ETIOLOGI
BAB I
PENDAHULUANIntususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian
usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus
(umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens).
Invaginasi pada orang dewasa relative jarang; 5 sampai 16 % dari
semua kasus yang dilaporkan terjadi pada dewasa. Invaginasi ini
adalah etiologi dari hanya 1% dari semua kasus obstruksi usus pada
dewasa.
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam
setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya
distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis
lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada
anak-anak.Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan
intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnosis
preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan
kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup
sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan
radiologi (foto polos abdomen 3 posisi, barium enema/colon in loop,
ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya
diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. Terapi intususepsi
pada orang dewasa adalah pembedahan.BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam
perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya,
invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). Suatu intususepsi
terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa
sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga
seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang
terletak di sebelah kaudal. (Spalding, 2004)B. EpidemiologiPada
dewasa invaginasi jarang ditemui, hanya 5 % dari obstruksi usus
mekanik. 20% kasus tidak diketahui penyebabnya. Kasus yang ditemui
sekitar 80%, kebanyakan disebabkan oleh karsinoma kolon primer.
Penyebab yang lain termasuk lipoma, polip, edema atau fibrosis post
operasi. Invaginasi ileokilik sering ditemui pada anak-anak,
sedangkan invaginasi kolokolik sering pada dewasa. Invaginasi juga
sering pada post operasi karena edema atau adhesi. (Austin et al
2007)Invaginasi pada orang dewasa relative jarang; 5 sampai 16 %
dari semua kasus yang dilaporkan terjadi pada dewasa. Invaginasi
ini adalah etiologi dari hanya 1% dari semua kasus obstruksi usus
pada dewasa. Eisen pada penelitian retrospektif selam 11 tahun di
Mount Sinai Medical Center di New York, menemukan hanya 27 kasus
dari invaginasi yang berumur 16 tahun atau lebih. Sebuah kajian
yang dilakukan oleh Karakousis selama 13 tahun di Roswell Park
Memorial Institute di Buffalo, New York, menemukan hanya 15 kasus
invaginasi yang terdokumentasi pada pasien dewasa. Usia rata-rata
invaginasi pada dewasa adalah 50 tahun. Insidensi pada pria sama
dengan wanita. (Spalding, 2004)C. Anatomi dan FisiologiLambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Pergerakan Usus
Kontraksi mencampur: regangan satu bagian akan menyebabkan
kontraksi konsentris. Panjang kontraksi 1 cm (segmentasi).
Kontraksi segmen memotong chyme. Gerakan mendorong; gerakan
segmentasi bendorong chyme ke tatub ileosekal dan mendorong
melewati katub tersebut. Fungsi katub ileosekal adalah untuk
mencegah kembalinya fecal dari kolon ke usus halus1. Usus Kecil
Sekresi dan Pencernaan di Usus kecila. Sekresi: peptidase,
maltase, lactase, sukrase, amilase, lipase, garam, air, mukus ,
hormon kolesistokinin, GIP, sekretin Pencernaan enzimatis oleh
enzim dari sekresi usus sendiri juga menerima sekresi dari pankreas
(tripsin, kimotripsin, amilase, lipase, nuklease, carboxypeptidase,
mukus) liver (empedu, bicarbonat)
b. Bicarbonat dari pankreas dan liver menetralkan asam lambungc.
Empedu mengubah lemak menjadi terlarut dalam air (water
soluble)
d. Kolesistokinin : merangsang sekresi amilase pankreas dan
kontraksi kantong empedu
e. Sekretin : merangsang sekresi bikarbonat pankreas
Absorbsi Usus
a. Asam amino: masuk pembuluh darah dengan transport aktif
b. Glukosa, galaktosa, fruktosa : masuk pembuluh darah dengan
transport aktif
c. Lemak60-70 % dalam emulsi dengan garam empedu, diabsorsi
dalam bentuk asam lemak dan gliserol masuk ke dalam duktus
limfatik
Absorbsi mineral di usus
a. Bicarbonat: diabsorsi oleh sel mucosal ketika kadar dalam
lumen yang tinggi, dan disekresi dalam lumen ketika kadarnya tinggi
dalam darah
b. Calcium: diabsorbsi secara transport aktif dengan stimulus
Vit Dc. Chlorid: dengan difusi pasif mengikuti ion natriumd.
