Top Banner
AUTIS Kamis, 17 April 2014 askep Presbikusis dan Tuli Toksik BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga merupakan salah satu alat indera dalam tubuh seseorang. Telinga mempunyai bagian-bagian yang sensitive di dalamnya, bagian dari telinga juga rentan akan mengalami kerusakan oleh berbagai faktor. Salah satu fungsi utama dari telinga adalah untuk mendengar, mendengar adalah hal yang penting dalam melakukan komunikasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium, berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berspon pada gerakan kepala. Ada banyak jenis gangguan telinga pada manusia, salah satunya adalah tuli toksik dan presbikusis. Tuli toksik (Ototoksisitas) adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organvestibuler yang berfungsi mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengarandari labirin ke otak yang disebabkan oleh zat-zat kimia atau toxin (obat-obatan). Sedangkan Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan, disebabkan proses degenarasi di telinga dalam (Mansjoer, dkk. 2009). Makalah ini menjelaskan tentang konsep teori tentang tuli toksik dan presbiakusis serta asuhan keperawatan pada pasien dengan tuli toksik dan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan presbiakusis. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 bagaimana konsep penyakit dari tuli toksik dan presbiakusis? 1.2.2 bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tuli toksik dan presbiakusis?
52

tetes mata

Apr 22, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tetes mata

AUTIS Kamis, 17 April 2014askep Presbikusis dan Tuli Toksik

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar BelakangTelinga merupakan salah satu alat indera dalam tubuh

seseorang. Telinga mempunyai bagian-bagian yang sensitive didalamnya, bagian dari telinga juga rentan akan mengalamikerusakan oleh berbagai faktor. Salah satu fungsi utama daritelinga adalah untuk mendengar, mendengar adalah hal yang pentingdalam melakukan komunikasi maupun dalam kehidupan sehari-hari.Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium, berisireseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke dalamimpuls-impuls saraf dan reseptor yang berspon pada gerakankepala.

Ada banyak jenis gangguan telinga pada manusia, salahsatunya adalah tuli toksik dan presbikusis. Tuli toksik(Ototoksisitas) adalah kerusakan koklea atau saraf pendengarandan organvestibuler yang berfungsi mengirimkan informasikeseimbangan dan pendengarandari labirin ke otak yang disebabkanoleh zat-zat kimia atau toxin (obat-obatan). SedangkanPresbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi,terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan, disebabkanproses degenarasi di telinga dalam (Mansjoer, dkk. 2009).

Makalah ini menjelaskan tentang konsep teori tentang tulitoksik dan presbiakusis serta asuhan keperawatan pada pasiendengan tuli toksik dan dan asuhan keperawatan pada pasien denganpresbiakusis.

1.2    Rumusan Masalah1.2.1        bagaimana konsep penyakit dari tuli toksik dan presbiakusis?1.2.2        bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tuli

toksik dan presbiakusis?

Page 2: tetes mata

1.3    Tujuan1.3.1        mengetahui konsep penyakit dari tuli toksik dan

presbiakusis;1.3.2        mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tuli

toksik dan presbiakusis

1.4    Implikasi Keperawatan1.4.1        Perawat sebagai edukator

Perawat memberikan informasi kepada pasien dan keluargamengenai penyakit tuli toksik dan presbiakusis dengan bahasa yangmudah dipahami.

1.4.2        Perawat sebagai konselora.    Perawat memberikan konseling mengenai prosedur dalam menjalaniperawatan tuli toksik dan presbiakusis.

b.    Perawat memberikan konseling kepada keluarganya mengenai perankeluarga dalam menghadapi pasien.

c.    Perawat membantu pasien dalam memecahkan masalah denganmemberikan pilihan-pilihan yang terbaik guna mendapatkanpelayanan dan penatalaksanaan untuk pasien tuli toksik danpresbiakusis

1.4.3        Perawat sebagai advokasia.    Perawat melindungi hak-hak pasien tuli toksik danpresbiakusis, dalam mendapatkan pelayanan dan penatalaksanaanyang sesuai.

b.    Perawat memberikan saran - saran kepada pasien dan keluarganyajika pasien dihadapkan pada suatu permasalahan, dengan membantumenyelesaikannya dan tidak lupa menjelaskan tentang baik buruknyadari setiap pilihan.

1.4.4        Perawat sebagai care giverPerawat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien

yang menderita penyakit tuli toksik dan presbiakusis, danmemberikan pelayanan yang tepat saat pasien dirawat.

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1  Review Anatomi Fisiologi Telinga

Page 3: tetes mata

Bagian utama telinga dalam terdiri dari dua yaitu koklea

(rumah siput), merupakan dua setengah lingkaran yang berfungsi

sebagai organ pendengaran dan vestibulum yang terdiri dari tiga

buah kanalis semirkularis. Pada irisan melintang koklea tampak

skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan

skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam

yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala

vestibuli disebut membran vestibuli sedangkan dasar skala media

adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada

skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria dan pada membran basal melekat sel-sel rambut

yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis

corti yang menbentuk organ corti.

Page 4: tetes mata

Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya

energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang

dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

mengetarkan membran timpani diteruskan ke telinga. Tengah melalui

rangkaian tulang pendengaran yang mengamplikasikan getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan

luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplikasi ini diteruskan ke stapes

yang akan mengerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada

skala vestibuli bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membran

reissner yang mendorong endolimfa, sehingga menimbulkan gerak

relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini

Page 5: tetes mata

merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka

dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga

melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu

dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran

(area 39-40) di lobus temporalis.

Page 6: tetes mata

2.2  Tinjauan Teori Tuli Toksik

2.2.1        Pengertian

Tuli toksik (Ototoksisitas) adalah kerusakan koklea atau

saraf pendengaran dan organvestibuler yang berfungsi mengirimkan

informasi keseimbangan dan pendengarandari labirin ke otak yang

disebabkan oleh zat-zat kimia atau toxin (obat-obatan). Ototoksik

adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi

karenaefek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang

terjadi pada pendengaran biasanya bermanifestasi menjadi tuli

sensoryneural. Yang dapat bersifat reversibel dan bersifat

sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen.

2.2.2        Epidemiologi

Beberapa peneliti melaporkan toksisitas auditori mencapai

41%, sedangkan peneliti yang lain melaporkan angka yang jauh

lebih rendah yaitu 7%. Data yang terkumpul dari penelitan meta-

analisa memperlihatkan sekitar 5% insiden toksisitas auditori

karena konsumsi aminoglikosida dengan dosis ganda perhari.

Page 7: tetes mata

Toksisitas vestibuler telah dilaporkan berada pada kisaran 0-7%

pada pasien yang mendapatkan aminoglikosida.

2.2.3        Etiologi

Ototoksisitas disebabkan oleh obat atau zat kimia yang

merusak telinga bagian dalam atau saraf vestibulocochlear, yang

mengirim info keseimbangan dan pendengaran dari telinga bagian

dalam ke otak. Otoksisitas dapat menyebab gangguan pendengaran,

keseimbangan, atau keduanya baik untuk sementara waktu atau

permanen. Banyak zat kimia yang berpotensi bersifat ototoksik,

baik itu berupa obat atau zat kimia yang ada di lingkungan kita.

Obat apapun yang berpotensi menyebabkan reaksi toksik terhadap

struktur dalam telinga, yang mencakup koklea, vestibulum, kanalis

semisirkularis, dan otolit, dianggap sebagai obat ototoksik.

