BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 3.000 5.000 7.000 9.000 11.000 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Harga (Rp/Kg) Harga GKP di Petani
BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2018
LAPORAN KINERJA
BADAN KETAHANAN PANGAN
TAHUN 2017
3.000
5.000
7.000
9.000
11.000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Har
ga (
Rp
/Kg)
Harga GKP di Petani
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
i
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun 2017. Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dengan Menteri Pertanian sebagai Ketua Harian. DKP diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu.
Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2015-2019, Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian adalah: ” Terwujudnya ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal berlandaskan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan”. Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yaitu: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal; (2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan; (3) Meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat untuk pangan pokok (4) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal; dan (5) Mewujudkan keamanan pangan segar.
Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2017 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2017 sebagai berikut : (1) Skor PPH Ketersediaan sebesar 92,04; (2) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1 persen; (3) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen lebih besar atau sama dengan HPP; (4) Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen untuk komoditas beras adalah kurang dari 10%, cabai merah adalah kurang dari 27%, dan bawang merah adalah kurang dari atau sama dengan 17%; (5) Konsumsi Energi sebesar 2.077 Kkal/kap/hr; (6) Konsumsi Pangan Hewani sebesar 208 Kkal/kap/hr (7) Skor PPH Konsumsi sebesar 88,4; (8) Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 5,87%; (9) Peningkatan produksi pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10%; dan (10) Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%.
Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 dilakukan dengan
cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya, serta
dibandingkan capaian beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan Perjanjian Kinerja Tahun
2017, capaian kinerja BKP tahun 2017 dari 10 indikator adalah: 8 indikator memperoleh
capaian di atas 100% (Sangat Berhasil) dan 2 indikator lainnya dengan capaian 80-100%
(Berhasil). Capaian dari indikator koefisien variasi harga beras jauh di bawah ambang yang
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
iii
ditetapkan yang mengindikasikan bahwa harga beras selama tahun 2017 berada dalam
kondisi yang stabil. Demikian juga, koefisien variasi harga bawang merah dan cabai merah
masih berada di bawah ambang yang ditetapkan yang menunjukkan bahwa harga kedua
komoditas tersebut juga relatif stabil sepanjang tahun 2017.
Perwujudan diversifikasi pangan terkait sangat erat dengan perilaku masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2017 adalah: (1) Rendahnya daya beli masyarakat, karena pendapatan mereka yang rendah; (2) Konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) Teknologi pengolahan pangan lokal belum banyak berkembang; (4) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) Beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) Kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) Adanya semboyan yang salah di tengah masyarakat, yaitu “belum makan kalau belum makan nasi”; (8) Pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) Bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Berbagai inovasi dan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dan
tantangan dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan antara lain:
(1) Meningkatkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya
perwujudan ketahanan pangan; (2) Meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam
penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah
dalam pembangunan ketahanan pangan; (3) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM
aparatur, khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; (4) Mensinkronkan kebijakan pembangunan
ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; (5)
Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan
pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan
setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta
mendukung stabilisasi harga pangan pokok; dan (6) Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan
pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman
ketahanan pangan.
Pencapaian target capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan memerlukan dukungan dari
berbagai sektor dan instansi terkait. Dukungan tersebut antara lain adalah : (1) Peningkatan
produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) Peningkatan produksi komoditas
hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan
pekarangan; (3) Pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pengganti beras dan
terigu; (4) Pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di
pedesaan; (5) Teknologi tepat guna untuk optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan
pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; dan (6) Penyediaan benih unggul dan
bersertifikat untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura.
Jakarta, Februari 2018
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................. i
Ringkasan Eksekutif ....................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Daftar Tabel .................................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................................ vii
Daftar Lampiran .............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi ........................................ 4
BAB II PERENCANAAN KINERJA ........................................................... 6
A. Rencana Strategis ........................................................................ 6
B. Perjanjian Kinerja .......................................................................... 12
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .......................................................... 16
A. Capaian Kinerja Organisasi .......................................................... 16
B. Realisasi Anggaran ....................................................................... 67
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 71
A. Simpulan Umum ........................................................................... 71
B. Permasalahan dan UpayaTindak Lanjut ....................................... 72
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019 …………………………….………………………………
Target Indikator Kinerja Program (IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019 ……………………………..……………………………...
6
8
Tabel 3 Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019 ……………………………………………………………………………
11
Tabel 4 Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Badan Ketahanan Pangan Awal ……… 13
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan PanganTahun 2017 Revisi Terakhir
Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja ………
Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan ……………………………………………………………
14
15
16
Tabel 8
Tabel 9
Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017.................
Metode Penghitungan Skor PPH Ketersediaan ……………….................
19
21
Tabel 10 Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan Tahun 2013-2017 …………………………..........................
23
Tabel 11 Perkembangan Skor PPH Tahun 2013-2017 ………………………….. 24
Tabel 12 Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013-2017………………………………………................................
29
Tabel 13 Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) di Tingkat Produsen Tahun 2014–2017 ……………………………………….
33
Tabel 14 Perkembangan Harga GKP dan GKG per Provinsi Tahun 2017………… 34
Tabel 15 Perkembangan Harga Beras Medium Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017 ……………………………………………………………………
36
Tabel 16 Perkembangan Harga Bawang Merah Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017 …………………………………………………………………….
38
Tabel 17 Perkembangan Harga Bawang Merah per Bulan Tahun 2017………….. 39
Tabel 18 Perkembangan Harga Cabai Merah Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017 …………………………………………………………………….
41
Tabel 19 Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2013-2017 ………………………………………………
44
Tabel 20 Kinerja Distribusi Gapoktan P-LDPM Tahun 2017 ………………………… 45
Tabel 21 Progres Kegiatan PUPM dan TTI Tahun 2015-2017 ……………………… 51
Tabel 22 Perkembangan Konsumsi Energi Tahun 2013-2017 ………….................. 55
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
vi
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28
Tabel 29
Tabel 30
Tabel 31
Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun 2013-2017 Menurut Kelompok Pangan …………………………………………………….
Konsumsi Energi Kelompok Pangan Hewani Tahun 2017 …………………
Perkembangan Skor PPH 2013-2017 …………………………………………
Perkembangan Rasio Konsumsi Pangan Lokal Beras Terhadap Beras Tahun 2013-2017 ………………………………………………………………..
Sasaran Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari Tahun 2014-2017
Peningkatan Produk Pangan Segar Yang Tersertifikasi Tahun 2015-2017
Perkembangan Pengawasan Pangan Segar …………………………………
Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013-2017 …………..
Pagu dan Realisasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 per Kegiatan ……………………………………………………………………………
56
57
58
61
62
64
66
67
68
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Perkembangan Angka Rawan Pangan Tahun 2013-2017 ................ 27
Gambar 2 Perubahan Kondisi Kecukupan pangan ........................................... 30
Gambar 3 Tingkat Pendapatan Penerima dan Bukan Penerima Manfaat SOLID ........................................... ..................................................
31
Gambar 4 Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2013-2017 ......................................................
44
Gambar 5 Perkembangan Harga Beli Komoditas .............................................. 46
Gambar 6 Perkembangan Harga Jual Komoditas .............................................. 47
Gambar 7 Perkembangan Stok Cadangan Pangan Gapoktan ............................ 48
Gambar 8 Kriteria Penerima Kegiatan Toko Tani Indonesia ................................ 49
Gambar 9 Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia .............................. 50
Gambar 10 Alasan Utama Belanja ke TTI Center .................................................. 53
Gambar 11 Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) ............. 63
Gambar 12 Realisasi Anggaran Terhadap Pagu Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013-2017 .....................
68
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan ....................................... 77
Lampiran 2 Target Kinerja Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019.... 78
Lampiran 3 Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan..................... 80
Lampiran 4 Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Awal......................................................... 86
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Revisi .....................................................
Sasaran Jumlah Desa dan KM Program SOLID Tahun 2011-2018 .......
Capaian KM dan KK Program SOLID Tahun 2011-2017 ........................
88
90
92
Lampiran 8 Perkembangan Harga GKP, GKG per Provinsi Tahun 2017.................... 93
Lampiran 9 Perkembangan Harga Beras Tingkat Konsumen tahun 2017 ................. 94
Lampiran 10 Perkembangan Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen .................. 95
Lampiran 11
Lampiran 12
Perkembangan Harga Cabai Merah di Tingkat Konsumen .....................
Dukungan Instansi Lainnya ......................................................................
96
97
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah
mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama swasembada pangan yang
didukung oleh program lainnya. Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan
pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa
karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Ketahanan pangan
juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional yang menunjukkan eksistensi
kedaulatan suatu bangsa. Ketahanan pangan dapat terwujud melalui keterlibatan
seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan dirumuskan
sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal. merata,
dan terjangkau”. Ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan, peningkatan kedaulatan pangan
ditempatkan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dalam rangka meningkatkan dan
memperkuat kedaulatan pangan tersebut, kebijakan umum dalam RPJMN 2015-2019
diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan
dengan peningkatan produksi pangan pokok; (2) stabilisasi harga pangan; (3)
perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4) mitigasi gangguan
terhadap ketahanan pangan; dan (5) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha
pangan.
Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun 2015-2019 Kementerian
Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis, yaitu padi, jagung,
kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas lainnya untuk memenuhi
kebutuhan pangan di dalam negeri. Pemantapan ketahanan pangan tersebut,
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
2
berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang terintegrasi.
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada
3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Ketersediaan pangan
yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; dan (3)
Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal. Ketiga komponen
tersebut diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan : (1) Memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan
teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat untuk mau
dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk
kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah,
sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh
masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4)
Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan
konsumen yang beragam; dan (5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di
perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.
Ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi
dan kesejahteraan masyarakat, karena akan menentukan stabilitas ekonomi, sosial,
dan politik dalam suatu negara. Upaya pemantapan ketahanan pangan yang dilandasi
oleh kedaulatan dan kemandirian pangan masih menghadapi berbagai tantangan dan
permasalahan dalam berbagai aspek. Berbagai tantangan dan permasalahan yang
dihadapi antara lain: (1) Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini
sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang memadai; (2)
Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara
umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat; (3) Jumlah penduduk yang besar
dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (1.39%/tahun); (4) Konsumsi
beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung
meningkat; (5) Belum maksimalnya teknologi pengolahan pangan lokal; (6) Kampanye
dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (7) Beras sebagai
komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah,
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
3
sementara pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka
umbi, jagung, dan sagu masih rendah; (8) Kualitas konsumsi pangan masih rendah,
kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat, serta masih
rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka kacang, serta sayur dan
buah; (9) Hingga saat ini masih berkembangnya konsep makan “belum makan kalau
belum makan nasi”; (10) Bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim,
sehingga mempengaruhi produksi pangan.(11) Konversi lahan pertanian yang terus
berlanjut; (12) Perluasan lahan pertanian di luar Jawa masih terkendala kualitas tanah
maupun kepemilikan lahan; serta (13) Agribisnis pangan yang belum optimal sangat
mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Sementara itu, situasi ekonomi dan
perdagangan bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup kuat terhadap
ketahanan pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan yang begitu
dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah satu unit kerja Eselon I Kementerian
Pertanian, berupaya mengatasi permasalahan dalam mewujudkan ketahanan pangan
tersebut. Upaya tersebut dijabarkan melalui berbagai program dan kegiatan
pembangunan ketahanan pangan. Berbagai program dan kegiatan tersebut
dilaksanakan secara berkesinambungan, baik di pusat maupun di daerah melalui
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Badan Ketahanan Pangan,
mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi
kinerja, hingga capaian kinerja.
Untuk mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan
ketahanan pangan selama tahun 2017, disusunlah Laporan Kinerja Badan Ketahanan
Pangan Tahun 2017. Penyusunan Laporan Kinerja tersebut didasarkan pada : (1)
Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah; (2) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999; (3) Permenpan RB Nomor 53
tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,Pelaporan Kinerja, dan Tata
Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah; dan (4) Permentan No 50 tahun
2016 tentang Pengelolaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
4
Laporan Kinerja tahun 2017 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku
pimpinan tertinggi di Kementerian Pertanian. Adapun tujuan penyusunan laporan ini
adalah untuk: (1) Mengetahui sejauhmana kinerja Badan Ketahanan Pangan tahun
2017; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya selama tahun 2017; dan (3) Sebagai salah satu bahan penyusunan
laporan kinerja Kementerian Pertanian.
B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian,
Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan diversifikasi dan
pemantapan ketahanan pangan. Pelaksanaan tugas diselenggarakan secara efektif
dan efisien berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance).
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. Koordinasi, pengkajian, penyusunan kebijakan, pemantauan dan pemantapan di
bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan
distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan
peningkatan keamanan pangan segar;
2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang ketersediaan
pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses
pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan
pangan segar;
3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan,
penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan. dan peningkatan keamanan pangan segar;
4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketersediaan pangan, penurunan
kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar;
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
5
5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan; dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan terdiri atas:
1. Sekretariat Badan;
2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan;
3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; dan
4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Bagan struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan berdasarkan Permentan Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam
pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis
dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan
kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dibentuk
dengan tujuan untuk mewujudkan sinergitas dan harmonisasi kebijakan dan program,
serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar
wilayah, dan antar waktu. DKP mempunyai tugas merumuskan kebijakan serta
melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan
nasional. Sesuai Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan
(DKP), DKP diketuai oleh Presiden RI, sedangkan Menteri Pertanian bertindak sebagai
Ketua Harian, dan BKP secara ex-officio ditetapkan sebagai Sekretariat DKP.
Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian dalam membantu
Presiden RI untuk : (1) Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
6
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis
Dalam penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017, Rencana
Strategis (Renstra) yang dipergunakan adalah Renstra Badan Ketahanan Pangan
(BKP) Tahun 2015-2019 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan program BKP.
Visi, misi, tujuan, dan sasaran BKP dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN
Terwujudnya
ketahanan
pangan yang
berlandaskan
Kedaulatan dan
Kemandirian
Pangan
1. Memantapkan
ketersediaan dan
penanganan
kerawanan pangan
1. Memperkuat
penyediaan pangan
yang beragam berbasis
sumber daya lokal
1. Meningkatnya
ketersediaan pangan
yang beragam
2. Menurunkan jumlah
penduduk rawan
pangan
2. Menurunnya jumlah
penduduk rawan pangan
2. Meningkatkan
keterjangkauan
masyarakat
terhadap pangan
3. Memperkuat sistem
distribusi pangan
3. Stabilinya harga pangan
pokok di tingkat produsen
dan konsumen
3. Mewujudkan
penganekaragaman
konsumsi pangan
masyarakat
berbasis sumber
daya, kelembagaan
dan budaya lokal
4. Meningkatkan
konsumsi pangan
masyarakat untuk
memenuhi kecukupan
gizi yang bersumber
dari pangan lokal
4. Meningkatnya kuantitas
dan kualitas konsumsi
pangan masyarakat
4. Mewujudkan
pangan segar yang
aman dan bermutu
5. Meningkatkan
keamanan dan mutu
pangan segar
5. Meningkatnya pangan
segar yang aman dan
bermutu
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
7
Dalam rangka mengukur kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk mencapai tujuan
strategis tersebut di atas maka ditetapkan indikator kinerja tujuan dan target kinerja
jangka menengah yang harus dicapai pada akhir tahun kelima (2019). Indikator kinerja
tersebut merupakan indikator kinerja utama (IKU) Badan Ketahanan Pangan, yaitu:
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga mencapai skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019;
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% per tahun;
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen yang stabil, yaitu lebih besar
atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP);
4. Koefisien variasi harga pangan di tingkat konsumen (CV) pada 3 komoditas, yaitu
beras, bawang merah, dan cabai merah. Target CV yang ditetapkan untuk masing-
masing komoditas, yaitu kurang dari 10% untuk beras, kurang dari 25% untuk
cabai merah, dan kurang dari 15% untuk bawang merah pada tahun 2019;
5. Konsumsi energi sebesar 2.150 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
6. Konsumsi pangan hewani sebesar 225 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi sebesar 92,50 pada tahun 2019;
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 6,23% pada
tahun 2019;
9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi sebesar
10%;
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis (Renstra) BKP Tahun 2015-2019, telah
ditetapkan pula target indikator kinerja program Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-
2019. Target indikator kinerja program Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019
secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
8
Tabel 2 Target Indikator Kinerja Program (IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
No. Rincian IKP 2015 2016 2017 2018 2019
1. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Ketersediaan
87,52 89,71 92,04 94,25 96,32
2. Penurunan jumlah penduduk rawan
pangan (%/Tahun)
1 1 1 1 1
3. Harga gabah kering panen (GKP) di
tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat
konsumen (CV)
- Beras ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10%
- Cabe Merah ≤ 29% ≤ 28% ≤ 27% ≤ 26% ≤ 25%
- Bawang Merah ≤ 19% ≤ 18% ≤ 17% ≤ 16% ≤ 15%
5. Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) 2.004 2.040 2.077 2.113 2.150
6. Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) 191 200 208 217 225
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Konsumsi
84,1 86,2 88,4 90,5 92,5
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras
terhadap beras (%)
5,54 5,70 5,87 6,05 6,23
9. Peningkatan produk pangan segar yang
terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10 10 10 10 10
10. Tingkat keamanan pangan segar yang
diuji (%)
≥ 80 ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80
Sumber: Badan Ketahanan Pangan
Target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh
Badan Ketahanan Pangan dalam periode 2015-2019 yang berupa output. Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK) tersebut secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan
indikator kinerja dan arah kebijakan ketahanan pangan, serta mempertimbangkan
penanganan ketahanan pangan lintas pelaku dan wilayah, maka dirumuskan
“Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat”.
Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan
dan penyiapan program, partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat,
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
9
identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan model kebijakan guna
pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat
perseorangan.
Untuk menyelenggarakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Ketahanan Pangan
melaksanakan 4 (empat) kegiatan yaitu:
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan;
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan;
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Rencana aksi dalam rangka mencapai sasaran dibagi ke dalam beberapa sub kegiatan
yang akan menghasilkan output sebagai sarana untuk mencapai sasaran program
(outcome). Kegiatan dan sub kegiatan yang dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan
tahun 2017 diuraikan sebagai berikut:
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya memantapkan
ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri sekaligus
pengurangan jumlah penduduk rawan pangan. Sasaran output dari kegiatan ini adalah
(1) Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam dan menurunnya jumlah
penduduk rawan pangan setiap tahun; serta (2) Meningkatnya ketahanan pangan
rumah tangga melalui pengembangan model pemberdayaan masyarakat /Smallholder
Livelihood Development (SOLID).
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Kegiatan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem distribusi dan stabilitas
harga pangan dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat, serta
untuk mengantisipasi kebutuhan pangan masyarakat. Sasaran output dari kegiatan ini
adalah meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan
serta stabilitas harga pangan. Kegiatan ini terdiri dari 7 (tujuh) sub kegiatan. yaitu: (1)
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (2) Lembaga
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
10
distribusi pangan masyarakat; (3) Lumbung pangan masyarakat; (4) Panel harga
pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN; (5) Pemantauan
pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan; (6) Kajian Responsif dan Antisipatif
Distribusi Pangan; dan (7) Kajian Distribusi Pangan.
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan
dan memasyarakatkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
(B2SA) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. Sasaran output dari
kegiatan ini adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan
dan keamanan pangan segar. Kegiatan ini terdiri dari 6 (enam) sub kegiatan, yaitu: (1)
Pemberdayaan pekarangan pangan; (2) Pemantauan penganekaragaman konsumsi
pangan; (3) Gerakan Diversifikasi Pangan; (4) Analisis pola dan kebutuhan konsumsi
pangan; (5) Model pengembangan pangan pokok lokal; dan (6) Pengawasan
keamanan dan mutu pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan melayani administrasi, keuangan
dan aset terhadap penyelenggaraan operasional kantor. Sasaran output dari kegiatan
ini adalah (1) Terselenggaranya pelayanan administrasi dan pelayanan teknis lainnya
secara profesional dan berintegritas di lingkungan Badan Ketahanan Pangan; dan (2)
Meningkatnya koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan
pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan.
Kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam 5 (lima) sub kegiatan, yaitu: (1) Perencanaan,
penganggaran, dan kerja sama ketahanan pangan; (2) Pelayanan keuangan dan
perlengkapan; (3) Pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan ketahanan pangan;
(4) Penanganan organisasi, kepegawaian, humas, tata usaha, dan hukum; dan (5)
koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan
melalui Dewan Ketahanan Pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat
besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN, tetapi perlu ditunjang dari
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
11
sumber pendanaan lain seperti APBD prov/kab/kota, keterlibatan swasta, perbankan
(skim kredit dan kredit komersial) serta dari swadaya masyarakat. Selain itu, tidak
menutup kemungkinan adanya pendanaan yang bersumber dari kerjasama
internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan untuk memfasilitasi proses
koordinasi, supervisi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program/kegiatan.
Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan
Pangan 2015-2019 yang dibiayai APBN, adalah prioritas nasional. Sebagaimana
terlihat pada tabel 3, pada tahun 2015, anggaran Badan Ketahanan Pangan adalah
sebesar Rp635.258.600.000,00 dan pada tahun 2019 kebutuhan anggarannya
diperkirakan sebesar Rp1.439,900.470.000,00. Alokasi anggaran tersebut digunakan
untuk membiayai kegiatan kajian, analisis dan perumusan kebijakan ketahanan
pangan serta pengembangan model pemberdayaan untuk meningkatkan ketahanan
pangan masyarakat terutama di lokasi rentan terhadap kerawanan pangan.
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
No Kegiatan Alokasi (Milyar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
1814 Pengembangan Sistem
Distribusi dan Stabilitas Harga
pagan
107,26 285,41 466,02 675,59 1.081,80
1815 Pengembangan ketersediaan
dan penanganan rawan pagan
111,61 268,43 285,36 320,38 71,261
1816 Pengembangan
Penganekaragaman Konsumsi
dan Keamanan Pangan
132,89 125,71 98,52 138,60 149,08
1817 Dukungan Manajemen dan
Teknis Lainnya Badan
Ketahanan Pangan
283,49 103,49 113,84 125,23 137,75
TOTAL 635,25 783,06 963,76 1.259,82 1.439,90
Sumber: BKP, Kementan
Target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat 2015-2019, secara lengkap ditampilkan dalam Matrik Kinerja dan
Pendanaan Badan Ketahanan Pangan pada Lampiran 3. Rencana pendanaan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
12
tersebut akan disesuaikan dengan arah kebijakan nasional dan Kementerian Pertanian
pada tahun berjalan.
B. Perjanjian Kinerja
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No. 53 Tahun 2014 merupakan Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja dan Pelaporan dan
Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari
peraturan tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK)
Kepala Badan Ketahanan Pangan hingga Eselon IV lingkup Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2017. Dalam Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan, Perjanjian Kinerja
yang disusun merupakan acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan
dicapai pada tahun 2017. Dalam perjalanannya, Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan
Pangan mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh
adanya perubahan dalam hal fokus kegiatan, sasaran, perubahan anggaran, dan
perubahan pimpinan. Sebagaimana terlihat pada tabel 4, program yang dilaksanakan
Badan Ketahanan Pangan tahun 2017 mempunyai 5 sasaran program. Kelima sasaran
tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam 10 indikator yang disertai dengan target yang
akan dicapai dari masing-masing indikator tersebut. Pada awal tahun 2017, Perjanjian
Kinerja Badan Ketahanan Pangan mendapat alokasi anggaran sebesar
Rp451.885.901.000,00.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
13
Tabel 4 Perjanjian Kinerja (PK) Awal Tahun 2017 Badan Ketahanan Pangan
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
1. Peningkatan ketersediaan
pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 92,04
2. Penurunan jumlah penduduk
rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
3. Stabilitas harga pangan
pokok di tingkat produsen
dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras - Cabai merah - Bawang merah
< 10%
< 27 %
< 17 %
4. Peningkatan kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan
masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.077 Kkal/Kap/hr
6. Konsumsi Pangan Hewani 208 Kkal/Kap/hr
7. Skor PPH Konsumsi 88,4
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5,87 %
5. Peningkatan pangan segar
yang aman dan bermutu
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
10.
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
Kegiatan Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp 142.792.888.000,00
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 169.934.327.000,00
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan
Rp 67.634.500.000,00
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan
Ketahanan Pangan
Rp 71.524.186.000,00
JUMLAH Rp 451.885.901.000,00
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berbagai perubahan yang ada menyebabkan
dilakukannya perubahan terhadap Perjanjian Kinerja. Namun demikian, perubahan
tersebut tidak merubah besarnya anggaran yang dialokasikan. Perubahan yang terjadi
adalah pergeseran alokasi anggaran antara kegiatan yang satu dengan kegiatan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
14
lainnya. Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan Pangan 2017 hasil revisi terakhir dapat
dilihat pada tabel 5 dengan alokasi anggaran yang tidak mengalami perubahan, yaitu
sebesar Rp451.885.901.000,00.
Tabel 5 Perjanjian Kinerja (PK) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 Revisi Terakhir
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
1. Peningkatan ketersediaan
pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 92,04
2. Penurunan jumlah penduduk
rawan pagan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
3. Stabilitas harga pangan pokok
di tingkat produsen dan
konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras - Cabai merah - Bawang merah
< 10%
< 27 %
< 17 %
4. Peningkatan kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan
masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.077 Kkal/Kap/hr
6. Konsumsi Pangan Hewani 208 Kkal/Kap/hr
7. Skor PPH Konsumsi 88,4
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5,87 %
5. Peningkatan pangan segar
yang aman dan bermutu
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
10.
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
Kegiatan Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan
Pangan
Rp 137.334.658.000,00
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga
Pangan
Rp 174.753.407.000,00
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan
Keamanan Pangan
Rp 67.776.250.000,00
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan
Ketahanan Pangan
Rp 72.021.586.000,00
JUMLAH Rp 451.885.901.000,00
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
15
Keselarasan antara indikator kinerja dalam Renstra BKP tahun 2015-2019 dengan
indikator penetapan kinerja tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja
Sasaran Program Indikator Renstra Tahun
2015-2019
Target
2017
Indikator Penetapan
Kinerja tahun 2017 Target
1. Peningkatan
ketersediaan
pangan yang
beragam
Skor Pola Pangan Harapan
(PPH) Ketersediaan
92,04 Skor Pola Pangan
Harapan (PPH)
Ketersediaan
92,04
3. Penurunan jumlah
penduduk rawan
pangan
Penurunan jumlah penduduk
rawan pangan (%/Tahun)
1% Penurunan jumlah
penduduk rawan pangan
(%/Tahun)
1%
4. Stabilitas harga
pangan pokok di
tingkat produsen
dan konsumen
Harga gabah kering panen
(GKP) di tingkat produsen
(Rp/Kg)
≥ HPP Harga gabah kering panen
(GKP) di tingkat produsen
(Rp/Kg)
≥ HPP
Koefisien variasi pangan di
tingkat konsumen (CV)
Koefisien variasi pangan di
tingkat konsumen (CV)
- Beras ≤ 10% - Beras < 10%
- Cabe Merah ≤ 27% - Cabe Merah < 27 %
- Bawang Merah ≤ 17% - Bawang Merah < 17 %
5. Peningkatan
kuantitas dan
kualitas konsumsi
pangan
masyarakat
Konsumsi Energi
(kkal/kap/hr)
2.077 Konsumsi Energi
(kkal/kap/hr)
2.077
Konsumsi Pangan Hewani
(kkal/kap/hr)
208 Konsumsi Pangan Hewani
(kkal/kap/hr)
208
Skor Pola Pangan Harapan
(PPH) Konsumsi
88,4 Skor Pola Pangan
Harapan (PPH) Konsumsi
88,4
Rasio konsumsi pangan lokal
non beras terhadap beras
(%)
5,87 Rasio konsumsi pangan
lokal non beras terhadap
beras (%)
5,87
6. Peningkatan
pangan segar
yang aman dan
bermutu
Peningkatan produk pangan
segar yang terdaftar dan/atau
tersertifikasi (%)
10 Peningkatan produk
pangan segar yang
terdaftar dan/atau
tersertifikasi (%)
10
Tingkat keamanan pangan
segar yang diuji (%)
≥ 80 Tingkat keamanan pangan
segar yang diuji (%)
≥ 80
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
16
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Metode yang digunakan untuk menghitung keberhasilan pencapaian kinerja adalah
dengan membandingkan realisasi indikator dengan target indikator. Kriteria
keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini
diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut:
1. Sangat berhasil : jika capaian kinerja>100%
2. Berhasil : 80-99,99%
3. Cukup Berhasil : 60-79,99%
4. Tidak Berhasil : <60%
Penjelasan secara rinci mengenai metode perhitungan keberhasilan pencapaian
kinerja Badan Ketahanan Pangan dari masing-masing indikator, dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7 Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan
INDIKATOR TARGET KETERANGAN
1.
Skor PPH Ketersediaan 92,04 - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan, semakin beragam ketersediaan pangan bagi masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1% - Capaian tahun berjalan dikurangi capaian tahun sebelumnya.
- Semakin besar selisih penurunan jumlah penduduk rawan pangan. maka semakin sedikit jumlah penduduk rawan pangan, sehingga capaian kinerja semakin baik.
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP - Berdasarkan HPP Rp3.700/Kg - Semakin tinggi harga gabah diatas HPP, maka semakin
tinggi pendapatan petani, sehingga kesejahteraannya semakin meningkat. Dengan demikian capaian kinerja semakin baik
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
17
INDIKATOR TARGET KETERANGAN
4. Koefisien variasi harga pangan di tingkat konsumen (CV)
Beras
Cabe Merah
Bawang Merah
< 10%
< 27 % < 17 %
- Semakin kecil CV harga pangan di bawah CV harga pangan yang ditetapkan, semakin stabil harga pangan di tingkat konsumen, sehingga semakin baik capaian kinerja.
5. Konsumsi Energi 2.077 Kkal/Kap/hr
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi energi, maka semakin terpenuhi konsumsi energi masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
6. Konsumsi Pangan Hewani
208 Kkal/Kap/hr
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi pangan hewani, maka semakin terpenuhi tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pangan hewani yang diimbangi konsumsi pangan nabati.
7. Skor PPH Konsumsi 88,4 - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi, maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik.
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5. 87% - Semakin besar capaian rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras, maka tingkat konsumsi energi masyarakat yang bersumber dari pangan lokal non beras semakin tingggi, sehingga capai kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10% - Semakin banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80% - Semakin tinggi persentase keamanan pangan segar yang diuji, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik.
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Badan Ketahanan Pangan, Kementerian
Pertanian tahun 2017, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan
Pangan Masyarakat BKP adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui
pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan. Adapun
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
18
sasaran kegiatan utamanya adalah sebagai berikut: (1) Meningkatnya pemantapan
penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan; (2) Meningkatnya
pemantapan distribusi dan harga pangan; (3) Meningkatnya pemantapan ketersediaan
pangan dan penanganan rawan pangan; (4) Meningkatnya manajemen dan pelayanan
administrasi dan keuangan secara efektif dan efisien dalam mendukung
pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan. Masing-masing sasaran
tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indikator kinerja. Pengukuran
tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya.
Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian
outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil dari
berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II, yaitu Pusat
Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat Badan
Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tersebut
dilaksanakan secara bulanan, triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran
realisasi keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara mingguan, bulanan dan
triwulanan. Pemantauan dilakukan melalui SMS Panel Harga, Sistem Pemantauan
LUPM dan TTI (SITANI), SMS Pemantauan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat,
Laporan Sistem Monitoring Anggaran Terpadu (SMART) secara online, Laporan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan
Strategis, Laporan Penetapan Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan
Ketahanan Pangan dan Kementerian Pertanian, Laporan e-Kinerja SAKIP, serta
Laporan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Kementerian Hukum
dan HAM.
Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi untuk
memperoleh hasil evaluasi kinerja yang relevan dan handal sebagai bahan
pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar
menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
19
kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan
sasaran. Tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017
Sasaran Program Indikator Target
Realisasi
Persentase Capaian
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 92,04 83,04 - Capaian 90,22% (Berhasil)
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1% 4,78 - Capaian 478% (Sangat Berhasil)
3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/kg)
≥ HPP (Rp3.700/kg)
Rp4.266/kg - Capaian 115,30% (Sangat Berhasil)
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
Beras
Cabai Merah
Bawang Merah
< 10%
< 27%
< 17%
2,85%
23,18%
15,60 %
- Capaian CV harga Beras 350,88% (Sangat Berhasil)
- Capaian CV harga Cabai Merah 116,48% (Sangat Berhasil)
- Capaian CV harga Bawang Merah 108,97% (Sangat Berhasil)
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.077 Kkal/Kap/hr
2.153 Kakal/kap/hr
- Capaian 104% (Sangat Berhasil)
6. Konsumsi Pangan Hewani
208 Kkal/Kap/hr
225 Kakl/Kap/hr
- Capaian 108% (Sangat Berhasil)
7. Skor PPH Konsumsi 88,4 88 - Capaian 99,95% (Berhasil)
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5,87% 7,48 - Capaian 127% (Sangat Berhasil)
5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10% 13,06% - 130,6% (Sangat Berhasil)
10 Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80% 90,47% - 113,09% (Sangat Berhasil)
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2017
Berdasarkan tabel 8, capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan sesuai dengan
Perjanjian Kinerja Tahun 2017 adalah: (1) 8 (delapan) indikator dengan nilai
pencapaian diatas 100% (Sangat Berhasil), yaitu penurunan jumlah penduduk rawan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
20
pangan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen, koefisien variasi harga
pangan di tingkat konsumen (CV), konsumsi energi, konsumsi pangan hewani, rasio
konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras, peningkatan produk pangan segar
yang tersertifikasi, dan tingkat keamanan pangan segar yang diuji; dan (2) 2 (dua)
indikator dengan nilai pencapaian 80-100% (Berhasil), yaitu indikator Skor PPH
Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi.
Penjelasan secara lengkap atas capaian kinerja organisasi Badan Ketahanan Pangan,
Kementerian Pertanian tahun 2017 dari masing-masing indikator adalah sebagai
berikut:
1. Skor PPH Ketersediaan
PPH Ketersediaan didefinisikan sebagai susunan beragam pangan atau kelompok
pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut atau relatif
terhadap total energi. Skor PPH ketersediaan dihitung dengan menggunakan metode
perhitungan sebagaimana terlihat pada tabel 9 dengan urutan sebagai berikut:
a. Mengelompokkan ketersediaan energi bahan pangan dari 11 kelompok di NBM ke
dalam 9 kelompok PPH (Kolom 1),
b. Menjumlahkan energi bahan pangan ke dalam masing-masing kelompok bahan
pangan (Kolom 2),
c. Menghitung persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) kelompok bahan pangan
dengan cara membandingkan ketersediaan energi aktual dengan tingkat Angka
Kecukupan Gizi (AKG) tingkat ketersediaan sebesar 2.400 kkal/kapita/hari (Kolom
3),
d. Menghitung skor AKE kelompok bahan pangan (Skor riil, Kolom 5) dengan cara
prosentase AKE ( Kolom 3) dikalikan dengan bobot kelompok bahan pangan (Kolom
4),
e. Menghitung skor PPH kelompok bahan pangan (Kolom 6) dengan cara
membandingkan skor AKE kelompok bahan pangan (Kolom 5) dengan skor
maksimal kelompok bahan pangan (Kolom 7),
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
21
f. Menghitung skor PPH dengan cara menjumlahkan skor dari setiap kelompok bahan
pangan (Total Kolom 6).
Tabel 9 Contoh Penghitungan Skor PPH Ketersediaan
No.
Kelompok Bahan Pangan
Energi (Kkal)
% AKE Bobot Skor riil
(%) Skor PPH
(%) Skor Maks
(%)
1 2 3 4 5 6 7
1. Padi-padian 2.331 97,1 0,5 48,6 25,0 25,0
2. Umbi-umbian 227 9,5 0,5 4,7 2,5 2,5
3. Pangan Hewani 186 7,7 2,0 15,5 15,5 24,0
4. Minyak dan Lemak 828 34,5 0,5 17,2 5,0 5,0
5. Buah/biji berminyak 74 3,1 0,5 1,5 1,0 1,0
6. Kacang-kacangan 118 4,9 2,0 9,8 9,8 10,0
7. Gula 138 5,8 0,5 2,9 2,5 2,5
8. Sayuran dan buah 104 4,3 5,0 21,7 21,7 30,0
9. Lain-lain - - - - - -
Jumlah 4.006 166,9 122,0 83,04 100,0
Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan ketahanan
pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi
masyarakat, rumah tangga, dan individu secara berkelanjutan. Target pencapaian
angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan
gizinya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan
kuantitas serta kualitas konsumsi pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) X tahun 2012 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan minimal 2.400
kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63 gram/kapita/hari untuk protein.
Data perkembangan ketersediaan energi dan protein serta skor PPH ketersediaan
tahun 2013-2017 disajikan pada tabel 10. Rata-rata ketersediaan energi selama 5
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
22
tahun tersebut sebesar 3.797 kkal/kap/hari, jauh melebihi rekomendasi ketersediaan
energi WNPG X tahun 2012 sebesar 2.400 kkal/kap/hari. Ketersediaan energi tersebut
mengalami peningkatan rata-rata 1,4%/tahun. Peningkatan ketersediaan energi
disebabkan adanya peningkatan produksi beberapa komoditas pangan.Sementara itu,
rata-rata ketersediaan protein pada tahun 2017 adalah sebesar 91,97 gram/kapita/hari.
Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan rekomendasi WNPG X tahun
2012, yaitu sebesar 63 gram/kapita/hari.
Ketersediaan pangan tidak hanya dinilai dari kecukupan gizinya dalam bentuk energi
dan protein, tetapi juga dinilai dari keberagaman ketersediaan gizi tersebut
berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Sebagaimana tersaji dalam tabel 10, rata-
rata skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan Makanan tahun 2013-
2017 adalah sebesar 82.69. Dari perkembangan yang ada terlihat adanya
kecenderungan penurunan skor PPH dalam 5 tahun terakhir dengan rata-rata laju
penurunan sebesar 0,42%/tahun. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh
perbedaan metode penghitungan angka PPH ketersediaan. Sejak tahun 2014 angka
ketersediaan energi yang dijadikan acuan adalah 2.400 kkal/kap/hari sesuai dengan
rekomendasi WNPG X tahun 2012. Pada tahun sebelumnya, angka ketersediaan
energi yang dijadikan acuan untuk menghitung skor PPH ketersediaan adalah sebesar
2.200 kkal/kap/hari. Perbedaan metode perhitungan yang digunakan tersebut
menyebabkan adanya perbedaan hasil perhitungan. Metode baru yang digunakan
menghasilkan skor PPH yang lebih rendah dibanding metode perhitungan yang lama.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
23
Tabel 10 Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH
Ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan Makanan Nasional 2013-2017
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP), Kementerian Pertanian Keterangan : *) Angka Sangat Sementara; (2016 angka sementara)
Berdasarkan perkembangan skor PPH yang disajikan pada tabel 11, untuk mencapai
keberagaman ketersediaan pangan yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG) tingkat ketersediaan yang dianjurkan, ketersediaan kelompok pangan hewani
serta sayuran dan buah perlu ditingkatkan. Skor PPH ketersediaan tahun 2017 (Angka
Sangat Sementara) dibandingkan dengan skor PPH tahun 2016 mengalami
peningkatan sebesar 1,86%. Capaian Skor PPH ketersediaan tahun 2017 sebesar
83,04 atau 92,22% dari target yang ditetapkan, yaitu 92,04. Capaian tersebut
dikategorikan berhasil atau hampir mendekati target yang mengindikasikan semakin
baiknya capaian kinerja. Sementara itu, jika dibandingkan dengan target jangka
menengah sebagaimana terdapat dalam dokumen perencanaan strategis, capaian
kinerja tahun 2017 ini masih terpaut cukup besar. Dalam dokumen perencanaan
strategis, pada akhir tahun 2019 skor PPH yang dittargetkan adalah sebesar 96,32.