Copper: Transport aktife. BesiTransport aktif. Dipercepat oleh
Vit.C. disimpan sementara di sel usus sebelum ke plasma. Disimpan
di hepar dalam bentuk feritin.f. Phosphat: seluruh bagian intestin.
Secara aktif dan pasif.g. Kalium: Difusi pasif dan aktifh. Natrium
: difusi pasif dan aktif
2. Usus Besar Sekresi : mukus
Aktifitas pencernaan tidak ada
Absorbsi KH, protein, lemak, telah selesai. Absorbsi terjadi
untuk air, elektrolit, dan vitamin. Glukosa dan obat dapat
diabsorbsi jika diberikan melalui rektum
Iritasi akan mengakibatkan peningkatan sekresi air dan
elektrolit
Pergerakan usus besar Gerakan mencampur dan mendorong
Kontraksi sfingter ani internus menghalangi rangsangan feses ke
anus secara terus menerus
Sfingter ani eksternus dipersarafi nervus pudendus (saraf
somatik) volunter
Refleks defekasi terjasi oleh rangsang regang feses menimbulkan
gelombang peristaltik kolon dan rektum memaksa feses menuju
anus.(Indriawati, 2009)D. Patofisiologi
Kebanyakan intususepsi adalah ileokolik dan ileoileokolik,
sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara jarang, suatu
intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian
atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya,
intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa
usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi
mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan
intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang
menghasilkan tinja berdarah, kadang kadang mengandung lendir.
Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum
desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus kasus yang
terlantar. Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka
bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema dan menebal,
sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang
menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi
tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi
selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus dan syok.E.
Etiologi
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi
pada lumen usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan
atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa
antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus
halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels,
polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
(adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny
labih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea ,
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga
pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah
juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat
diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .(World J
Gastroenterologi)
Pada orang dewasa, penyumbatan usus dua belas jari mungkin
disebabkan oleh:
- kanker pancreas
- jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau
penyakit Crohn
- perlekatan, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit
usus
- penonjolan bagian usus melalui lubang yang abnormal (hernia),
dan usus menjadi terjepit di dalamnya
- batu empedu
- massa makanan yang tidak dicerna
- sekumpulan cacing.Pada usus besar, penyebab penyumbatannya
adalah :
- kanker
- usus yang melintir
- tinja yang keras.
Bila penyumbatan yang terjadi memutuskan aliran darah ke usus,
keadaan ini disebut penjeratan (strangulasi). 25% dari kasus
penyumbatan usus kecil merupakan penjeratan. Biasanya penjeratan
disebabkan oleh :
- terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal (hernia
strangulasi)
- usus yang melintir (volvulus)
- masuknya bagian dari usus ke bagian usus yang lain
(intususepsi).
Kematian jaringan (ganggren) dapat terjadi dalam waktu 6 jam.
Dinding usus mati, biasanya menyebabkan perlubangan (perforasi),
yang menyebabkan peradangan selaput rongga perut (peritonitis)
serta infeksi. Tanpa pengobatan, penderita dapat meninggal.
Meskipun tanpa penjeratan, bagian usus yang berada diatas
penyumbatan, akan membesar. Lapisan usus membengkak dan mengalami
peradangan. Bila keadaan ini tidak diobati, usus dapat pecah,
mengeluarkan isinya dan menyebabkan peradangan dan infeksi pada
rongga perut. (medicastore.com)
F. Gambaran Klinis
Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada.
Dengan adanya serangan rasa sakit/kolik yang makin bertambah dan
mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis
hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari
intususepsi. Diantara satu serangan dengan serangan berikutnya,
bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Selain
dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah
muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang
teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus
yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala
muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah dari
usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah
khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan
pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan
adanya masa abdomen pada 73% kasus (Wordpress, 2010).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam
setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya
distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis
lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada
anak-anak. Pada orang dewasa sering ditemukan perjalanan penyakit
yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam
usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan-pemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang
berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi (Wordpress,
2010).
Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan
radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis.
Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan
diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan
pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya
telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi
harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi
usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan-pemeriksaan lain tidak memberikan hasil yang positif
(Wordpress, 2010).
Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali
tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang
menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang,
yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada
banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum,
namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain
yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa
abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat
serangan (Wordpress, 2010).
G. Diagnosa
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai
kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara
intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang
terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila
berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya
mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli
darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%,
darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan
Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus
(Wordpress, 2010).
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan
faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang
disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85%
kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun
tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian
obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang
sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi.
Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau
pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit
ditentukan (Wordpress, 2010).
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu
obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah
dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian
besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas,
mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah
bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh
pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi
sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90% (Wordpress,
2010).
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign
dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah
makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila
telah terjadi perforasi. Dances Sign dan Sousage Like Sign dijumpai
pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa
invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan
intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai
Dances Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri,
feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu
tanda yang patognomonik (Wordpress, 2010).
Pemeriksaan Fisik (Wordpress, 2010) : Obstruksi mekanis ditandai
darm steifung dan darm counter.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi
spontan
Nyeri tekan (+)
Dances sign (+) adalah sensasi kekosongan pada kuadran kanan
bawah karena masuknya sekum pada colon ascenden
RT : pseudoportio(+), lendir darah (+) (Sensasi seperti portio
vagina akibat invaginasi usus yang lama)
Radiologis Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan
intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnosis
preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan
kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup
sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan
radiologi (foto polos abdomen 3 posisi, barium enema/colon in loop,
ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya
diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan (Wordpress,
2010).
1. Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen awal kemungkinan masih normal dan
untuk foto polos berikutnya mungkin menunjukkan
berkurang/menghilangnya udara usus (Margaret L et al. 2007).
Dijumpainya tanda obstruksi, dilatasi dan massa di kwadran tertentu
dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. Tanda
obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone
(gambaranplika circularis usus) (Wordpress, 2010). Apex dari
intussuseption mungkin menunjukkan tanda patognomonik radioluscent
yang disebut crescent sign, karena udara usus yang terjebak
diantara permukaan usus yang berlawanan. Lusensi ini lebih lebar
daripada usus normal dan mengelilingi sekitar densitas jaringan
lunak dari intussuseption. Karena negative palsu yang tinggi dari
foto polos ini, USG direkomendasikan sebagai tehnik imaging primer
(Margaret L et al. 2007).
Fig. 1: Plain abdominal film. Long narrowed segment in proximal
transverse colon secondary to colocolic intussusception (arrows)(
Farooq P. 1986).2. Barium enema/ Colon In loop
Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan
dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik
(Wordpress, 2010).
Diagnosis : cupping sign (letak invaginasi)
Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2
obstruksi dan kejadian < 24 jam. Reposisi dianggap berhasil bila
setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses
dan udara.
Fig. 2.-Sausage-shaped pattern of enteroenteric intussusception
in 61-year-old man with nausea and vomiting. Small-bowel
examination shows jejunojejunal (Merine et al. 1987).
Fig. 3.-Upper gastrointestinal examination. A, Bulky nodular
filling defect within barium-filled gastric intussuscepted efferent
loop. B, 6 mm later there is spontaneous reduction of jejunogastric
intussusceptions (William J, 2010).
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai
kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis.
Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari
intususepsi dan suatu cup shaped appearance pada barium di tempat
ini. Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan
intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati
tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring
appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah
satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat
diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan
(Wordpress, 2010).
Rule of three yaitu 3 kali percobaan yang dilakukan dengan
contras (barium atau non ionic), tempat penampungan contras
diletakkan 3 kaki diatas meja fluoroskopi, dan masing-masing
percobaan dilakukan dalam 3 menit (Margaret L et al. 2007). Barium
telah diganti dengan udara dan air yang lebih murah dan aman. Pada
pasien dewasa, kontras enema jarang digunakan untuk terapi non
operatif sejak underlying lead point selalu digunakan.