Sudah sering terdengar bahwa hampir semua obat mempunyai

efek samping. Salahsatunya adalah obat-obatan yang menimbulkan

gangguan pada pendengaran yang merupakanefek samping obat yang

serius dan sering terjadi. Dengan makin banyak obat-obatan

patenyang beredar di pasaran, kemungkinan daftar obat-obatan yang

mempunyai efek samping pada telinga juga makin bertambah. Dari

abad ke- 19 hingga kini telah banyak diketahuiobat-obatan yang

menimbulkan gangguan pada telinga diantaranya yaitu:

A.    Golongan Aminoglikosida

Sejak diperkenalkan pada tahun 1944, banyak sediaan

aminoglikosida menjadimudah didapatkan seperti, streptomisin,

dihidrostreptomisin, kanamisin, gentamisin, neomisin, tobramisin,

Page 8: tetes mata

netilmisin, dan amikasin. Aminogikosida bersifat bakterisidyang

berikatan dengan Ribosom 30S dan menghambat sistesis protein

bakteri. Aminogikosida hanya efektif pada basil gram negatif

aerobik dan stafilokokus. Neomisin dan kanamisin memiliki

spektrum antibakteri yang terbatas serta lebihtoksik dari pada

aminoglikosida lainnya. Aminoglikosida memiliki efek toksik

terhadap koklea dan vestibuler yang bervariasi. Streptomisin dan

gentamisin terutama bersifat vestibulotoksik, sedangkan amikasin,

neomisin, dihidrostreptomisin, dan kanamisin bersifat

kokleotoksik. Tobramisin berefek sama pada fungsi vestibuler

maupun auditorik.

Efek ototoksik pada netilmisin sedikit diketahui karena

penggunaannya yang sudah jarang juga karena memiliki potensi efek

ototoksik yang rendah. Toksisitas aminoglikosida tertutama pada

ginjal dan sistem kokleovestibuler walaupun tidak ditemukan

hubungan yang jelas antara derajat nefrotoksik danototoksik.

Toksisitas koklear yang menyebabkan gangguan pendengaran biasanya

dimulai pada frekuensi tinggi dan efek sekundernya menyebabkan

dekstruksiireversibel sel rambut luar organ Corti, terutama pada

lengkungan basal koklea.Insidensi efek ototoksik aminoglikosida

sekitar 10%.

Aminoglikosida dieksresi di ginjal, oleh karena itu pada

pasien dengan gangguan ginjal bilateral,kandungan serum

aminoglikosida akan meningkat sehingga akan meningkatkan resiko

ototoksik. Aminoglikosida membutuhkan waktu lebih lama

dibersihkan dari perilimfe daripada dari serum. Umumnya efek

Page 9: tetes mata

ototoksik merupakan bukti adanyakehilangan sel rambut, yang

dimulai pada lengkung basal koklea dan kemudian berjalan ke

apeks. Deretan dalam dari sel rambut bagian luar terkena terlebih

dahulu,diikuti oleh kerusakan dua deretan terluar. Untuk alasan

yang belum diketahui, selrambut bagian dalam dilindungi ketika

tedadi efek ototoksik dengan kerusakan totalorgan Corti.

Kerusakan akut sistem auditorik sering tejadi pada

aminoglikosida, tetapi ditutupi oleh keluhan tinnitus. Gangguan

pendengaran biasanya terjadi pada frekuensitinggi tetapi dapat

terjadi pada frekuensi rendah. Manusia dapat mendengar

frekuensilebih dari 16.000 Hz, tapi audiometer hanya bisa

mendeteksifrekuensi dibawah 8.000Hz. Karena pasien tidak bisa

mengenali kehilangan pendengaran sampai merekakehilangan 20 dB,

atau sekitar 3.000 – 4.000 Hz, akan sangat sulit

mengetahuiseorang pasien mengalami efek ototoksik atau tidak.

Efek ototoksik akan tampak 2 – 3 minggu setelah obat-obat

tersebut berhenti digunakan secara permanen. Adapun obat-obat

golongan Aminoglikosida yaitu :

1.      Streptomisin

Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang

mengandung 1 atau 5 gr dengan dosis 20 mg/kgBB secara IM,

maksimum 1gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi

diturunkan menajadi 2-3kali seminggu. Dosis ini harus dikurangi

untuk penderita usia lanjut, anak-anak, orang dewasa badannya

kecil dan gangguan fungsi ginjal serta memperhatikan cara

Page 10: tetes mata

pemberiandan cara penyuntikan tergantung dari jenis dan lokasi

infeksi.

Obat ini utamanya berefek vestibulotoksik sehingga

menyebabkan vertigo sebelum tedadinya tinnitus dan gangguan

pendengaran. Efek ototoksik dan efrotoksik terjadi bila diberikan

dalam dosis besar dan lama. Penggunan 1gram perhari obat ini

selama 10 hari tidak menyebabkan sindrom vestibular. Penggunaan 2

gram perhari selama 14 hari dilaporkan menyebabkan

sindromvestibules pada 60 – 70 % pasien atau pada pasien yang

mendapatkan dosis total 10-12 gr dapat mengalami hal diatas.

Hingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan audiometri basal

dan berkala pada meraka yangmendapatkan obat ini.

Ototoksik sangat tinggi terjadi pada kelompok usia 65 tahun

dan pada oranghamil tidak boleh melebihi dosis total 20 gram

dalam 5 bulan terakhir kehamilanuntuk mencegah ketulian pada bayi

(tuli congenital). Temuan histologik efek ototoksik streptomisin

adalah sebagai berikut :

a)      Kehilangan sel rambut bagian luar secara terpencar di lengkung

basal ataskoklea

b)      Kerusakan berat pada epitel sensoris Krista semua saluran

c)      Stereosilia di dalam ampula saluran mengalami pembengkakan

dandiameternya menjadi dua kali lebih besar

2.      Dihidrostreptomisin

Dihidrostreptomisin dapat menyebabkan gangguan pendengaran

yang beratdan tidak menentu bahkan sampai setelah 2 bulan setelah

Page 11: tetes mata

dihentikan. Ketulian tidak bisa, diramalkan serta tidak

bergantung pada dosis obat yang diberikan. Karena efek

ototoksiknya yang besar serta kegunaannya yang tidak lebih bagus

daripada streptomisin, obat ini telah ditarik dari peredaran di

Amerika Serikat.

3.      Neomisin

Neomisin tersedia untuk penggunaan topikal dan oral,

penggunaannya secara parenteral tidak lagi dibenarkan karena

toksisitasnya. Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/gr untuk

digunakan 2-3 kali sehari. Untuk oral tersedia tablet250 mg.

Dosis oral neomisin dapat mencapai 408gr sehari. Penyerapan

neomisin tidak terlalu bagus bila diberikan secara oral maupun

topikal. Walaupun demikian obat ini tetap diberikan secara tetes

telinga karena efek ototoksik yang rendah. Tetapi penggunaan

berulang pada jaringan yang meradang dapat menyebabkan tuli yang

irreversibel. Dosis parenteral 5 - 8gram neomisin lebih dari 4 -

6 hari dapat menyebabkan tinnitus dan tuli ireversibel.

Gangguan pendengaran dihubungkan dengan nilai diskriminasi

percakapan rendah. Neomisin, streptomisin dan kanamisin

dibersihkan lebih lambat dari perilimfe dari bagian tubuh

lainnya, menyebabkan efek ototoksik yang tertunda dan terjadi 1-2

minggu setelah obat dihentikan. Penemuan histologik pada efek

ototoksik neomisin AMA:

a.       Kerusakan sel rambut bagian luar dan bagian dalam

b.      Kerusakan parsial sel pilar

Page 12: tetes mata

c.       Atropi parsial stria vaskularis

d.      Kehilangan sedikit sel Deiter dan sel Hensen

e.       Makula dan Krista biasanya normal

4.      Gentamisin

Gentamisin buruk absorpsinya melalui oral dan harus diberi

secara parateraluntuk penggunaan sistemik. Ketika diberi melalui

IM, kadar puncak tercapai pada 0.5 – 1 jam. Eliminasi pada serum

kira-kira 2 jam pada pasien dengan fungsiginjal normal.

