Top Banner

of 32

Lapsus Azet Dan Ririn Vitiligo

Mar 05, 2016

Download

Documents

Rahmad Az

ikk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

29

BAB 1 PENDAHULUAN

Kata vitiligo berasa dan bahasa latin vitellus yang berarti anak sapi, karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Vitilgo umunya ditandai dengan munculnya lesi depigmentasi dengan berbagai ukuran. Penyebabnya sampai sekarang masih belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis mengenai penyakit ini. Sejak zaman dahulu vitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni shwetekusta, suitra, behak, dan beras1.Kata vitiligo sendiri berasal dan bahasa latin, yaknivitellus yang berarti anak sapi, disebabkan karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai diperkenalkan oleh Celsus, ia adalah seorang dokter Romawi pada abad kedua2. Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 1030 tahun3.Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenikatau secara autosomal dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik3,4.Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang2 :1. Faktor mekanisPada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnyasetelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet APada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atauUV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yangTerpajan3. Faktor emosi/psikisDikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelahmendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat4. Faktor hormonalDiduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaankontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.Vitiligo umumnya jelas diagnosanya ketika pemeriksaan fisis dan dapat dibedakan dengan penyakit lain dengan melakukan pemeriksaan lampu Wood, KOH atau biopsi kulit. Prinsip pengobatan vitiligo adalah repimentasi,maka banyak cara dapat dilakukan, umumnya pengobatan vitiligo melibatkan penggunaan kortikisteroid topikal, psoralens plus PUVA, atau untuk vitiligo yang berat, dimana dipigmentasi kulit agak menyebar luas penatalaksanaan dapat dilakukan dengan hydroquinone.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 VitiligoVitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat yang berbentuk macula putih susu tidak mengandung melanosit, berbatas tegas dan sering bersifat herediter. Vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, termasuk rambut dan mata.Vitiligo adalah gangguan depigmentasi idiopatik didapat yang ditandai dengan gambaran macula putih tidak bersisik,hasil dari hancurnya melanosit kulit secara selektif5,6.Gambaranhistologi pada lesi vitiligo, berupa bercak-bercak putih, memperlihatkan akanhilangnyamelanositdan melanin dari lapisan kulit7.

Gambar 1. Melanosit pada histologi jaringan kulit normal8.

Gambar 2. Vitiligo2.2 Epidemiologi VitiligoVitiligo dapat mengenai semua ras dan gender dan semua umur. Vitiligo lebih sering terjadi (50%) pada usia 10-30 tahun. Terdapat faktor genetic yang mempengaruhi munculnya vitiligo ini yakni penderita vitiligo akan memiliki kemungkinan 5% memiliki anak dengan kelainan serupa. Riwayat keluarga vitiligo berkisar 30%. Penyakit ini lebih sering diderita oleh orang kulit berwarna dan biasanya dengan derajat yang lebih berat.Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%3. Survey epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi vitiligo mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk negara-negara lain di utara-barat Eropa4.Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada semua usia.Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik3.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Warna kulit tergantung pada 3 (tiga) komponen menurut derajat yang bervariasi. Jaringan memiliki warna inheren kekuningan akibat kandungan karoten. Adanya Hb beroksigen dalam dasar kapiler dari dermis memberinya warna kemerahan. Dan warna kecoklatan sampai kehitaman adalah akibat jumlah pigmen melanin dari melanosit yang dihasilkan di kulit. Melanin adalah produk dari melanosit. Melanosit merupakan sel khusus yang terdapat pada epidermis, dijumpai di bawah atau di antara sel-sel stratum basalis dan pada folikel rambut. Melanosit memiliki bentuk badan sel bulat tempat bermulanya cabang-cabang panjang yang ireguler dalam epidermis. Cabang-cabang ini berada di antara sel-sel stratum basalis dan stratum spinosum.

Pembentukan Pigmen MelaninMelanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. 4 tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang. Tahap 1 :Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus; pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.