3. USG abdomen
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran
target sign atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi
yang menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo hipoechoic
dihasilkan oleh mesenterium dan dinding yang oedem dari
intussuscipien. Hiperechoic di sentral dihasilkan oleh permukaan
mukosa, submukosa, dan serosa dari intususceptum. Sedangkan
gambaran berupa pseudo kidney sign atau sandwich sign pada potongan
longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran hiperechoic pada pusat
yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang bersambung dengan
lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh
intussusescpien yang hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang
ditemukan. Color Doppler sonografi dapat mendetksi lebih awal
iskemia. Keterbatasan paling besar dari USG adalah adanya udara
dalam usus yang mencegah transmisi dari sinar. Dengan meningkatnya
pengetahuan, para ahli radiologi percaya USG digunakan untuk
diagnosis dan meningkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu
dihasilkan karena feces yang prominen, Chrons disease pada ileum
terminal, volvulus, dan lain-lain (Margaret L et al. 2007).
Fig. 4: Longitudinal sonography showing the sandwich sign
(Margaret L et al. 2007)
Fig. 5: Transverse sonography showing the doughnut sign of
concentric rings of intussusceptions (Margaret L et al. 2007)
Figure 6. Abdominal US image demonstrates a large heterogeneous
mass with a pseudokidney appearance. Central hyperechoic material
(thick arrow) represents mesenteric fat within the intussuscipiens,
which has a hypoechoic wall (thin arrow) (Stephanie L et all.
2008).
4. CT Scan
Alat penunjang ini digunakan sebagai konfirmasi pertama pada
pasien dewasa untuk diagnosis dan evaluasidari etiologi. Invaginasi
divisualisasikan dengan gambaran patognomonik pada CT Scan, yaitu
dengan terlihatnya kompleks massa jaringan lunak yang berada diluar
intussusepien dan central intussuseptum. Ada asimetris, gambaran
crescent yang dihasilkan karena terjebaknya mesenterium.
Intussussepien akan terlihat sebagai target sign ketika sinar
dipancarkan ke axis longitudinal dari massa dan sausage shape/massa
reniform ketika CT scan dipancarkan secara sejajar/transversal. CT
scan dapat memperlihatkan durasi dan tingkat keparahan dari proses
invaginasi, target sign merupakan stage pertama/awal dan tahap
lebih lanjut sebagai gambaran massa sausage shape, dan tahap akhir
berupa gambaran reniform/pseudokidney yang berkembang karena oedem,
penebalan mural, dan iskemia. Etiologi invaginasi jarang bisa
ditegakkan, bisa karenalipoma, limpadenopati dan metastase abdomen.
Penemuan lain yaitu akumulasi bentuk kontras oral yang mengelilingi
intussuseptum karena kontras melapisi dinding usus yang berlawanan,
selain itu juga dapat ditemukan ascites minimal dan obstruksi
proximal. CT scan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
akurat dan merupakan pilihan utama, USG sebagai pilihan kedua untuk
diagnosis invaginasi (Margaret L et al. 2007).
Figure 5. Transient type small bowel intussusception in a
54-year-old woman. Contrast-enhanced CT scans of the abdomen
demonstrate the classic findings of a targetlike (arrow in a),
sausage-shaped (arrow in b and c) mass, finding that are
pathognomonic for intussusception. Mesenteric fat and blood vessels
are barely visible (Young H, et all. 2006).
5. MRI
Perkembangan terbaru dari MRI dengan tehnik ultrafast
multiplanar sekarang dipakai sebagai evaluasi cepat dari obstruksi
usus. Multiplanar HASTE (half-fourier single shot turbo spin echo)
terbukti berguna dalam diagnosis invaginasi. Resolusi kontras yang
tinggi antara peningkatan signal dari cairan intralumen yang
terjebak dan signal intermediate-rendah dari dinding usus dapat
digambarkan dengan jelas (Margaret L et al. 2007).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi
mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang kronis, bahkan
kadang-kadang mencapai waktu bertahun tahun. Keadaan ini lebih
sering ditemukan pada orang dewasa daripada anak-anak. Biasanya
ditemukan suatu kelainan lokal pada usus namun Goodal telah
mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi kronis primer
pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa
intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian
lama. Stallman mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah
intususepsi kronis. Goldman dan Elman mengemukakan keyakinannya
bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan
intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini
berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus
seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang
terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang
memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan
sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas
striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama
dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai
akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga
tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
diperlukan (Wordpress, 2010).
