Top Banner
1 LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN KECACINGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SD SERTA PENGOBATAN KECACINGAN PADA ANAK SD DI DESA JAGAPATI, KOTAMADYA DENPASAR -BALI Dibiayai oleh Dana DIPA PNBP Universitas Udayana Dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor: 237-22/UN.14/PNL.01.03.00/2014 Tanggal: 14 Mei 2014 TIM PENELITI 1. dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.KM (0023078301) 2. dr. Ni Wayan Septarini, MPH (0029098010) 3. dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra (0004048104) PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2014
46

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

Dec 03, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

1

LAPORAN PENELITIAN

DOSEN MUDA

HUBUNGAN KEJADIAN KECACINGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK

SD SERTA PENGOBATAN KECACINGAN PADA ANAK SD DI DESA

JAGAPATI, KOTAMADYA DENPASAR -BALI

Dibiayai oleh Dana DIPA PNBP Universitas Udayana

Dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian

Nomor: 237-22/UN.14/PNL.01.03.00/2014

Tanggal: 14 Mei 2014

TIM PENELITI

1. dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.KM (0023078301)

2. dr. Ni Wayan Septarini, MPH (0029098010)

3. dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra (0004048104)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

Page 2: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

2

b. Halaman Pengesahan

HALAMAN PENGESAHAN

PENELITIAN DOSEN MUDA

Judul Penelitian: Hubungan kejadian kecacingan dengan status gizi serta

pengobatan kecacingan pada anak SD di Desa Jagapati, Kotamadya Denpasar, Bali

Bidang Ilmu: Ilmu Gizi dan Epidemiologi

Ketua Peneliti

a. Nama lengkap dengan gelar : dr. Desak Putu Yuli Kurniati, MKM

b. Pangkat/Gol/NIP: Penata Muda Tingkat I/IIIb/19830723 200801 2 007

c. Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten ahli

d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi/Jurusan : Kesehatan masyarakat

f. Fakultas : Kedokteran

g. Alamat Rumah/HP : Jl. Tukad Pancoran/081290802144

i. E-mail : [email protected]

Jumlah Tim Peneliti : 3

Pembimbing

a. Nama lengkap dengan gelar : Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D.

b. Pangkat/Gol/NIP : penata/Gol. IIIc

c. Jabatan Fungsional / Struktural : Kepala Lab. Biosains dan Bioteknologi

d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi / Jurusan : Kesehatan Masyarakat

f. Fakultas : Kedokteran

Lokasi Penelitian : Kotamadya Denpasar, Bali

Kerjasama (kalau ada)

a. Nama Instansi : …………………………………………………………

b. Alamat ; …………………………………………………………

Jangka waktu penelitian : 5 bulan

Biaya Penelitian : Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah)

Page 3: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

3

PRAKATA

Penelitian wujud pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang langsung

bersentuhan dengan masyarakat. Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah

usaha menganalisi hubungan kejadian kecacingan dengan status gizi yang disertai

oleh pengobatan kecacingan pada anak SD di Desa Jagapati, Kotamadya Denpasar,

Bali

Kegiatan ini terlaksana berkat bantuan dan peran serta berbagai pihak, untuk itu kami

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Udayana yang telah menyetujui dan mendanai pelaksanaan

kegiatan ini.

2. Kepala SD 1 dan 2 Jagapati atas ijin dan kerjasamanya.

3. Semua murid SD 1 dan 2 Jagapati yang terpilih sebagai responden/sampel

penelitian atas kesediaan dalam berpartisipasi dalam penelitian ini.

4. Semua staf dosen PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana atas

bantuan dan partisipasi aktifnya selama kegiatan ini berlangsung.

Akhirnya kami menyajikan laporan ini semoga dapat bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Denpasar, November 2014

Penulis

Page 4: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

4

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. 2

PRAKATA .............................................................................................................. 3

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4

ABSTRAK .............................................................................................................. 5

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 6

BAB II. STUDI PUSTAKA....................................................................................10

BAB III. METODE PENELITIAN .........................................................................18

BAB IV. HASIL PENELITIAN..............................................................................21

BAB V. PEMBAHASAN PENELITIAN .............................................................26

BAB VI. KESIMPULAN........................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DAN GAMBAR

Page 5: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

5

ABSTRAK

Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dandisembuhkan. Kecacingan dengan prevalensi tertinggi ditemukan pada anak-anak.Kecacingan bila tidak terdeteksi dan tidak segera diobati dapat mengakibatkanpenderita kekurangan gizi. Jagapati merupakan desa dengan letak geografis didataran tinggi yang beriklim sejuk yang merupakan media tanah yang cocok bagiperkembangan cacing usus STH (soil transmited helminthelminthes). Tujuanpenelitian ini adalah mengetahui prevalensi kecacingan serta hubungan kecacingandengan status gizi pada anak SD di Desa Jagapati serta pengobatan bagi anak yangterbukti terinfeksi.

Penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Sampel dalam penelitian iniadalah siswa SDN 1 dan SDN 2 Jagapati kelas 3 dan 4. Pemilihan sampelmenggunakan simple random sampling dengan total sampel sebanyak 61 orang.Pengumpulan data dilakukan pada waktu kunjungan ke sekolah dengan carapemeriksaan feses, pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Penelitian akandilaksanakan selama kurang lebih 5 bulan.

Dari hasil didapatkan perhitungan prevalensi kecacingan pada anak sekolahdasar di SD Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati sebesar 3,3% atau sebanyak2 orang, dengan distribusi prevalensi pada masing-masing jenis cacing untuk sampelpositif kecacingan didapatkan bahwa infeksi Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)dan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) memiliki proporsi yang sama masing-masing sebesar 1,6%, dan untuk infeksi Cacing Tambang (Ancylostoma duodenaledan Necator americanus) seluruh sampel dinyatakan negatif, sehingga prevalensiuntuk cacing tambang 0%.. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan status gizi,sebagian besar anak SD di Desa Jagapati mempunyai status gizi normal berdasarkanIMT/unur dan jenis kelamin. Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan antarastatus gizi dengan infestatsi kecacingan, dimana mereka yang mederita kecacinganberada pada status gizi normal.

Jika dilihat dari perspektif Ilmu Kesehatan Masyarakat, penelitian inimenunjukkan kemajuan yang signifikan jika dibandingkan dengan penelitiansebelumnya yang dilakukan di daerah Bali dengan hasil positif kecacingan yangrendah yaitu sebesar 3,3%.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

6

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh terjadinya infeksi

cacing, namun penyakit kecacingan sendiri kurang mendapat perhatian karena masih

dianggap dianggap sebagai penyakit yang tidak menimbulkan wabah maupun

kematian.

Data dari profil PPM-PL Dinas Kesehatan RI tahun 2006 menyatakan bahwa di

Indonesia, infeksi kecacingan memiliki prevalensi cukup tinggi. Dalam keputusan

Kementrian Kesehatan Indonesia Nomor : 424/MENKES/SK/VI/2006, pada

Deklarasi yang dilakukan di Bali menjelaskan bahwa program pemberantasan

cacingan menghasilkan perbaikan besar baik bagi kesehatan perorangan maupun

kesehatan masyarakat. Setiap negara berkembang harus memberikan perhatian yang

tinggi terhadap program pemberantasan penyakit cacingan (Kemenkes RI, 2006).

Penyakit kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak

menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein

serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Prevalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama

pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit

penyakit ini serta pada anak-anak.