Tahap 2 :Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks protein. Tahap 3 :Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit terlihat. Tahap 4 :Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Utrastruktur tidak ada yang terlihat. Granul yang matang berbentuk elips, dengan panjang 1 m dan diameter 0,4 m.Ketika dibentuk granul melanin migrasi di dalam perluasan sitoplasma melanosit dan ditransfer ke sel-sel dalam stratum germinativum dan spinosum dari epidermis. Proses transfer ini telah diobservasi secara langsung pada kultur jaringan kulit.Granul melanin pada dasarnya diinjeksikan ke dalam keratinosit. Ketika di dalam keratinosit, granul melanin berakumulasi di dalam sitoplasma

Gambar 3. Pembentukan Melanin2.4 KlasifikasiBermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga membagi vitiligo dalam 2 golongan yaitu7,2:1. Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom.2. Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom.

Gambar 4. gambaran vitiligo bentuk fokal pada daerah lutut3.

Berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Nordlund membagi menjadi7:1. Tipe lokalisata, yang terdiri atas:a) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak segmental.b) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalam satu atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral.c) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir(genital dan mulut).2. Tipe generalisata, yang terdiri atas:a) Bentuk akrofasial : lesi terdpat pada bagian distal ekstremitas dan muka.b) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus.c) Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau akrofasial3. Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atauhampir seluruh tubuh.

Gambar 5. Gambaran vitiligo universalis32.5 EtiologiPenyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secarapoligenikatau secara autosomal dominan.Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik3,4.Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang2 :1. Faktor mekanisPada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet APada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan3. Faktor emosi / psikisDikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat4. Faktor hormonalDiduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaankontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis utama tentang mekanismepenghancuranmelanositpadavitiligo, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan, yaitu3,4:1. Hipotesis autoimun menyatakan bahwa melanosit yang terpilihdihancurkan olehlimfosit tertentuyang telah diaktifkan. Namun, mekanisme pengaktifan limfosit tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan adanya temuan klinis terhadap hubungan antara vitiligo terhadap gangguan autoimun. Auto antibodiorgan spesifik untuk tiroid, sel parietal lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada serum pasien dengan vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap melanosit orang normal dapat dideteksi dengan menggunakan tes immunoprecipitation spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-helper.2. Hipotesis neurogenik didasarkan pada interaksi dari melanosit dan sel saraf. Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya pelepasan mediator kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran saraf yang akan menyebabkan menurunnya produksi melanin.Namun, studi baru pada penanda neuropeptida dan saraf pada vitiligo menunjukkan bahwa neuropeptida Y mungkin memiliki peran dalam proses terjadinya vitiligo.3. Hipotesis neurogenik menyatakan bahwa melanosit dihancurkan oleh zat-zat beracun yang dibentuk sebagai bagian dari biosintesis melanin yang alami. Penghancuran ini merupakan mekanisme proteksi alami untuk menyingkirkan prekursor melanin yang beracun. Hipotesis ini berdasarkan temuan klinis dari vitiligo dan penelitan eksperimen terhadap depigmentasi kulit oleh senyawa kimia yang memilik efek mematikan pada fungsi melanosit. Senyawa ini juga dapat menghasilkan leukoderma yang dibedakan dengan vitiligo idiopatik.Sementara itu, mekanisme langsung terjadinya macula putih disebabkan penghancuran melanosit yang progresif oleh sel-T sitotoksi, lainnya ditentukan secara genetis melalui perubahan sitobiologika dan sitokin yang terlibat3.

2.6 PatogenesisProses pathogenesis vitiligo meliputi:1. Hipotesis autoimunPenderita vitiligo cenderung menderita kelainan autoimun seperti tiroiditis Hashimoto, penyakit Grave, penyakit Addison, uveitis, alopecia areata, kandidiatis mukokutan. 2. Hipotesis neurogenikHipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit ataupun menghambat produksi melanin. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmitter saraf, misalnya asetilkolin.Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat. 3. AutotoksikSel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon yang kemudian dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan precursor melanin. Secara invitro dibuktikan tirosin, DOPA, dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.4. Pajanan terhadap bahan kimiawiDepigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan monobenzil eter dalam sarung tangan Dipigmentasi kulit dapat terjadi akibat paparan monobenzil eter hidroquinon yang terdapat pada sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol. Terdapat sejumlah bahan kimia yang mampu menyebabkan terjadinya depigmentasi yaitu thiol, derivat katekol, merkaptoamin, dan beberapa quinon. Menghirup dan menelan senyawa kimia ini akan berperan dalam terjadinya dipigmentasi.

