8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
1/14
PREDIKSI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040
Zahrah Fadhilah Nindita, Marlina Wirmas15412037, 15412056
[email protected], [email protected]
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung
I. URGENSI PANGAN BAGI INDONESIA
Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan menjadi hal yang sangat penting
untuk dijaga ketersediaannya. Sebagai kebutuhan pokok, pangan menjadi sesuatu yang strategis dimana
dalam penyediaannya terkait berbagai sektor dalam kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu kondisi
stabilitas pangan suatu negara sangat memiliki dampak terhadap stabilitas ekonomi hingga stabilitas
nasional bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya dapat
menciptakan ketidakstabilan ekonomi, hingga dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik. Indonesia
sendiri sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, memiliki tantangan yang
berat dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk yang selalu
meningkat, membuat usaha untuk memenuhi pangan masyarakat menjadi lebih berat setiap tahunnya.
Beras yang idientik sebagai makanan pokok peduduk Indonesia menjadi komoditas penting
untuk dijamin ketersediannya. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia jauh melebihi rata-rata
tingkat konsumsi dunia. Pembangunan pertanian yang difokuskan kepada komoditas beras dari zamanPresiden Soeharto, membuat penduduk Indonesia dibiasakan dengan mengkonsumsi nasi dan menjadi
ketergantungan hingga saat ini. Budaya masyarakat yang menyebutkan belum makan namanya jika
belum makan nasi memang sangat nyata terjadi. Walaupun modernisasi memang menyentuh dunia
pangan Indonesia yang ditandai dengan masuknya berbagai jenis makanan baru dan asing, posisi nasi
sebagai makanan utama memang sulit untuk digantikan.
Ketersediaan beras sebagai komoditas pangan utama menjadi suatu keharusan untuk
memenuhinya. Dengan tren jumlah penduduk yang selalu meningkat, maka ketersediaan pangan juga
akan meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut ternyata tidak diantisipasi secara siap pada saat
pembangunan pertanian yang dilakukan dulu. Lonjakan penduduk dengan jumlah permintaan yang
meningkat ternyata tidak dapat dipenuhi dengan produksi sawah dalam negeri. Pada waktu-waktu
tertentu pemerintah mengadakan impor beras untuk menutup kekurangan pasokan beras, dan di sisi lain
berbagai upaya juga ditempuh untuk menjamin ketersediaan pangan terwujud dari dalam negeri.
Berbagai kebijakan dan inovasi dikembangkan untuk memasok pangan sehingga konsep ketahanan
pangan dapat diwujudkan dengan meminimalisir impor.
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
2/14
II. KETAHANAN PANGAN INDONESIA
Konsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Terdapat tiga aspek dalam ketahanan pangan berdasarkan definisi dari UU No. 18 Tahun 2012 tentang
Pangan tersebut yaitu ketersediaan jumlah, keamanan dan keterjangkauan harga. Tolak ukur dari
ketahanan pangan nasional berarti:
1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman yang berbas dari pencemaran biologis, kimia dan
benda lain yang merugikan
3.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata di seluruh tanah air
4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau (mudah diperoleh dengan harga terjangkau)
Kompleksitas sistem penyediaan pangan yang melibatkan banyak sektor membuat diperlukan suatu
kelembagaan yang mengaturnya. BKP berperan dalam merumuskan berbagai kebijakan terkait
ketahanan pangan. Pada periode 2015-2019, visi misi pemerintahan terbaru memiliki agenda utama
yang salah satunya adalah ketahanan dan kedaulatan pangan, dengan cara pencegahan pergeseran lahan
pertaian, peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan, pembenahan infrastruktur pengairan
dan kualitas air, peningkatan teknologi dan industri pasca panen, dan menambah akses modal usaha
pertanian.
III. KONDISI KETAHANAN PANGAN INDONESIA
Ketahanan pangan tercapai ketika kebutuhan pangan semua orang dalam suatu negara
terpenuhi. Untuk komoditas beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, pada tahun 2012
penyediannya sebesar 94,02% dipenuhi dari produksi dalam negeri, dan sisanya yaitu 5,98% didapatkan
dari impor. Kondisi ini secara kasar memperlihatkan bahwa sebagian besar kebutuhan pangan untuk
konsumsi dapat dipenuhi dalam dari dalam negeri.
Jika dilihat dari persebaran ketahanan pangan pada tingkat kabupaten,ternyata masih terdapat
kabupaten dengan tingkat kerawanan sangat tinggi sebayak 14 kabupaten dan tingkat kerawanan tinggi
sebayak 44 kabupaten pada tahun 2015. Dewan Ketahanan Pangan, Kemeterian Pertanian
mengeluarkan Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan pada tahun 2015. Wilayah
dengan kerentanan ketahanan pangan tinggi terdapat di Pulau Papua dan daerah yang memiliki letak
terpencil seperti yang terlihat pada peta berikut.
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
3/14
Gambar 1. Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Tahun 2015
Gambar 2. Jumlah Kabupaten dengan Tingkat Kerentanan Pangan Tahun 2015
(1 paling tertinggi)
Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan Indonesia 2015, Dewan Ketahanan Pangan,2015
Berdasarkan depta dan data dia atas, dapat dilihat bahwa semua kabupaten dengan tingkat
kerawanan pangan tertinggi berada pada Pulau Papua. Pembangunan yang lambat, dengan kondisi
wilayah banyak yang terpencil membuat banyak masyarakat Papua yang kesulitan dalam mengakses
pangan dengan kualitas, jumlah dan harga yang terjangkau. Hal tersebut juga terlihat pada kabupaten
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
4/14
dengan tingkat kerawanan tertinggi kedua yang berada pada wilayah terluar seperti Kepulauan Nias dan
Mentawai, Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan juga Papua.
