH, Holscher HC. 2006. Ileoileal
Intussusception in Children:
Ultrasongraphic Differentiation from Ileocolic Intussusception.
Published:
Pediatric Radiology