2.7 Manisfestasi klinisVitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi9. Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti Kapur atau putih pucat dengan tepi yang tajam.Progres dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap dari makula lama atau pengembangan dari makula baru. Trichrome vitiligo (tiga warna: putih, coklat muda, coklat tua) mewakili tahapan yang berbeda dalam evolusi vitiligo3,9.Tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah sekitar lubang(misalnya mulut) merupakan daerah-daerah yang sering ditemukan vitiligo5,6. Kadang dapat juga ditemukan gambaran rambut yang memutih atau uban prematur. Gambaran rambut putih pada vitiligo, dianalogikan dengan makula putih, disebut dengan poliosis3.

Gambar 6. gambaran vitiligo pada wajah3.

Gambar 7. Gambaran lokasi predileksi vitiligo3

AnamnesaDiagnosis vitiligo didasarkan pada anamnesis dan gambaran klinis. Hal yang ditanyakan kepada penderita meliputi: Awitan penyakit Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul sendiri Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress emosi, terbakar sinar matahari, dan pajanan bahan kimia Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit yang muncul sebelum bercak putih

Gambar 8. Vitiligo Vulgaris

Gambar 9. Vitiligo akrofasialis Pemeriksaan fisikMacula berwarna putih pucat atau putih susu atau putih seperti kapur tulis dengan diameter 5mm 5cm atau lebih, bulat atau lonjong dengan batas tegas. Kadang-kadang terlihat macula hipomelanotik selain macula apigementasi seperti pada salah satu varian yakni trichrome vitiligo dengan macula berwarna putih, coklat muda, dan coklat tua. Pemeriksaan fisik dapat pula dilakukan dengan lampu Wood, terutama pada area yang tertutup pakaian/tidak terpajan sinar matahari dan pada orang berkulit terang.Di dalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikuler. Kadang-kadang ditemukan ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal, disebut inflamatoar.Lokasi predileksi antara lain bagian ekstensor terutama di atas jari, periorbita, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, dan ginggiva.

Gambar 10 Tempat Predileksi Vitiligo

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologiDengan pewarnaan hematoksilin eosin tampak normal kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang ditemukan limfosit di tepi macula. Reaksi dopa untuk melanosit negative pada daerah apigmentasi, tapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi. Pemeriksaan biokimiaPemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa menunjukkan tidak ada tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal.

2.8 Diagnosis BandingPenyakit lain yang menjadi diagnosa banding vitiligo antara lain3:1) Pityriasis alba Terdapat skuama, warna off-white. 2) Pityriasis versicolor Bersisik halus, tampak kuning kehijauan di bawah lampu Wood, KOH positif, off-white.3) Chemical leukoderma Riwayat pajanan germisida fenolik, macula kecil-kecil tersebar. Ini adalah diagnosis banding yang sulit karena seperti halnya vitiligo, pada leukoderma kimiawi ini juga terjadi hilangnya melanosit pada kulit yang terkena. 4) Leprosy Terjadi pada area endemis, terdapat hipoestesi. 5) Nevus depigmentosus Tidak membesar, kongenital, unilateral, warna off-white.6) Hypomelanosis of Ito Bilateral, Blaschko's lines, mengikuti pola marble cake, 60-75% melibatkan sistem saraf pusat. 7) Piebaldism Kongenital, rambut poni berwarna putih, macula putih tidak bertambah luas, terdapat macula hiperpigmentasi di tengah area hipomelanotik.8) Postinflammatory leukodermaMacula berwarna off-white, terdapat riwayat psoriasis atau eczema pada area yang sama, batas tidak terlalu jelas.9) Waardenburg's syndrome Penyebab tersering tuli kongenital, terdapat macula putih dan sebagian rambut poni berwarna putih, iris heterochromia.