Skor PPH
Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Ketersediaan
2013 3,770 3,586 184 89.59 71.82 17.76 84.46
2014 3,731 3,559 172 91.87 74.09 17.78 82.80
2015 3,515 3,337 178 90.86 72.33 18.53 81.59
2016 3,964 3,772 191 94.76 75.13 19.63 81.52
2017* 4,006 3,807 199 92.75 70.33 21.42 83.04
Total Pertumbhn 0.070 0.070 0.085 0.036 -0.017 0.194 -0.016
Rata-rata Pertumbhn (%) 1.402 1.395 1.692 0.723 -0.347 3.877 -0.330
Rata-rata 3,797 3,612 184.8 91.97 72.74 19.02 82.68
Tahun
Energi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari)
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
24
Tabel 11 Perkembangan Skor PPH Tahun 2013-2017
No. Kelompok Skor PPH (%)
Bahan Pangan 2013 2014 2015 2016 2017
1. Padi-padian 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00
2. Umbi-umbian 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50
3. Pangan Hewani 14,30 13,30 13,84 14,85 15,49
4. Minyak dan Lemak 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
5. Buah/biji berminyak 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
6. Kacang-kacangan 10,00 10,00 10,00 10,00 9,81
7. Gula 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50
8. Sayuran dan buah 24,20 23,50 21,75 20,67 21,74
9. Lain-lain 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 84,50 82,80 81,59 81,52 83,04
Rata-Rata Skor PPH 82,69
Rata-Rata Pertumbuhan -0,42
Skor PPH tahun 2017 belum mencapai target yang ditetapkan, karena masih
rendahnya skor PPH kelompok bahan pangan hewani dan sayuran dan buah. Tidak
tercapainya skor PPH maksimal untuk kelompok bahan pangan hewani dan sayuran
dan buah tidak terlepas dari kebijakan Kementerian Pertanian pada tahun 2017 yang
fokus pada beberapa komoditas pangan strategis nasional seperti padi, jagung dan
kedelai. Meskipun upaya swasembada daging melalui program SIWAB (Sapi Indukan
Wajib Bunting) telah dilakukan, namun hasilnya belum terlihat pada data produksi yang
digunakan sebagai dasar penyusunan NBM dan PPH Ketersediaan Pangan. Oleh
karena itu, untuk mencapai target skor PPH yang ditetapkan, ketersediaan kelompok
bahan lain selain padi-padian dan umbi-umbian harus ditingkatkan.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung
capaian skor PPH Ketersediaan Pangan antara lain: (a) Pengembangan
Desa/Kawasan Mandiri Pangan di 78 kawasan, (b) Pengembangan KRPL dan (c)
Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara pada
11 kabupaten melalui kegiatan yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran
di 26.880 KK. Kegiatan-kegiatan di atas mendukung pencapaian Skor PPH
Ketersediaan karena berkontribusi pada peningkatan produksi pertanian yang menjadi
salah satu sumber penyediaan pangan nasional.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
25
2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan
Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan dua fenomena yang saling terkait,
bahkan dipandang sebagai hubungan sebab akibat. Kondisi ketahanan pangan yang
rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya kemiskinan bisa menjadi penyebab
terjadinya rawan pangan. Tingkat perkembangan penduduk rawan pangan merupakan
gambaran situasi tingkat aksesibilitas pangan masyarakat dicerminkan dari tingkat
kecukupan gizi masyarakat. Sejak tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan telah
bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menyusun perhitungan penurunan
penduduk rawan pangan dengan metode Angka Rawan Pangan (ARP) yaitu
kecukupan konsumsi kalori perkapita perhari kurang atau lebih kecil dari 70 persen
dari AKG dengan nilai AKG 2.000 kkal/kapita/hari (setara 1.400 kkal/kapita/hari). Data
dasar yang digunakan untuk untuk perhitungan ARP adalah data hasil Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan
yang dilaksanakan oleh BPS.
Sejalan dengan agenda pembangunan global pada kerangka Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) khususnya pada Goals 2
adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan gizi yang baik, serta
meningkatkan pertanian berkelanjutan. Salah satu indikator yang digunakan adalah
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/Prevalence of Undernourishment
(PoU). Oleh karena itu, mulai tahun 2017 metode perhitungan persentase penduduk
rawan pangan (ARP) dilakukan dengan pendekatan PoU.
Prevalensi Kekurangan Gizi (Prevalence of Undernourishment/PoU) merupakan
proporsi populasi penduduk yang mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan
terhadap populasi penduduk secara keseluruhan. Seseorang dikategorikan sebagai
kekurangan gizi jika konsumsi pangannya berada di bawah kebutuhan minimum
energi/minimum dietary energy requirement (MDER). MDER adalah kebutuhan
minimum kalori yang diperlukan seseorang sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya
yang diukur dalam satuan Kkal. Perhitungan PoU didasarkan pada metode
perhitungan standar yang digunakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).
Hasil perhitungan indikator tersebut merupakan tanggung jawab bersama Badan Pusat
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
26
Statistik, Kementerian Kesehatan dan Badan Perancanaan Pembangunan Nasional,
Badan Ketahanan Pangan dan Sekretariat SDGs. Data dasar yang digunakan untuk
perhitungan PoU adalah: (a) data konsumsi kalori dan pengeluaran rumah tangga
bersumber dari Susenas BPS (b) data tinggi badan menurut umur dan jenis kelamin
dari hasil survei Riskesdas Kementerian Kesehatan, (c) FAO/WHO joint expert
consultation untuk data referensi standar internasional tentang Indeks Masa Tubuh
dan perubahan berat badan (Weight Gain).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka definisi penurunan penduduk rawan pangan
per tahun adalah persentase laju penurunan populasi penduduk yang mengkonsumsi
makanan kurang dari standar minimum yang dibutuhkan menurut jenis kelamin dan
umur pada tinggi badan dan berat badan tertentu. Persentase penurunan tersebut
ditetapkan sebesar 1 persen tiap tahun searah dengan kebijakan Suitanable
Development Goals (SDG’s) pada tahun 2030. Dalam menghitung penurunan jumlah
penduduk rawan pangan, dengan cara: persentase penduduk rawan pangan pada
tahun y-1 dikurangi presentase penduduk rawan pangan pada tahun y dibagi dengan
persentase penduduk rawan pangan pada tahun y-1. Satuan penurunan jumlah
penduduk rawan pangan adalah persen/tahun. Perkembangan persentase penduduk
rawan pangan menunjukan penurunan dari tahun ke tahun.
Perkembangan angka penduduk rawan pangan di Indonesia tahun 2012-2017 secara
grafis dapat dilihat dalam gambar 1. Sebagaimana terlihat pada gambar 1, angka
rawan pangan penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Jika
dibandingkan dengan capaian tahun 2016, angka rawan pangan tahun 2017 turun
dengan persentase yang sangat tinggi, yaitu dari 12,69% di tahun 2016 menjadi 7,91
di tahun 2017. Demikian juga, apabila dibandingkan dengan capaian tahun-tahun
sebelumnya, angka rawan pangan tahun 2017 sudah mengalami banyak penurunan.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
27
Gambar 1 Perkembangan Angka Rawan Pangan Tahun 2013-2017
Sumber data Susenas BPS dan Riskesdas Kementerian Kesehatan diolah BPS, Kemenkes, Bappenas dan BKP
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung
keberhasilan indikator adalah: (a) Pengembangan Desa/Kawasan Mandiri Pangan
sebanyak 78 KMP; dan (b) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di
Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Kegiatan-kegiatan tersebut mendukung
pencapaian indikator penurunan penduduk rawan pangan karena berkontribusi pada
pendapatan anggota kelompok. Peningkatan pendapatan tersebut berkontribusi pada
meningkatnya daya beli para anggota kelompok, sehingga akses pangan mereka juga
meningkat.
a. Kawasan Mandiri Pangan
Dalam rangka pengurangan kemiskinan dan penanggulangan kerawanan pangan
yang bersifat kronis, BKP mengembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan (KMP).
KMP adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat
yang berasal dari desa-desa atau kampung-kampung terpilih (terdiri dari 5
kampung/desa). Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat miskin di
daerah rawan pangan menjadi kaum mandiri. Untuk mendukung kegiatan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
28
pemberdayaan dalam KMP, maka dialokasikan dana bantuan sosial (bansos)/bantuan
pemerintah (banper), serta anggaran pembinaan dan pendampingan bagi daerah.
Sasaran kegiatan KMP adalah Rumah Tangga Miskin (RTM) yang dipilih berdasarkan
hasil analisa DDRT/Data Kemiskinan BPS/Data Kemiskinan lainnya di daerah yang
rentan terhadap rawan pangan yang mempunyai potensi pengembangan komoditas
unggulan. Penentuan lokasi kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dilakukan melalui 3
(tiga) tahapan yaitu:
1. Seleksi Kabupaten/Kota, didasarkan pada hasil peta FSVA tahun 2009 dan/atau
Angka Rawan Pangan
2. Seleksi Kecamatan, didasarkan pada Indeks Potensi Kawasan (IPK)
3. Seleksi Desa, didasarkan pada Survey Data Dasar Rumah Tangga (DDRT)
Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan tahun 2017 dialokasikan di 78 kawasan, 77
Kabupaten, 23 Provinsi yang memasuki tahap pengembangan dengan fokus kegiatan
pada pengolahan pangan dan usaha lainnya. Jumlah dana Bantuan Pemerintah
(Banper) yang dialokasikan adalah sebesar Rp100.000.000,00 untuk 5 desa. Dari
alokasi sebanyak 78 kawasan tersebut, yang terealisasi hanya sebanyak 77 kawasan,
sedangkan 1 kawasan yaitu di Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan
Tengah tidak mencairkan dana Banper. Hal tersebut disebabkan anggota kelompok di
kawasan tersebut tidak membuat RUK. Capaian dana Bantuan Pemerintah di
Kawasan Mandiri Pangan dapat dilihat pada tabel 12.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
29
Tabel 12 Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013-2017
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Total Rata-rata/ tahun
Bansos/Banper
(juta) 21.800 21.400 20.600 7.800
7.800
79.400 15.880
Penerima
Manfaat 109 107 188 181
78
663
133
Sumber : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa cakupan lokasi kegiatan Kawasan Mandiri
Pangan mendukung penurunan jumlah penduduk rawan pangan, meskipun masih
berfluktuasi.
b. Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara
Sasaran lokasi desa kegiatan PKPK/SOLID sampai akhir Tahun 2018 sebanyak 224
desa. Desa yang terpilih telah memenuhi kriteria desa sasaran, dengan populasi
penduduk miskin atau KK miskin di lokasi daratan maupun kawasan pantai paling tidak
75-80%, berstatus penduduk asli dan atau migran lokal yang belum banyak tersentuh
program pembangunan. Lokasi desa dan KK miskin ditetapkan sesuai kriteria desa
dan KK miskin dengan mempertimbangkan kearifan lokal di 5 kabupaten di Provinsi
Maluku dan 6 kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Sasaran jumlah desa dan kelompok
mandiri (KM) kegiatan SOLID tahun 2011-2018 secara lebih detail dapat dilihat pada
lampiran 6.
Sampai dengan tahun 2017, Program SOLID telah dilaksanakan di 224 desa (100%
dari target) dan dirasakan manfaatnya oleh 27.115 rumah tangga (81% dari target
sasaran 33.600 KK). Capaian jumlah KK penerima manfaat yang kurang dari target
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terbatasnya populasi penduduk,
pengunduran diri, perpindahan penduduk, dan juga oleh adanya penduduk yang
meninggal dunia. Rumah tangga sasaran pada Program SOLID tergabung ke dalam
2.192 Kelompok Mandiri (KM) (98% dari target 2240 KM). Capaian jumlah KM dan
anggota KM secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
30
Apabila dilihat dari perubahan kondisi ketahanan pangan selama 12 bulan terakhir,
Program SOLID mempunyai pengaruh terhadap berkurangnya jumlah dan durasi
kekurangan pangan pada rumah tangga penerima manfaat program. Sebagaimana
terlihat pada gambar 2, jumlah rumah tangga penerima manfaat SOLID yang
mengalami peningkatan ketahanan pangan (56%) lebih besar dibandingkan rumah
tangga yang tidak menjadi penerima manfaat Program SOLID (18%).
Gambar 2 Perubahan Kondisi Kecukupan Pangan
Selanjutnya, berdasarkan diagram yang disajikan pada gambar 3 diketahui bahwa
hampir semua responden penerima manfaat SOLID (95%) memperoleh pendapatan
dari penjualan hasil pertanian. Sedangkan responden yang bukan merupakan
pemanfaat SOLID yang memperoleh pendapatan dari penjualan hasil pertanian
adalah sebanyak 79%.. Namun demikian, jumlah rumah tangga penerima manfaat
SOLID yang mengalami peningkatan pendapatan dari penjualan hasil pertanian (68%)
jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga bukan pemanfaat SOLID (24%).
Dengan melihat peningkatan kondisi kecukupan dan pangan dan pendapatan
penerima manfaat SOLID, sehingga dapat diindikasikan penurunan jumlah penduduk
rawan pangan di wilayah pelaksana SOLID mengalami penurunan. Berdasarkan hasil
perhitungan, tingkat efisiensi penggunaan anggaran untuk mendukung kegiatan
56%
41%
3%
Perubahan Kondisi KecukupanPangan Pemanfaat SOLID
Peningkatan
Sama
18%
68%
14%
Perubahan Kondisi KecukupanPangan Bukan Pemanfaat SOLID
Peningkatan
Sama
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
31
penurunan penduduk rawan pangan adalah sebesar 0,90. Dengan tingkat efisiensi
sebesar itu dapat dikatakan bahwa penggunaan anggaran untuk mendukung
penurunanan penduduk rawan pangan sudah cukup efisien.
Gambar 3 Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Penerima dan Bukan Penerima Manfaat Program SOLID
3. Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen
Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen didefinisikan sebagai
besaran harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen/petani yang lebih besar
atau sama dengan harga pembelian pemerintah (HPP). HPP gabah kering panen di
tingkat produsen adalah sebesar Rp3.700/kg. Harga gabah kering panen (GKP) di
tingkat produsen dihitung dengan cara menghitung rata-rata harga harga gabah kering
panen di tingkat produsen pada 22 provinsi.
Pendapatan Pemanfaat SOLID dari penjualan hasil pertanian
Ya79%
Tidak21%
Pendapatan Bukan Pemanfaat SOLID dari penjualan hasil pertanian
68%
21%
11%
Perubahan Pendapatan Pemanfaat SOLID dari Penjualan Hasil Pertanian
(%KK)
Meningkat
Tidak berubah
Menurun
24%
51%
25%
Perubahan Pendapatan Bukan Pemanfaat SOLID dari Penjualan Hasil Pertanian (%KK)
Meningkat
Tidak berubah
Menurun
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
32
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja
subsistem distribusi pangan. Stabilnya harga pangan sangat dipengaruhi beberapa
aspek antara lain kemampuan memproduksi bahan pangan, kelancaran arus distribusi
pangan, dan pengaturan impor pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat memicu
tingginya harga pangan di dalam negeri sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap
pangan secara ekonomi akan menurun yang pada akhirnya dapat meningkatkan
angka kerawanan pangan.
Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani Berdasarkan data Panel
Harga Pangan, Badan Ketahanan Pangan 2017 relatif sama dengan pantauan BPS
Tahun 2017. Data harga gabah kering panen (GKP) berdasarkan panel harga pangan
Badan Ketahanan Pangan diambil dari data harga di 22 provinsi sentra produksi padi.
Selama Tahun 2017 sebagian besar petani di lokasi panel menjual gabah dalam
bentuk GKP dan GKG. Data perkembangan harga GKP dan GKG di tingkat produsen
(petani)tahun 2014-2017 dapat dilihat pada tabel 13. Sebagaimana terlihat pada tabel
13, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani pada tahun 2017berkisar antara
Rp4.111/kg s.d Rp4.499/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Desember 2017 senilai
Rp4.499/kg, sedangkan harga terendah terjadi pada Bulan Maret 2017 senilai
Rp4.111/kg. Perubahan harga GKP di tingkat petani relatif kecil, yaitu naik 0,19% per
bulan dan harga GKP di tingkat petani cenderung stabil dengan koefisien variasi (CV)
sebesar 3,22%.
Sementara itu, harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan berkisar
antara Rp4.999/kg s.d Rp5.428/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2017
senilai Rp5.428/kg dan harga terendah pada bulan Agustus 2017 senilai Rp4.994/kg.
Sama halnya dengan perubahan harga GKP, perubahan harga GKG di tingkat
penggilingan relatif kecil, yaitu naik 0,01% per bulan dan harga GKG tahun 2017 relatif
stabil yang diindikasian dengan nilai koefisien varian (CV) sebesar 3,22%. Harga
gabah dan beras dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian di atas 10 persen
dalam periode tertentu. Dari hasil data panel dan BPS, diketahui bahwa harga gabah
gabah kering panen maupun gabah kering giling relatif stabil, dimana koefisien variasi
di bawah 10%.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
33
Lonjakan harga GKP di tingkat petani selama kurun waktu tahun 2014-2017 terjadi
pada bulan Desember-Januari, kecuali pada tahun 2015. Pada bulan Februari tahun
2015 terjadi lonjakan harga, sedangkan pada bulan April terjadi tren penurunan harga
GKP di tingkat petani yang mengindikasikan adanya panen raya pada bulan Maret-
April. Perkembangan harga GKG di tingkat pengilingan pada periode 2014-2017
mempunyai pola yang hampir sama dengan harga GKP di tingkat petani. Pada tahun
2014-2016, peningkatan harga terjadi pada bulan Desember-Januari, sedangkan pada
tahun 2017 peningkatan harga sudah terjadi pada bulan November. Harga GKG tingkat
penggilingan terendah terjadi pada bulan Mei, sementara pada tahun 2015 dan 2017
terjadi pada bulan Agustus dan Maret. Harga gabah kering panen maupun kering giling
di tingkat penggilingan relatif stabil, dimana koefisien varian di bawah 10%. Stabilnya
harga GKP dan GKG dapat juga terlihat dari laju perubahan harga setiap tahun yang
di bawah 1%.