Konsentrasi puncak gentamisin tercapai pada akhir infus selama 2

jam dengan dosis 1 mg/ Kg pada pasien dengan kadar rata-rata

4,5µg/mL ( antar 0,5 – 8 µg/mL). Konsentrasi aminglikosid pada

serum harus dimonitor untuk memastikan kadar yang adekuat dan

untuk menghindari efek toksik. Harus dihindari kadar diatas 12

µg/mL untuk menurukan resiko gagal ginjal danterjadinya

toksisitas nervus kranial. Sedangkan pada pemberian secara IM,

kadar diatas 10 – 12 µg/mL dianggap menimbulkan efek toksik.

Gentamisin, seperti juga streptomisin lebih mengenai

vestibuler dari pada auditorik. Kadar efektif untuk infeksi

sedang dan berat adalah 6-8ug/ml, untuk infeksi gawat 8-10 ug/m

dan kadar toksik potensial lebih dari10-12 ug/ml. Dosisnya

disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal, lanjut usia,

kegemukkan, sepsis, gagal jantung, luka bakar, dialisis dan

neonatus. Pada sebuah penelitian diketahui bahwa gentamisin

menyebabkan efek ototoksik sebesar 10 -15 %.

Page 13: tetes mata

5.      Kanamisin

Untuk suntikan tersedia larutan dan bubuk kering. Larutan

dalam vialekuivalen dengan basa kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 gr/ 3

ml untuk orang dewasaserta 75 mg/2 ml untuk anak. Untuk pemberian

oral kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50 mg/ml. Dosis oral untuk

anak adalah 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 kali pemberian, untuk

orang dewasa dapat mencapai 8 gr sehari. Dosis awal pada dewasa

dan anak dengan dehidrasi 5-7,5 mg/kgBB, normal 7,5 mg/kgBB dan

neonatus 10mg/kgBB. Kadar efektif dalam serum untuk infeksi

sedang berat 20-25 ug/ml, infeksi berat 25-30 mg/ml dan kadar

dalam plasma yang berpotensi menimbulkan toksik lebih dari 32

ug/ml.

Pada pasien yang fungsi ginjalnya normal, 15mg/kg/hari

kanamisin akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Efek

ototoksik kanamisin tidak seberat neomisin, tetapi seperti halnya

neomisin, efeknya terutama pada koklea. Kanamisin menyebabkan

gangguan pendengaran sensorineural. Diantara obat-obat

aminoglikosida, kanamisin paling sering menyebabkan kerusakan

koklea unilateral. Penemuan histologik efek ototoksik kanamisin

adalah :

a.       Kerusakan sel-sel rambut bagian dalam dan luar

b.      Sering tidak menyebabkan perubahan sel penyokong

c.       Krista saluran semisirkuler normal, oleh karena itu

degenerasi neuraltidak signifikan

2.      Antibiotik lainnya

Page 14: tetes mata

1.      Eritromisin

Termasuk ke dalam golongan makrolid yang bekerja menghambat

sintesis protein kuman dengan dan bersifat bakteriostatik atau

bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadarnya. Obat ini

tersedia dalam kapsul/tablet250 mgdan 500 mg dengan dosis dewasa

1-2 gr/hari dibagi dalam 4 dosis dapat ditingkatkan 2 kali lipat

pada infeksi berat, anak-anak dengan dosis 30-50mg/kgBB sehari

dibagi dalam 4 dosis. Kadar puncak dalam darah 0,3-1,9ug/ml yang

mana ini dapat dicapai dengan dosis oral 500 mg dalam waktu 4

jam. Dosis lebih dari 4 gram/hari meningkatkan efek ototoksik,

gejalanya umurnnya terlihatdalam 4 hari dan biasanya gangguan

pendengaran dapat pulih setelah pengobatan dihentikan.

Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga tengah

adalah kurang pendengaran subjektif, tinnitus yang meniup dan

kadang-kadang vertigo. Tuli sensorineural pernah dilaporkan

terjadi pada anak-anak maupun dewasa, terjadi tuli sensorineural

nada tinggi dan tinnitus setelah pemberian intraverna dosistinggi

atau secara oral. Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih

setelah obat dihentikan.

2.      Vankomisin

Beberapa gejala yang sering muncul pada ototoksik pada umumnya

adalahtinitus dimana ini terjadi pada pasien dengan konsentrasi

serum vankomisin yangtinggi pada gagal ginjal atau pada pasien

yang mendapatkan terapi aminoglikosidasecara bersamaan, digunakan

dalam waktu yang lama, dan dalam dosisyang besar.

Page 15: tetes mata

3.      Diuretik

Dua diuretik penyebab utama efek ototoksik adalah furosemid

dan asametakrinat. Dimana kedua obat ini merupakan diuretik yang

efeknya sangat kuatdibandingkan dengan yang lain. Manifestasi

ototoksiknya adalahgangguan pendengaran sensorikneural, tinnitus

dan vertigo. Asam etakrinat dapatmenyebabkan ketulian sementara

maupun menetap dan hal ini merupakan efek samping yang serius.

Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid. Ketulianini

mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit

cairan endolimfe.

Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok

obat ini. Bila karenasuatu hal diperlukan pemberian obat yang

juga bersifat ototoksik, misalnya aminoglikosida, sebaiknya

dipilih diuretik lainnya, misalnya tiazid. Efek ototoksik tampak

pada sistem dari penghambatan sodium- pomsium ATPase koklear,

menyebabkan perubahan komposisi elektrolit endolimfe. Gangguan

pendengaran pada asam etakrinat dan furosemid umumnya sementara

tapidapat juga bersifat permanen. Efek ototoksik bumetanide lebih

rendah dari diuretik lainnya.

Asam etakrinat menyebabkan kerusakan lapisan pertengahan

striavaskuler dansel rambut bagian luar dari organ Corti, lebih

parah pada lengkung basal. Gangguan pendengaran dapat sementara

maupun permanen. Ototoksik berhubungan dengan pemberian cepat

secara IV, kerusakan ginjal, dosis besar, dan penggunaan

denganobat ototoksik lain. Insidensi lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan loopdiuretik. Pemberian secara IV harus

Page 16: tetes mata

diencerkan dengan D5W or NS (1 mg/mL) dandilakukan melalui infus

selama beberapa menit. Efek sementara dapat merupakansekunder

dari efek pada enzim-enzim respirasi (succinate dehidrogenase dan

ATPase)dalam organ Corti dan stria vaskuler. Kandungan Sodium

endolimfe berkurang.Gejala yang timbal berupa tuli,tinnitus dan

vertigo.

4.      Salisilat

Asam salisilat dan derivatnya yang lebih dikenal dengan

sebagai asetosal danaspirin sering dipakai sebagai analgetik,

antiperitik, keratolitik dan antireumatik. Gejala toksik umumnya

berupa asidosis metabolik sedangkan gejala utama

berupasalisilismus, dan beberapa tahun ini ototoksik akibat

salisilat banyak diteliti olehkarena terapi aspirin dosis tinggi

pada arthritis rematoid.

Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensori

neural frekuensitinggi, bilateral dan tinnitus. Tetapi bila

pengobatan dihentikan pendengaranakan pulih dan tinnitus akan

hilang. Keracunan salisilat yang berat dapat menimbulkan

kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan.

Gejalanya adalah nyeri kepala, pusing, tinnitus, gangguan

pendengaran, penglihatankabur, rasa bingung, cemas, rasa kantuk,

banyak keringat, haus, mual dan muntah.