2.9 TerapiPenatalaksanaan dilakukan dengan3,9,10,12: 1. Penerangan tentang penyakit kepada penderita.2. Kosmetika: tabir surya untuk proteksi dan cover mask concealer untuk kamuflase.3. Repigmentasi dengan fototerapi a. Fototerapi topicalFototerapi psoralen topikal dilakukan apabila lesi terbatas (kurang dari 20% permukaan tubuh) atau pada anak lebih dari 5 tahun dengan vitiligo fokal. Larutan yang digunakan adalah larutan metoksalen 1% dan 8-metoksipsoralen (8-MOP) topikal dengan cara dioleskan secara hati-hati. Olesan tidak sampai ke batas tepi, karena diharapkan akan terjadi difusi intradermal. b. Fototerapi sistemikPengobatan sistemik menggunakan 5-Metoksipsoralen (5-MOP) dengan sinar matahari atau 8-MOP dan 5-MOP dengan sinar matahari artifisial. Bahan ini bersifat photosensitizer. Sebagai sumber sinar, digunakan sinar matahari atau sinar buatan yang mengandung ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 20-30 mg atau 0,6 mg/kg berat badan yang diminum 2 jam sebelum penyinaran. Penyinaran dilakukan dua kali seminggu. Lama penyinaran dimulai sebentar kemudian setiap hari dinaikkan perlahan-lahan (antara sampai 4 menit). Terapi dilakukan selama 6 bulan sampai setahun. Pengobatan dengan psoralen secara topical yang dioleskan lima menit sebelum penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Selain itu, dapat pula digunakan narrow-band UVB tanpa psoralen.Perlu diwaspadai akan terjadinya efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efek samping jangka pendek berupa nausea (dapat diatasi dengan minum susu), kulit kering dan gatal (dapat diberikan antihistamin), eritema, nyeri dan PUVA-pain.

4. KortikosteroidPada beberapa penderita kortikosteroid misalnya triamcinolone acetonide 0,1%, desonide 0,05%, betametason valerat 0.1% atau klobetasol propionate 0.05% efektif menimbulkan pigmen. Biasanya diperlukan terapi yang lama dan adanya efek samping akibat pemakaian steroid yang lama menyebabkan pemakaiannya terbatas.

5. DepigmentasiMEH (monobenzylether of hydroquinon) 20% krim dapat dipakai untuk pengobatan vitiligo yang luas lebih dari 50% permukaan kulit dan tidak berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal. Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun. Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah dengan tabir surya.6. Terapi pembedahanTindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologus skin graft atau tandur kulit, baik pada seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Cara ini dilakukan dengan memindahkan kulit normal (2-4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain parut, repigmentasi yang tak teratur dan infeksi. Daerah ujung jari, bibir, siku, dan lutut umumnya memberi hasil pengobatan yang buruk. Dicoba dilakukan repigmentasi dengan cara tato dengan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alcohol.

Gambar 11. Skin graft

Gambar 12. Algoritma penatalaksanaan vitiligo11.

2.10 PrognosisVitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan. Keberhasilan terapi bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Efek psikososial vitiligo dapat berupa hambatan sosial atau psikis.