Tabel 13 Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) di Tingkat Produsen Tahun 2014-2017
No Bulan GKP Tk. Petani GKG Tk. Penggilingan
2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017
1 Jan 4.338 4.713 4.420 5.331 5.630 5.391
2 Feb 4.537 4.620 4.339 5.379 5.500 5.291
3 Mar 3.837 4.168 4.247 4.111 5.061 5.016 5.289 5.023
4 Apr 3.710 3.972 4.080 4.210 4.989 4.764 5.158 5.079
5 Mei 3.725 3.969 4.094 4.147 4.976 4.682 5.106 5.036
6 Jun 3.738 4.091 4.110 4.161 5.074 4.941 5.151 5.122
7 Jul 3.800 4.098 4.116 4.122 4.989 4.889 5.190 5.111
8 Agust 3.794 4.184 4.205 4.129 4.964 5.001 5.149 5.098
9 Sep 3.791 4.361 4.293 4.272 4.901 5.283 5.290 5.274
10 Okt 3.851 4.413 4.319 4.361 4.804 5.354 5.302 5.322
11 Nov 3.978 4.529 4.346 4.421 4.988 5.537 5.245 5.422
12 Des 4.061 4.461 4.328 4.499 5.185 5.571 5.196 5.411
Rerata 3.828 4.260 4.289 4.266 4.993 5.146 5.267 5.215
HPP 3.300 3.700 3.700 3.700 4.150 4.600 4.600 4.600
Maksimum 4.061 4.537 4.713 4.499 5.185 5.571 5.630 5.422
Minimum 3.710 3.969 4.080 4.111 4.804 4.682 5.106 5.023
Pert/Bln (%) 0,01 0,45 -0,25 -0,07 -0,11 0,03 -0,42 0,06
CV (%) 2,93 4,83 4,70 3,22 2,04 5,84 2,95 2,91
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
34
Perkembangan harga gabah di tingkat produsen per provinsi pada tahun 2017, dapat
dilihat pada tabel 14. Sebagaimana tersaji dalam tabel 14, pada tahun 2017 harga GKP
tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp5.433 per kg atau lebih tinggi
sebesar 27,29% dari harga rata-rata nasional. Sementara itu, harga Gabah Kering
Panen (GKP) terendah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp3.319/kg atau lebih
rendah sebesar 21,85% dari harga rata-rata nasional.
Tabel 14 Perkembangan Harga GKP dan GKG per Provinsi Tahun 2017
No Provinsi Rata-Rata GKP Rata-Rata GKG
1 Sumatera Utara 4.405 5.451
2 Jambi 4.042 4.987
3 Jawa Barat 4.422 5.273
4 DI Yogyakarta 3.860 4.980
5 Kalimantan Tengah 5.433 6.921
6 Aceh 4.431 4.966
7 Lampung 4.087 4.997
8 Jawa Tengah 4.134 5.050
9 Jawa Timur 4.269 5.087
10 Banten 4.201 5.029
11 Kalimantan Barat 4.246 5.193
12 Kalimantan Selatan 4.698 5.588
13 Sumatera Selatan 4.000 4.891
14 Sulawesi Tenggara 4.140 4.848
15 Gorontalo 3.972 4.390
16 Bengkulu 4.378 4.863
17 Sumatera Barat 5.070 5.990
18 Nusa Tenggara Barat 3.908 4.657
19 Sulawesi Utara 4.112 5.750
20 Sulawesi Tengah 3.319 4.814
21 Sulawesi Selatan 3.964 4.624
22 Bali 4.332 5.296
Rata-Rata 4.247 5.166
Sumber : Panel 2107, Badan Ketahanan Pangan
Rata-rata Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat produsen adalah sebesar
Rp4.266/kg atau 15,30% di atas HPP. Capaian tersebut menunjukkan tercapainya
sasaran kinerja sesuai dengan target yang ditetapkan. Apabila dibandingkan dengan
target jangka menengah sebagaimana tercantum dalam dokumen perencanaan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
35
strategis (akhir tahun RPJMN 2015-2019), capaian kinerja harga gabah kering panen
(GKP) di tingkat produsen tahun 2017 secara umum telah mencapai di atas target,
kecuali di Provinsi Sulawesi Tengah. Target harga GKP di tahun 2019 yang ditetapkan
adalah di atas HPP (Rp3.700/kg).
Beberapa hal yang menyebabkan Harga GKP di atas HPP adalah:
1. Pemerintah berhasil menjaga harga GKP di atas HPP sehingga pendapatan petani
meningkat.
2. Kualitas GKP yang dihasilkan lebih baik karena dukungan pemerintah dalam
usahatani seperti bantuan benih unggul, saprotan, penyuluhan, dll.
3. Posisi tawar petani naik. Akses informasi petani yang makin terbuka sehingga
kondisi harga antar wilayah dapat dengan mudah diketahui.
4. Pendapatan petani akan meningkat apabila harga jual GKP di atas HPP, sehingga
capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik.
4. Koefisien Variasi Harga Pangan di Tingkat Konsumen
Koefisien variasi (CV) adalah perbandingan antara simpangan baku harga (STD)
dengan harga rata-rata (average) di tingkat konsumen yang dinyatakan dengan
persentase (%). Koefisien variasi (CV) harga pangan (beras, cabai merah, dan bawang
merah) digunakan untuk melihat sebaran harga di tingkat konsumen pada suatu
wilayah dari rata-rata harga. Harga beras di tingkat konsumen dikatakan stabil apabila
CV < 10%, harga cabai merah di tingkat konsumen dikatakan stabil apabila CV < 27%,
dan harga bawang merah di tingkat konsumen dikatakan stabil apabila CV < 17%.
Koefisien variasi (CV) harga pangan di tingkat konsumen merupakan rata-rata CV
harga pangan di tingkat konsumen/pedagang di 34 provinsi.
a. Koefisien Variasi Harga Beras
Berdasarkan data panel harga pangan Badan Ketahanan Pangan di 34 Provinsi
sebagaimana terlihat pada tabel 15, rata-rata harga beras medium sebesar
Rp10.935/kg. Sementara Koefisien Variasi harga beras medium di tingkat konsumen
(eceran) adalah sebesar 2,85%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa harga beras
di tingkat konsumen secara nasional relatif stabil, karena koefisien variasi harganya
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
36
masih dibawah 10%. Apabila dibandingkan terhadap target koefisien variasi harga
beras pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015-2019) sebesar < 10%, maka capaian
tahun 2017 telah melampaui target yang ditetapkan.
Tabel 15 Perkembangan Harga Beras Medium Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017
No. Provinsi Rerata
(Rp/Kg)
Harga Eceran Tertinggi* (Rp/Kg)
CV (%)
1 Sumatera Selatan 9.926
9.450
3,72
2 Lampung 9.505 3,66
3 Banten 9.925 2,61
4 DKI Jakarta 11.279 2,75
5 Jawa Barat 10.024 3,12
6 DI Yogyakarta 9.721 1,52
7 Jawa Tengah 9.480 4,31
8 Jawa Timur 9.813 5,03
9 Bali 10.046 1,17
10 Nusa Tenggara Barat 9.192 2,61
11 Sulawesi Barat 9.637 4,07
12 Sulawesi Selatan 9.284 1,20
13 Sulawesi Tengah 10.078 2,21
14 Sulawesi Tenggara 9.321 0,75
15 Sulawesi Utara 10.579 1,83
16 Aceh 11.235
9.950
6,13
17 Bengkulu 9.933 2,26
18 Gorontalo 9.750 3,91
19 Jambi 10.711 0,95
20 Kalimantan Barat 12.290 1,05
21 Kalimantan Selatan 12.306 2,89
22 Kalimantan Tengah 13.748 1,88
23 Kalimantan Timur 11.853 1,05
24 Kalimantan Utara 12.218 1,49
25 Bangka Belitung 11.644 3,22
26 Kepulauan Riau 12.762 1,17
27 Nusa Tenggara Timur 10.783 1,74
28 Riau 12.262 1,06
29 Sumatera Utara 10.860 1,32
30 Sumatera Barat 11.658 1,54
31 Maluku 12.615
10.250
5,14
32 Maluku Utara 11.606 1,76
33 Papua 12.147 12,36
34 Papua Barat 13.607 5,50
Rata-Rata 10.935 2,85
Sumber: Panel Harga Pangan (diolah), Badan Ketahanan Pangan, 2017
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
37
Harga beras medium di tingkat konsumen dikatakan stabil jika nilai CV harga beras
medium di tingkat konsumen (eceran) di bawah 10%. Dilihat dari perkembangan harga
beras medium di tingkat konsumen, maka harga beras medium Provinsi Sulawesi
Tenggara (CV=0,75%) dan Jambi (CV = 0,95%) dapat dikatakan stabil, sedangkan
harga beras yang fluktuatif terjadi di Provinsi Papua (CV = 12,36%).
Sebagaimana tersaji dalam tabel 15, koefisien variasi harga beras tahun 2017 adalah
sebesar 2,85%. Besarnya nilai koefisien variasi harga beras di tahun 2017 sedikit
mengalami peningkatan dibanding koefisien variasi harga di tahun 2016, yaitu sebesar
1,74%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target jangka menengah yang
ditetapkan dalam dokumen strategis (Renstra 2015-2019), capaian kinerja koefisien
variasi harga beras tahun 2017 sudah jauh melebihi target yang ditetapkan. Dalam
dokumen strategis jangka menengah ditetapkan target koefisien variasi harga beras
ditetapkan di bawah 10%.
Kegiatan Badan Ketahanan pangan yang mendukung tercapaianya stabilitas harga
beras di tingkat konsumen adalah kegiatan Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia. Kegiatan tersebut memberikan dampak
terhadap stabilisasi harga, sehingga harga beras menjadi lebih stabil dan terjangkau
oleh masyarakat.
b. Koefisien Variasi Harga Bawang Merah
Berdasarkan data panel harga BKP tahun 2017 yang disajikan pada tabel 16, koefisien
variasi harga (CV) bawang merah sebesar 15,60%. Hal ini menunjukan bahwa harga
bawang merah di tingkat konsumen stabil, karena target CV harga bawang merah pada
tahun 2017 dibawah 17%. Apabila dibandingkan terhadap target koefisien variasi
harga bawang merah pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015-2019) sebesar <
15%, maka capaian tahun 2017 sedikit lebih tinggi dari target, artinya harga bawang
merah di tingkat konsumen, relatif masih stabil.
Harga rata-rata nasional bawang merah di tingkat konsumen pada tahun 2017 sebesar
Rp32.195/kg. Harga rata-rata nasional ini lebih tinggi 0,61% dari Harga Acuan
Pemerintah (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp32.000/kg. Harga tertinggi terjadi di
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
38
Provinsi Papua Barat sebesar Rp53.344kg atau lebih tinggi 66,67% dari HAP dan
harga terendah di Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp22.771/kg atau lebih rendah
28,84% dari HAP.
Tabel 16 Perkembangan Harga Bawang Merah Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017
No. Provinsi Harga (Rp/kg) CV
1 Aceh 25.803 11,67
2 Bali 26.174 24,29
3 Banten 29.731 17,70
4 Bengkulu 29.934 12,18
5 DI Yogyakarta 26.586 22,49
6 DKI Jakarta 35.703 13,25
7 Gorontalo 32.657 20,35
8 Jambi 24.167 8,89
9 Jawa Barat 28.587 17,23
10 Jawa Tengah 26.597 19,51
11 Jawa Timur 25.405 23,35
12 Kalimantan Barat 35.778 11,75
13 Kalimantan Selatan 29.860 23,96
14 Kalimantan Tengah 34.136 16,27
15 Kalimantan Timur 40.924 13,35
16 Kalimantan Utara 38.780 12,27
17 Kepulauan Bangka Belitung 35.971 13,46
18 Kepulauan Riau 30.547 6,50
19 Lampung 27.097 13,57
20 Maluku 42.033 16,30
21 Maluku Utara 42.932 14,48
22 Nusa Tenggara Barat 24.298 26,64
23 Nusa Tenggara Timur 32.254 14,52
24 Papua 52.497 15,18
25 Papua Barat 53.344 10,92
26 Riau 25.625 11,27
27 Sulawesi Barat 28.625 18,91
28 Sulawesi Selatan 26.402 18,26
29 Sulawesi Tengah 32.599 15,88
30 Sulawesi Tenggara 33.141 16,20
31 Sulawesi Utara 36.942 17,62
32 Sumatera Barat 22.771 10,57
33 Sumatera Selatan 29.853 14,32
34 Sumatera Utara 26.881 7,15
Rata-Rata 32.195 15,60
Harga Acuan Pemerintah (HAP) 32.000
Sumber: Panel Harga Pangan (diolah), Badan Ketahanan Pangan, 2017
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
39
Harga bawang merah yang berfluktuasi diindikasikan dengan nilai CV yang lebih dari
15%. Kondisi ini menunjukan bahwa harga bawang merah di Nusa Tenggara Barat,
Bali dan Kalimantan Selatan cukup fluktuatif karena CV masing-masing provinsi
sebesar 26,64%, 24,29% dan 23,96%. Sementara harga bawang merah yang relatif
stabil terjadi di Kepulauan Riau (6,50%), Sumatera Utara (7,15%) dan Jambi (8,89%).
Perkembangan harga dan Koefisien Variasi bawang merah per provinsi pada tahun
2017 dapat dilihat pada tabel 16. Sebagaimana tersaji pada tabel 16, koefisien variasi
harga bawang merah tahun 2017 adalah sebesar 15,56%. Koefisien variasi harga
bawang merah tersebut apabila dibandingkan dengan data tahun 2016 mengalami
penurunan. Hal ini bisa dikatakan bahwa harga bawang merah sepanjang 2017 lebih
stabil dibanding tahun 2016.
Sebagaimana tersaji pada tabel 17, laju rata-rata harga bawang merah pada tahun
2017 mengalami penurunan sebesar 1,44%. Penurunan harga tertinggi terjadi pada
Bulan September 2017 sebesar 12,65% dibandingkan dengan bulan sebelumnya,
sementara peningkatan harga bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Maret
sebesar 12,36%.
Tabel 17 Perkembangan Harga Bawang Merah per Bulan Tahun 2017
No Bulan Harga (Rp/kg) Laju (%)
1 Januari 33.541
2 Februari 33.865 0,96
3 Maret 38.050 12,36
4 April 34.288 (9,89)
5 Mei 33.672 (1,80)
6 Juni 33.621 (0,15)
7 Juli 36.871 9,67
8 Agustus 32.868 (10,86)
9 September 28.711 (12,65)
10 Oktober 26.183 (8,80)
11 November 26.881 2,67
12 Desember 27.599 2,67
Rata-Rata 32.195 (1,44)
Sumber: Panel Harga Pangan (diolah), Badan Ketahanan Pangan, 2017
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
40
Rata-rata harga bawang merah di tingkat konsumen di Toko Tani Indonesia Center
(TTI-C) sebesar Rp17.000 /kg. Harga bawang merah tertinggi di TTIC pada bulan Juli
sebesar Rp26.000/kg dan termurah pada bulan Oktober sebesar Rp18.000/kg. Harga
bawang merah di TTIC yang jauh lebih murah dibandingkan dengan rata-rata harga
nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia memberikan dampak terhadap
stabilisasi harga bawang merah, sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat.
c. Koefisien Variasi Harga Cabai Merah
Pada tahun 2017, harga cabai merah di tingkat konsumen relatif stabil dengan capaian
koefisien variasi sebesar 23,18%, yang berarti lebih rendah dari target CV harga cabai
merah tahun 2017 sebesar 27%. Apabila dibandingkan terhadap target koefisien
variasi harga cabai merah pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar
< 25 %, maka capaian tahun 2017 melampaui target yang mengindikasikan harga
cabai merah di tingkat konsumen relatif stabil.
Harga rata-rata nasional cabai merah di tingkat konsumen pada tahun 2017 sebesar
Rp36.256/kg, dimana harga tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar
Rp57.472/kg dan harga terendah di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp24.317/kg.
Harga cabai merah yang cukup fluktatif diindikasikan dengan nilai CV lebih dari 25%.
Kondisi ini menunjukan bahwa harga bawang di Bali (50,37%), Jawa Timur (39,51%)
dan Jawa Tengah (38,51%) cukup fluktuatif. Sementara harga bawang merah yang
relatif stabil terjadi di Kalimantan Utara (6,23%) dan Papua Barat (10,08%).
Perkembangan harga dan Koefisien Variasi harga cabai merah di tingkat konsumen
per provinsi pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 18. Sebagaimana terlihat pada
tabel 18, koefisien variasi harga cabai merah tahun 2017 adalah sebesar 23,18%,
turun dibandingkan dengan tahun 2016 yang sebesar 23,90%. Hal ini berarti harga
cabai merah di sepanjang tahun 2017 lebih stabil jika dibandingkan dengan tahun
2016.
Capaian ini tidak terlepas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan
Pangan, yaitu Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
41
Indonesia. Kegiatan tersebut memberikan dampak terhadap stabilisasi harga cabai
merah, sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat.
Tabel 18 Perkembangan Harga Cabai Merah Tingkat Konsumen per Provinsi Tahun 2017
No. Provinsi Harga (Rp/kg) CV
1 Aceh 30.501 32,95
2 Bali 29.235 50,76
3 Banten 30.555 24,84
4 Bengkulu 28.798 19,78
5 DI Yogyakarta 25.989 38,68
6 DKI Jakarta 39.917 24,35
7 Gorontalo 29.149 22,61
8 Jambi 29.677 36,15
9 Jawa Barat 29.911 15,80
10 Jawa Tengah 26.156 38,51
11 Jawa Timur 27.819 39,51
12 Kalimantan Barat 49.644 10,86
13 Kalimantan Selatan 37.334 21,61
14 Kalimantan Tengah 57.472 21,99
15 Kalimantan Timur 45.198 13,77
16 Kalimantan Utara 47.686 6,23
17 Kepulauan Bangka Belitung 37.518 17,51
18 Kepulauan Riau 50.278 13,09
19 Lampung 31.892 20,31
20 Maluku 45.501 23,37
21 Maluku Utara 39.137 15,82
22 Nusa Tenggara Barat 27.261 34,21
23 Nusa Tenggara Timur 45.658 22,88
24 Papua 46.854 18,94
25 Papua Barat 61.353 10,08
26 Riau 36.517 28,80
27 Sulawesi Barat 28.964 17,99
28 Sulawesi Selatan 24.317 20,57
29 Sulawesi Tengah 30.965 14,44
30 Sulawesi Tenggara 33.792 11,22
31 Sulawesi Utara 34.785 20,95
32 Sumatera Barat 31.380 30,58
33 Sumatera Selatan 31.860 14,54
34 Sumatera Utara 29.616 34,44
Rata-Rata 36.256 23,18
Sumber: Panel Harga Pangan (diolah), Badan Ketahanan Pangan, 2017
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
42
Berdasarkan pantauan data harga BPS periode Januari-Desember 2017, rata-rata
harga cabai merah Rp33.355/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar
Rp46.828/kg dan harga terendah pada bulan September sebesar Rp26.715/kg.
Pertumbuhan harga cabai merah sebesar -2,14% per bulan dan harga cabai merah
tahun 2017 dapat dikatakan relatif stabil karena nilai koefisien variasi harga (CV)
sebesar 5,95%. Harga cabai merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian
diatas 27%. Sedangkan harga cabai merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani
Indonesia Center rata-rata sebesar Rp16.000/kg, dimana harga tertinggi terjadi pada
Bulan Oktober–November sebesar Rp26.000/kg dan terendah pada bulan Juli -
Agustus sebesar Rp18.000/kg.
Dalam mendukung stabilisasi harga beras, cabai merah, dan bawang merah tersebut,
Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Penguatan LDPM,
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia
(TTI), dan Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan
Pangan (HBKN).
Berdasarkan capaian kinerja sasaran stabilnya harga beras, bawang merah dan cabai
merah di tingkat eceran, ada beberapa hal yang menyebabkan stabilnya harga
komoditas tersebut, yaitu:
1. Peningkatan produksi/ketersediaan antara lain dengan pola manajemen tanam
sehingga panen tersebar sepanjang tahun
2. Kegiatan stabilisasi harga, antara lain melalui Toko Tani Indonesia (TTI), gelar
pangan murah, bazar oleh berbagai Kementerian/Lembaga khususnya selama Hari-
hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
3. Keterbukaan informasi publik terutama harga dari tingkat produsen sampai harga
tingkat konsumen tersedia sehingga pihak spekulan tidak memainkan harga.