5.      Anti Kanker

Page 17: tetes mata

Cisplatin adalah anti kanker yang paling luas penggunaannya,

namun sayangnya bersifat kokleotoksik dan nefrotoksik. Toksisitas

cisplatin sinergis dengan gentamisindan pada dosis tinggi

cisplatin telah dilaporkan dapat menyebabkan tuli total. Pada

binatang percobaan, ototoksisitas cisplatin berhubungan dengan

peroksidasi lipid.Carpolatin dan cisplatin diklasifikasikan

sebagai agents, keduanya merusak sel-selkanker (dan beberapa

seltubuh yang sehat juga ikut rusak) dengan cara merusak DNAdari

sel tersebut.

Gejala yang ditimbulkan cisplatin sebagai ototoksisitas

adalah tuli subjektif,tinnitus dan otalgia, tetapi dapat juga

disertai dengan gangguan keseimbangan. Tuli biasanya bersifat

bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8

KHz,kemudian pada frekuensi yang lebih rendah. Tinnitus biasanya

samar-samar, bila tuliringan maka akan pulih pada penghentian

pengobatan, tetapi bila tulinya berat biasanya menetap.

6.      Obat Topikal Telinga

Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan

aminoglikosidaseperti neomisin dan polimiksin B, keduanya

memiliki efek neurotoksik dan nefrotoksik. Obat-obatan tersebut

menjadi ototoksik bila diberikan pada pasien dengan perforasi

membran timpani. Terjadinya ketulian oleh karena obat Nomisin dan

polimiksin B terjadi karenaobat tersebut dapat menembus tingkap

bundar. Uji klinik dan uji pada hewanmenyebutkan bahwa

siprofloksasin dan ofloksasin tidak memiliki bukti yangsignifikan

Page 18: tetes mata

menyebabkan ototoksik. Ofloksasin topikal biasanya dikombinasikan

dengan Cortisporin Otic Suspension (COS) dan obat tetes mata

gentamisin. Selrambut utama dapat rusak yang disebabkan oleh COS

dengan kehilangan sekitar 65%.Ofloksasin meskipun diberikan tiga

kali sehari tidak menghasilkan kerusakan koklear yang berarti.

2.2.4        Tanda dan gejala

Gejala dini gangguan pendengaran pada ototoksisitas

aminoglikosida sulit dikenali oleh pasien karena hanya

bermanifestasi pada frekwensi tinggi. Pada keadaan lanjut

mempengaruhi frekwensi percakapan dan ketuliannya akan semakin

berat jika penggunaanobat ini diteruskan. Pada audiogram

ditemukan ciri penurunan yang tajam untuk frekuensitinggi.

Tanda dan gejala untama yaitu adanya Tinitus dan vertigo.

Tinitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural yang

ditandai dengan keluhan pertama yang muncul serta mengganggu jika

dibandingkan dengan tulinya sendiri dimana pada ototoksik tinitus

cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6

KHz serta biasa bilateral. Pada kerusakan yang menetap, tinnitus

lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga tidak pernah hilang,

gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit

memfiksasi pandangan, terutama setelah perubahan posisi, ataksia

(kehilangan koordinasi otot) dan oscillopsia (pandangan kabur

dengan pergerakan kepala) tanpa adanya riwayat vertigo

sebelumnya, menyebabkan kesulitan melihat tanda lalu lintas

Page 19: tetes mata

ketika mengendarai kendaraan atau mengenali wajah orang ketika

berjalan.

2.2.5        Patofisiologi

Mekanisme dari tuli akibat ototoksik masih belum begitu

jelas. Patologinya meliputi hilangnya sel rambut luar yang lebih

apical, yang diikuti oleh sel rambut dalam. Hal ini permulaannya

menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat

berlanjut kefrekuensi rendah. Pasien-pasien tertentu tidak

mengetahui adanya gangguan pendengaran hingga defisit mencapai

deraja tringan sedang ( >30 dB hearing level ) pada frekuensi

percakapan. Kebanyakan poin yang terbukti saat ini adalah

terdapat pengikatan obat dengan glikosaminoglikan stria

vaskularis, yang menyebabkan perubahan strial dan perubahan

sekunder sel-sel rambut. Antibiotik ototoksik menyebabkan

hilangnya pendengaran dengan mengubah proses-proses biokimia yang

penting yang menyebabkan penyimpangan metabolik dari sel rambut

dan bisa menyebabkan kematian sel secara tiba-tiba.

Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah

hilangnya sel-sel rambutyang dimulai dari basal koklea, kerusakan

seluler pada stria vaskularis, limbus spiralis dansel-sel rambut

koklea dan vestibuler. Kerusakan vestibuler juga merupakan efek

yang merugikan dari antibiotik aminoglikosida dan awalnya

menunjukkan nistagmus posisional.Pada keadaan berat, kerusakan

vestibuler dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan osilopsia.

Osilopsia, yang disebabkan oleh kerusakan sistem vestibuler

Page 20: tetes mata

bilateral, adalah ketidakmampuan sistem okuler untuk menjaga

horizon yang stabil.

2.2.6        Komplikasi dan prognosis

Prognosis sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan

lamanya pengobatan,kerentanan pasien, adanya faktor resiko

seperti gagal ginjal akut ataupun kronis dan penggunaan obat

ototoksik yang lain secara bersamaan akan tetapi pada umumnya

prognosistidak begitu baik dan malah makin memburuk.

2.2.7        Pengobatan

Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat

diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi

gangguan pada telinga dalam dapat diketahui secaraaudiometrik,

maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera

dihentikan. Beratringan ketulian yang terjadi tergantung kepada

jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan.Kerentanan pasien

termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat

tersendiri.Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan

rehabilitasi antara lain dengan alatBantu dengar (ABD),

psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakansisa

pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total

dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral

dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

2.2.8        Pencegahan

Page 21: tetes mata

Dalam melakukan pencegahan harus mempertimbangkan penggunaan

obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien monitoring ketat

level obat dalamserum dan fungsi ginjal harus baik sebelum,

selama dan setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur

fungsi audiometri sebelum terapi, memonitor efek samping secara

dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga

dalam yang timbul sepertitinnitus, kurang pendengaran dan

vertigo.

Pada pasien-pasien yang telah mulai menunjukkan gejala

tersebut diatas harus dilakukan evaluasi audiologik dan segera

menghentikan pengobatan dan baiknya antibiotik yang dapat

menyebabkan gangguan pendengaran baiknya tidak diberikan pada

wanita hamil, berusialanjut dan orang-orang yang sebelumnya

pernah menderita ketulian dan sebaiknya dilakukan pemantauan

terhadap kadar obat dalam darah jika memungkinkan baik sebelum

dan selama pengobatan berlangsung.

2.3  Tinjauan Teori Presbikusis

2.3.1        Pengertian

Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi

tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan,

disebabkan proses degenarasi di telinga dalam (Mansjoer, dkk.

2009).

Prebiskusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut

akibat proses degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi

pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif lambat,

Page 22: tetes mata

dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada

kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.

2.3.2        Epidemiologi

Presbikusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-

75 tahun dan 40-50% pada populasi di atas 75 tahun. Prevalensi

pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan

prevalensi presbikusis antar ras belum diketahui secara pasti

(Lee FS 2005 dan Cruickhanks 1998). Presbikusis pada sebagian

orang sudah timbul pada usia 40 tahun atau disebut presbiakusis

prekoks, tetapi yang lain pada usia 80 tahun masih mempunyai

pendengaran baik. Timbulnya presbikusis berbeda-beda tiap orang,

karena presbikusis ini juga dipengaruh oleh beberapa faktor

(Wiyadi, 1984).

Laporan National Institute on Aging memberikan informasi sepertiga

penduduk Amerika antara usia 65-74 tahun dan separuh penduduk

berusia 85 tahun ke atas memilki gangguan pendengaran jenis ini

(Kakarlaudi, 2003). Prevalensi tersebut meningkat pada tahun 2030

menjadi 70 juta orang. Jumlah penduduk di Indonesia dengan usia

lebih dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 19,9

juta atau 8,48% dan tahun 2025 diperkirakan penderita presnikusis

akibat usia lanjut tersebut akan meningkat menjadi empat kali

lipat dan merupakan jumlah tetinggi di dunia (Maria, 2009).