2.11 Pityriasis AlbaPitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang asimptomatik dengan ciri khas berupa lesi kulit yang hipopigmentasi, penebalan, dan skuama dengan batas yang kurang tegas. Kondisi seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah, lengan atas bagian lateral, dan paha. Jika terkena pada anak-anak biasanya lesinya menghilang setelah dewasa. Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu.Lesi menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada bagian lesi, kulit tidak menjadi gelap.Ukuran lesinya bervariasi namun biasanya rata-rata berdiameter 2 4cm.1,3Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa nama yang berbeda dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah sepertipityriasis alba facieidanpityriasis alba simplex.3,9Meskipun pitiriasis alba bukan kasus serius, tapi penting dalam aspek kosmetik karena sering mengenai pada wajah terutama pada mulut, dagu, pipi, serta dahi.1,9,112.12 EpidemiologiDi Amerika Serikat, pitiriasis alba umumnya terjadi sampai 5 % pada anak-anak, tetapi epidemiologi yang pasti belum dapat dijelaskan. Pitiriasis alba umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak yang berusia lebih muda dari 12 tahun. Sering juga terjadi pada orang dewasa.Pitiriasis alba dapat terjadi pada semua ras, tetapi memiliki prevalensi yang tinggi pada orang-orang yang memiliki kulit yang berwarna. Wanita dan pria sama banyak.2.13 EtiologiSampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang definitif walaupun beberapa usaha telah dilakukan untuk menemukan adanya mikroorganisme pada lesi kulit. Namun dikatakan juga biasanya pitiriasis alba seringkali didapat pada kulit yang sangat kering yang dipicu oleh lingkungan yang dingin.Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi dari dermatitis atopik.Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis alba yang dilakukan pada tahun 1992, dimana Abdallah menyimpulkanStaphylococcus aureusmerupakan elemen penting dalam menimbulkan manifestasi klinis penyakit ini. Dia menemukan bakteri ini ada pada 34% dalam plak pitriasis alba dan 64% pada rongga hidung pasien yang sama dan pada kelompok kontrol presentasinya secara berurutan 4% dan 10%. Faktor lingkungan sepertinya sangat berpengaruh walaupun mungkin bukan berupa agen etiologis langsung, paling tidak dapat memperburuk atau memperbaiki lesi.2.14 PatogenesisDalam penelitian pada 9 pasien dengan pitiriasis albayang luas, ditemukan densitas dari melanosit yang normal berkurang pada daerah lesi tanpa adanya aktivitas sitoplasmik. Melanosom cenderung lebih sedikit dan lebih kecil namun pola distribusi dalam keratinosit normal. Hipopigmentasi utamanya diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit aktif dan penurunan jumlah dan ukuran dari melanosomes pada daerah lesi kulit. Transfer melanosom di keratinosit secara umum tidak terganggu. Gambaran histologis kurang spesifik. Hiperkeratosis dan parakeratosis tidak selalu ada dan sepertinya tidak berperan penting dalam patogenesis dari hipomelanosis. Beragam derajat jumlah edema dan sekret lemak intrasitoplasmik dapat terlihat.2.15 Gambaran KlinisPitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga didapatkan rasa terbakar dan gatal.Secara klinis, pitiriasis alba ditandai oleh makula berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang pada awalnya berwarna merah muda atau coklat muda ditutupi dengan skuama halus, yang kemudian menjadi hipopigmentasi. Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-2 cm dan dapat tersebar secara simetris.Lesi pada umumnya didapatkan pada daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama pada daerah dahi, sekitar mata dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang lain seperti pada leher, bahu, ekstremitas atas sertapada ekstremitas bawah.Secara klinis, pitiriasis alba bisa dibagi menjadi dua, yaitu :1.Bentuk lokal.Bentuk yang sering ditemukan dan sering pada anak. Umumnya lesi didapatkan pada daerah wajah.Bentuk ini memberikan respon yang baik dengan pengobatan.2.Bentuk umum.-Jarang ditemukan dan sering pada usia remaja-Secara klinis bisa dibagi menjadi 2 varian, yaitu :Idiopatik : ditandai oleh lesinonsquamousyang simetris berbatas tegas dan berwarna putih di mana cenderung untuk merusak permukaan kulit pada daerah tungkai dan lengan secara ekstensif. Varian ini memberikan respon yang jelek dengan pengobatan.Dengan riwayat dermatitis atopik : varian ini juga dikenali sebagaiextensive pityriasis albayang ditandai dengan rasa gatal pada daerah lesi dan sering didapatkan pada daerahantecubital,poplitealdan bisa mengenai seluruh badan. Varian ini memberikan respon yang baik dengan pengobatan kortikosteroid.2.16 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah :Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan pitiriasis versikolor, tinea fasialis atau tinea korporisPemeriksaan histopatologi dari biopsi kulitPemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit tidak banyak membantu karena tidak patognomonik untuk menegakkan diagnosis.Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan : adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis dan parakeratosis setempat, pigmentasi melanin yang irreguler pada lapisan basal kulit. Kadang ditemukan pula kelenjar sebum yang atrofi.Pemeriksaan mikroskop elektronTerlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom.2.17 DiagnosisDiagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan berdasarkananamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun.Pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi berbentuk bulat, oval atau plakat tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai dengan warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara - 2 cm.Dengan distribusi lesi pada wajah yaitu paling banyak di sekitar mulut, dagu dan pipi.Pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis pitiriasis alba, seperti pemeriksaan potassium hidroksida (KOH), pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit, pemeriksaan lampu wood,dan mikroskop elektron. Pada pemeriksaan potassium hidroksida (KOH) tidak didapatkan hifa dan spora yang merupakan indikasi dari penyakit akibat jamur. Pada pemeriksaan histopatologis hanya dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom.2.18 Diagnosis BandingPitiriasis alba merupakan penyakit kulit yang bisa didiagnosis dengan gambaran klinis dan jarang memerlukan konfirmasi tes laboratorium.Walaupun demikian, pitiriasis alba dapat didiagnosis banding dengan:1.Pitiriasis versikolorPitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada stratum korneum yang disebabkan oleh jamurmalassezia furfur.12,13