Sumber daya manusia yang produktif amat ditentukan oleh kualitas sumber

daya usia muda, khususnya pada usia sekolah dasar. Salah satu penyakit yang banyak

diderita oleh anak sekolah dasar (SD) adalah penyakit infeksi kecacingan (Umar,

2008). Tingginya angka kecacingan tersebut pada usia anak sekolah dikarenakan

mereka sering bermain atau kontak dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh

dan berkembangnya cacing-cacing perut.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

7

Pemantaun secara terus menerus (1987-1994) pada kelompok anak usia sekolah

dasar di Jakarta menunjukkan tingginya prevalensi cacingan pada kelompok ini, yang

rata-ratanya mencapai 60-70% (Sri Margono dkk, Sasongko, 1994). Selain itu dalam

Kepmenkes RI(2006) hasil survei cacingan di Sekolah Dasar di beberapa propinsi

pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk

semua umur berkisar antara 40% - 60% dari 220.000.000 jumlah penduduk. Hasil

survei subdit diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 provinsi meunjukkan

prevalensi kecacingan berkisar antara 2,2%-96,3%.

Status gizi anak merupakan salah satu hal terpenting untuk perkembangan

dan pertumbuhan anak yang secara tidak langsung akan mempengaruhi prestasi anak.

Status gizi anak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya genetik, asupan

makanan, pola makan, aktifitas fisik, serta adanya penyakit infeksi. Salah satu

penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi adalah kecacingan. Kecacingan

secara kronik akan menyebabkan kekurangan karbohidrat, protein serta kehilangan

darah yang secara tidak langsung akan meurunkan produktivitas. Kecacingan pada

anak juga akan menurunkan daya tahan tubuh mereka sehingga mudah terserang

penyakit lain. Kecacingan pada anak sekolah dasar akan menghambat mereka dalam

mengikuti pelajar prestasi dan bekarena anak menjadi cepat lelah, mengantuk,

capek, malas belajar dan pusing.

Pemerikasaan infeksi kecacingan pada anak SD sehingga upaya pencegahan

sekunder termasuk pengobatan akan dapat segera dilakukan. Pengobatan awal dan

pencegahan sekunder telah terbukti menjadikan status gizi anak lebih baik karena

fungsi pencernaan dan penyerapan makanan mereka lebih baik serta asupan nutrisi

menjadi terserap dengan optimal. Dengan terserapnya nutrisi secara optimal,

kemampuan anak untuk beronsentrasi juga akan bertambah baik. Dalam kutipan

yang diperoleh dari penelitian (Palgunadi, 2010), secara epidemiologi Infeksi oleh

nematode usus biasanya berkaitan dengan jeleknya hygiene. Infeksi ini selalu ada

terutama di daerah tropis dan subtropis. Serangan cacing dalam jumlah sedikit

biasanya asimptomatis tetapi infeksi yang berat dapat menimbulkan masalah yang

serius terutama pada anak – anak yang biasanya diikuti oleh terhambatnya

perkembangan anak. ( Greenwood D, 2007 ; Brooks GF,2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kapti dkk di daerah Bali

selama kurun waktu 2003-2007, diperoleh prevalensi infeksi cacing usus pada anak

Page 8: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

8

SD di daerah Bali tergolong tinggi yaitu berkisar antara 40,94%- 92,4%. Selain itu

dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asri Damayanti tahun 2009, di

Sekolah Dasar No. 1Desa Luwus dari pemeriksaan tinja yang dilakukan terhadap 140

orang siswa/i, ditemukan sebanyak 54 orang atau sebesar 38,57% yang terinfeksi

kecacingan. Tingginya angka kecacingan ini juga didukung dari kutipan pernyataan

Ketua Pengurus Harian PKBI Bali dr. Mangku Karmaya yang mengatakan; “jumlah

penderita cacing pada anak-anak SD masih cukup tinggi” (Bali Post : 28 Desember

2004).

Menurut Kapti (2004) tingginya prevalensi infeksi cacing pada anak-anak SD

disebabkan kurangnya pengetahuan anak dan orangtua terhadap penyakit ini. Pada

penelitian Bakta (1995) di Desa Jagapati Bali menemukan bahwa intensitas infeksi

cacingan juga dipengaruhi oleh kebiasaan tidak memakai alas kaki, sehingga hal ini

memungkinkan terjadinya penularan cacing perut yang ditularkan melalui tanah (soil

transmitted helminths). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Asri Damayanti

(2009) dikatakan dapat terjadi re-infeksi kecacingan,oleh sebab itu peneliti ingin

melanjutkan penelitian dari Bakta untuk melihat prevalensi kecacingan pada anak SD

di Desa Jagapati tahun 2014. Dengan letak geografis Desa yang berada di dataran

tinggi yang beriklim sejuk yang merupakan media tanah yang cocok bagi

perkembangan cacing usus STH.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam pendahuluan diatas dapat dirumuskan masalah:

1. Seberapa besar prevalensi kecacingan pada anak SD di Desa Jagapati,

Kotamadya Denpasar

2. Bagaimana status gizi (IMT/U) anak SD di Desa Jagapati, Kotamadya Denpasar

3. Bagaimana hubungan antara kejadian kecacingan dengan status gizi (IMT/U)

pada anak SD di Desa Jagapati, Kotamadya Denpasar

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kecacingan dan

hubungannya dengan status gizi (IMT/U) pada anak SD kejadian kecacingan pada

Page 9: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

9

anak SD di Desa Jagapati pada tahun 2014 serta pemberian pengobatan bagi yang

ditemukan menderita kecacingan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides) pada anak

SD di Desa Jagapati pada tahun 2014

2. Untuk mengetahui prevalensi Cacing Cambuk (Trichuris Trichura) pada anak

SD di Desa Jagapati pada tahun 2014.

3. Untuk mengetahui prevalensi Cacing Tambang (Ancylostoma Duodenale &

Necator Americanus) pada anak SD di Desa Jagapati pada tahun 2014.

4. Untuk mengetahui prevalensi kecacingan secara keseluruhan pada anak SD di

Desa Jagapati pada tahun 2014.

5. Untuk mengetahui status gizi (IMT/U) anak SD di Desa Jagapati pada tahun

2014.

6. Untuk mengetahui hubungan kejadian kecacingan dengan status gizi anak SD di

Desa Jagapati pada tahun 2014.

7. Untuk memberikan pengobatan bagi anak SD yang positif kecacingan

1.4 Manfaat / Urgensi / Keutamaan Penelitian

1. Sebagai masukan untuk instansi kesehatan yang berwenang dalam hal ini

Puskemas dan Dinas Kesehatan Kotamadya Denpasar dalam melakukan

monitoring dan evaluasi program P2PL, khususnya untuk pemegang program

P2B2 Kecacingan.

2. Sebagai bantuan data dan tambahan informasi untuk Puskesmas dalam

monitoring dan evaluasi program P2B2 Kecacingan.

3. Sebagai dasar untuk mengembangkan program promosi kesehatan yang tepat

sasaran dan materi terutama kepada anak SD dan keluarganya tentang

kecacingan

Page 10: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

10

BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1 Prevalensi Kecacingan

Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit

atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang

ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total

(Dorland, 2002). Prevalensi kecacingan merupakan jumlah populasi yang menderita

kecacingan.

Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih

banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected

diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang

tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan

banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti

kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan

pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian (Sudomo, 2008).

Penyakit kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus,

sebagian besar penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah. Oleh karena itu

digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil-

Transmitted Helminths. Yang termasuk dalam kelompok Soil-Transmitted Helminth

adalah nematoda usus Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura dan Cacing tambang

(Ancylostomaduodenale dan Necator americanus). (Palgunadi, 2010).

Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut),

yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing

perut terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted

helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).Jenis-jenis cacing tersebut banyak

ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia.Pada umumnya telur cacing bertahan

pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap untuk masuk

ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

11

Gejala penyakit Cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan

penyakit-penyakit lain. Anak yang menderita Cacingan biasanya lesu, tidak

bergairah, konsentrasi belajar kurang.

2.2 Species Cacing yang akan Diteliti

2.2.1 Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

Pada stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus halus, cacing betina

dapat bertelur sampai 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi

dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi

tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif

ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut

menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke

jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah,

lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea

melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga

menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu

menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan

waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa

(Gandahusada, 1998).

Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-

kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan

berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat

terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila

cacing mengumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus

obstructive) (Effendy, 1997).

Pada anak-anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak buncit (karena

jumlah cacing dan kembung perut); biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit

mata (rembes), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang.

Hal ini sering bukan dianggap masalah karena anak masih dapat berjalan dan

sekolah.

Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk

membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam

Page 12: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

12

tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan

beratnya infeksi (dengan cara menghitung telur).

Secara Epidemiologi telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat

yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif.

Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama

makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah

dengan telur cacing).

2.2.2 Cacing cambuk (Trichuris trichura)

Cacing cambuk atau yang sering disebut cacing kremi dewasa hidup di kolon

asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing

betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir. Telur yang

dibuahi dikelurkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan

infektif) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Cara

infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes),

kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah

menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan

sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan

siap bertelur sekitar 30 – 90 hari.

Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan

rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus

akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya

ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan

peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan.

Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan

anemia.

Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis

yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang

berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disenteri,

anemia, dan berat badan menurun. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering

disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan

menemukan telur di dalam tinja.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

13

Secara Epidemiologi penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah

dengan tinja yang mengandung telur cacing cambuk. Telur tumbuh dalam tanah liat,

lembab dan tanah dengan suhu optimal + 30oC. Infeksi cacing cambuk terjadi bila

telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang

tercemar atau melalui tangan yang kotor.

2.2.3 Cacing tambang (Ancylostoma duodenale & Necator americanus)

Cacing Tambang dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat

pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 – 10.000 butir telur sehari.

Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm,

cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang

gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar

bersama tinja, setelah 1 – 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva

rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang

dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7–8 minggu di tanah. Setelah

menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru

menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari

laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa.

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama

makanan.

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya

pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan

kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan

darah (anemia). Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap

sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab.Gejala

klinik yang ditimbulkan infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah,

konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, dan anemia (anemia

hipokrom micrositer).

Secara Epidemiologi kejadian penyakit akibat cacing tambang ini di Indonesia

sering ditemukan pada penduduk, terutama di daerah peDesaan, khususnya di

perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun

luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan

dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan

Page 14: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

14

pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi

penyakit ini (Gandahusada, 1998).Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah

tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32oC – 38oC. Untuk menghindari

infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal/sepatu bila keluar rumah.

2.3 Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan tinja bertujuan untuk menegakkan diagnosis pasti, ada dan

tidaknya infeksi cacing, berat ringannya infeksi serta jenis telur cacing yang ada.

Dari hasil pemeriksaan tinja tersebut juga akan didapatkan prevalensi kecacingan.

Pada penelitian ini siswa/i SD di Desa Jagapati diberikan pot plastik untuk

menempatkan feses yang akan dikumpulkan kepada peneliti keesokan harinya. Feses

yang telah dikumpulkan segera dibawa untuk diserahkan pada bagian Laboratorium

Parasitologi Universitas Udayana.

Cara Pembagian dan Pengumpulan Tinja

1. Sebelum pot tinja dibagi perlu dilakukan penyuluhan serta wawancara

tentang pengetahuan Cacingan.

2. Setelah wawancara, responden dibagikan pot tinja yang telah diberi kode

sesuai dengan Nomor Induk Siswa (NIS). Pot tersebut diisi dengan

tinjanya sendiri dan dikumpulkan pada keesokan harinya.

3. Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot / kantong plastik sekitar 100

mg (sebesar kelereng atau ibu jari tangan).

4. Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, sebab jika tidak

telur cacing tambang akan rusak atau menetas menjadi larva. Jika tidak

memungkinkan tinja harus diberi formalin 5-10% sampai terendam.

5. Segera dilakukan pencatatan setelah mendapatkan hasil. Hasil positif

yang didapat segera dilaporkan kepada pihak sekolah guna memberikan

intervensi pengobatan langsung ke puskesmas atau ketempat pelayanan

kesehatan yang dikehendaki bagi anak yang menderita cacingan. Peneliti

bekerjasama dengan Puskesmas II Abiansemal dalam pemberian obat

bagi penderita cacingan.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

15

2.4 Cara Menghitung Prevalensi

2.4.1 Prevalensi seluruh cacing

Jumlah specimen positif telur minimal 1 jenis cacing x 100%

Jumlah specimen yang diperiksa

2.4.2 Prevalensi cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

Jumlah specimen positif telur cacing gelang x 100%

Jumlah specimen yang diperiksa

2.4.3 Prevalensi cacing cambuk (Trichuris trichura)

Jumlah specimen positif telur cacing cambuk x 100%

Jumlah specimen yang diperiksa

2.4.4 Prevalensi cacing tambang

Jumlah specimen positif telur cacing tambang x 100%

Jumlah specimen yang diperiksa

2.5 Status Gizi

2.5.1 Pengertian status gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh

konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini adalah tanda-

tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan

pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).

Supariasa, dkk (2001) menyatakan bahwa status gizi yaitu ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam

bentuk variabel tertentu. Sebagai contoh : gizi kurang atau gizi lebih merupakan

keadaan tidak seimbangnya konsumsi makanan dalam tubuh seseorang.

2.5.2 Faktor yang mempengaruhi status gizi

Kecukupan dan kekurangan gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor

yaitu faktor penyebab langsung dan tidak langsung.

Faktor penyebab langsung adalah asupan makanan dan adanya infeksi/penyakit

pada anak. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada

akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak

Page 16: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

16

memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan

mudah terserang penyakit.

Penyakit infeksi yang sering menyebabkan anak menjadi kekurangan gizi

diantaranya malaria, kecacingan, tuberkulosis dan HIV/AIDS. Penyakit-penyakit ini

menambah rendahnya status gizi pada anak yang kalau tidak ditanggulangi dengan

benar akan terus menjadi “lingkaran setan” bagi anak tersebut (Krisnansari, 2010).

Kecacingan dapat mengurangi status gizi anak serta kemampuan kognitif anak.

Cacing mempengaruhi nutrisi dengan cara mengkonsumsi langsung zat nutrisi, darah

sehingga menyebabkan malabsorbsi, mensekresi protease inhibitor dan merangsang

respon imun terhadap infeksi yang akan menyebabkan kehilangan nafsu makan.

Kurangnya nutrisi akan mengurangi kemampuan kerja mental dalam memusatkan

dan mempertahankan konsentrasi.

Faktor penyebab tidak langsung diantaranya akibat kebutuhan pangan seluruh

keluarga tidak dapat terpenuhi (rendahnya ketahanan pangan); pola asuh yang kurang

baik seperti kurangnya perhatian, waktu dan dukungan pada anak; serta lingkungan

san pelayanan kesehatan yang kurang memadai seperti tidak ada sarana air bersih,

serta sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau.