Penelitian di Qatar mengatakan frekuensi laki-laki lebih

banyak 52,6% dibanding perempuan 49,5%. Berdasarkan penelitian di

South Carolina USA, ditemukan frekuensi laki-laki 52,1% lebih

Page 23: tetes mata

banyak dari perempuan 48,4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan, laki-laki mempunyai frekuensi lebih banyak

daripada perempuan mengingat bahwa riwayat bising dapat

mempengaruhi terjadinya presbikusis yang dihubungkan bahwa laki-

laki lebih banyak bekerja dan mendapat paparan sura bising di

dalam maupun di luar lingkungan kerja.

2.3.3        Etiologi

Menurut Boedhi & Hadi (1999), ada dua jenis penyebab

presbikusis yaitu sebagai berikut:

1.      Internal

Degenerasi primer aferen dan eferen dari koklea, degenerasi

primer organ corti penurunan vascularisasi dari reseptor neuro

sensorik mungkin juga mengalami gangguan. Sehingga baik jalur

auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat

lanjutnya usia.

2.      Eksternal

Terpapar bising ynag berlebihan, penggunaan obat ototoksik dan

reaksi pasca radang.

Presbikusis terjadi karena adanya degenerasi  yang

dipengaruhi oleh beberapa factor risiko. Factor-faktor risiko

yang mempengaruhi terjadinya presbiakusis yaitu:

1. Usia dan jenis kelamin

Kebanyakan orang yang berusia 60-65 tahun banyak yang menderita

presbiakusis. Presbikusis lebih banyak terjadi pada laki-laki

Page 24: tetes mata

daripada perempuan, hal ini disebabkan laki-laki lebih sering

terpapar suara bising daripada perempuan.

2. Hipertensi

Hipertensi kronik dapat memperberat tahanan vaskuler yang

mengakibatkan peningkatan viskositas darah, penurunan aliran

darah kapiler dan transport oksigen ke organ telinga dalam,

terjadi kerusakan sel-sel auditori dan proses transmisi sinyal

dapat terganggu (Maria, 2009).

3. Diabetes militus

Pada penderita diabetes militus terjadi penimbunan advanced

glicosilation end product (AGEP), bertambahnya AGEP akan mengurangi

elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis), dinding

pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut

mikroangiopati. Akibat mikroangiopati organ koklea akan terjadi

atrofi dan berkurangnya sel rabut. Neuropati terjadi akibat

mikroangiopati pada nervus VIII (auditorius), ligamentum dan

ganglion spiral ditandai kerusakan sel Schwann, degenerasi

myelin, dan kerusakan akson. Akibat proses ini dapat menimbulkan

penurunan pendengaran (Abdulbari, 2008).

4. Merokok

Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida, mempunyai efek

mengganggu peredaran darah manusia, bersifat ototoksik secara

langsung, serta merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida,

menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan

antara CO dan haemoglobin), dimana haemoglobin menjadi tidak

Page 25: tetes mata

efisien mengikat oksigen. Akibatnya suplai oksigen ke organ korti

di koklea akan terganggu dan menimbulkan efek iskemia. Selain

itu, efek lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah,

dan arteriosklerotik (Karen, 1998).

5. Riwayat bising

Pajanan energy bising yang diterima akan berbanding lurus dengan

kerusakan yang terjadi pada telinga. Gangguan fisilogi dapat

berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi,

peningkatan metabolisme basal, dan vasokonstriksi pembuluh darah.

Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang

system saraf otonom. Pemajanan yang terus-menerus terhadap suara

yang bising dpat merusak sel-sel rambut yang di dalam koklea

(Mills, 2009).

2.3.4        Klasifikasi

Menurut Shuknecht presbikusis dibagi menjadi empat tipe

yaitu sebagai berikut:

a.       Presbikusis Sensori

Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-

sel rambut dan sel penyokong organ corti. Proses berasal dari

bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke darah apeks.

Perubahan ini berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi

tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secar histology,

atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal

Page 26: tetes mata

koklea dan proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori

mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul

pigmen lipofusin. Cirri khas dari tipe sensory presbiakusis ini

adlah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada

frekuensi tinggi.

b.      Presbikusis Neural

Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di kolea dan

jalur saraf pusat. Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan

bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena disbanding sisa

dari bagia koklea lainnya. Tidak didiapati adnya penurunan ambang

terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan

penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan

denga presbiakusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya

gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai seseorang

berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90% neuron

akhirnya hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai

dengan normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini

berkurang di bawah yang dibutuhkan untuk transmisi getran,

terjadilah neural presbyacsis. Menurunnya jumlah neuron pada

koklea lebih parah terjadi pada basal koklea. Gambaran klasik:

speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas pada

ganglion spiralis (cookie-bite).

c.       Presbikusis strial

Page 27: tetes mata

Tipe presbiakusis yang sering didapati dengan cirri khas

kurang pendengaran yang mulai timbul pada decade ke-6 dan

berlangsung perlahan-lahan. Kondisi ini diakibtakan atrofi stria

vaskularis. Histology: atrofi pada stria vaskularis, lebih parah

pada separuh dari apeks koklea. Stria vaskularis normalnya

berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik, kimiawi dan metabolic

koklea. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60

tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial.

Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu pada strial

presbiakusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai

frekuensi rendah,  speech discrimination  bagus sampai batas

minimum pendengarannya melebihi 50 dB (flat). Penderita dengan

kasus kardiovaskular (heart attacks, stroke, intermittent

claudication) dapat mengalami presbikusis tipe ini serta

menyerang pada semua jenis kelamin namun lebih nyata pada

perempuan.

d.      Presbikusis konduktif koklea

Tipe kekurangan ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di

membrane basalis. Gambaran khas audiogram yang menurun dan

simetris. Histology: tidak ada perubahan morfologi pada struktur

koklea ini. Perubahan atas respon fisik khusus dari membrane

basalis lebih besar di bagian basal karena lebih tebal dan jauh

lebih lebih kurang di apical, dimana di sini lebih lebar dan

lebih tipis. Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan

sekunder membrane basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan

Page 28: tetes mata

mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum

spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang

sangat lambat.

2.3.5        Tanda dan gejala

Tanda utama presbikusis adalah terjadinya penurunan

sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi. Penderita

presbikusis fungsi pendengarannya berkurang secara perlahan-

lahan, progresif, dan simetris pada kedua telinga. Penderita akan

merasa bahwa teinganya berdenging. Pasien dapat mendengar suara

percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila cepat dan

latarnya riuh. Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa

nyeri. Dapat disertai tinnitus dan vertigo (Mansjoer dkk, 2009).

Menurut Luekenotte (1997), beberapa dari tanda dan gejala

yang paling umum dari penurunan pendengaran :

1.      Kesulitan mengerti pembicaraan;

2.      Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada

tinggi;

3.      Kesulitan membedakan pembicaraan; bunyi bicara lain yang parau

atau bergumam;

4.      Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan

latar belakang yang bising;

5.      Latar belakang bunyi berdering atau berdesis yang konstan;

6.      Perubahan kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan

g;

Page 29: tetes mata

7.      Suara vokal yang frekuensinya rendah seperti a, e, i, o, u

umumnya relatif diterima dengan lengkap.

2.3.6        Patofisiologi

Bertambahnya usia akan mengakibatkan degenerasi primer di

organ corti, yaitu berupa hilangnya sel epitel saraf yang dimulai

pada usia pertengahan, terjadi degenerasi pada serabut aferen dan

eferen sel sensorik dari koklea dan juga terjadi perubahan pada

sel ganglion siralis di basal koklea. Selain itu elastisitas

membran basalis di koklea dan membrana timpani juga akan menurun.