Gambar 13. Tampak makula hipopigmentasi pada daerah punggung.*Makula secara tipikal sering terjadi pada punggung bagian atas dan dada tetapi juga dapat terjadi pada lengan atas, leher dan wajah.13,14.Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya fluoresensi berwarna kuning keemasan pada daerah yang berskuama.3Pemeriksaan KOH dari skuama penderita ini mengandung hifa dan bentuk jamur darimalassezia furfur.7,102.VitiligoVitiligo adalah gangguan autoimun progresif dapatan dengan gambaran klinis makula berwarna putih,7,12. Penyakit ini memiliki lokasi lesi pada tempat-tempat yang tidak biasa pada pitiriasis alba.3Wajah adalah lokasi yang sangat umum untuk vitiligo tetapi distribusinya biasanya paling sering di sekitar mata atau mulut.7,10,11,12Pada pemeriksaan lampu wood dan histopatologis didapatkan kehilangan pigmen kulit yang menyeluruh dimana tidak didapatkan pada pitiriasis alba.3,73.PsoriasisPsoriasis ialah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya disertai fenomena tetesan lilin,auspitz dan kobner.

Gambar 14. Tampak daerah berskuama dengan papul di daerah punggung.4.Depigmentasi postinflamasi,yang didiagnosis dengan riwayat klinis dari lesi inflamasi pada tempat yang hipokromik.2.19 PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan infeksi, mengembalikan barier stratum korneum dengan menggunakan emolient danpenggunaanbahan antipruritusuntukmengurangi kerusakan pada kulitdan mengontrolfaktor faktoreksaserbasi.1Dengan penggunaanhidrokortison dan krim emolien dapat mengurangi eritema, skuama dan gatal.Antibiotik juga dapat diberikan untuk mengatasi infeksi olehstaphylococcus aureusseperti cephalexin, cefadroxil, dan dicloxacillin.2.20 PrognosisPitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang terjadi tidak permanen dan biasanya sembuh spontan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Durasi gejala berbeda pada setiap individu. Pengobatan dapat mempersingkat durasi lesi sampai beberapa minggu.

BAB III LAPORAN KASUS

I. Identitas PenderitaNama: Ny. SUmur: 46 th Jenis Kelamin: PerempuanAlamat: Jalur, Banyuasin Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaSuku: II. Anamnesis Keluhan Utama : Bercak putih di kedua punggung tangan Riwayat Penyakit Sekarang :Timbul bercak berwarna putih susu di siku tangan pasien 1 tahun yang lalu. Bercak awalnya berukuran kecil namun semakin lebar dan jumlahnya bertambah. Bercak tidak terasa sakit dan kadang disertai rasa gatal. Pasien tidak demam dan tidak mengeluhkan gejala sistemik lain. Pasien pernah mengalami kulit yang mengelupas karena mencuci pakaian dengan detergen. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien tidak pernah menderita penyakit dengan gejala yang sama. Riwayat Pengobatan : pasien belum pernah menggunakan obat untuk penyakit ini. Riwayat Alergi : disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal oleh pasien.