4. Sebaran produksi yang semakin merata di semua wilayah, tidak hanya terpusat di
Pulau Jawa.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
43
Penjelasan secara lengkap terkait kegiatan pendukung yang dilaksanakan dalam
rangka stabilisasi harga pangan di tingkat produsen dan konsumen adalah sebagai
berikut :
a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM).
Kegiatan Penguatan LDPM dilaksanakan secara bertahap mulai dari Tahap
Penumbuhan, Tahap Pengembangan, Tahap Kemandirian dan Tahap Pasca
Kemandirian. Pada tahun 2017, target kelembagaan distribusi pangan masyarakat
yang diberdayakan (tahap pengembangan) adalah sebanyak 98 Gapoktan Tahap
Pengembangan. Meskipun untuk Gapoktan Tahap Kemandirian sudah tidak menerima
bantuan dana bantuan pemerintah, tetapi masih dilakukan pembinaan yang didanai
APBN maupun APBD. Berdasarkan Realisasi pemberdayaan Gapoktan selaku
lembaga distribusi pangan pada tahun 2017 adalah 94 Gapoktan atau mencapai
95,92% dari target 98 Gapoktan. Realisasi kegiatan Penguatan-LDPM tidak
mencapai 100 persen Terdapat 4 Gapoktan yang tidak mencairkan dana bantuan
pemerintah yaitu: (1) 1 (satu) Gapoktan di Provinsi Bengkulu karena terjadinya
permasalahan pengurus Gapoktan; (2) 2 (dua) Gapoktan di Jawa Timur karena
sampai batas waktu yang ditentukan belum berhasil memenuhi persyaratan, yaitu
putaran modal dari dana yang telah diterima sebelumnya belum mencapai 1 kali
putaran; (3) 1 (satu) Gapoktan di Kalimantan Selatan, karena tidak berhasil memenuhi
persyaratan. Perkembangan target dan realisasi bansos LDPM tahap penumbuhan,
pengembangan, dan kemandirian, selama tahun 2013-2017 dapat dilihat pada tabel
19.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
44
Tabel 19 Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2013-2017
Tahun
Tahap Penumbuhan
Tahap Pengembangan
Alokasi Realisasi % Alokasi Realisasi %
2013 75 74 98,67 281 210 74,73
2014 38 38 100,00 117 102 87,18
2015 203 203 100,00 38 36 94,74
2016 100 98 98 203 189 93,10
2017 - - 98 94 95,92
Total 416 413 99,28 737 631 85,62
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Secara grafis, perkembangan LDPM tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan
Kemandirian Tahun 2013-2017 dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2013-2017
Rata-rata harga gabah di tingkat gapoktan LDPM periode bulan April sebesar
Rp3.483/kg (94% dari HPP), karena pada bulan tersebut terjadi panen raya.
Sementara itu, pada bulan Agustus harga GKP mencapai Rp3.788/kg atau atau 102%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2013 2014 2015 2016 2017 Total
Chart Title
Tahap Penumbuhan Alokasi Tahap Penumbuhan Realisasi Tahap Penumbuhan %
Tahap Pengembangan Alokasi Tahap Pengembangan Realisasi Tahap Pengembangan %
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
45
dari HPP, karena pada bulan-bulan berikutnya mengalami musim tanam dan produksi
menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa harga gabah di tingkat LDPM relative
stabil, tidak terjadi fluktuasi harga secara signifikan.
Berdasarkan hasil pemantauan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan Penguatan-
LDPM, secara nasional, Gapoktan P-LDPM Tahun 2017 telah melakukan pembelian
gabah/beras/jagung sebanyak 221.215 kg GKP, 263.285 kg GKG, 176.219 kg beras,
22.000 kg jagung tongkol dan 11.000 kg jagung pipil. Rincian pembelian
gabah/beras/jagung oleh unit distribusi/pengolahan/pemasaran yang merupakan
kinerja distribusi Gapoktan P-LDPM tahun 2017 di masing-masing provinsi dapat
dilihat pada tabel 20.
Tabel 20 Kinerja Distribusi Gapoktan P-LDPM Tahun 2017
Komoditas N Volume Beli (Rp)
Harga beli (Rp/kg)
Volume Jual (Rp)
Harga Jual
(Rp/kg)
GKP 37 221.215 4.115 62.200 4.289
GKG 42 263.285 4.748 198.188 9.360
Beras 61 176.219 8.283 292.716 8.596
Jagung Tongkol 24 22.000 2.900 - -
Jagung Pipil 23 11.000 3.428 385.025.1 4.194
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk komoditas beras aktifitas pembelian
oleh Gapoktan P-LDPM paling banyak dalam bentuk GKG dibandingkan GKP dan beras.
Aktifitas membeli GKG, mengolah dan menjual dalam bentuk beras dapat memberikan
keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan beli beras kemudian menjual beras.
Namun demikian di beberapa wilayah, petani mempunyai kebiasaan tidak akan
menjual hasil produksi dalam bentuk gabah tetapi beras. Di wilayah-wilayah dengan
karakteristik seperti ini, Gapoktan dapat meningkatkan nilai tambah melalui sortasi,
grading dan pengemasan.
Perkembangan harga beli komoditas gabah, beras, dan jagung selama Bulan April-
Desember 2017 dapat dilihat pada gambar 5.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
46
Gambar 5 Perkembangan Harga Beli Komoditas
Sebagaimana terlihat pada Gambar 5 di atas, pada periode Bulan April-Desember
2017, harga beli gabah dan beras mempunyai kecenderungan meningkat pada akhir
tahun, sementara harga beli jagung telihat mempunyai kecenderungan menurun.
Harga pembelian GKP dan GKG terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu sebesar
Rp 3.849/kg untuk GKP dan Rp4.539/kg untuk GKG. Penurunan harga beras pada
bulan Oktober antara lain dipengaruhi oleh pemberlakuan Permendang 57 Tahun 2017
tentang HET Beras yang mulai efektif diberlakukan pada akhir Bulan September.
Namun demikian penurunan harga beras ini tidak diikuti penurunan harga GKP dan
GKG, hal ini mengindikasikan jika harga beli gabah di tingkat petani tetap terjaga.
Sedangkan perkembangan harga jual komoditas beras, bawang merah, dan jagung
dapat dilihat pada gambar 6.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Perkembangan Harga Beli
GKP GKG Beras Jagung Tongkol Jagung Pipil
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
47
Gambar 6 Perkembangan Harga Jual Komoditas
Analisis terhadap perkembangan harga jual gabah, beras dan jagung yang
dilaksanakan oleh Gapoktan memperlihatkan jika selisih harga GKP dan GKG
berfluktuasi sepanjang Bulan April-Desember. Pada Bulan Juli, September dan
November terjadi selisih harga yang relatif tinggi antara GKP dengan GKG. Harga jual
beras relatif lebih stabil jika dibandingkan harga jual gabah, kecuali harga jual beras
pada bulan Desember sebesar Rp9.500/kg. Gapoktan harus terus didorong untuk
mampu meningkatkan kemampuan dalan pengolahan dan pemasaran, sehingga tidak
lagi terbatas membeli gabah dan menjual dalam bentuk gabah.
Adanya aktifitas Gapoktan yang menjual gabah dalam bentuk GKP memperlihatkan
masih adanya Gapoktan yang mempunyai aktifitas distribusi terbatas. Beberapa faktor
yang mempengaruhi adalah keterbatasan sarana pengolahan yang dimiliki Gapoktan,
maupun keterbatasan pengembangan jejaring pemasaran yang harus dilakukan
Gapoktan. Tindak lanjut dari permasalahan ini adalah agar pembinaan lanjutan dapat
lebih mengarahkan kepada pengembangan usaha Gapoktan, serta bagi Gapoktan
yang mempunyai kelembagaan yang telah terbangun dengan baik dapat difasilitasi
dan disinergikan dengan bantuan mesin pengolah padi dari instansi terkait.
Peningkatan peran Gapoktan dalam Distribusi Pangan menuntut pengembangan
kemampuan Gapoktan dalam Agribisnis pangan terutama pada subsistem pemasaran
hasil sehingga nilai tambah dapat juga dinikmati oleh petani melalui Gapoktan.
500
2500
4500
6500
8500
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Perkembangan Harga Jual
GKP GKG Beras Jagung Tongkol Jagung Pipil
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
48
Dampak kegiatan Penguatan-LDPM juga terlihat dari peningkatan peran Gapoktan
dalam pengelolaan cadangan pangan, yang meningkatkan kemudahan petani
(anggota) dalam mengakses pangan pada saat terjadi kelangkaan pangan.
Cadangan pangan LDPM diperuntukkan bagi anggota Gapoktan, dengan tujuan untuk
meningkatkan akses pangan terutama pada saat terjadi paceklik atau di luar musim
panen. Pengelolaan cadangan pangan pada Gapoktan P-LDPM diharapkan juga
dapat memperkuat cadangan pangan masyarakat. Perkembangan Stok Cadangan
Pangan Gapoktan dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7 Perkembangan Stok Cadangan Pangan Gapoktan
Dari Gambar 7 di atas dapat diketahui bahwa stok cadangan pangan tertinggi terjadi
pada Bulan September dan cenderung menurun pada bulan-bulan selanjutnya.
Tingginya stok cadangan pada bulan Juli-September antara lain dipengaruhi oleh
tingginya panen pada periode tersebut. Sebaliknya memasuki trismester keempat
(Oktober-Desember), stok cadangan mengalami penurunan yang cukup signifikan,
yang dipengaruhi rendahnya panen pada bulan tersebut serta terjadinya gagal panen
di beberapa wilayah.
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Total Rata-Rata
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
49
Tingginya pemanfaatan cadangan pangan oleh anggota memperlihatkan bahwa
manfaat dari pengadaan cadangan pangan dapat dirasakan anggota. Pengelolaan
cadangan pangan juga harus dapat meminimalkan kehilangan dan susut
penyimpanan, antara lain melalui peremajaan cadangan pangan jika dalam periode
yang cukup lama gabah atau beras Gapoktan tidak dipinjam oleh anggota.
b. Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia
Dalam menciptakan stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen,
Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan
kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia
(TTI). Kriteria penerima kegiatan TTI dapat dilihat pada gambar 8.
Sementara itu, kerangka pikir pelaksanaan Toko Tani Indonesia (TTI) dapat dilihat
pada gambar 9.
Gambar 8 Kriteria Penerima Kegiatan Toko Tani Indonesia
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
50
Gambar 9 Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia
Sasaran kegiatan pelaksanaan PUPM melalui TTI pada tahun 2017 sebesar 406
LUPM di 7 provinsi yaitu Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan NTB,
mendapatkan bantuan pemerintah sebesar Rp160.000.000,00, terdiri dari
Rp100.000.000,00 untuk modal dan biaya operasional Rp60.000.000,00. Realisasi
pelaksanaan kegiatan PUPM telah tercapai 406 LUPM atau 100 %. Sedangkan
gapoktan kegiatan PUPM tahap pengembangan berjumlah 492 gapoktan dan sudah
tercapai 486 gapoktan atau 98,78 % dari target. LUPM Tahap Pengembangan
mendapatkan bantuan pemerintah untuk biaya operasional sebesar Rp60.000.000,00.
Belum tercapainya pada LUPM Tahap Pengembangan, disebabkan beberapa Provinsi
tidak mencairkan dana bantuan pemerintah tahap pengembangan yaitu Provinsi Aceh
sebanyak 1 gapoktan, Bengkulu sebanyak 2 Gapoktan, Kalimantan Tengah sebanyak
1 Gapoktan, dan Sulawesi Tenggara sebanyak 2 Gapoktan.
Pelaksanaan kegiatan PUPM Tahun 2017, gapoktan/LUPM pemasok pangan berasal
dari 7 (tujuh) provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat sesuai dengan karakteristik
sentra pangan yang dimiliki, berkewajiban memasok bahan pangan ke TTI di wilayah
Jabodetabek dan wilayahnya yang menjadi fokus stabilisasi harga pangan di tingkat
STAKEHOLDE
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
51
konsumen. Komoditas pangan yang wajib dipasok oleh gapoktan/LUPM adalah Beras,
Cabai Merah, dan Bawang Merah.
Sedangkan sasaran TTI sebanyak 1.000 toko baik di wilayah Jabodetabek maupun di
wilayahnya, sedangkan TTI telah tercapai 1.113 toko. TTI Wilayah Jabodetabek yang
layak mendapatkan dana bantuan pemerintah berdasarkan evaluasi tim Pembina
provinsi terdapat 84 TTI di wilayah Tangerang Raya, 98 TTI di wilayah DKI Jakarta dan
198 TTI di wilayah Jawa Barat (Kab/Kota Bogor, Depok, dan Kab/Kota Bekasi).
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan PUPM melalui TTI secara
umum adalah : (a) Harga gabah diatas HPP, (b) Kemasan gambar/branding kemasan
diubah, termasuk kemasan mudah pudar, (c) Diindikasi penyimpangan dana oleh
Pengurus, dana dipinjam pengurus bukan kepentingan PUPM, (d) Dana PUPM
berada pada 2 (dua) rekening yaitu rekening LUPM dan rekening Ketua LUPM/Kepala
Desa, (e) Hasil penjualan TTI tidak segera disetorkan ke Gapoktan atau LUPM, (f)
Pendamping tidak melakukan tugas pendampingan ke Gapoktan - TTI sebagaimana
mestinya, serta Pendamping tidak rutin & tidak tepat waktu dalam mengirimkan laporan
mingguan, (g) Jumlah perputaran penjualan beras TTI minim dikarenakan lokasi yang
tidak strategis dan harga gabah diatas HPP. Sementara itu, progres kegiatan PUPM
dan TTI Tahun 2015 - 2017 dapat dilihat pada tabel 21.
Tabel 21 Progres Kegiatan PUPM dan TTI Tahun 2015 - 2017
No
Uraian
Tahun
2015 2016 2017
T R T R T R
1 Lembaga Usaha Pangan
Masyarakat (LUPM)
0 0 500 492 898 891
2 Toko Tani Indonesia (TTI) 39 1.000 1.320 2.000 2.433
Sumber: Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Keterangan: data tahun 2017 berupa akumulasi dengan tahun 2016
Dalam mendukung stabilisasi harga, Badan Ketahanan Pangan membuka model Toko
Tani Indenesia Center (TTIC) di Pasar Minggu Provinsi DKI Jakarta. Komoditas
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
52
pangan yang dijual TTIC antara lain: beras premium dengan harga Rp7.900/kg, daging
sapi Rp75.000/kg, daging kerbau Rp65.000/ kg, bawang merah Rp25.000/kg, cabe
merah keriting Rp30.000/kg, gula pasir Rp12.500/kg, daging ayam Rp30.000/kg, dan
minyak goreng Rp12.500/liter.
Kontribusi TTI maupun TTIC dalam stabilisasi harga adalah harga yang diberikan
kepada konsumen relatif lebih murah dibandingkan dengan pasar atau ritel. Bahkan,
harga tersebut sudah terbukti melalui riset dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu pada
minggu kedua Oktober dibanding September 2017. Pergerakan harga pangan sampai
minggu kedua Oktober relatif stabil dengan kenaikan harga berkisar 0,05%-1,15%,
bahkan terdapat penurunan harga di level -1,78%- -18,14% pada beberapa komoditas.
Adapun kondisi harga pangan yang mengalami kenaikan tidak signifikan di antara
beras umum Rp13.297/kg (0,63%), minyak goreng curah Rp12.473/lt (0,44%), daging
sapi Rp114.795/kg (0,05%), dan cabai merah Rp29.551/kg (1,15%). Sedangkan
beberapa harga pangan yang mengalami penurunan di antaranya gula pasir
Rp14.217/kg (-1,84%), daging ayam Rp30.331/kg (-3,84%), telur ayam Rp20.796/kg (-
1,78%), cabai rawit Rp24.893/kg (18,14%), dan bawang merah Rp24.875/kg (-7,55%).
Kondisi tersebut diperkuat dengan angka inflasi yang terkoreksi di level 0,13% di mana
kontribusi pangan dalam inflasi tersebut sangat minim. Hasil survei lainnya juga
menunjukkan bahwa yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berkunjung/belanja ke
TTI mayoritas sebesar 44% karena harga yang murah, selanjutnya diikuti 18% karena
tempat yang nyaman, 16% karena lokasi terjangkau, 8% produk yang bervariasi, 6 %
masa promosi dan sisanya lain-lain. Alasan utama masyarakat berbelanja di TTIC
dapat dilihat pada gambar 10.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
53
Gambar 10 Alasan Utama Belanja ke TTI Center
Berdasarkan penjelasan dari tabel dan gambar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
animo masyarakat untuk berkunjung serta belanja di TTI Center sangat tinggi. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa keberadaan TTI Center sangat diperlukan oleh
masyarakat. Oleh karena itu, jumlah maupun cakupan TTI Center perlu ditambah
diperluas dan jika memungkinkan diperluas di daerah lain di luar di DKI Jakarta.
Perluasan dapat dilakukan pada daerah-daerah lain yang menjadi barometer fluktuasi
harga pangan pokok strategis. Berdasarkan panel harga konsumen dan TTI, maka
dapat disimpulkan bahwa harga beras di tingkat konsumen pada tahun 2017, sangat
stabil.
Merespon perkembangan ekonomi digital dan tuntutan kemudahan berbelanja bagi
masyarakat, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian merancang
aplikasi Toko Tani Indonesia (TTI) online dalam aplikasi e-commerce (business to
business) yang melibatkan petani, masyarakat, lembaga keuangan, dan transportasi.
Hal ini sebagai wujud transformasi dalam pelayanan TTI agar dapat melayani
masyarakat secara lebih luas, mudah dan murah. Manfaat aplikasi ini adalah: (1)
ketersediaan informasi stok di sisi Gapoktan dan TTI, (2) kepastian pengiriman dan
monitoring proses pengiriman, (3) jaminan kontinuitas pasokan, (4) minimalisasi biaya
44%
8%
16%
18%
6%7%
1%
Alasan utama belanja ke TTI Center
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
54
distribusi, (5) adanya kepastian harga dan stok yang dapat dibeli masyarakat, dan (6)
informasi akses lokasi TTI terdekat bagi masyarakat.
Output dari sistem e-commerce berupa “Bank Data” terkait pola produksi serta pola
transaksi, yang kedepannya bisa sebagai bahan penyusunan kebijakan Kementerian
Pertanian, terutama terkait pemasaran hasil pertanian dan program stabilisasi harga
dan pasokan pangan. Ke depan, aplikasi ini akan terus dikembangkan sehingga
masyarakat dapat ikut mengakses layanan TTI secara online. Dalam konteks ini, peran
perbankan akan terus dikembangkan dlm sistem ini. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
berkomitmen mendukung pengembangan cashless payment antara TTI dengan
Gapoktan. Peran perbankan juga akan diperluas sebagai pemberi pinjaman mikro/ritel
bagi petani, gapoktan dan Toko Tani Indonesia. Selain itu juga akan dikembangkan
Cash Management Transaction (Traffic) keuangan TTI Center. Dengan adanya sistem
manajemen informasi e-commerce TTI akan semakin mengokohkan ketersediaan stok
dan pasokan yang ada di TTI. Sistem ini juga akan memudahkan transaksi antara
Gapoktan LUPM dengan TTI melalui dukungan BRI cashless payment traffic
management, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.
5. Konsumsi Energi
Konsumsi energi per kapita per hari didefinisikan sebagai nilai pangan yang
dikonsumsi per kapita per hari dengan satuan Kkal. Sesuai dengan rekomendasi
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG ke X Tahun 2012, Angka Kecukupan
Energi(AKE) adalah sebesar 2.150 Kkal/kapita/hari. Konsumsi energi per kapita per
hari dihitung dengan cara membagi total konsumsi energi rumah tangga per hari
dengan jumlah angka rumah tangga (ART).