Suplai darah dari reseptor neurosensorik mungkin juga akan

mengalami gangguan, seingga jalura auditorik dan lobus temporalis

otak akan terganggu.

2.3.7        Komplikasi dan prognosis

Presbikusis dapat menyebabkan resiko yang lebih tinggi untuk

Tuli. Kemampuan mendengar penderita presbikusis akan berkurang

secara berangsur, biasanya terjadi bersamaan pada kedua telinga.

Telinga menjadi sakit bila lawan bicaranya memperkeras suara.

Selain itu penderita presbikusis juga mengalami kesulitan dalam

memahami percakapan terutama di lingkungan bising, hal ini

disebabkan oleh berkurangnya kemampuan membedakan (diskriminasi)

suku kata yang hampir mirip.

Hal lain yang terjadi pada penderita presbikusis adalah

masalah fisik dan emosional antara lain berupa :

a.       Terganggunya hubungan perorangan dengan keluarga

Page 30: tetes mata

b.      Kompensasi tingkah laku akibat gangguan pendengaran :

c.       Pemarah dan mudah frustrasi

d.      Depresi, menarik diri dari lingkungan (introvert)

e.       Merasa kehilangan kontrol pada kehidupannya

f.       Waham curiga (paranoid)

g.      Self-criticism

h.      Berkurangnya aktivitas dengan kelompok sosial

i.        Berkurangnya stabilitas emosi.

2.3.8        Pengobatan

Menurut Mansjoer dkk (2008), penatalaksanaannya dapat

memasangkan alat bantu dengar dikombinasikan dengan latihan

membaca ujaran dan latihan mendengar oleh ahli terapi wicara.

Yang penting adalah pengertian dari orang sekitarnya untuk

berbicara dengan pelan, jelas, dengan kata-kata yang pendek dan

tidak keras.

Menurut dr. MS Wiyadi, pengobatan presbikusis didasarkan

pada empat efek kelompok obat-obatan yaitu:

a.       Hormon

Pernah dicoba dengan hormone hipofise secara intravena. Ada yang

mencoba hormone wanita pada wanita usia lanjut. Kemudian kedua

seks hormone dikombinasi dan diberikan pada penderita. Mungkin

tinitusnya berkurang atau pendengaran subjektif sedikit membaik,

tapi secara objektif masih diragukan.

b.      Vasodilator

Page 31: tetes mata

Seperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vasodilatasi

perifer, dan pemberian dosis tinggi dalam waktu yang lama

menurunkan bloodlipid pada orang hiperkolesterolimia. Efek

terapeutik pada presbikusis disebabkan oleh dilatasi koklear dan

pembuluh darah di otak akibat aksi lipopreteinolitik dari obat

tersebut. Contoh lain misalnya ronicol dan hydergin.

c.       Obat lipoproteinolitik

Heparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan

audiometric didapat pada 25% penderita. Vertigo dan tinnitus

menghilang pada 45% penderita.

d.      Vitamin

Vitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalam pendengaran.

Data-data terperinci dari laporan Weston ini tidak diberitakan.

Vitamin A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.

Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan

pada pasien dengan presbikusis:

a.       Audiometric nada murni, akan menunjukkan tuli saraf nada

tinggi, bilateral dan simetris;

b.      Audiometric tutur, menunjukkan adanya gangguan diskriminasi

wicara (speech discrimination) dan biasanya keadaan ini terlihat

pada presbikusis jenis neural dan koklear;

c.       Tes penala, menunjukkan tuli sensorineural.

2.3.9        Pencegahan

Page 32: tetes mata

Menurut dr. MS Wiyadi terdapat dua factor yang relevan dalam

pencegahan, yaitu dengan hindari suara keras, ramai dan

kebisingan, hindari diet yang berlemak.

Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang

berebihan, rokok yang berlebihan dan stress. Anemia, kekurangan

vitamin dan insufisiensi kardiovaskular juga harus segera

diobati.

4.1.3 Intervensi Keperawatan Otoksisitas

No. Diagnosa Tujuan danKriteria Hasil

Rencana

1. Gangguan sensori

persepsi

berhubungan

dengan kerusakan

koklea atau saraf

pendengaran dan

organ vestibuler

Tujuan: pasienakan dapat kembalinormal padapendengarannyaKriteria Hasil:

1.    Mengakuiperubahan dalamkemampuan danadanyaketerlibatanresidu

2.   

Mendomenstrasikanperubahanperilaku/ gayahidup untukmengkompenisasi /elefisit hasilpendengaran

1.     Kaji riwayatkesehatan lainnya

2.     Beri posisi nyamankepada pasien

3.     Posisikan pasiensesuai prosedurpelaksanaan

4.     Anjurkan pasienuntuk melaporkankesulitan pendengarantinnitus atau pusing

5.     Elaborasi dengandokter utnuk tindakanoperasi

1.     Mengetahui lebihjelas apakah pasienmemiliki riwayatsebelumnya

2.     Memberikan rasa amandan nyaman klien

3.     Memberi ruang kepadatenaga kesehatan dalamtindakan perawatan

4.     Untuk menentukan datadasar dan tes audiologimungkin dilakukansebelum terapi

5.     Untuk mencegahkehilangan fungsipendengaran secarapermanen dan mempercepatproses perawatan.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan

Tujuan: pasienakan dapatberadaptasi dengan

1.    Kaji struktur dari

telinga pasien

1.     Untuk mengetahui

masalah pasien

Page 33: tetes mata

dengan gangguan saraf pendengaran

kondisinyaKriteria Hasil:

1.         Pasien merasanyaman

2.         Pasien merasatidak kesakitanlagi

2.    Kaji lingkungan

pasien

3.    Ajarkan pasien untuk

saling berbagi

informasi terhadap

penyakitnya

4.    Berikan reward

terhadap tindakan yang

dilakukan

5.    Elaborasi dengan tim

kesehatan lainnya

2.     Memberikan rasa

nyaman pasien

3.     Untuk menjaga supaya

tidak terjadi kehilangan

pendengaran yang

permanen

4.     Memberikan motivasi

pasien untuk bisa

beradaptasi

5.     Mempercepat proses

perawatan

3 Kurangpengetahuanberhubungandenganketerbatasaninformasi tentangobat

Tujuan: Pasien

dapat memahami

terkait

kesehatnnya.

Kriteria hasil

1.     Klien

mengatakan telah

mengetahui tentang

proses penyakit,

prosedur tindakan

dan pengobatan

2.    Klien dan

keluarga

mengatakan

1.    Kaji proses kebisingan dan pendengaran dan harapanklien yang akan datang

2.    Diskusikan perlunya pengetahuan yang cukup mengenai proses terjadinya penyakit agar klien tidak salah dalam menginterprestasikan suara atau tingkah lakunonverbal orang lain.