H. Diagnosa Banding
Trauma Abdomen
Appendisitis Akut (peradangan atau infeksi pada apendiks)
Hernia
Gastroenteritis
Torsi testis
Perlengketan jaringan
Volvulus (usus terpuntir)
Meckel diverticulum
Perdarahan Gastrointestinal
Proses-proses yang menumbuhkan nyeri abdomen
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
a. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang
nasogastrik.
c. Antibiotika.
d. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih
baik.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan.
Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi
yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah
suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera
melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada
intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan
hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi
tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).
Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan
selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor
benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan
mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
Indikasi Operasi
Perdarahan.
Nyeri
Obstruksi
Strangulasi
Kegagalan reduksi secara hidrostatik
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan
umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi
defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi,
karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan
neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalahreseksi anastosmose
segmen ususyang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu
neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen
usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30
cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side
to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead
pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan,
begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca
gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya
seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien
intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya
dilakukan reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu
motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai
penyebabnya adalh besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking)
tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya
pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila
terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh
dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan
melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya
dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk
menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensif
diarhea
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan
menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus
halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat
terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi
prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).
J. PrognosisPrognosis tergantung berapa lama pasien mengalami
intususepsi sebelum perawatan, dengan atau tanpa komplikasi yang
berkembang selama atau setelah perawatan, dan adanya komorbid.
Komplikasi postoperative terjadi pada 4 dari 20 pasien (20%), luka
infeksi superficial 10%, pneumonia 5%, dan sepsis 5%. Tidak ada
kebocoran pada anastomosis atau abses intra abdomeinal. Ada 5%
kemungkinan kematian perioperatif karena komplikasi sekunder sepsis
pada kegagalan multiorgan setelah operasi. (World J
Gastroenterologi).Tingkat kematian dengan semua perawatan adalah 1%
sampai 2%. Tingkat kekambuhan dapat mencapai 5% sampai 20%
tergantung dari teknik redksi yang digunakan. Tingkat kekambuhan
pada intususepsi setelah reduksi adalah 3% sampai 4% pada periode
24 jam. (Spalding, 2004)BAB III
PENUTUP
Diagnosis dari intususepsi berdasarkan pendekatan yang
komprehensif yang meliputi riwayat penyakit, gambaran klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratories. Radiografi
konvensional tetap menjadi metode awal dari pencitraan pada pasien
dengan curiga intususepsi. Akan tetapi, kemampuannya perlu
ditunjang dengan CT untuk menemukan letak, penyebab dan beratnya
penyakit.Dengan semakin berkembangnya penggunaan dari evaluasi
radiologi pada nyeri perut non spesifik, diagnosis dari intususepsi
pada orang dewasa paling sering dikemukakan oleh ahli radiologi.
Pencitraan dengaqn menggunakan foto polos, barium, sonografi pada
anak-anak dan CT serta MRI pada orang dewasa mempercepat diagnosa
dari intususepsi sehingga mampu mencegah komplikasi seperti infark,
gangrene dan perforasi. DAFTAR PUSTAKA
1. Wordpress. Invaginasi. http://kedokteranugm.com/. (11 juni
2010)
2. Stephanie L et al. 2008. Small Bowel Intussusception
Secondary to Peutz-Jeghers Polyp. RadioGraphics volume 28:284288.3.
William J. Reduction of Jejunogastric Intussusception during Upper
Gastrointestinal Examination. www.freemedicaljournal.com. (8 juni
2010)4. Young H, et al. 2006. Adult Intestinal Intussusception: CT
Appearances and Identification of a Causative Lead Point.
RadioGraphics volume 26:733744.5. Merine et al. 1987. Enteroenteric
Intussusception: CT Findings in Nine Patients. American Roentgen
Ray Society : volume 148. Pp : 1129-113. 6. Margaret L et al. 2007.
Adult Intussusception: A Radiological Approach. Kuwait Medical
Journal volume 39 (3): 271-274.7. Farooq P. 1986. Review
Intussusception in Adults. American Roentgen Ray Society : volume
146. Pp 527-531.8. Spalding et al.2004. Intussuception. Emergency
Medicine. www emedmag.com (13 juni 2010)PAGE 1