2.5.3 Penilaian status gizi

Penilaian status gizi dengan cara antropmetri merupakan metode yang paling sering

digunakan dalam penilaian status gizi karena biayanya sangat murah dan

penggunaannya sangat mudah

Status gizi dengan cara antropometri ditentukan dari hasil pengukuran

beberapa variabel seperti berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan

atas (LLA). Untuk mendapatkan bahwa seorang anak mempunyai status gizi kurang,

normal atau lebih, beberapa variabel tersebut diformulasikan sehingga terbentuk

beberapa indicator status gizi seperti BB/Umur, TB/umur, BB/TB, serta Indeks

massa tubuh, kemudian dibandingkan dengan nilai standar. Hasil pengukuran

antropometri akan dianalisis dengan menggunakan nilai z-score (SD), nilai persentil

dan nilai persen terhadap median (Bardosono 2010).

Untuk anak sekolah dasar, indikator status gizi yang sesuai berdasarkan

anjuran WHO (2007) dan Kemenkes RI (2010) adalah IMT/U. IMT merupakan

Page 17: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

17

indikator yang paling sering digunakan untuk menetukan derajat kekurusan dan

kegemukan. IMT merupakan hasil kalkulasi dari:

IMT = BB (kg)TB (m) x TB (m)

Adapun tabel yang digunakan untuk menentukan anak tersebut kurus, normal atau

gemuk adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar Penilaian Status Gizi Umur 8-18 Tahun Berdasar IMT Menurut

Umur

UMUR(Thn)

Laki-laki PerempuanKurus Normal Gemuk Kurus Normal Gemuk

6 < 13,0 13,1 - 18,4 > 18,5 < 12,7 12,8 - 19,1 > 19,27 < 13,2 13,3 - 18,9 > 19,0 < 12,7 12,8 - 19,7 > 19,88 < 13,3 13,4 - 19,6 > 19,7 < 12,9 13,0 - 20,7 > 20,89 < 13,5 13,6 - 20,4 > 20,5 < 13,1 13,2 - 21,4 > 21,5

10 < 13,7 13,8 - 21,3 > 21,4 < 13,5 13,6 - 22,5 > 22,611 < 14,1 14,2 - 22,4 > 22,5 < 13,9 14,0 - 23,6 > 23,712 < 14,5 14,6 - 23,7 > 23,8 < 14,4 14,5 - 24,8 > 24,913 < 14,9 15,0 - 24,7 > 24,8 < 14,9 15,0 - 26,1 > 26,214 < 15,5 15,6 - 25,8 > 25,9 < 15,5 15,6 - 27,2 > 27,315 < 16,0 16,1 - 26,9 > 27,0 < 15,9 16,0 - 28,1 > 28,216 < 16,5 16,6 - 27,8 > 27,9 < 16,2 16,3 - 28,8 > 28,917 < 16,9 17,0 - 28,5 > 28,6 < 16,4 16,5 - 29,2 > 29,318 < 17,3 17,4 - 29,1 > 30,0 < 16,4 16,5 - 29,4 > 29,5

Sumber: WHO, 2007

2.6 Pengobatan Kecacingan

Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat. Pemilihan

obat cacing untuk pengobatan massal harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :

a. Mudah diterima di masyarakat.

b. Mempunyai efek samping yang minimum.

c. Bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing.

d. Harganya murah (terjangkau).

Obat cacing kini telah tersedia dalam dosis sekali minum yang sangat praktis trutama

bagi anak-anak yang susah minum obat. Obat tersebut dapat melindungi anak dari

Page 18: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

18

kecacingan slama kurang lebih 6 bulan (Kemenkes RI, 2006). Pemberian obat cacing

hendaknya selektif didasarkan atas ditemukannya cacing atau telur cacing pada feses

anak dan tidak diberikan rutin selama 6 bulan walaupun efek sampingnya ringan

(Winita dkk, 2012)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk mempelajari hubungan antara

kejadian kecacingan dengan status gizi anak SD di Desa Jagapati, Kotamadya

Denpasar.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kotamadya Denpasar, Provinsi Bali, tepatnya di 2

(dua) SD Desa Jagapati. SD tersebut adalah SDN 1 Jagapati dan SDN 2 Jagapati.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a) Populasi.

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3, 4, dan 5 yang

terdapat di SDN 1 Jagapati dan SDN 2 Jagapati pada tahun ajaran 2013/2014.

b) Sampel

Responden dari penelitian ini adalah siswa/i SD yang terpilih berdasarkan

teknik sampling yang digunakan yaitu simpel random sampling. Besar sampel

dihitung dengan cara :

n = (Z1-α)2 x px(1-p)d2

n = 1,96 x 38,57% x (1-38,57%)(0,1)2

n = 1,96 x 38,57% x (1-38,57%)0,01

n = 3,8416 x 0,3857 x 0,6143

Page 19: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

19

0,01n = 91,02

nK= 91,021 + 91,02

183nK= 91,02

1 + 0,49737705

nK= 91,021,49737705

= 60,7862929

nk= 61

Jadi besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 61 orang siswa yang

akan dipilih secara acak dengan teknik simpel random sampling berdasarkan

sampling frame yang berupa absen siswa kelas tersebut.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih selama 5 bulan (Bulan April-Agustus

2014)

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Adapun variabel dan definisi operasional variabel dalam penelitian ini disajikan

dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Variabel dan definisi operasional variabel

Variabel Definisi

operasional

Alat ukur Skala

pengukuran

Skala dalam

analisis

Kejadian

kecacingan

Sampel yang

dalam fesesnya

terdapat cacing

atau telur

cacing

Spesimen

(feses)

Nominal 0 : Positif

1: Negatif

Umur Ulang tahun

terakhir dari

Kuesioner Interval

Page 20: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

20

sampel

Jenis kelamin Sudah jelas - Nominal 0: laki-laki

1:perempuan

Berat badan Berat anak saat

penelitian

(dalam kg)

Timbangan Ratio

Tinggi Badan Tinggi anak

saat penelitian

(dalam meter)

Microtois Ratio

Indeks massa

tubuh

BB/TB2 Ratio

Status gizi Keadaan gizi

anak yang

didapat dengan

IMT

Perhitungan Nominal 0: Kurus

1: Normal

2. Gemuk

Page 21: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

21

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Anak sekolah yang menjadi respondendalam penelitian berasal dari 2

sekolah berbeda, yaitu SD Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati.

Responden dalam penelitian ini adalah anak kelas 3, 4, dan 5 yang berstatus

sebagai pelajar sekolah dasar di SD Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati

pada tahun ajaran 2013-2014.

Enam puluh satu orang responden terpilih sebagai sampel dalam penelitian

ini yang terdiri atas responden yang berasal dari SD Negeri 1 Jagapati, sejumlah

31 orang, dengan distribusi responden pada masing-masing kelas sejumlah 10

orang, namun ada 1 kelas dengan jumlah 11 orang dan responden yang berasal

dari SD Negeri 2 Jagapati, sejumlah 30 orang dengan distribusi masing-masing

10 orang pada masing-masing kelas. Anak kelas 3, 4, dan 5 dipilih karena sudah

dianggap mampu menerima informasi dan instruksi yang diberikan oleh peneliti

dengan tepat.