3.    Berikan informasi

khusus tentang proses

pengobatan yang akan di

lakukan

1.   

pengetahuan dasartentang prosesterjadinya penyakit

2.    agar klien tidaksalah interprestasikandan paham tentang apayang telah terjadidengan diri klien

3.   

pengetahuan tentangprosedur tindakan /pengobatan yang dilakukan

Page 34: tetes mata

mengetahui dan

paham tentang

penyakitnya

Page 35: tetes mata

4.1.4 ImplementasiNo Hari/

tanggal

Diagnosa Keperawatan Implementasi

1. Rabu 17

Mei 2013

Gangguan persepsi sensori

berhubungan dengan

kerusakan koklea atau

saraf pendengaran dan

organ vestibuler

1.     Telah mengkaji riwayat kesehatanlainnya

2.     Telah diberikan posisi nyamankepada pasien

3.     Telah memposisikan pasien sesuaiprosedur pelaksanaan

4.     Telah menganjurkan pasien untukmelaporkan kesulitan pendengarantinnitus atau pusing

5.     Telag berelaborasi dengan dokterutnuk tindakan operasi

2 Rabu 17 Mei 2013

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan gangguan saraf pendengaran

1.    Telah mengkaji struktur dari

telinga pasien

2.    Telah mengkaji lingkungan pasien

3.    Telah mengajarkan pasien untuk

saling berbagi informasi terhadap

penyakitnya

4.    Relah memberikan reward terhadap

tindakan yang dilakukan

5.    Telah berelaborasi dengan tim

kesehatan lainnya

4 Rabu 17 Mei 2013

1.         Telah mengkaji proses kebisingan dan pendengaran dan harapan klien yang akan datang

2.         Telah berdiskusikan perlunya pengetahuan yang cukup mengenai proses terjadinya penyakit agar klien tidak salah dalam

Page 36: tetes mata

menginterprestasikan suara atau tingkah laku nonverbal orang lain.

3.         Telah memberikan informasi khusus tentang proses pengobatan yang akan di lakukan

Page 37: tetes mata

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

No Hari/

tanggal

No.

dx

jam Evaluasi

1. Rabu 17

Mei 2013

1 14.00 S : klien mengatakan ada perbaikan dalam pendengaran

dank lien mengatakan bahwa klien dapat mendengarkan

semua yang dibicarakan oleh perawat.

O : Klien memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan

untuk berkomunikasi, klien tempak berespon dengan

cepat saat diajak berbicara

A : masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Page 38: tetes mata

4.2.3 intervensi keperawatan presbiakusis

No DIAGNOSA

KEPERAWATAN

Tujuan Dan Kriteria

Hasil

INTERVENSI RASIONAL

11 Gangguan komunikasi

verbal berhubungan

dengan degenerasi

tulang pendengaran

bagian dalam

ditandai dengan

Data Subjektif

a.       Klien susahmendengarrangsang berupasuara

b.      Klien susahmendengaratau menerima pesan

c.       Klien tidakmengertiterhadappembicaraan orangData Objektif

a. Lambat berespon

terhadap rangsang

suara

b. Klien nampak

bingung jika diajak

bicara

c. Klien meminta

untuk mengulangi

Tujuan:

komunikasi verbal

pasien dapat

berjalan dengan

baik

kriteria hasil:

pasien dapat

melakukan proses

komunikasi dengan

baik

1.      Kaji tingkat

kemampuan klien

dalam penerimaan

pesan

2.      Periksa apakah

ada serumen yang

mengganggu

pendengaran

3.      Bicara dengan

pelan dan jelas

4.      Gunakan alat

tulis pada waktu

menyampaikan pesan

5.      Beri dan ajarkan

klien pada

penggunaan alat

bantu dengar

1.      untuk mengetahui

sejauh mana

kemampuan pasien

untuk mendengar.

2.      Untuk

mengidentifikasi

apakah terdapat

serum yang dapat

menyumbat lubang

telinga, sehingga

pendengaran dapat

berkurang.

3.      Agar pasien dapat

menangkap pesan dari

pembicaraan yang

dilakukan oleh

perawat

4.      alat tulis adalah

salah satu media

yang dapat membantu

dalam berkomunikasi.

5.      Penggunaan alat

bantu pendengaran

Page 39: tetes mata

pembicaraan atau

pesan

d. Komunikasi

sebagian besar

berjalan melalui

pesan-pesan

tertulis dan

perantara anggota

keluarga.

merupakan alat bantu

yang sagat penting

untuk membantu

proses pendengaran

pasien

22 Harga diri rendah

berhubungan dengan

fungsi pendengaran

menurun

ditandai dengan:

Data Subjektif

Keluarga klien

mengatakan bahwa:

a.   Klien senang

menyendiri

b.   Klien menarik

diri dari

lingkungan

c.   Klien tidak

mau kumpul bersama

keluarga

2. Data Objektif

Tujuan:

pasien dapat

menerima keadaan

dirinya dan

bersosialisasi

seperti biasanya.

Kriteria hasil:

Tidak menyendiri,

tidak menarik diri

dari lingkungan,

berinteraksi dengan

orang lain.

1.      Kaji pengetahuan

klien tentang

perilaku menarik

diri dan tanda-

tandanya

2.      Beri kesempatan

pada klien untuk

mengungkapkan

perasaan penyebab

klien tidak mau

bergaul atau menarik

diri

3.      Diskusikan

1.      untuk

mengidentifikasi

apakah klien

mengerti bahwa

sebenarnya prilaku

menarik diri

merupakan suatu hal

yang merugikan bagi

pasien.

2.      Untuk mengetahui

penyebab pasien

memiliki ketidak

percayaan diri untuk

bersosialisasi

sehingga pasien

berprilaku menarik

diri.

Page 40: tetes mata

a.   Klien suka

duduk menyendiri

b.   Klien

mengekspresikan

perasaan kesepian

c.   Klien menarik

diri lingkungan

d.   Klien

mengekspresikan

perasaan kesepian

bersama klien

tentang perilaku

menarik diri, tanda-

tanda

serta penyebab yang

mungkin.

4.      Beri pujian

terhadap kemampuan

klien mengungkapkan

perasaan.

5.      Diskusikan

tentang keuntungan

dari berhubungan dan

kerugian dari

perilaku menarik

diri

6.      Anjurkan anggota

keluarga untuk

secara rutin dan

bergantian

mengunjungi klien

3.      Diskusi adalah

suatu tindakan yang

dapat dilakukan

untuk memperoleh

jalan keluar secara

bersama-sama

4.      Untuk membina

hubungan saling

percaya dan Agar

pasien memiliki rasa

bahagia dan lega

setelah bercerita

sehingga pasien akan

lebih terbuka lagi.

5.      Agar pasien

memiliki gambaran

positif sehingga

dapat merubah

kebiasaan negatif

menjadi kearah yang

lebih positif lagi.

6.      Agar pasien mulai

terbiasa dengan

hubungan

berinteraksi dengan

orang lain sehingga

Page 41: tetes mata

lama kelamaan pasien

mulai percaya diri.3. Kurang aktivitas

berhubungan dengan

menarik diri

lingkungan

ditandai dengan:

1. Data Subjektif

Keluarga klien

mengatakan bahwa:

a. Klien sulit

mengikuti perintah

untuk melakukan

aktivitas di rumah

b. Klien tidak mau

mengikuti kegiatan

sehari-hari di

masyarakat

2. Data Objektif

a.     Klien lebih

banyak tidur

b.     Klien nampak

gelisah atau bosan

c.     Sebagian besar 

waktu klien

1.      Variasikan

rutinitas sehari-

hari

2.      Libatkan sanak

keluarga dalam

merencanakan

rutinitas sehari-

hari

3.      Rencanakan suatu

aktivitas sehari-

hari

4.      Berikan alat

bantu dengar dalam

melakukan aktivitas

1.      Agar pasien tidakjenuh denganaktivitas yangmonoton.

2.      Peran dari sanakkeluarga sangatdibutuhkan untukmendukung danmemotivasi pasien.

3.     

memiliki gambaranterkait aktivitasyang akan pasienjalani.

4.     

dapat berkomunikasidan berinteraksidengan baik saatberaktivitas

Page 42: tetes mata

digunakan untuk

istirahat

Page 43: tetes mata

4.2.4 ImplementasiNo Hari/

tanggal

Diagnosa Keperawatan Implementasi

1. Rabu 17

Mei 2013

Gangguan komunikasi

verbal berhubungan dengan

degenerasi tulang

pendengaran bagian dalam

1.      Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pesan

2.      Periksa apakah ada serumen yangmengganggu pendengaran

3.      Bicara dengan pelan dan jelas4.      Gunakan alat tulis pada waktu

menyampaikan pesan5.      Beri dan ajarkan klien pada

penggunaan alat bantu dengar

Page 44: tetes mata

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

No Hari/

tanggal

No.

dx

jam Evaluasi

1. Rabu 17

Mei 2013

1 14.00 S : - Klien mengungkapkan dapat menerima pesan berupa

kata-kata melalui media alternatif tulisan

    - Klien mengatakan sudah mengerti tentang apa yang

diungkapkan.