III. Pemeriksaan Fisik Status generalis Kesadaran: kompos mentis Keadaan umum: baik Kepala/Leher: dalam batas normal Thoraks: dalam batas normal Abdomen: dalam batas normal Ekstremitas: makula berwarna putih di kedua siku Genitalia: dalam batas normal

Status lokalis:Regio dorsum manus sinistraEfloresensi: makula berwarna putih dengan ukuran sekitar 1,5-3 cm x 0,9-1,4cm, multipel, batas jelas tersebar diskret. IV. Pemeriksaan PenunjangHb, T4 dan TSHV. ResumePasien perempuan berusia 46 tahun. Muncul bercak putih sejak 1 tahun yang lalu di kedua siku tangan. Riwayat kulit mengelupas 1,5 tahun yang lalu di lokasi yang sama. VI. DiagnosisVitiligoVII. Diagnosis Banding Ptiriasis alba VIII. Penatalaksanaan Penerangan kepada penderita tentang penyakitnya Triamcinolone acetonide 0,1% Psoralen topikal Tabir surya Cover markIX. PrognosisBaik.

BAB IVANALISA KASUS

Vitiligo adalah gangguan depigmentasi idiopatik didapat yang ditandai dengan gambaran macula putih tidak bersisik,hasil dari hancurnya melanosit kulit secara selektif5,6..Pada kasus ini pasien Ny. berusia tahun, dengan keluhan adanya bercak putih di punggung telapak tangan kanan dan kirinya dan muncul di area siku pasien. Diagnosis vitiligo pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dan status dermatologikus.Anamnesis

Teori10,11Kasus

Bercak hipopigmentasi Semua usia Faktor genetik Lebih sering pada orang yang berkulit agak gelap Tidak berskuama Pada area muka, punggung tangan, siku, lutut dan axilla

bercak putih tahun Riwayat dalam keluarga disangkal Kulit sawo matang Tanpa skuama Punggung tangan dan siku

Pada anamnesis pasien ini didapatkan adanya makula hipopigmentasi tak berskuama dan terdapat di area predileksi vitiligo yaitu di dorsum manus dan cubitus

Status Dermatologis

Teori11Kasus

Tempat predileksi: muka, siku, axilla, genu, punggung tangan dan area volar

Makula-patch hipopigmentasi tanpa skuama

Regio dorsum manus sinistramakula berwarna putih dengan ukuran sekitar 1,5-3 cm x 0,9-1,4cm, multipel, batas jelas tersebar diskret.

Kebutuhan untuk dilakukannya pemeriksaan tambahan sangat bergantung pada kondisi masing-masing pasien berdasarkan riwayat perjalanan penyakitnya, penyakit penyerta, dan komplikasi yang mungkin berkaitan.

Pengobatan

Teori11Kasus

Umum Edukasi tentang penyakit pada pasien

Khusus Fototerapi lokal Fototerapi sistemik Kortikosteroid topikal Depigmentasi Pembedahan

Umum- menyarankan pasiem memakai tabir surya

Khusus Triamsinolon asetonik 0,1% Tabir surya Cover mark

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 296-298.2. Hidayat D. 1997. Vitiligo. Cermin Dunia Kedokteran. 117: 33-35. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Hidayat%2BJ.%2BVitiligo%252C%2Btinjauan%2Bkepustakaan.%2BDalam%2BCermin%2Bdunia%2Bkedokteran&source=web&cd=1&ved=0CBgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.kalbe.co.id%2Ffiles%2Fcdk%2Ffiles%2F11Vitiligo117.pdf%2F11Vitiligo117.pdf&ei=PNCqTtHiI5HirAeKyZDmDA&usg=AFQjCNG8ZD_6X0lotzoP72Ztn85py_efgA&cad=rja3. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341.4. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 1998. Textbook of Dermatology. 6th ed. Blackwell Science: Malden. 1802-1805.5. Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3rd ed. Churchill Livingstone: London. 70.6. Boissy RE, Manga P. 2004. Review On the Etiology of Contact/Occupational Vitiligo. Pigment Cell Res. 17: 208214.7. Moretti S. 2003. Vitiligo. Orphanet Encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf.8. Shimizu H. 2007. Shimizu's Textbook of Dermatology. Hokkaido University Press: Japan. 9.9. James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elsevier: Philadelpia. 860-862.10. Coskun B, Saral Y, Turgut D. 2005. Topical 0.05% clobetasol propionate versus 1%pimecrolimus ointment in vitiligo.Eur J Dermatol. 15 (2): 88-91.11. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2008. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed. Mc Graw Hill:New York. 616-622.12. Majid I. 2010. Vitiligo Management : an Update. BJMP. 3(3): a332.

1