Dalam pelaksanaan penelitian, setiap responden diobservasi secara

langsung dengan mendampingi masing-masing responden pada saat menjawab

pertanyaan kuesioner terstruktur untuk mengetahui karakteristik social

demografinya. Kemudian diikuti dengan pengukuran berat badan dan tinggi

badan masing masing responden/sampel. Setelah dilakukan perkenalan dan

observasi, responden diinstruksikan untuk mengumpulkan spesimen berupa

feses tepat keesokan hari setelah dilakukan perkenalan dan observasi. Sebelum

pot tinja dibagikan, peneliti memberikan surat pemberitahuan penelitian kepada

Page 22: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

22

orang tua yang disampaikan dengan perantara siswa/siswi yang terpilih sebagai

responden dalam penelitian. Setelah itu responden dibagikan pot tinja yang telah

diberi kode sesuai dengan Nomor Induk Siswa (NIS), pot tersebut diisi dengan

tinjanya sendiri dan dikumpulkan tepat pada keesokan harinya. Peneliti

menjelaskan cara pengambilan spesimen dengan memberikan contoh peragaan

didepan kelas mengenai cara pengambilan feses, selain itu peneliti juga

menjelaskan jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot sekitar 100 mg (sebesar

kelereng atau ibu jari tangan). Spesimen harus dibawa tepat keesokan harinya

setelah responden melakukan Buang Air Besar (BAB) dengan memasukkan pot

kedalam kantung plastik yang telah disediakan oleh peneliti.

Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Sekolah, Jenjang Kelas, Jenis

Kelamin, dan Umur

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Variabel Frekuensi %

Asal Sekolah SD Negeri 1 Jagapati 31 50,8%

SD Negeri 2 Jagapati 30 49,2%

Jenjang Kelas 3 20 32.8%

4 20 32.8%

5 21 34.4%

Jenis Kelamin Perempuan 32 52,5%

Laki-laki 29 47,5%

Umur 8 7 11,5%

9 21 34,4%

10 13 21,3%

11 17 27,9%

12 3 4,9%

Total 61 100%

Page 23: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

23

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan asal sekolah terdiri dari SD Negeri

1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati dengan jumlah siswa yang menjadi responden

pada SD Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati hampir sama, dapat dilihat dari

persentase masing-masing SD yang tidak jauh berbeda. Jika dilihat berdasarkan

jenjang kelas, dapat diketahui distribusi frekuensi untuk kedua sekolah pada masing-

masing kelas sejumlah 10 orang, dimana jika dijumlahkan pada kedua sekolah maka

akan berjumlah 20 orang pada masing-masing kelas. Untuk responden yang berada

pada kelas 5, terdapat perbedaan jumlah responden dari kelas lain sejumlaah 1 orang,

dikarenakan total responden dalam penelitian ini sejumlah 61 orang. Siswa kelas 5

yang memiliki 11 responden adalah siswa kelas 5 yang berada pada SD Negeri 1

Jagapati. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, dapat diketahui bahwa persentase

antara responden laki-laki dan perempuan hampir sama. Dan jika dilihat karakteristik

responden berdasarkan umur, dapat diketahui umur dari siswa kelas tiga sampai

kelas lima diantara 7 sampai 12 tahun. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa sebagian

besar responden berumur 9 tahun yaitu sebesar 34,4%.

4.2 Prevalensi Kecacingan

Prevalensi kecacingan adalah seluruh kejadian positif kecacingan yang

menginfeksi sampel setelah dilakukan uji laboratorium terhadap specimen berupa

feses yang telah dikumpulkan dalam waktu penelitian.

Berikut merupakan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap keseluruhan

infeksi kecacingan yang terjadi :

Page 24: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

24

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium untuk Seluruh Cacing

Hasil Pemeriksaan Seluruh Cacing Frekuensi %

Positif 2 3,3%

Negatif 59 96,7%

Total 61 100%

Berdasarkan data dari tabel diatas ditemukan sebanyak 3,3% atau 2 orang yang

dinyatakan positif kecacingan dari keseluruhan sampel yang berjumlah 61 orang

yang telah diuji pada laboratorium. Jadi prevalensi kecacingan pada anak sekolah

dasar di SD Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati sebesar 3,3% atau sebanyak

2 orang. Dimana didapatkan satu orang menderita cacing gelang, sedangkan seorang

lagi di fesesnya terdapat telur cacing cambuk. Tidak satupun yang didapatkan

menderita cacing tambang. Kedua penderita berjenis kelamin laki-laki serta berumur

9 dan 12 tahun.

4.3 Status Gizi (IMT)

Status gizi pada sampel didasarkan pada indeks masa tubuh (IMT), dimana IMT

merupakan hasil dari perhitungan antara BB dan TB dengan formula :

IMT = BB(kg)

TB(m)2

Setelah di dapatkan hasil IMT kemudian dickategorikan menjadi kurus, normal dan

gemuk didasarkan pada IMT, jenis kelamin dan umurnya sesuai tabel WHO 2007.

Hasil perhitungan status gizi berdasarkan IMT/umur tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

25

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan IMT pada Sampel

Kategori IMT Frekuensi %

Kurus 2 3,3%

Normal

Gemuk

53

6

86,9%

9,8

Total 61 100%

Dari table diatas dapat dilihat hanya sebagian kecil dari sampel yang tergolong kurus

berdasarkan IMT dan umur. Sebagian besar responden mempunyai status gizi

normal.

4.4 Hubungan Prevalensi Kecacingan dengan Status Gizi (IMT)

Tabel 4.4 Hubungan antara Kejadian Kecacingan dengan Status Gizi

Status GIzi Positif Negatif Total

Kurus 0 (0%) 2 (100%) 2 (100%)

Normal

Gemuk

2 (3,8%)

0(0%)

51 (96,2%)

6 (100%)

53 (100%)

6 (100%)

Total 2 (3,3%) 59 (96,7%) 61 (100%)

Dari tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa kedua siswa yang menderita kecacingan

mempunyai status gizi yang tergolong normal. Analisis lanjutan tidak dapat

dilakukan lagi mengingat lebih dari 1 sel mempunyai nilai nol (0).

Page 26: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

26

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Prevalensi Kecacingan pada Anak SD di Desa Jagapati

Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu

penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah

kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah

populasi total (Dorland, 2002). Jadi prevalensi kecacingan merupakan jumlah

populasi yang menderita kecacingan.

Pada penelitian ini perhitungan terhadap prevalensi kecacingan dilakukan

dengan melakukan uji laboratorium terhadap spesimen pada Laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Sampel dalam penelitian ini adalah anak kelas 3,4, dan 5 yang berstatus

sebagai pelajar sekolah dasar pada tahun ajaran 2013-2014 yang berjumlah 61

orang, dengan jumlah masing-masing berdasarkan asal sekolah responden yaitu

responden yang berasal dari SD Negeri 1 Jagapati, sejumlah 31 orang, dengan

distribusi responden pada masing-masing kelas sejumlah 10 orang, namun ada 1

kelas dengan jumlah 11 orang dan responden yang berasal dari SD Negeri 2 Jagapati,

sejumlah 30 orang dengan distribusi masing-masing 10 orang pada masing-masing

kelas. Anak kelas 3, 4, dan 5 dipilih karena sudah dianggap mampu menerima

informasi dan instruksi yang diberikan oleh peneliti dengan tepat dalam hal

pengambilan/pengumpulan feses.