Perkembangan konsumsi energi per kapita per hari tahun 2013-2017 disajikan pada
tabel 22. Sebagaimana terlihat dalam tabel 22, konsumsi energi masyarakat dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan dengan laju peningkatan sebesar 2,8% per tahun.
Pada tahun 2013, konsumsi energi masyarakat hanya sebesar 1.930 kkal/kap/hari dan
meningkat menjadi 2.153 Kkal/kap/hari pada tahun 2017. Capaian ini masih dalam
batas normal, dengan kisaran 90%-110% dari Angka Kecukupan Energi (AKE), yaitu
sebesar 2.150 kkal/kap/hari. Jika dibandingkan tahun 2016, konsumsi energi tahun
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
55
2017 mengalami peningkatan sebesar 6 poin atau 0,28%. Capaian konsumsi energi
tahun 2017 ini juga sudah melebihi target yang ditetapkan untuk tahun 2017, yaitu
sebesar 2.077 Kkal/kap/hr. Sementara itu, jika dibandingkan dengan target jangka
menengah yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategis, capaian kinerja
konsumsi energi tahun 2017 sudah melampaui target yang ditetapkan. Dalam
dokumen perencanaan strategis, ditetapkan target konsumsi energi sebesar 2.150
Kkal/kap/hari pada tahun 2019, sedangkan konsumsi energi tahun 2017 sudah
mencapai 2.153 kkal/kap/hari.
Tabel 22 Perkembangan Konsumsi Energi tahun 2013 – 2017
Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
Konsumsi Energi
(kkal/kap/hari) 1.930 1.949 2.099 2.147 2.153
Sumber : Susenas 2013 – 2017; BPS.diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
Secara nasional, sumber konsumsi energi masyarakat pada tahun 2017 masih
didominasi oleh kelompok padi-padian, yaitu sebesar 1.318 kkal/kap/hari. Angka
tersebut mencapai 122,6% jika dibandingkan dengan standar konsumsi energi
kelompok padi-padian, yaitu sebesar 1.075 kkal/kap/hari. Hal ini menunjukkan bahwa
konsumsi energi per kelompok pangan belum mencapai kondisi ideal, yang ditandai
dengan masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras dan terigu, serta masih
rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta sayur dan buah.
Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun 2013-2017 menurut
kelompok pangan disajikan pada tabel 23.
Untuk mencapai konsumsi energi yang ideal perlu diimbangi dengan peningkatan
konsumsi umbi-umbian dan sumber karbohidrat lainnya. Meskipun tren konsumsi
umbi-umbian mengalami peningkatan, namun konsumsi beras masih mendominasi
kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat
kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan
konsumsi energi penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
56
dianjurkan. Untuk itu, di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat
diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman.
Tabel 23 Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun 2013- 2017 Menurut Kelompok Pangan
Kelompok Pangan Konsumsi Energi (Kkal/kap/hari)
2013 2014 2015 2016 2017
I. Padi-padian 1164 1164 1253 1274 1.318
II. Umbi-umbian 39 38 48 49 60
III. Pangan Hewani 174 183 201 211 225
IV. Minyak dan Lemak 233 243 257 265 233
V. Buah/biji berminyak 39 38 44 42 24
VI. Kacang-kacangan 58 57 57 60 62
VII. Gula 93 90 102 111 76
VIII. Sayuran dan buah 96 101 99 96 101
IX. Lain-lain 35 36 38 37 53
Total Energi 1930 1949 2099 2147 2.153
Tk.Konsumsi Energi (TKE) 89,8 90,7 97,6 99,9 107,6
Skor PPH (berdasarkan AKE 2.000 Kkal/kap/hari)
81,4 83,4 85,2 86,0 88,0
Upaya Badan Ketahanan Pangan dalam rangka mensubsitusi konsumsi beras
berkoordinasi dengan instansi terkait dalam hal peningkatan konsumsi pangan sumber
karbohidrat lain seperti umbi-umbian, sosialisasi/edukasi kepada masyarakat tentang
pentingnya diversifikasi pangan, serta kegiatan Pengembangan Kawasan Rumah
Pangan Lestari.
6. Konsumsi Pangan Hewani
Definisi konsumsi pangan hewani per kapita per hari adalah nilai pangan hewani yang
dikonsumsi per kapita tiap hari dengan satuan kkal, dengan memperhatikan
rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG ke X Tahun 2012, yaitu
Angka Kecukupan Energi/EKE 2.150 kkal/kap/hari. Konsumsi pangan hewani per
kapita per hari, dengan cara membagi jumlah konsumsi pangan hewani rumah tangga
per hari dengan jumlah angka rumah tangga (ART).
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
57
Data terkait capaian konsumsi energi pangan hewani tahun 2013-2017 disajikan pada
tabel 24. Sebagaimana tersaji dalam tabel 24, konsumsi energi pangan hewani dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,7%
per tahun. Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, capaian konsumsi energi pangan
hewani tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 6,63%. Capaian tahun 2017
sebesar 225 kkal/kap/hari telah melampaui dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar
208 kkal/kap/hari (108,2%). Artinya secara kuantitas konsumsi pangan hewani
masyarakat sudah terpenuhi sehingga capaian kinerja semakin baik. Konsumsi energi
pangan hewani didominasi oleh konsumsi energi dari daging unggas (daging ayam)
dan ikan, sedangkan konsumsi daging ruminansia (daging sapi, kambing, dll) masih
tergolong rendah. Sementara itu, jika dibandingkan dengan target jangka menengah
yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategis, capaian kinerja tahun 2017
sudah memenuhi target yang ditetapkan, yaitu sebesar 225 KKal/kap/hari. Lebih lanjut,
jika dilihat berdasarkan kelompok pangannya peningkatan terbesar konsumsi energi
pangan hewani berasal dari daging unggas. Hal ini kemungkinan disebabkan relatif
stabilnya harga daging unggas, sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat. Faktor-
faktor yang mempengaruhi capaian konsumsi pangan hewani antara lain kondisi
sosial-budaya, ekonomi dan juga ketersediaan pangan di wilayah tersebut.
Tabel 24 Konsumsi Energi Kelompok Pangan Hewani Tahun 2017
Kelompok Pangan Konsumsi Energi (Kkal/kap/hari)
2013 2014 2015 2016 2017
Pangan Hewani 174 183 201 211 225
a. Daging ruminansia 14 14 18 20 18
b. Daging ungags 42 46 56 61 85
c. Telur 28 28 27 27 27
d. Susu 32 33 39 41 34
e. Ikan 59 62 62 61 62
Sumber : Data Susenas, diolah BKP
Upaya Badan Ketahanan Pangan dalam rangka peningkatan konsumsi pangan hewani
adalah berkoordinasi dengan instansi terkait, sosialisasi/edukasi kepada masyarakat
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
58
tentang pentingnya diversifikasi pangan, serta kegiatan Pengembangan Kawasan
Rumah Pangan Lestari.
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian kualitas konsumsi
pangan adalah melalui skor PPH. Skor PPH Konsumsi didefinisikan sebagai proporsi
kelompok pangan yang menggambarkan keragaman dan keseimbangan pangan
dalam kondisi konsumsi pangan. Skor PPH Konsumsi dihitung dengan cara
mengalikan persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) tingkat konsumsi dengan
bobot setiap kelompok pangan yang sudah ditetapkan. Pola konsumsi pangan yang
ideal digambarkan dengan skor PPH 100.
Sebagaimana terlihat dalam tabel 25, capaian keberhasilan Skor PPH tahun 2013-
2017 mengalami peningkatan yaitu dari 81,4 menjadi 88,0 dengan peningkatan rata-
rata sebesar 2,0%/tahun seperti dalam tabel 27. Capain ini menunjukkan kualitas
konsumsi pangan masyarakat semakin baik. Skor PPH tahun 2017 sebesar 88,0 atau
mencapai 99,6% dari target sebesar 88,4. Jika dibandingkan dengan capaian tahun-
tahun sebelumnya, capaian kinerja skor PPH konsumsi tahun 2017 sudah banyak
mengalami peningkatan. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target jangka
menengah yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategis masih belum
memenuhi target. Dalam dokumen perencanaan strategis, target yang ditetapkan
terkait dengan skor PPH konsumsi adalah sebesar 92,5.
Tabel 25 Perkembangan Skor PPH 2013 – 2017
Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
T R T R T R T R T R
Skor Pola Pangan
Harapan (PPH) 91,5 81,4 93,3 83,4 84,1 85,2 86,2 86,0 88,4 88,0
Sumber: Susenas 2013-2017 BPS. diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran
oleh BKP
Keterangan : Target berdasarkan Renstra Revisi BKP 2010-2014 dan Renstra BKP 2015-2019
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
59
Realisasi capaian skor PPH di tahun 2013 dan 2014 mempunyai kesenjangan yang
cukup besar dengan target yang ditetapkan. Adanya kesenjangan tersebut telah
dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan review target sasaran merujuk pada Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012 yaitu merekomendasikan pencapaian target
skor PPH sebesar 95 menjadi target capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai
Perpres 22 tahun 2009), dijadikan target capaian tahun 2015. Dengan demikian, telah
dilakukan penghitungan ulang terhadap target pencapaian kualitas konsumsi pangan
dengan baseline data tahun 2014 menghasilkan target skor PPH 92,5 pada tahun
2019. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, skor PPH konsumsi tahun 2017
mengalami peningkatan sebesar 2,32%.
Kondisi saat ini, konsumsi pangan masyarakat masih kurang beragam, yang
ditunjukkan dengan masih tingginya konsumsi padi-padian, dan rendahnya konsumsi
sayur dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan, serta umbi-umbian. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: (a) perilaku masyarakat yang masih
merasa belum makan jika belum makan nasi; (b) masih rendahnya daya beli
masyarakat. rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan
beragam dan bergizi seimbang.dan masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap
pangan; (c) kurang berkembangnya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah
bahan pangan terutama pangan lokal non beras dan non terigu; (d) produksi umbi-
umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian di pasar; (d)
keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-
umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki
tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber
karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu
mengaksesnya; (e) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka
waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; (f)
berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat
dan masih dianggap sebagai pangan inferior; (g) komitmen aparat dalam
mengimplementasi program dan kegiatan diversifikasi dirasa masih belum kuat; dan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
60
(h) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga serta lemahnya
partisipasi masyarakat.
Untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat, perlu terus didukung
dengan upaya mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat yang
beragam dan bergizi seimbang melalui : 1) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman
(B2SA) melalui Komunikasi, Informasi, Edukasi – KIE (penyusunan KIT dan Modul
Penyuluhan di tingkat lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi
melalui media cetak dan elektronik); 2) Upaya penurunan konsumsi beras dilakukan
dengan meningkatkan produksi serta konsumsi pangan karbohidrat berbasis
sumberdaya lokal; 3) Peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran dan buah,
pangan hewani, dan kacang-kacangan yang cukup dan dapat diakses oleh seluruh
anggota keluarga. Upaya diatas merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat
meningkatkan skor PPH.
8. Rasio Konsumsi Pangan Lokal Non Beras Terhadap Beras
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras didefinisikan sebagai jumlah
konsumsi energi pangan lokal yang dihitung dari konsumsi singkong, ubi jalar, kentang,
sagu, umbi lainnya dan jagung dibandingkan dengan konsumsi energi beras pada
kurun waktu tertentu. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras dihitung
dengan cara membagi jumlah konsumsi energi pangan lokal yang dihitung dari
konsumsi singkong, ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya dan jagung dengan knsumsi
energi yang berasal dari beras.
Capaian rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras tahun 2013-2017
disajikan dalam tabel 26. Sebagaimana tersaji dalam tabel 26, rasio konsumsi pangan
lokal non beras terhadap beras mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Jika
dibandingkan tahun 2016, rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras pada
tahun 2107 mengalami peningkatan sebesar 18,73%. Demikian juga, apabila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, rasio konsumsi pangan lokal terhadap
beras terus mengalami peningkatan.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
61
Tabel 26 Perkembangan Rasio Konsumsi Pangan Lokal Non Beras terhadap Beras Tahun 2013- 2017
Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
Rasio konsumsi pangan lokal non beras
terhadap beras 5,53 5,39 6,37 6,30 7,48
Sumber : Susenas 2013 – 2017; BPS.diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran
oleh BKP
Capaian tahun 2017 sebesar 7,48% telah melebihi target sebesar 5,87%. Hal ini berarti
bahwa konsumsi pangan masyarakat bersumber dari pangan lokal yaitu umbi-
umbian dan jagung mengalami peningkatan, sehingga capaian kinerja semakin
baik. Namun demikian perlu terus didorong kesadaran dan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman
(B2SA). Salah satunya melalui sosialisasi/gerakan/kampanye diversifikasi pangan
sehingga pola konsumsi masyarakat tidak hanya bergantung pada satu sumber
pangan yaitu beras saja.
Capaian kinerja rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras tahun 2017
jika dibandingkan dengan capaian-capaian tahun sebelumnya sudah banyak
mengalami peningkatan. Capaian ini juga sudah melampaui target jangka menengah
yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategis. Dalam dokumen
perencanaan strategis, target rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
yang ditetapkan adalah sebesar 6,23%.
Diversifikasi konsumsi pangan ini tidak sebatas hanya diartikan sebagai
penganekaragaman konsumsi karbohidrat saja, akan tetapi juga sumber pangan zat
gizi lainnya yang diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi secara
seimbang, baik ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitas.
Upaya untuk mewujudkan pemenuhan konsumsi energi, konsumsi pangan hewani,
PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras merupakan kegiatan
lintas sektor yang dipengaruhi oleh kinerja berbagai unit kerja/instansi lain. Kegiatan
yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan untuk mendukung pencapaian
konsumsi energi, konsumsi pangan hewani, PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
62
non beras terhadap beras antara lain: (a) Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk
kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, (b) Model Pengembangan Pangan
Pokok Lokal (MP3L), (c) Sosialisasi dan Promosi P2KP, (d) Gerakan Diversifikasi
Pangan, dan (e) Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Selain itu juga,
diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas di
masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan keberagaman pangan juga diperlukan
dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman pangan.
a. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita
untuk mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi
keluarga. Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan
pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun
kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan
pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Selain
pemanfaatan pekarangan, juga diarahkan untuk pemberdayaan kemampuan
kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang,
dan Aman (B2SA), termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk
menyediakan pangan yang lebih beragam. Di setiap desa dibangun kebun bibit untuk
memasok kebutuhan bibit tanaman, ternak, dan/atau ikan bagi anggota kelompok dan
masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Data perkembangan sasaran
kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari Tahun 2014-2017 disajikan pada tabel 27.
Tabel 27 Sasaran Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari Tahun 2014-2017
Uraian
Tahun
2014 2015 2016 2017
RKT 6.264 3.810 4.894 1.691
Realisasi 4.303 2.599 4.877 1.691
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
63
Pelaksanaan KRPL dapat membantu peningkatan konsumsi pangan keluarga dan
pendapatan keluarga. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dapat dilihat
dalam gambar 11.
Gambar 11 Perkembangan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan
b. Gerakan Diversifikasi Pangan
Gerakan Diversifikasi Pangan adalah upaya Badan Ketahanan Pangan dalam
mensosialisasikan program dan kegiatan penganekaragaman konsumsi pangan,
antara lain (1) mengenalkan pangan lokal kepada masyarakat bahwa sumber
karbohidrat tidak selalu berasal dari beras padi, (2) mengenalkan pangan Beragam
Bergizi Seimbang dan Aman, dengan slogan “Isi Piringku”.
9. Peningkatan Produk Pangan Segar yang Tersertifikasi
Definisi peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi adalah jumlah pangan
segar yang telah diberikan jaminan tertulis oleh lembaga yang telah diakreditasi pada
tahun tertentu (y) dibandingkan dengan tahun sebelumnya (y-1). Peningkatan produk
pangan segar yang tersertifikasi tiap tahun ditetapkan sebesar 10%. Jumlah
peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi pada tahun tertentu dihitung
dengan cara : jumlah pangan segar pada tahun tertentu dikurangi dengan jumlah
pangan segar pada tahun sebelumnya dan selanjutnya dibagi jumlah pangan segar
pada tahun sebelumnya dikalikan 100%.
0
2000
4000
6000
8000
2014 2015 2016 2017
Tahun
Des
a
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
RKT
Realisasi
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
64
Tabel 29 memuat perkembangan peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
tahun 2015-2017. Sebagaimana terlihat pada tabel tersebut, capaian kinerja
peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi tahun 2017 mencapai 13% (di
atas target yaitu 10%). Berdasarkan pencapaian target peningkatan 1%
mengindikasikan bahwa sebanyak produk pangan segar yang tersertifikasi, hal ini
menunjukkan peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha PSAT terhadap
keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan
semakin baik. Namun capaian tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan tahun
2016 maupun tahun 2015, hal tersebut disebabkan penambahan varian produk
sebagai target sertifikasi/registrasi relatif kecil sedangkan sebagian besar produk yang
sudah ada telah disertifikasi atau registrasi, untuk itu perlu adanya usaha
pengembangan mendorong pelaku usaha agar dapat meningkatkan varian produknya
sebagai target sertifikasi. Apabila dibandingkan terhadap target peningkatan produk
pangan segar yang tersertifikasi pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019)
sebesar 10%, maka capaian tahun 2017 telah melebihi target yaitu 130%.
Tabel 28 Peningkatan Produk Pangan Segar YangTersertifikasi Tahun 2015- 2017
Uraian 2015 2016 2017
T R T R T R
Peningkatan Produk Pangan Segar
(%) >10 48,9 >10 26,04 >10 13,06
Pengawasan pangan segar yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun
2017, salah satunya adalah pengawasan pada proses produksi (On Farm), yaitu
dengan melakukan sertifikasi prima 1, 2 dan 3 serta surveilens oleh Otoritas Kompeten
Keamanan Pangan Daerah/Pusat (OKKPD/OKKPP) kepada petani/kelompok
tani/pelaku usaha. Sertifikasi prima 3 diberikan untuk produk pertanian yang memenuhi
persyaratan dari aspek keamanan pangan; prima 2 diberikan untuk produk pertanian
yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan; sedangkan prima 1
diberikan untuk produk pertanian yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
pangan serta sosial dan lingkungan.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
65
Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar dengan sertifikasi prima,
dilakukan juga pengawasan pangan segar di rumah kemas (packing house) dan
pelaku usaha melalui pendaftaran rumah kemas dan pendaftaran Pangan Segar Asal
Tumbuhan (PSAT) oleh OKKPD/OKKPP. Pengawasan ini bersifat sukarela, dimana
hanya rumah kemas/pelaku usaha yang menginginkan produknya didaftar.
10. Tingkat Keamanan Pangan Segar yang Diuji
Definisi tingkat keamanan pangan segar yang diuji adalah jumlah sample pangan yang
aman dikonsumsi dibandingkan dengan total sample pangan disuatu tempat pada
kurun waktu tertentu. Tingkat keamanan pangan segar yang aman adalah diatas atau
sama dengan 80% dari kondisi yang ada. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
dihitung dengan cara: jumlah sampel pangan yang aman dikonsumsi di suatu tempat
sesuai standar yang berlaku dalam kurun waktu tertentu dibagi jumlah total sampel
pangan yang diambil di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu, dikalikan 100%.
Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah mencapai 90,47 % atau di
atas target yaitu 80%, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga
capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Apabila dibandingkan
terhadap target keamanan pangan segar yang diuji pada tahun 2019 (akhir RPJMN
tahun 2015-2019) sebesar > 80%, maka capaian tahun 2017 telah melebihi target,
yaitu sebesar 113%.
