I. Tujuan Praktikum1. Mampu melakukan formulasi sediaan tetes
mata Tetrasiklin HCl steril dengan baik.2. Mampu melakukan teknik
pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl secara steril dan
aseptis.3. Mampu melakukan evaluasi sediaan tetes mata Tetrasiklin
HCl steril.
II. Tinjauan Pustaka1. Definisi tetes mataTetes mata (Guttae
Ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau
suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput
lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Sediaan ini
ditujukan untuk obat dalam atau obat luar, diteteskan menggunakan
penetes yang tetesannya setara dengan penetes baku dalam Farmakope
Indonesia(1).Sediaan tetes mata yang baik memiliki syarat sebagai
berikut: a. Sterilb. Jernih, bebas partikel asing dan serat
halus.c. Sedapat mungkin isotonis, sama dengan 0,9% b/v NaCl.
Rentang yang diterima yaitu 0.7-1.4% b/v atau 0.7-1.5% b/v.d.
Sedapat mungkin isohidris, sama dengan pH air mata yaitu
7.4.Keuntungan sediaan tetes mata, antara lain lebih stabil dari
pada salep (meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak
diabsorpsi lebih baik dari larutan) dan tidak menganggu penglihatan
ketika digunakan. Sedangkan kerugian dari sediaan tetes mata,
antara lain waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan
permukaan yang terabsorsi yang mempengaruhi bioavailabilitas obat
mata.Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam
pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan
formulasi sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, agen
pengisotonis, buffer/dapar, agen peningkat viskositas, dan
pengemasan yang sesuai (2).2. Formula umum dalam sediaan tetes
mataSediaan tetes mata umumnya terdiri dari(2):a. ZataktifSebagian
besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes mata bersifat
basa lemah, asam lemah, larut air atau dipilih bentuk garamnya yang
larut air. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam
hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktifyang
berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium Sifat-sifat
fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk
formula larutan tetes mata, antara lain:1) Kelarutan 2)
Stabilitas3) pH stabilitas dan kapasitas dapar4) Kompatibilitas
dengan bahan lain dalam formula.
b. Bahan pembantu, yaitu:1) PengawetPengawet yang dipilih
seharusnya dapat mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme
selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes
mata hendaknya memiliki sifat antara lain bersifat bakteriostatik
dan fungistatik, non iritan terhadap mata, kompatibel terhadap
bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai, tidak memiliki
sifat alergen dan mensensitisasi, serta dapat mempertahankan
aktikvitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.2)
Pengisotonis Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl,
glukosa, gliserol dan dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat
diterima oleh mata yaitu 0.6-2.0%.3) PendaparSyarat pendapar pada
sediaan tetes mata, antara lain dapat menstabilkan pH selama
penyimpanan dan konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara
signifikan dapat mengubah pH air mata. 4) Peningkat
viskositasViskositas untuk larutan tetes mata dianggap optimal jika
nilainya berkisar antara 15-25 cps. Pemilihan bahan peningkat
viskositas didasarkan pada ketahanannya pada saat proses
sterilisasi, kemungkinan dapat disaring, stabilitas, dan
ketidakcampuran dengan bahan lain. Agen peningkat viskositas yang
biasa digunakan dalam sediaan tetes mata, misalnya metilselulosa,
hidroksipropilmetil-selulosa dan polivinil alcohol. 5) Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh
udara. Oleh karena itu, dibutuhkan antioksidan sehingga oksidasi
zat aktif dapat dicegah. Antioksidan yang sering digunakan adalah
Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0.3%.6)
SurfaktanPemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi
berbagai aspek, antara lain:a) Sebagai antimikroba (surfaktan
golongan kationik).b) Menurunkan tegangan permukaan antara obat
tetes mata dan kornea sehingga meningkatkan efek terapeutik zat
aktif.c) Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan
cairanlakrimal dan meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan
konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.d)
Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan
dan merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat
diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.
3. Metode sterilisasi Sterilisasi adalah penghancuran atau
pemusnahan terhadap semua mikroorganisme. Pada prinsipnya,
sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, secara mekanik,
fisik dan kimiawi.a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi)
menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron
atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut.
Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal
nya larutan enzim dan antibiotik.b. Sterilisasi secara fisik dapat
dilakukan dengan pemanasan, penyinaran, dan pemanasan.1) Pemijaran
(dengan api langsung), yaitu membakar alat pada api secara
langsung. Contoh alat: jarum inokulum, pinset, batang L, dll.2)
Panas kering, yaitu sterilisasi dengan oven pada suhu 60-1800oC.
Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca
misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.3) Uap air panas, konsep ini
mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.4) Uap air
panas bertekanan, contohnya menggunakan autoklaf.c. Sterilisasi
secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan, antara
lain alkohol.d. Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi,
dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu
yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai
hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih
dari enam bulan pada suhu ruang(2).