Jumlah siswa yang dijadikan sampel pada masing-masing SD tidak jauh

berbeda, yaitu sebanyak 50,8% merupakan siswa dari SD Negeri 1 Jagapati

sedangkan sebanyak 49,2% merupakan siswa dari SD Negeri 2 Jagapati. Dalam

Page 27: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

27

perhitungan statistik berdasarkan jenjang kelas, dapat diketahui distribusi frekuensi

untuk kedua sekolah pada masing-masing kelas sejumlah 10 orang, dimana jika

dijumlahkan pada kedua sekolah maka akan berjumlah 20 orang pada masing-masing

kelas. Untuk responden yang berada pada kelas 5, terdapat perbedaan jumlah

responden dari kelas lain sejumlah 1 orang, dikarenakan total responden dalam

penelitian ini sejumlah 61 orang. Siswa kelas 5 yang memiliki 11 responden adalah

siswa kelas 5 yang berada pada SD Negeri 1 Jagapati. Jika dilihat distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin maka didapat sampel dengan jenis kelamin

perempuan sebanyak 52,2%, sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 47,5%, hal ini menunjukkan persentase antara responden laki-laki dan

perempuan tidak jauh berbeda. Selain itu jika dilihat karakteristik responden

berdasarkan rentang umur dari siswa kelas tiga sampai kelas lima diantara 7 sampai

12 tahun, dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa sebagian besar responden

berumur 9 tahun yaitu sebanyak 34,4%.

Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan

penyakit-penyakit lain, namun pada anak yang menderita cacingan biasanya lesu,

tidak bergairah, dan konsentrasi belajar kurang. Berdasarkan hasil laboratorium

dalam penelitian ini menunjukkan kejadian kecacingan sebesar 3,3% responden yang

dinyatakan positif kecacingan sedangkan sebesar 96,7% dinyatakan negatif

kecacingan, dengan perhitungan jumlah sampel positif kecacingan dibagi dengan

jumlah keseluruhan sampel maka didapat prevalensi kecacingan sebesar 3,3% atau

sebanyak 2 orang dari total 61 responden. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Kapti dkk di daerah Bali selama kurun waktu 2003-2007, yang

menyatakan prevalensi infeksi cacing usus pada anak SD di daerah Bali tergolong

tinggi yaitu berkisar antara 40,94%- 92,4%. Namun penelitian ini sejalan dengan

Page 28: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

28

penelitian Wandira yang dilakukan di kota Manado pada tahun 2013, yang

menyatakan dari 60 responden hanya 1 atau sebesar 1,7% responden yang positif

terinfeksi kecacingan.

Penyakit kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus,

sebagian besar penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah. Oleh karena itu

digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil-

Transmitted Helminths. Yang termasuk dalam kelompok Soil-Transmitted Helminth

adalah nematoda usus Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides), Cacing Cambuk

(Trichuris trichiura), dan Cacing Tambang (Ancylostomaduodenale dan Necator

americanus). (Palgunadi, 2010)

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sampel positif kecacingan didapatkan

bahwa infeksi Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dan Cacing Cambuk (Trichuris

trichiura) memiliki proporsi yang sama masing-masing sebesar 1,6%, dan untuk

infeksi Cacing Tambang (Ancylostomaduodenale dan Necator americanus) seluruh

sampel dinyatakan negatif, sehingga prevalensinya 0%. Namun dalam penelitian

Friscasari, dkk yang dilakukan pada murid sekolah dasar di Desa Teling Kecamatan

Tombariri Kabupaten Minahasa pada tahun 2011, menunjukkan prevalensi Cacing

Gelang (Ascaris lumbricoides) dan Cacing Tambang (Ancylostomaduodenale dan

Necator americanus) dengan proporsi yang sama masing-masing sebesar 36,4%,

sedangkan prevalensi Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) sebesar 9,0%. Dari kedua

hasil perhitungan diatas tentunya dapat dilihat perbedaan prevalensi kejadian

kecacingan untuk masing-masing jenis cacing yang diteliti, dimana persentase

prevalensi kecacingan pada masing-masing jenis cacing lebih besar dalam penelitian

yang telah dilakukan oleh Friscasari. Untuk gangguan yang disebabkan oleh cacing

dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan

Page 29: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

29

seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada anak-anak yang

menderita Ascariasis perutnya nampak buncit (karena jumlah cacing dan kembung

perut); biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti

batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang. Hal ini sering bukan

dianggap masalah karena anak masih dapat berjalan dan sekolah. (Palgunadi 2010).

Sedangkan untuk infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan

gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing

cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti

diare, disenteri, anemia, dan berat badan menurun. Infeksi cacing cambuk yang berat

juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat

dengan menemukan telur di dalam tinja. (Palgunadi 2010). Sehingga untuk

mencegah risiko terjadinya infeksi berat, maka harus segera dilakukan pengobatan

bagi responden yang mengalami positif kecacingan.

5.2 Prevalensi Kecacingan Berdasarkan Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini karakteristik responden dapat dipaparkan kedalam 3

kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, asal sekolah dan umur.

Dalam penelitian ini seluruh populasi target memiliki kesempatan yang sama

untuk terpilih menjadi responden, sehingga tidak ada pengaruh jenis kelamin

terhadap pemilihan responden. Dalam penelitian ini jenis kelamin dikodekan dengan

“0” untuk perempuan sedangkan “1” untuk laki-laki. Berdasarkan perhitungan

statistik jika dilihat dari hasil pemeriksaan Laboratorium terhadap jenis kelamin

dengan kejadian kecacingan, bahwa seluruh responden yang dinyatakan positif

kecacingan berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk responden perempuan

seluruhnya dinyatakan negatif kecacingan.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

30

Rentang umur untuk siswa kelas 3 sampai kelas 5 diantara 7 sampai 12 tahun,

dan diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 9 tahun yaitu sebanyak

34,4%. Prevalensi kecacingan pada sampel hanya 3.3% (hanya 2 orang yang positif

menderita kecacingan) berdasarkan hasil pemeriksaan feses. Untuk hasil

pemeriksaan laboratorium terhadap variabel umur dengan kejadian kecacingan

didapat proporsi yang sama pada umur 9 dan 12 tahun, masing-masing 1 orang atau

sebesar 50%.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

31

5.3 Hubungan Status gizi berdasarkan IMT/Umur dengan Prevalensi

Kecacingan

Berdasarkan hasil perhitungan IMT serta dengan mencocokkan terhadap tabel

WHO tentang status gizi anak berumur 6-12 tahun berdasarkan IMT, umur dan jenis

kelamin didapatkan murid-murid SD di Jagapati ini sebagian besar mempunyai

status gizi normal. Status gizi yang normal dicapai karena kecukupan asupan

makanan terutama makronutrien (karbohidrat, protein dan lemak) pada anak-anak

ini. Hanya sebagian kecil saja yang kurus (hanya 3.3%) serta 6 orang saja yang

tergolong gemuk (9.8%). Disini terlihat anak yang gemuk lebih banyak daripada

anak yang kurus. Hal ini kemungkinan adanya faktor gaya hidup dan jenis makanan

yang dikonsumsi anak-anak lebih banyak mengandung gula dan lemak, sehingga

risiko obesitas meningkat.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

32

Jika diluhat hubungan antara status gizi tersebut dengan infeksi kecacingan

pada anak SD di Jagapati ini, terlihat bahwa tidak terdapat hubungan antara status

gizi tersebut dengan infeksi kecacingan. Hal ini dapat dilihat dari analisis bivariate

antara status gizi tersebut dengan infeksi kecacingan. Seharusnya mereka yang

terinfeksi kecacingan mempunyai status gizi yang lebih rendah (dalam hal ini adalah

kurus) dibanding teman-teman mereka yang tidak menderita kecacingan. Namun

hasil analisis mendapatkan mereka yang positif kecacingan mempunyai status gizi

yang normal. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa kemungkinan, diantaranya,

pertama, kemungkinan anak yang terinfeksi kecacingan tersebut sebelumnya

tergolong anak yang mempunyai gizi lebih, sehingga setelah beberapa lama,

kemungkinan status gizinya menjadi normal akibat infestasi cacing ini. Hal ini hanya

dapat dibuktikan dengan adanya pemantauan regular/rutin terhadap berat badan

anak-anak tersebut, sehingga dapat dilihat peningkatan/penurunan berat badan yang

terjadi. Kedua, infestasi cacing yang dialami tidak terlalu parah/banyak, sehingga

cacing-caing tersebut tidak/belum sampai mengganggu metabolisme dan penyerapan

gizi pada anak-anak tersebut sehingga status gizinya tetap normal. Namun jika hal

tersebut tetap dibiarkan/tidak diberi pengobatan, maka kemungkinan besar

metabolism dan penyerapan zat gizi anak tersebut akan terganggu.