O : - Klien memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan

untuk berkomunikasi

    - Klien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat

A : masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Page 45: tetes mata

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1    Asuhan Keperawatan Tuli Toksik4.1.1        Pengkajian

a.    Identitas (Data Biografi)Nama :  No. RM :Umur : Pekerjaan :JenisKela

min

: Status

Perkawinan

:

Agama : Tanggal MRS :Pendidika

n

: TanggalPengk

ajian

:

Alamat : SumberInform

asi

:

b.    Riwayat KesehatanKeluhan utama: pasien tampak tergangguan pendengaran

c.    Riwayat kesehatan sekarangOtotoksisitas akibat dari pemakaain obat-obatan yang menggagukerja dari proses pendengaran, kerusakan koklea atau sarafpendengaran dan organ vestibuler.

d.   Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon1)      Persepsi kesehatan dan Pola manajemen

Orang tua pasien mengetahui bahwa pasien seringkali tidakmendengar perintahnya dan keluarga tidak tahu cara mengatasinya.

2)      Pola nutrisi dan metabolisme Pola pemenuhan nutrisi kurang dan proses metabolisme tidakberjalan dengan baik khususnya saraf pendengarannya.

3)      Pola eliminasiPasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.

4)      Pola aktivitas dan latihanDalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguanakibat nyeri yang di rasa sehingga pasien akan rewel.

Page 46: tetes mata

5)      Pola istirahat dan tidurPasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.

6)      Pola persepsi dan kognitifPasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluargaterutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedihapabila ditinggal keluarga.

7)      Pola konsep diriPasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapatmemberikan informasi sesuai kondisi.

8)      Pola peran dan hubunganHubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidakkooperatif, pasien lebih banyak menangis dan rewel.

9)      Pola seksualitas dan reproduksiPasien tidak mengalami kelainan.

10)  Pola keyakinan dan nilaiKeluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.

4.1.2        Diagnosa Keperawatan1.        Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan koklea

atau saraf pendengaran dan organ vestibuler;2.        Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan gangguan

saraf pendengaran;3.        Gangguan keseimbangan berhubungan dengan kerusakan organ

vestibuler4.        Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi

tentang obat

Page 47: tetes mata

4.2    Asuhan Keperawatan Presbikusis4.2.1        Pengkajian

a.    Identitas KlienNama :  No. RM :Umur : Pekerjaan :JenisKela

min

: Status

Perkawinan

:

Agama : Tanggal MRS :Pendidika

n

: TanggalPengk

ajian

:

Alamat : SumberInform

asi

:

b.   Keluhan UtamaKeluhan utama yang dirasakan oleh pasien presbiakusis adalah

sulit untuk mendengar pesan atau adanya rangsangan suara.

c.    Riwayat kesehatan1)      Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien susah mendengar pesan atau adnya suara. Kien sering kali

tidak mengerti ketika diajak bicara karena tidak mendengar apa

yang lawan bicaranya katakan, pasien sering kali meminta lawan

bicaranya untuk mengulang kalimat yang diucapkan, pasien sering

menyendiri. Pasien sering meyendiri karena merasa malu, karena

sering kali tidak paham ketika diajak berbicara, pasien juga

menark diri dari lingkungan dan anggota keluarganya.

2)      Riwayat Kesehatan Masa LaluAdakah riwayat pasien menderita hipertensi dan diabetes militus,

pasien dengan riwayat merokok dan juga sering terpapar oleh suara

bising.

Page 48: tetes mata

3)      Riwayat Kesehatan KeluargaAdakah keluarga yang menderita penyakit diabetes militus,

menderita penyakit pada sisitem pendengaran.

d.   Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordona.  Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Pasien biasanya terpapar dengan suara bising dalam waktu yang

cukup lama dan adanya riwayat merokok.

b.  Pola aktifitas dan latihan

Pola aktivitas dan latihan pada pasien terganggu karena adanya

gangguan pendengaran.

c.  Pola tidur dan istirahat

Pasien presbiakusis sering tidur dan istirahat untuk mengisi

waktu luangnya, karena merasa malu jika berkumpul dengan orang

lain.

d.  Pola persepsi kognitif dan sensori

Pasien presbiakusis mengalami penurunan kemampuan masuknya

rangsang suara dan pasien kurang mampu mendengar perkataan

seseorang.

e.  Pola persepsi dan konsep diri

Pasien mengalami perasaan tidak berdaya, putus asa dan merasa

minder/rendah diri.

f.  Pola peran dan hubungan dengan sesama

Pasien sering menarik diri dari lingkungan dan merasa malu untuk

berkomunikasi dengan orang lain.

g.  Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

Page 49: tetes mata

Adanya perasaan cemas, takut  pada pasien presbiakusis, pasien

sering menyendiri, pasien mudah curiga dan tersinggung.

4.2.2        Diagnosa Keperawatan1.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi

tulang pendengaran bagian dalam2.      Harga diri rendah berhubungan dengan fungsi pendengaran3.      Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dari

lingkungan4.      Risiko cidera berhubungan dengan menurunnya fungsi pendengaran

BAB 3. PATHWAY

3.1 Pathway Tuli Toksik

Page 50: tetes mata

 

Page 51: tetes mata

 DAFTAR PUSTAKA

Abdulbari, Bener. 2008. Association between Hearing Loss & Type 2 DM in Elderly

People in a Newly Developed Society.

http://eprints.undip.ac.id/31380/3/Bab_2.pdf. [Diunduh Pada

Tanggal 9 Mei 2013].

Adams, George L dkk. 1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies Fundamentals of

etolaryngology). Jakarta : EGC

Brunner &Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Kern, Eugene B. Dkk. 1991. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (Disease of

theEars,Nose, and Throat). Jakarta : EGC

Ditta, Ervi Ana. 2010. Makalah ototoksisitas.

http://www.scribd.com/doc/117609085/makalah-ototoksisitas.

[Diunduh Pada Tanggal 9 Mei 2013]

Fernanda, Maria. 2009. Relation between Arterial Hypertension & Hearing Loss.

http://eprints.undip.ac.id/31380/2/Bab_1.pdf. [Diunduh Pada

Tanggal 9 Mei 2013].

Karen, J Cruickshanks. 1998. Cigarette Smoking and Hearing Loss Study.

http://eprints.undip.ac.id/31380/2/Bab_1.pdf. [Diunduh Pada

Tanggal 9 Mei 2013].

Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapius.

Mills JH, Megerian CA, Lambert PR. 2009. Presbyacusis and presbyastasis. In:

Snow JB, Wackym PA, eds. Ballanger’s otorhinolaryngology head and neck surgery.

17th ed. New York: BC Decker Inc;. p.333-42.

Page 52: tetes mata

Wiyadi, MS. 1979. Pemeliharaan Pendengaran. Majalah Kedokteran Surabaya.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_PendengaranPadaUsiaSenj

a.pdf/04_PendengaranPadaUsiaSenja.pdf . [Diunduh Pada Tanggal 9

Mei 2013].

Diposkan oleh sandhi indrayana di 00.31 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest Label: ...., jangan di copas ya Lokasi: Jember, East Java, Indonesia

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Poskan Komentar Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

sandhi indrayana Lihat profil lengkapku

Arsip Blog ▼   2014 (2)

o ▼   April (2) askep Presbikusis dan Tuli Toksik BAB 2. TINJAUAN TEORI2.1 Pengertian        

Stomatiti...

Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.