4. Klasifikasi ruangan kerja Klasifikasi area kerja berdasarkan
CPOB dibagi menjadi white area (area kelas A,B,C dibawah LAF), Grey
Area (Area kelas D), Black Area (Kelas E) dan yang terakhir
Unclassified Area. Pembuatan sediaan steril tetes mata ini
dilakukan dalam area kerja yang berdasarkan CPOB diklasifikasikan
menjadi beberapa area, yaitu:a. Ruang kelas A Area yang
terlokalisasi untuk aktivitas yang memiliki risiko tinggi, seperti
area pengisian produk, area tempat tindakan aseptik dilakukan
(pengujian sterilitas produk jadi) atau area yang berada di dalam
LAF dengan kecepatan aliran yang homogen antara 0,36-0,54 m/s
(nilai acuan) pada titik sekeliling kerja.b. Ruang kelas B Area
yang melingkupi ruang besih kelas A terutama untuk proses produksi
dengan sistem preparasi dan pengisian larutan produk secara
aseptis. Namun jika digunakan metode sterilisasi akhir (terminally
sterilized product) maka ruangan ini tidak perlu dikualifikasi.c.
Ruang kelas CArea bersih untuk melakukan kegiatan dengan tingkat
kekritisan yang lebih rendah di dalam suatu proses pembuatan produk
steril.d. Ruang kelas D Area bersih untuk melakukan kegiatan dengan
tingkat kekritisan yang lebih rendah di dalam suatu proses
pembuatan produk steril. Meliputi:1) Area penimbangan bahan baku
beserta ruang-ruang antaranya.2) Area preparasi larutan beserta
ruang-ruang antaranya.3) Area yang melingkupi mesin pengisian
larutan beserta ruang-ruang antaranya.4) Beberapa ruang antara luar
di area yang melingkupi LAF untuk pengujian sterilitas produk dan
pengujian batas mikroba sampel(3).
III. Identitas Zat Aktif1. Nama zat aktif: Tetrasiklin HCl2.
Sinonim:
(4S,4aS,5aS,6S,12aS)-4-(Dimethylamino)-3,6,10,12,12a-pentahydroxy-6-methyl-1,11-dioxo-1,4,4a,5,5a,6,11,12a-octahydrotetracene-2-carboxamide
hydrochloride.3. Rumus molekul dan BM: C22H24N2O8.HCl / 480.9
gr/mol.4. Struktur molekul:
5. Pemerian: Serbuk kuning, tak berbau, higroskopis , kristal ,
amfoteryang berwarna gelap di udara lembab pada paparan sinar
matahari yang kuat.6. Kelarutan: Larut 1 bagian dalam 10 bagian air
dan 1 bagian dalam 100 bagian alkohol; praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter; larut dalam metanol dan dalam larutan air
hidroksida alkali dan karbonat.7. pKa: 3.3, 7.7, 9.7 (25oC).8. Log
(P Oktanol/pH 7.4): 1.49. Stabilitas: Stabil. Tidak kompatibel
dengan agen pengoksidasi kuat.10. Penyimpanan: Suhu -15o hingga
-25oC, pada wadah yang sangat sedikit mengandung air dan
dihindarkan dari cahaya.
IV. Data Farmakodinamik1. IndikasiTetrasiklin merupakan
antibiotik spektrum luas yang digunakan sebagai obat pilihan untuk
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif, gram negatif,
aerob, anaerob, spiroket, mikroplasma, riketsia, klamidia,
legionela, dan protozoa tertentu.2. Mekanisme aksiTetrasiklin
bekerja menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan
dengan sub unit ribosom 30S dan 50S3. Efek sampingEfek samping yang
paling sering muncul pada penggunaan tetrasiklin adalah mual,
muntah, dan diare khususnya pada pemberian dosis tinggi. Disfungsi
ginjal juga dilaporkan pernah terjadi akibat penggunaan tetrasiklin
pada pasien dengan gangguan renal. Tetrasiklin juga dapat merubah
warna gigi, kuku, abnormalitas pigmen kulit, konjungtiva, mukosa
mulut, lidah serta menyebabkan hipoplasia enamel. Hipertensi
intrakranial berupa sakit kepala, pusing, tinnitus, gangguan
penglihatan, dan papilloedema juga pernah dilaporkan akibat
penggunaan tetrasiklin.
4. Kontra indikasiTetrasiklin kontra indikasi pada pasien yang
memiliki hipersensitivitas dan fotosensitivitas terhadap antibiotik
golongan ini. Tetrasiklin sebaiknya tidak digunakan selama masa
kehamilan karena dapat menyebabkan resiko hepatotoksitas bagi ibu
dan juga janin. Ibu menyusui serta anak-anak