5.4 Pengobatan Kecacingan

Setelah mengetahui anak-anak yang menderita kecacingan, anak-anak tersebut

diberikan pengobatan berupa tablet Albendazole yang merupakan obat pilihan bagi

penderita cacing gelang dan cacing cambuk. Beberapa bulan terakhir puskesmas juga

memberikan pengobatan massal kecacingan pada anak-anak SD di Jagapati. Hal ini

tentunya untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan ini diantara anak SD.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

33

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan perhitungan prevalensi kecacingan pada anak sekolah dasar di SD

Negeri 1 Jagapati dan SD Negeri 2 Jagapati sebesar 3,3% atau sebanyak 2 orang,

dengan distribusi prevalensi pada masing-masing jenis cacing untuk sampel positif

kecacingan didapatkan bahwa infeksi Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dan

Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) memiliki proporsi yang sama masing-masing

sebesar 1,6%, dan untuk infeksi Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus) seluruh sampel dinyatakan negatif, sehingga prevalensi untuk

cacing tambang 0%.

Berdasarkan hasil perhitungan status gizi, sebagian besar anak SD di Desa

Jagapati mempunyai status gizi normal berdasarkan IMT/unur dan jenis kelamin.

Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan antara status gizi dengan infestatsi

kecacingan, dimana mereka yang mederita kecacingan berada pada status gizi

normal.

Namun jika dilihat dari perspektif Ilmu Kesehatan Masyarakat, penelitian ini

menunjukkan kemajuan yang signifikan jika dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan di daerah Bali dengan hasil positif kecacingan yang

rendah yaitu sebesar 3,3%.

Page 34: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

34

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan, antara lain :

1. Instansi pemerintah

Adanya peningkatan kerjasama antara Dinas kesehatan dengan Puskesmas

untuk melakukan pemeriksaan berkala, untuk memonitoring terjadinya infeksi

baru atau re-infeksi kecacingan. Walaupun tingkat kecacingan rendah, namun ada

kemungkinan terjadinya penularan. Termasuk juga pemantauan status gizi pada

anak SD untuk memonitor peningkatan dan penurunannya sehingga dapat diambil

tindakan pencegahan yang sesuai.

2. Masyarakat

Disarankan kepada orang tua siswa/siswi untuk ikut menjaga dan mengawasi

hygiene perorangan untuk mencegah infeksi kecacingan di kemudian hari, seperti

menjaga kebersihan kuku serta melaksanakan cuci tangan pakai sabun.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

35

DAFTAR PUSTAKA

Andaruni, et al. (2012). Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Status HemoglobinPada Anak Sekolah Dasar Diwilayah Pesisir Kota Makassar PropinsiSulawesi Selatan Tahun 2013. (diakses 10 Januari 2014).

Ani, LS et al. (2010). Kadar Feritin Serum dan Hemoglobin Pada Wanita PasanganPengantin Baru Di Bali. Jurnal Gizi dan Pangan 5(1):26–30,(online)http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Kadar-Feritin-Serum-Dan-Hemoglobin-Pada-Wanita-Pasangan-Pengantin-Baru-Di-Bali.pdf (diakses 10 Januari 2014)

Bakta, I Made. (1995). Aspek Epidemiologi Infeksi Cacing Tambang pada PendudukDewasa Desa Jagapati Bali. Jurnal Medika. Jakarta.

Brooks GF dkk. (1996). Mikrobiologi. Kedokteran. Edisi 20. EGC. Hal. 670-678.Greenwood D et al. (2007). Medical Microbiology. 17th edition. ChurchillLivingstone. pp. 634-636.

Dachi, Rahmat. (2005). Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593Hatoguan terhadap Infeksi Cacing Perut di Kecamatan Palipi KabupatenSamosir.(Online).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15363/1/mki-des2005-%20%285%29.pdf. (Diakses 10 Januari 2014).

Damayanti, Asri. (2009). Pengobatan dan Penilaian Status Gizi Anak SDN 1 Luwus,Baturiti yang Menderita Cacingan (Soil- transmitted Helminthiasis). BagianParasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (diakses 10 Januari2014).

Departemen Kesehatan R.I. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36Tahun 2009, Tentang Kesehatan. (Online)http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/ UU-36-2009Kesehatan.pdf (diakses 10Januari 2014).

Depkes RI. (2006). Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan. (Online).http://www.hukor.Depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20424%20ttg%20Pedoman%20Pengendalian%20Cacingan.pdf. (Diakses 10 Januari2014).

Dharmawan, Yudhy, S.KM, M.Kes. Dasar Penelitian Kesehatan. (diakses 10 Januari2014).

Endriani, et al. (2010). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan KejadianKecacingan Pada Anak Usia 1-4 Tahun. Mahasiswa Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. (diakses 10 Januari2014).

Page 36: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

36

Faridan, Kharis. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KejadianKecacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Cempaka 1 Banjarbaru. JurnalEpidemiologi dean Penyakit Bersumber Binatang, Program Studi KesehatanMasyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung MangkuratBanjarbaru. (diakses pada 22 April 2014).

Fenny, Etrawati & Notoatmodjo, S. (2012). Intervensi Perilaku Dan LingkunganDalam Pencegahan Kejadian Penyakit Malaria Di Indonesia Tahun 2012.Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni; Jakarta; Rineka Cipta; 2010. (diakses10 Januari 2014).

Fitri, J. Et al.(2012). Analisis faktor-faktor risiko infeksi kecacingan murid sekolahdasar di kecamatan angkola timur kabupaten tapanuli selatan tahun 2012.Universitas Riau. (diakses 10 Januari 2014).

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/12/28/b15.htm. (Bali Post : 28Desember 2004). (diakses 10 Januari 2014)

Indana, Eva et al. (2011). Hubungan Kecacingan Dengan Status Gizi Pada SiswaSekolah Dasar Negeri 41 Ampenan Kelurahan Jempong Baru KecamatanSekarbela Tahun 2011. (Diakses 10 Januari 2014).

Kapti I N. (2002). Soil-Transmitted Helminthes pada Anak-Anak SD Desa Jagapatidan Punggul, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali. International Seminaron Parasitology and The 9th Congress of The Indonesian Parasitic DiseasesControl Associatiaon. The Indonesian Parasitic Diseases ControlAssociation. Bogor, Hal 30-31.

Kundaian, Friscasari. (2011).Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan InfestasiCacing pada Murid Sekolah Dasar di Desa Teling Kecamatan TombaririKabupaten Minahasa. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas SamRatulangi Manado. (diakses 10 Januari 2014).