Badan Ketahanan Pangan telah melakukan beberapa kegiatan terkait pengawasan
keamanan pangan segar, antara lain pengambilan contoh pangan segar dan pengujian
di laboratorium. Objek pengawasan keamanan pangan segar yang dilakukan oleh BKP
difokuskan pada pangan segar asal tumbuhan di peredaran. Dalam pengawasan
tersebut, Badan ketahanan Pangan bekerjasama dengan instansi lain. Mandat
pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian
(Barantan) khususnya dalam mengawal lalu lintas pangan segar asal tumbuhan dari
dan ke luar negeri. Pengawasan keamanan pangan segar asal hewan secara khusus
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan)
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
66
melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ruang lingkup pengujian adalah
residu pestisida, mikroba dan logam berat.
Hasil pengawasan pada proses produksi (sertifikat Prima 1, 2, 3), registrasi PD/PL,
dan packing house. Sedangkan hasil pengawasan pangan segar di peredaran yang
dilakukan melalui monitoring/inspeksi baik dipasar tradisional maupun ritail modern
pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 90,47% aman dikonsumsi.
Tabel 29 Perkembangan Hasil Pengawasan Pangan Segar
Uraian 2016 2017
Hasil pengawasan Pangan Segar di Pasar Tardisional maupun
Ritel (%)
99,16 90,47
Ruang lingkup pengujian adalah residu pestisida, mikroba dan logam berat. Pengujian
residu pestisida sudah dilaksanakan sejak tahun 2005. Mengingat keamanan pangan
sangat penting dalam peningkatan kualitas manusia. maka diperlukan petugas/SDM
di bidang pengawasan keamanan pangan yang memiliki kompetensi yang
terstandarkan. Beberapa kompetensi untuk petugas yang menangani keamanan
pangan segar sudah merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) sebagai standar komptensi profesi, yaitu SKKNI Pengawas Keamanan
Pangan Segar dan SKKNI Petugas Pengambil Contoh (PPC) pangan segar.Untuk
memenuhi kompetensi petugas yang menangani keamanan pangan. BKP telah
melatih petugas dengan berbagai kompetensi dari tahun ke tahun, hingga tahun 2016
petugas yang menangani keamanan pangan. sebagai berikut : (1) PPC sebanyak 295
orang; (2) Auditor sebanyak 92 orang; (3) Inspektor sebanyak 36 orang; (4) PMHP
sebanyak 20 orang; (5) PPNS sebanyak 20 orang; dan (6) Pengawas sebanyak 61
orang.
Dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan keamanan pangan segar di Indonesia,
banyak tantangan yang dihadapi oleh Badan Ketahanan Pangan, antara lain : (1)
Cakupan wilayah pengawasan yang sangat luas; (2) jumlah dan jenis pangan segar
cukup beragam; (3) Rendahnya pengetahuan dan keterampilan produsen untuk
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
67
memproduksi pangan yang aman dan bermutu; (4) Kesadaran konsumen dan retail
yang masih perlu ditingkatkan; dan (5) Keterbatasan jumlah dan kompetensi pengawas
keamanan pangan segar. Dari kelima tantangan tersebut, butir ke 1 dan 2
menunjukkan bahwa diperlukan penguatan sarana dan prasarana pengawasan yang
memadai. Untuk mendukung hal tersebut.diperlukan kendaraan operasional yang
dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengawasan keamanan pangan segar seperti
pengambilan sampel dan wahana respon cepat terhadap kejadian ketidakamanan
pangan (seperti terjadinya kasus keracunan pangan segar) serta sarana pendukung
untuk penyebaran informasi tentang keamanan pangan di daerah.
B. Realisasi Anggaran
Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dalam menjalankan pembangunan
ketahanan pangan pada tahun 2017 mendapat alokasi anggaran yang bersumber dari
APBN senilai Rp451.885.901.000,00. Alokasi anggaran tersebut berkurang sebesar
277,04 milyar atau turun 38% dibandingkan alokasi anggaran tahun 2016, yaitu
sebesar Rp728,93 milyar. Pada tahun 2017 terjadi penambahan anggaran, sehingga
total anggaran berubah menjadi Rp452,13 milyar. Dana tersebut tersebar pada Satker
Pusat (BKP) Rp115,75 milyar atau 25,60%, dan Satker Daerah (Propinsi dan
Kabupaten/Kota) Rp336,38 milyar atau 74,39%.
Tabel 30 Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013–2017
Rp. Milyar
Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Secara grafis, realisasi anggaran dibandingkan dengan Pagu Renstra dan Pagu
Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013-2017 dapat dilihat pada
gambar 12.
Uraian Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
Renstra 829,86 940,92 635,26 783,06 963,76
Pagu 647,16 458,55 635,26 671,86 452,13
Realisasi 605,93 419,93 563,65 638,58 432,09
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
68
Gambar 12 Realisasi Anggaran Dibandingkan Dengan Pagu Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013 – 2017 Secara lengkap, pagu dan realisasi anggaran Badan Ketahanan Pangan tahun 2017
per kegiatan dapat dilihat pada tabel 31. Sebagaimana terlihat pada tabel 31, pada
tahun 2017 anggaran yang dialokasikan untuk Badan Ketahanan Pangan adalah
sebesar Rp452.129.796.000,00. Sementara itu, realisasi anggaran dari pagu
anggaran tersebut adalah sebesar Rp432.091.961.268,00 atau mencapai 95,57%.
Tabel 31 Pagu dan Realisasi Anggaran BKP Tahun 2017 per Kegiatan
No. Nama Jenis Kegiatan Pagu Total (Rp) Realisasi Total (Rp) Persentase
(%)
1 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
168.663.407.000,00 157.989.092.976,00 93,67
2 Pengembangan Ketersediaan dan Penenganan Rawan Pangan
134.834.658.000,00 131.481.072.884,00 97,51
3 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar
68.880.145.000,00 67.679.468.940,00 98,26
4 Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya Badan Ketahanan Pangan
79.751.586.000,00 74.942.326.468,00 93,97
Total 452.129.796.000,00 432.091.961.268,00 95,57
0
200
400
600
800
1000
2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Rp
. Mili
yar
Realisasi Anggaran 2013-2017
Renstra
Pagu
Realisasi
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
69
Secara umum realisasi anggaran Badan Ketahanan Pangan (BKP) Tahun 2017 sudah
relatif tinggi. Dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp452.129.796.000,00
dapat direalisasikan sebesar Rp432.091.961.268,00 atau sebesar 95,57%. Meskipun
realisasi anggaran BKP tahun 2017 sudah relative tinggi, tetapi ada kegiatan yang
realisasinya belum optimal, terutama yang di daerah. Beberapa hal yang
menyebabkan belum optimalnya penyerapan tanggaran tersebut adalah :
1. Seringnya terjadi revisi DIPA yang mengakibatkan perubahan POK.
2. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan.
3. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara
Pengeluaran).
4. Pegawai pindahan kurang memahami mekanisme pencairan anggaran dan
adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran;
5. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima
berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan;
6. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana Dekonsentrasi.
7. Perubahan sasaran akibat perubahan anggaran dan tidak sesuai dengan
pedoman/kriteria sasaran.
8. Lokasi sasaran yang jauh dari penduduk.
9. Infrastruktur dan kondisi alam.
10. Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun
harus tertunda karena adanya pemblokiran, (2) Beberapa kegiatan yang harusnya
dilakukan diawal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran, dan (3) proses
identifikasi yang agak terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam
penyusunan Rencana Usaha.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
70
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan formula sesuai dengan
PMK No. 249 Tahun 2011, efisiensi penggunaan anggaran Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2017 adalah sebesar 3,76. Dengan nilai efisiensi penggunaan anggaran
sebesar itu dapat dikatakan bahwa penggunaan anggaran Badan ketahanan pangan
tahun 2017 cukup efisien.
Keberhasilan pencapaian pembangunan ketahanan pangan nasional, dipengaruhi
pula oleh peran serta unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian, Kementerian
lainnya, dan pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan.
Dukungan instansi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 22
tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 43 Tahun 2009,
instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan Ketahanan Pangan. Adapun kegiatan
instansi lain yang mendukung keberhasilan ketahanan pangan seperti pada lampiran
12.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
71
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan Umum
Pelaksanaan program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat tahun 2017,
secara khusus telah berhasil menimbulkan perubahan di wilayah/kelompok sasaran.
Program tersebut berhasil : (a) membangun kesadaran kelompok sasaran untuk
mendukung pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; (b)
mendukung mewujudkan stabilitasi harga gabah/ beras, dan jagung di wilayah
gapoktan dan masyarakat melalui Penguatan LDPM, Lumbung Pangan Masyarakat,
dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (c) membantu
dalam pemenuhan kebutuhan pangan tingkat rumah tangga/kelompok masyarakat;
serta (d) mendukung dalam menurunkan KK miskin di Desa/Kawasan Mandiri Pangan.
Capaian IKU dan sasaran kegiatan utama secara umum sudah sesuai dengan Renstra
kecuali pada tahun – tahun terakhir sebagai akibat kebijakan pemotongan anggaran
dan refocusing program BKP. Refocusing diarahkan pada peningkatan kegiatan
PUPM/TTI dengan merealokasi anggaran pada kegiatan yang lain (P2KP/KRPL,
Demapan, LDPM, dan LPM).
Berdasarkan indikator kinerja, capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2017 adalah
dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil)
sebanyak 7 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator
yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60
persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun
mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan.
Upaya perbaikan yang telah dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan SKPD
daerah dan pihak-pihak terkait, mengoptimalkan sumberdaya yang ada, serta
memperbaiki fungsi manajemen mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
72
B. Permasalahan dan Upaya dan Tindak Lanjut
1. Permasalahan
Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku
masyarakat/manusia. Secara umum hambatan dan kendala yang dihadapi dalam
mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2017 adalah : (1) pendapatan
masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum.
sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan
daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi
konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan
lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan
masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin
dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang
beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep
makan“belum makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8)
pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung,
dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat
ekstrim.
Berdasarkan aspek ketahanan pangan, permasalahan dalam capaian kinerja program
Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat tahun 2017 adalah :
a. Aspek Ketersediaan Pangan
1) Produksi dan kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas.
2) Jumlah permintaan pangan semakin meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. dan
berkembangnya penggunaan pangan seiring maraknya perkembangan pariwisata,
hotel, dan restoran.
3) Adanya persaingan penggunaan bahan pangan untuk bio energi dan pakan ternak.
4) Kerawanan pangan karena adanya kemiskinan, terbatasnya penyediaan
infrastruktur dasar pedesaan, potensi sumber daya pangan yang rendah,
rentannya kesehatan masyarakat di daerah terpencil, dan sering terjadinya
bencana alam.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
73
b. Aspek Keterjangkauan Pangan
1) Sifat produksi yang musiman, berpengaruh terhadap harga pangan.
2) Melonjaknya harga pangan dunia karena ketergantungan terhadap ekspor pangan
tertentu.
3) Terbatasnya dan/atau kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi,
kondisi iklim yang tidak menentu yang dapat mengganggu transportasi bahan
pangan.
4) Permasalahan teknis dalam proses distribusi ini berdampak terhadap
melonjaknya ongkos angkut, mengakibatkan aksesibilitas konsumen secara
ekonomi menurun.
5) Walaupun pemerintah telah menjamin kecukupan stok beras, namun kecukupan
stok pangan tersebut tidak dapat menjamin stok pangan di pasar.
c. Aspek Konsumsi Pangan
1) Keterbatasan kemampuan ekonomi atau daya beli dari keluarga;
2) Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi, serta
teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam
pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai social, citra, dan daya terima;
3) Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber
daya lokal, karena pengaruh globalisasi industri pangan siap saji, dan
berkurangnya produksi sumber pangan lokal;
4) Adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras dengan
prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman;
5) Berbagai kasus gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi pangan yang
tidak aman;
6) Belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan pangan. karena sistem
yang dikembangkan, SDM, serta penerapan saksi yang tegas;
7) Koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan belum
optimal;
8) Kurangnya kesadaran pihak pengusaha/pengelola pangan untuk menerapkan
peraturan/standar yang telah ada.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
74
d. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan
1) Perubahan arah kebijakan yang berdampak pada refokusing kegiatan, sasaran
dan anggaran.
2) Rotasi pimpinan dan staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pegawai sering;
3) Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun
ketahanan pangan berkelanjutan;
4) Pelaksanaan monitoring dan pelaporan program ketahanan pangan kurang
optimal. baik secara online dan manual;
5) Hasil analisis ketahanan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai
dasar perencanaan dan pelaksanaan program;
6) Belum sepenuhnya terlaksananya kegiatan ketahanan pangan yang sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.
7) Belum optimalnya peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) sebagai
lembaga fungsional koordinator dalam penanganan ketahanan pangan di
daerahnya;
Secara teknis program dan kegiatan ketahanan pangan, hambatan dan kendala yang
dihadapi adalah :
1. Revisi DIPA dan POK baik di pusat maupun daerah.
2. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara
Pengeluaran).
3. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan, pegawai pindahan kurang
memahami mekanisme pencairan anggaran dan adanya kehati-hatian dalam
pengelolaan anggaran;
4. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima
berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan;
5. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana Dekonsentrasi.
6. Satuan harga yang diterapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil;
7. Sasaran tidak sesuai dengan Pedoman,
8. Infrastruktur dan kondisi alam,
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
75
9. Kurang optimalnya partisipasi aparat provinsi dan kabupaten/kota dalam
pembinaan dan pemenuhan kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok unit
usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku olahan
pangan lokal di lokasi penerima manfaat.
2. Upaya dan Tindak Lanjut
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya dan tindak lanjut
sebagai berikut:
1) BKP Pusat telah menghimbau kepada Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja
Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kab/Kota dalam rangka percepatan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
2) BKP berupaya memberikan informasi dan sosialisasi tentang perubahan
nomenklatur dan penghematan kepada daerah.
3) Pendampingan dan pembinaan dalam rangka mengawal pelaksanaan kegiatan
dan prtoses administrasi dengan membentuk Tim Pembinaan dan Percepatan
Kegiatan dan Anggaran Ketahanan Pangan
4) Fasilitasi kepada kelompok penerima manfaat untuk pengembangan bisnis
pangan lokal dan makanan tradisional.
5) Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan industri
dan bisnis pangan lokal.
6) Peningkatan kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan institusi yang
menangani Ketahanan Pangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta
pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya.
7) Sinkronisasi kebijakan baik antarkementerian maupun dengan pihak swasta yang
diwujudkan dalam bentuk programdan kegiatan sesuai kewenangan masing-
masing namun saling mendukung.
8) Mengembangkan dan atau relikasi kegiatan prioritas seperti KRPL, Kawasan
Mapan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia, Lumbung Pangan Masyarakat.
9) Melaksanakan kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
76
10) Mendorong upaya kampanye, promosi, sosialisasi, gerakan secara terstruktur
dan komprehensif guna mempercepat terjadinya diversifikasi pangan.
11) Meningkatkan peran swasta dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya lokal.
12) Mengembangkan bisnis dan industri pangan lokal, melalui fasilitasi UMKM untuk
pengembangan bisnis pangan lokal, industri bahan baku, industri pangan
olahandan pangan siap saji yang aman berbasis sumberdaya lokal dan advokasi,
sosialisasi dan penerapan standar keamanan dan mutu pangan bagi pelaku
usaha pangan terutama usaha rumah tanggadan UMKM.
13) Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal dilakukan
melalui pengembangan bisnis pangan lokal bagi UKM, pengembangan kemitraan
dengan dunia usaha, pengembangan gerai atau outlet pangan lokal,
pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal (bekerja sama dengan
Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan peningkatan keanekaragaman
pangan sesuai karakteristik daerah.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
77
Lampiran 1 Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
78
Lampiran 2 Target Kinerja Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 - 2019
No Rincian IKK Target
2015 2016 2017 2018 2019
1814 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat
(Gapoktan)
358 241 248 90 135
Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit) 1.724 1.628 800 1.492 1.492
Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan
pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi)
35 35 35 35 35
Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi
dan cadangan pangan (Lokasi)
3 3 3 3 3
Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/Toko Tani
Indonesia (TTI) (Gap/TTI)
20 1.000 2.000 3.000 5.000
Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi
pangan (Judul)
1 1 1 1 1
Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi) 27 27 27 27 27
1815 Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan
Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan 35 35 35 35 35
Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(Lokasi)
456 456 456 456 456
Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif
ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul)
27 27 27 27 27
Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan
pangan (Peta FSVA)
35 1 1 1 1
Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan) 192 190 110 135 75
Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan
kerawanan pangan (Lokasi)
35 35 35 35 35
Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) 33.600 33.600 33.600 33.600 0
Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan
pemasaran (KK)
26.880 26.880 26.880 26.880 0
Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai
tanaman perkebunan (Desa)
224 224 224 224 0
Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID
(Bulan Layanan)
12 12 12 12 0
1816 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa) 4.410 2.894 1.306 2.612 2.612
Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi
pangan (Lokasi)
35 34 34 34 34
Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi) 35 35 35 35 35
Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi
pangan (Rekomendasi)
35 35 35 35 35
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
79
No Rincian IKK Target
2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal
(Unit)
27 29 27 27 27
Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan
mutu pangan (Rekomendasi)
65 86 106 126 146
1817 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan
kerja sama (Dokumen)
35 35 35 35 35
Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan
(Dokumen)
35 35 35 35 35
Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program
(Laporan)
35 35 35 35 35
Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan
hukum (Dokumen)
3 3 3 3 3
Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan
Pangan (Rekomendasi Kebijakan)
1 1 1 1 1
Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan
Layanan)
12 12 12 12 12
Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan) 12 12 12 12 12
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
80
Lampiran 3 Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan
PROGRAM/
KEGIATAN
SASARAN INDIKATOR TARGET ALOKASI (juta rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT
Terwujudnya pemantapan ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan
635.258.60 783.064,32 963.760,70 1.259.823,7
6
1.439.900,4
7
Meningkatnya keragaman konsumsi pangan yang sehat dan aman bagi seluruh masyarakat
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
84,10 86,20 88,40 90,50 92,50
Meningkatnya konsumsi pangan masyarakat sesuai angka kecukupan gizi (AKG)
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.004 2.040 2.077 2.113 2.150
Konsumsi Protein (gram/kap/hr)
56,10 56,40 56,60 56,80 57,00
Jumlah pengawas keamanan pangan segar yang tersertifikasi (org/thn)
81 160 245 330 400
Stabilnya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥HPP ≥HPP ≥HPP ≥HPP ≥HPP
Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (CV)
CV≤
10%
CV≤
10%
CV≤
10%
CV≤
10%
CV≤
10%
Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan
87,52 89,71 92,04 94,25 96,32
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
81
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1% 1% 1% 1% 1%
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
107.265,01 285.414,00 466.027,77 675.598,62 1.081.802,2
6
Meningkatnya Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan Serta Stabilitas Harga Pangan
Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat (Gapoktan)
358 241 248 90 135 45.944,91 17.801,00 18.318,04 6.647,68 9.971,51
Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit)
1.724 1.628 800 1.492 1.492 45.720,20 17.801,00 18.318,04 6.647,68 9.971,51
Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi)
35 35 35 35 35 5.185,27 15.150,00 16.665,00 18.331,50 20.164,65
Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan (Lokasi)
3 3 3 3 3 6.132,31 4.050,00 4.455,00 4.900,50 5.390,55
Jumlah Toko Tani Indonesia/TTI (Unit)
0 1.000 2.000 3.000 5.000 - 200.000,00 400.000,00 600.000,00 1.000.000,0
0
Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi pangan (Judul)
1 1 1 1 1 2.262,44 1.500,00 1.650,00 1.815,00 4.126,10
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
82
Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi)
27 27 27 27 27 2.019,89 3.100,00 3.410,00 3.751,00 4.126,10
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
111.609,25 268.436,50 285.365,28 320.385,98 71.261,48
Meningkatnya ketersediaan dan penanganan rawan pangan
Jumlah unit penggilingan padi menunjang stok beras nasional (Unit)
- 50.000 75.000 100.000 125.000 - 12.500,00 18.750,00 25.000,00 31.250,00
Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan (Laporan)
35 35 35 35 35 14.078,52 3.044,00 3.344,00 3.678,40 4.046,24
Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Lokasi)
456 35 35 35 35 13.340,87 7.422,00 8.164,20 8.980,62 9.878,68
Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul)
27 27 27 27 27 7.061,86 2.360,00 2.596,00 2.855,60 3.141,16
Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA)
35 1 1 1 1 1.825,10 900,00 990,00 1.089,00 1.197,90
Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan)
192 190 110 135 75 66.503,63 28.624,50 16.572,08 20.338,46 11.299,14
Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan (Lokasi)
35 35 35 35 35 8.799,27 7.850,00 8.635,00 9.498,50 10.448,35
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
83
Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK)
33.600 33.600 33.600 33.600 - - 19.588,60 21.547,46 23.702,21
Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK)
26.880 26.880 26.880 26.880 - - 130.578,05 143.635,86 157.999,44
Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa)
224 224 224 224 - 4.953,15 5.448,47 5.993,31
Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan)
12 12 12 12 - 50.620,20 55.682,22 61.250,44
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
132.894,73 125.717,39 98.521,58 138.608,48 149.082,98
Meningkatnya Pemantapan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan
Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa)
4.410 2.894 1.306 2.612 2.612 92.886,73 66.314,00 29.926,08 59.852,17 59.852,17
Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan (Lokasi)
35 34 34 34 34 11.247,68 9.000,00 9.900,00 10.890,00 11.979,00
Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi)
35 35 35 35 35 5.173,29 9.800,30 10.780,33 11.858,36 13.044,20
Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi)
35 35 35 35 35 4.832,86 5.950,00 6.545,00 7.199,50 7.919,45
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
84
Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit)
27 29 27 27 27 8.041,23 4.450,00 4.143,10 4.55,41 5.013,16
Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi)
65 86 106 126 146 10.712,94 30.203,09 37.227,06 44.251,04 51.275,01
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan Pelayanan Teknis Lainnya Secara Profesional dan Berintegritas di Lingkungan Badan Ketahanan Pangan
Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan kerja sama (Dokumen)
35 35 35 35 35 10.629,63 11.586,67 12.745,34 14.019,87 15.421,86
Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (Dokumen)
35 35 35 35 35 5.794,81 7.600,00 8.360,00 9.196,00 10.115,60
Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program (Laporan)
35 35 35 35 35 26.096,21 26.750,00 29.425,00 32.367,50 35.604,25
Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan hukum (Dokumen)
3 3 3 3 3 17.377,18 5.450,00 5.995,00 6.594,50 7.253,95
Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan Pangan (Rekomendasi Kebijakan)
1 1 1 1 1 7.245,69 7.400,00 8.140,00 8.954,00 9.849,40
Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan Layanan)
12 12 12 12 12 20.656,09 16.320,00 17.952,00 19.747,20 21.721,92
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
85
Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)
12 12 12 12 12 32.610,00 28.389,76 31.228,74 34.351,61 37.786,77
Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK)
33.600 33.600 33.600 33.600 - 21.732,46 19.588,60 21.547,46 23.702,21 2.370,22
Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK)
26.880 26.880 26.880 26.880 - 70.729,75 130.578,05 143.635,86 157.999,44 15.799,94
Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa)
224 224 224 224 - 33.610,88 4.953,15 5.448,47 5.993,31 599,33
Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan)
12 12 12 12 - 37.007,18 50.620,20 55.682,22 61.250,44 6.125,04
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
86
Lampiran 4 Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Awal
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
87
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
88
Lampiran 5 Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Revisi
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
89
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
90
Lampiran 6 Sasaran Jumlah Desa dan KM Selama Periode 2011-2018
No. Provinsi/ Kabupaten Desa Sasaran Jumlah KM
Total Tahun Total 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
A MALUKU
1 Buru 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 12
36 36 48 120 120 120
Sub total
22 12 30 46 88 136 148 220 220 220
2 Buru selatan 2011 3 9 9 12 30 30 30 30 30 30
2012 3
9 15 6 30 30 30 30 30
2014 7
21 21 28 70 70 70
Sub total
19 12 27 41 80 120 130 190 190 190
3 Maluku Tengah 2011 5 15 15 20 50 50 50 50 50 50
2012 9
27 45 18 90 90 90 90 90
2014 14
42 42 56 140 140 140
Sub total
28 15 42 65 110 182 196 280 280 280
4 Seram Bagian Barat 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 5
15 25 10 50 50 50 50 50
2014 13
39 39 52 130 130 130
Sub total
22 12 27 41 89 129 142 220 220 220
5 Seram Bagian Timur 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 5
15 25 10 50 50 50 50 50
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
13 9 18 27 57 81 88 130 130 130
TOTAL MALUKU
104 60 144 220 424 648 704 1040 1040 1040
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
91
No. Provinsi/ Kabupaten Desa Sasaran Jumlah KM
Total Tahun Total 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
B. MALUKU UTARA
1 Halmahera Barat 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
2 Halmahera Tengah 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
3 Halmahera Timur 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
4 Halmahera Utara 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
5 Halmahera Selatan 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
6 Kepulauan Sula 2011 4 12 12 16 40 40 40 40 40 40
2012 6
18 30 12 60 60 60 60 60
2014 10
30 30 40 100 100 100
Sub total
20 12 30 46 82 130 140 200 200 200
TOTAL MALUKU UTARA
120 72 180 276 492 780 840 1200 1200 1200
KESELURUHAN MALUKU+ MALUKU UTARA
224 132 324 496 916 1428 1544 2240 2240 2240
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
92
Lampiran 7 Capaian KM dan KK SOLID Tahun 2011 – 2017
No Provinsi/ Kabupaten
Jumlah Desa
Jumlah KM Jumlah KK
KMC KMP KMW Total Wanita Pria Total
A Provinsi Maluku Utara
1 Halmahera Utara
20 92 44 63 199 1.255 1.131 2.480
2 Halmahera Selatan
20 69 59 68 196 1.080 970 2.050
3 Halmahera Timur
20 79 37 66 182 1.095 742 1.938
4 Halmahera Barat
20 81 43 69 193 1.142 763 1.932
5 Halmahera Tengah
20 55 65 80 200 1.094 943 2.103
6 Kepulauan Sula
20 100 40 46 186 958 883 1.995
Jumlah A 120 476 288 392 1.156 6.624 5.432 12.498
B Provinsi Maluku
1 Maluku Tengah
28 91 80 109 280 2.335 1.865 4.200
2 Seram Bag. Barat
22 102 56 62 220 1450 1.355 2.805
3 Seram Bag.Timur
19 80 57 49 186 1161 1.334 2.495
4 Buru 22 61 71 88 220 1498 1.669 3.167
5 Buru Selatan 13 57 38 35 130 995 955 1.950
Jumlah B 104 391 302 343 1.036 7.439 7.178 14.617
Total
seluruhnya 224 867 590 735 2.192 14.063 12.610 27.115
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
93
Lampiran 8 Perkembangan Harga GKP dan GKG per Provinsi Tahun 2017
No Provinsi Rata-Rata
GKP
Rata-Rata
GKG
1 Sumatera Utara 4.405 5.451
2 Jambi 4.042 4.987
3 Jawa Barat 4.422 5.273
4 DI Yogyakarta 3.860 4.980
5 Kalimantan Tengah 5.433 6.921
6 Aceh 4.431 4.966
7 Lampung 4.087 4.997
8 Jawa Tengah 4.134 5.050
9 Jawa Timur 4.269 5.087
10 Banten 4.201 5.029
11 Kalimantan Barat 4.246 5.193
12 Kalimantan Selatan 4.698 5.588
13 Sumatera Selatan 4.000 4.891
14 Sulawesi Tenggara 4.140 4.848
15 Gorontalo 3.972 4.390
16 Bengkulu 4.378 4.863
17 Sumatera Barat 5.070 5.990
18 Nusa Tenggara Barat 3.908 4.657
19 Sulawesi Utara 4.112 5.750
20 Sulawesi Tengah 3.319 4.814
21 Sulawesi Selatan 3.964 4.624
22 Bali 4.332 5.296
Rata-Rata 4.247 5.166
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
94
Lampiran 9 Perkembangan Harga Beras Tingkat Konsumen Tahun 2017
No. Provinsi Harga (Rp/kg) CV
1 Aceh 11.235 6,13
2 Bali 10.046 1,17
3 Banten 9.925 2,61
4 Bengkulu 9.933 2,26
5 DI Yogyakarta 9.721 1,52
6 DKI Jakarta 11.279 2,75
7 Gorontalo 9.750 3,91
8 Jambi 10.711 0,95
9 Jawa Barat 10.024 3,12
10 Jawa Tengah 9.480 4,31
11 Jawa Timur 9.813 5,03
12 Kalimantan Barat 12.290 1,05
13 Kalimantan Selatan 12.306 2,89
14 Kalimantan Tengah 13.748 1,88
15 Kalimantan Timur 11.853 1,05
16 Kalimantan Utara 12.218 1,49
17 Kepulauan Bangka Belitung 11.644 3,22
18 Kepulauan Riau 12.762 1,17
19 Lampung 9.505 3,66
20 Maluku 12.615 5,14
21 Maluku Utara 11.606 1,76
22 Nusa Tenggara Barat 9.192 2,61
23 Nusa Tenggara Timur 10.783 1,74
24 Papua 12.147 12,36
25 Papua Barat 13.607 5,50
26 Riau 12.262 1,06
27 Sulawesi Barat 9.637 4,07
28 Sulawesi Selatan 9.284 1,20
29 Sulawesi Tengah 10.078 2,21
30 Sulawesi Tenggara 9.321 0,75
31 Sulawesi Utara 10.579 1,83
32 Sumatera Barat 11.658 1,54
33 Sumatera Selatan 9.926 3,72
34 Sumatera Utara 10.860 1,32
Rata-Rata 10.935 2,85
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
95
Lampiran 10 Perkembangan Harga Bawang Merah Tingkat Konsumen Tahun 2017
No. Provinsi Harga (Rp/kg) CV
1 Aceh 25.803 11,67
2 Bali 26.174 24,29
3 Banten 29.731 17,70
4 Bengkulu 29.934 12,18
5 DI Yogyakarta 26.586 22,49
6 DKI Jakarta 35.703 13,25
7 Gorontalo 32.657 20,35
8 Jambi 24.167 8,89
9 Jawa Barat 28.587 17,23
10 Jawa Tengah 26.597 19,51
11 Jawa Timur 25.405 23,35
12 Kalimantan Barat 35.778 11,75
13 Kalimantan Selatan 29.860 23,96
14 Kalimantan Tengah 34.136 16,27
15 Kalimantan Timur 40.924 13,35
16 Kalimantan Utara 38.780 12,27
17 Kepulauan Bangka Belitung 35.971 13,46
18 Kepulauan Riau 30.547 6,50
19 Lampung 27.097 13,57
20 Maluku 42.033 16,30
21 Maluku Utara 42.932 14,48
22 Nusa Tenggara Barat 24.298 26,64
23 Nusa Tenggara Timur 32.254 14,52
24 Papua 52.497 15,18
25 Papua Barat 53.344 10,92
26 Riau 25.625 11,27
27 Sulawesi Barat 28.625 18,91
28 Sulawesi Selatan 26.402 18,26
29 Sulawesi Tengah 32.599 15,88
30 Sulawesi Tenggara 33.141 16,20
31 Sulawesi Utara 36.942 17,62
32 Sumatera Barat 22.771 10,57
33 Sumatera Selatan 29.853 14,32
34 Sumatera Utara 26.881 7,15
Rata-Rata 32.195 15,60
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
96
Lampiran 11 Perkembangan Harga Cabai Merah Tingkat Konsumen Tahun 2017
No. Provinsi Harga (Rp/kg) CV
1 Aceh 30.501 32,95
2 Bali 29.235 50,76
3 Banten 30.555 24,84
4 Bengkulu 28.798 19,78
5 DI Yogyakarta 25.989 38,68
6 DKI Jakarta 39.917 24,35
7 Gorontalo 29.149 22,61
8 Jambi 29.677 36,15
9 Jawa Barat 29.911 15,80
10 Jawa Tengah 26.156 38,51
11 Jawa Timur 27.819 39,51
12 Kalimantan Barat 49.644 10,86
13 Kalimantan Selatan 37.334 21,61
14 Kalimantan Tengah 57.472 21,99
15 Kalimantan Timur 45.198 13,77
16 Kalimantan Utara 47.686 6,23
17 Kepulauan Bangka Belitung 37.518 17,51
18 Kepulauan Riau 50.278 13,09
19 Lampung 31.892 20,31
20 Maluku 45.501 23,37
21 Maluku Utara 39.137 15,82
22 Nusa Tenggara Barat 27.261 34,21
23 Nusa Tenggara Timur 45.658 22,88
24 Papua 46.854 18,94
25 Papua Barat 61.353 10,08
26 Riau 36.517 28,80
27 Sulawesi Barat 28.964 17,99
28 Sulawesi Selatan 24.317 20,57
29 Sulawesi Tengah 30.965 14,44
30 Sulawesi Tenggara 33.792 11,22
31 Sulawesi Utara 34.785 20,95
32 Sumatera Barat 31.380 30,58
33 Sumatera Selatan 31.860 14,54
34 Sumatera Utara 29.616 34,44
Rata-Rata 36.256 23,18
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
97
Lampiran 12 Dukungan Instansi Lainnya
No KEMENTERIAN/LEMBAGA DUKUNGAN
1 Pemerintah Daerah Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Ketahanan Pangan
2 Kementerian Dalam Negeri Kebijakan pengawasan penetapan Peraturan Daerah
terutama terhadap retribusi daerah yang menekan
harga dan daya saing produk pangan
Kebijakan yang mendorong pemanfaatan dana desa
ke arah pengembangan potensi desa di sektor
pertanian pangan dan industri di pedesaan berbahan
baku hasil pertanian
3 Kementerian Perindustrian Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri
nasional dan daerah yang memproduksi barang
modal dan sarana produksi yang mendukung
produksi primer dan olahan komoditas pertanian
Fasilitasi pengolahan skala kelompok dalam rangka
peningkatan pendapatan kelompok tani
Mendorong pengembangan kawasan industri
pengolahan pangan berbasis kawasan pertanian
4 Kementerian Perdagangan Penetapan harga dan kelancaran distribusi pangan
Fasilitasi pergudangan di tingkat desa dan resi
gudang sebagai sarana stok manajemen pangan
5 Kementerian Perhubungan Transportasi perdagangan sarana produksi dan
komoditas pangan baik di tingkat lokal, antar pulau
maupun internasional
6 Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi
Menjadikan sentra komoditas pertanian utama
sebagai basis pembangunan desa, daerah tertinggal
dan transmigrasi dengan memperhatikan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
98
No KEMENTERIAN/LEMBAGA DUKUNGAN
ketersediaan sarana dan infrastruktur yang
dibutuhkan
7 Kementerian Koperasi dan
UMKM
Kebijakan penataan dan pengembangan
kelembagaan usahatani menjadi kelembagaan
koperasi yang berbasis pada usaha pengolahan,
perdagangan maupun penyediaan aneka jasa,
terutama permodalan usaha yang dibutuhkan untuk
produksi pertanian
8 Kementerian Keuangan Mendorong dan menjaga stabilitas harga pangan
melalui kebijakan fiskal yang tepat.
Penyediaan dana untuk tenaga lapangan; penyuluh
pertanian; pengawas benih; petugas karantina
pertanian dan tenaga fungsional lainnya
9 Kementerian Agama Kebijakan untuk memasyarakatkan program
percontohan pembangunan pertanian melalui
pengabdian masyarakat oleh pemuka agama
10 Kementerian Kebudayaan
dan Pendidikan Dasar dan
Menengah
Pendidikan diversifikasi pangan dengan
mengkonsumsi bahan pangan local
11 Kementerian Ristek dan
Pendidikan Tinggi
Mengikutsertakan unsur-unsur dalam Perguruan
Tinggi dalam pendampingan kelompok petani,
nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha pangan
lainnya
12 Kementerian Kesehatan Sosialisasi Pola Pangan Harapan yang mendukung
diversifikasi konsumsi pangan serta pengawasan
produk pangan yang aman
13 Kemenko Bidang
Perekonomian
Koordinasi lintas kementerian/lembaga mendukung
ketahanan pangan nasional
14 Perum Bulog Melaksanakan kebijakan yang mendorong stabilisasi
harga komoditas pangan strategis
Pemberdayaan usaha kelompok tani yang mampu
bekerjasama langsung dalam pemasaran produk
pertanian yang dihasilkannya.
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
99
No KEMENTERIAN/LEMBAGA DUKUNGAN
Optimalisasi sistem pergudangan untuk komoditas
strategis lainnya selain beras dalam rangka menjaga
stablitas harga
Pembinaan sistem logistik ketahanan pangan di
tingkat desa
15 Perguruan Tinggi Peningkatan pembinaan dan pendampingan daerah
melalui pengabdian masyarakat
16 Kementerian Pertanian :
a. Ditjen Tanaman Pangan
Peningkatan produksi tanaman khusus tanaman
pangan selain padi
Sosialisasi/gerakan konsumsi pangan non beras dan
non terigu sebagai alternatif sumber karbohidrat
b. Ditjen Hortikultura
Peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan
bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita
dalam pemanfaatan pekarangan
Sosialisasi/gerakan konsumsi sayur dan buah-
buahan
Dukungan benih/bibit sayuran dan buah untuk
kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan
c. Sekretariat Jenderal Perizinan sarana/prasarana promosi diversifikasi
pangan
d. Badan Litbang Pertanian Teknologi tepat guna dalam optimalisasi
pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan
lokal berbasis tepung-tepungan
Teknologi pengayaan gizi melalui fortifikasi pangan
dan pengolahan pangan yang bergizi tinggi dan
bernilai ekonomi
Dukungan teknologi peningkatan produksi hasil
pekarangan dan pangan local
e. BPSDMP
Pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh
pertanian, serta penyuluhan di pedesaan terkait
dengan pola konsumsi yang B2SA
Penurunan konsumsi beras dan peningkatan PPH
agar masuk dalam buku pintar penyuluhan
Dukungan pelatihan bagi aparat, kelompok melalui
penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2017
100
No KEMENTERIAN/LEMBAGA DUKUNGAN
untuk melakukan pendampingan terhadap kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan
f. BPTP (Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian)
Teknologi tepat guna dalam optimalisasi pekarangan
dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-
tepungan
Dukungan teknologi tepat guna dalam optimalisasi
pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis
tepung-tepungan, termasuk pengayaan nilai gizi
pangan melalui fortifikasi pangan
g. BPSBP (Balai
Pengawasan Sertifikasi
Benih Pertanian)
Penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih
tanaman pangan dan hortikultura
h. BPPTPH (Balai
Pengembangan
Perbenihan Tanaman
Pangan dan Hortikultura)
Penyediaan benih tanaman pangan dan hortikultura
dalam mengelola pemanfaatan pekarangan
i. BPPT (Badan
Pengkajian dan
Penerepan Teknologi
Adopsi teknologi pengolahan pangan (mesin
penepungan, pembuatan mie)
Dukungan teknologi tepat guna dalam kegiatan model
pengembangan pangan pokok lokal (MP3L) di daerah
dengan menghasilkan mesin pengolahan beras
analog