Mahar, Mochammad Taufik. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan denganKejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada PekerjaGenteng di Desa Kedawung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. FakultasKedokteran Universitas Diponogoro Semarang. (diakses 10 Januari 2014).

Palgunadi, Bagus. Faktor-Faktor Yang Mempengruhi Kejadian Kecacingan YangDisebabkan Oleh Soil-Transmitted Helminth Di Indonesia. Dosen FakultasKedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. (diakses 9 Januari 2014).

Rahmat, E.S., & Setianingrum, S.W. (1997). Perbandingan Efektifitas PengobatanCacingan dengan Piperasin VS Levamisol pada murid SD. MajalahKedokteran Indonesia 1997; 47: 435-440.

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2002). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta: CV Agung Seto. (Diakses 10 Januari 2014).

Page 37: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

37

Sudomo, M. (2008). Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia,Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Jakarta.(diakses 9 Januari 2014).

Sumanto, D. (2010). Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah(Studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak). (Diakses 10Januari 2014).

Supariasa, I.D.N, Bakri, B dan Fajar, I, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta.

Umar, Z. (2008). Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan padaMurid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Jurnal KesehatanMasyarakat Nasional Vol.2.Nomor6Juni.(Online),http://www.promosikesehatan.com/?act=article&id=423.(diakses 10 Januari 2014).

Wandira, Geri et al.( 2013). Hubungan Antara Kecacingan Dengan Kadar FeritinPada Pelajar Kelas 4 dan 5 di SD Katolik STA. Theresia Malalayang KotaManado Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas SamRatulangi Manado. (diakses 10 Januari 2014)

WHO, dalam data Soil Transmitted Helminths Infections, diperbaharui pada bulanJuni 2013. (diakses pada 13 Maret 2014)

Page 38: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

38

LAMPIRAN 1

Catatan Harian (Log book)

HUBUNGAN KEJADIAN KECACINGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SD

SERTA PENGOBATAN KECACINGAN PADA ANAK SD DI DESA JAGAPATI,

KOTAMADYA DENPASAR -BALI

No Tanggal Kegiatan

1 Mei 2014 • Pengumpulan literature

2 8-25 Juni 2014 • Pembuatan kuesioner

3 30 Juni 2014 • Melakukan uji coba kuesioner

4 2-5 Juli 2014 • Memperbaiki kuesioner sesuai dengan hasil ujicoba

5 7 Juli 2014 • Menghubungi Kepala SD 1 dan 2 Jagapati

6 8 Juli 2014 • Menghubungi laboratorium untuk pemeriksaan cacing padafeses

7 12 Juli 2014 • Pengumpulan tim pewawancara dan pemeriksaan status gizi

8 15-25 Juli 2014 • Pengumpulan data

9 25 Juli-10 Agustus 2014 • Tahapan pemeriksaan feses di laboratorium Parasitologi FKUnud

10 12 Agustus 2014 – 15

Agustus 2014

• Tahapan entry data dan cleaning data

11 10-19 Agustus 2014 • Pembuatan Laporan Kemajuan Penelitian

12 20 Agustus 2014 • Pengumpulan Laporan Kemajuan Penelitian

13 21 Agustus- 21 September • Tahapan analisis data

14 25 September 2014 • Melaksanakan pengobatan terhadap anak-anak yang positif

kecacingan

15 22 September-15 November

2014

• Pembuatan / penulisan laporan penelitian

Page 39: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

LAMPIRAN 2

LAPORAN KEUANGAN

JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN

Danacair100%

IDR 8,500,000

1. Honor

Yang telahdigunakan

No Honor Honor/jam (Rp)

Waktu(jam/

minggu)

MingguHonor /5

bulan (Rp)

1KetuaPeneliti 4,000 4 20 320,000 IDR 160,000

2AnggotaPeneliti 1 2,500 4 20 200,000 IDR 140,000

3AnggotaPeneliti 2 2,500 4 20 200,000 IDR 140,000

Sub Total (Rp) 720,000 IDR 440,000

2. Peralatan Penunjang

Yang telahdigunakanNo Material

Justifikasipemakaian

Kuantitas

HargaSatuan(Rp)

Hargaperalatan

penunjang(Rp)

1 TimbanganAlat untukmenimbang anakSD

4 100,000 400,000IDR 400,000

2 MicrotoisAlat untukmengukur tinggibadan anak SD

4 75,000 300,000IDR 300,000

Sub Total (Rp) 700,000 IDR 700,000

3. Bahan Habis PakaiYang telahdigunakanNo Material

Justifikasipemakaian

Kuantitas

HargaSatuan(Rp)

Biaya (Rp)

Page 40: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

1Pemeriksaanlab

Pemeriksaanspesimen (feses)

70 35,000 2,450,000IDR 2,135,000

2Pot dansendok

Untukmngumpulkanspesimen

70 10,000 700,000IDR 700,000

3 ATKPengisian lembarpertanyaan

70 5,000 350,000IDR 350,000

4 FotocopyLembar pertanyaandan pedomanobservasi

70 5,000 350,000IDR 350,000

5 Konsumsi Konsumsi anak SD 80 7,000 560,000 IDR 560,000

6 Obat cacingDiberikan kepadaanak yang positifkecacingan

50 20,000 1,000,000

IDR 1,000,000Sub Total (Rp) 5,610,000 IDR 5,095,000

4. PerjalananYang telahdigunakanNo Material

Justifikasiperjalanan

JumlahHarga

Satuan(Rp)

Biaya (Rp)

1 Sewa Mobil

Transportasi ketempat penelitian :2 kali mengurusperijinan dan 4 kaliuntukmengumpulkandata

8 125,000 750,000 IDR 750,000

2

Akomodasipenelitiselamaperjalanan

Konsumsi selamaperjalanan kali 4 ketempat penelitiansebanyak 3 orangpeneliti

12 30,000 360,000 IDR 300,000

3Pemeriksaanantropometri

Pengukuran beratdan tinggi badananak

3 150,000 450,000 IDR 450,000

Sub Total (Rp) 1,560,000 IDR 1,750,000

5. Lain-lainYang telahdigunakanNo Kegiatan Justifikasi

Kuantitas

HargaSatuan(Rp)

Biaya (Rp)

1Penggandaan laporan

tinta printer 1 175,000 175,000 IDR 175,000kertas HVS 2 70,000 140,000 IDR 140,000fotocopy danpenjilidan

8 25,000 200,000IDR 200,000

Page 41: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

2 Diseminasi

sewa tempat danperlengkapan

1 280,000 280,000IDR 0

konsumsi peserta 13 10,000 130,000 IDR 0ATK peserta 13 5,000 65,000 IDR 0

3 Lain-lainpengurusan suratijin

1 250,000 250,000IDR 250,000

Sub Total (Rp) 1,410,000 IDR 765,000

Total Anggaran yang dianggarkan(Rp) 10,000,000

Total Anggaran yang dipergunakan IDR 8,500,000

Page 42: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

LAMPIRAN 3

PENELITIAN KECACINGAN

Nama :

Jenis Kelamin: L / P

Umur:

Asal Sekolah :

1. Ukur tinggi badan dan berat badan sampel

a. TB:

b. BB:

2. Hasil pemeriksaan kecacingan

a. Positif : jenis cacing:

b. Negatif

Page 43: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …

GAMBAR 1

Page 44: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …
Page 45: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …
Page 46: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN KEJADIAN …