Jika dilihat dari kuantitas jumlah kabupaten dengan tingkat kerawanan pangan, maka 72%
kabupaten di Indonesia (dengan jumlah 288 kabupaten) berada pada tingkat kerawanan 4-6 (terendah),dan sebanyak 110 kabupaten sisanya berada pada tingkat kerawanan 1-3. Hal ini mengindikasikan
bahwa kerawanan akan ketahanan pangan terjadi pada 28% daerah di Indonesia yang penyebab
utamanya adalah keterbatasan akses masyarakatnya untuk mendapatkan makanan dengan kuantitas,
kualitas dan harga yang terjangkau. Sejumlah daerah yang rawan ini menjadi prioritas pembangunan
pada masa kepemerintahan baru yang lebih menekankan untuk membangun Indonesia dari daerah
terluar.
IV. TREN KONSUMSI MASYARAKAT
Kecenderungan konsumsi beras
Pembangunan pertanian pada era reformasi telah membudayakan beras sebagai makanan pokok
masyarakat Indonesia. Sampai pada tahun 1990-an, konsumsi per kapita beras masyarakat Indonesia
cenderung naik tiap tahunnya. Namun awal tahun 2000, konsumsi per kapita beras cenderung menurun
tiap tahunnya seperti yang digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 3. Grafik Perkembangan Konsumsi Pangan Tahun 1993-2007
Sumber: http://www.paskomnas.com/id/berita/gambaran-umum-pangan-dunia.php
Kecenderungan konsumsi beras yang cenderung menurun juga ditunjukkan dari data konsumsi
pangan Kementerian Pertanian. Pada tahun 2003-2007, konsumsi terus menurum namun naik pada
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
5/14
tahun 2008, kemudian turun sampai tahun 2010 dan naik lagi pada tahun 2011, dan turun hingga tahun
2013. Grafik konsumsi per kapita beras tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Grafik Konsumsi per Kapita Beras tahun 2002-2013
Sumber: Buletin Konsumsi Pangan, Kementan, 2014
Dari pola dan kecenderungan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi pangan
per kapita beras akan terus menurun pada beberapa tahun, dan akan naik pada tahun-tahun tertentu. Pola
ini diprediksi akan terulang juga di masa yang akan datang.
Pola konsumsi saat ini dan perubahan bahan makanan pokok
Pada awal tahun 2000-an, Indonesia memasuki mulai terpengaruh dengan globalisasi akibat
berkembangnya teknologi informasi. Berbagai jenis informasi dari luar masuk secara bebas dan
mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Sejak saat itu mulai banyak bermunculan makanan berasal
dari luar negeri dengan jumlah konsumen yang terus meningkat. Makanan luar ini banyak yang
memiliki bahan pokok bukan beras, melainkan kentang, gandum dan berbagai tepung yang diolah
menjadi makanan berat. Tren perubahan konsumsi beras sebagai makanan pokok awal-awalnya hanya
dilakukan oleh kalangan menengah ke atas karena kemampuan mereka yang lebih untuk membeli
berbagai jenis makanan dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan beras dengan harga yang tergolong
murah masih tetap menjadi konsumsi utama bagi kalangan menengah ke bawah. Namun semakin
berkembangnya teknologi dan pendapatan masyarakat, berbagai makanan luar ini mulai diproduksi
secara massal dan dijual dengan harga yang lebih murah. Berbagai kalangan telah memulai untuk
mengkonsumsinya walaupun belum dijadikan kebiasaan. Makanan seperti pasta, kentang, gandum,
sayuran organik dan buah-buahan telah mulai menggeser beras sebagai bahan pangan utama bagi
kalangan tertentu. Perubahan ini diprediksi akan terus meluas melihat pasar jenis pangan tersebut yang
semakin berkembang.
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Konsumsi per kapita (kg/thn) 107,71 108,40 107,00 105,28 104,00 100,05 104,89 102,21 100,75 102,87 97,65 97,40
90,00
92,00
94,00
96,00
98,00
100,00
102,00
104,00
106,00
108,00
110,00
Konsumsi per kapita (kg/thn)
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
6/14
V. KEBIJAKAN DAN INOVASI DALAM KETAHANAN PANGAN
Kebijakan Pemerintah - Diversifikasi Tanaman
Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu jenis
barang/ komoditi yang dikonsumsi. Masyarakat diberi pilihan yang luas dalam mengkonsumsi pangan
sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Riyadi
(dalam Riyadi, 2003) mengemukakan diverisifikasi pangan sebagai suatu proses pemilihan pangan yang
tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif)
terhadap berbagai bahan pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk mengurangi
ketergantungan akan jenis pangan tertentu, tetapi dimaksudkan juga untuk mencapai keberagaman
komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat. Diversifikasi pangan
dapat menjadi cara untuk mencapai ketahanan pangan pada aspek ketercapaikan jumlah, kualitas gizi
dan keterjangkauan pangan. Dengan banyak pilihan, maka akan tercipta kesempatan bagi semua
golongan masyarakat untuk memenuhi gizi secara seimbang tergatung kebutuhan dan kondisi mereka.
Dalam pelaksanaan divesifikasi konsumsi pangan, terdapat berbagai alternatif jenis tanaman
yang dapat menggantikan beras sebagai pangan utama masyarakat Indonesia. Kebijakan yang
diterapkan oleh Kementerian Pertanian adalah penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber
pangan setempat atau khas daerah. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi memiliki
banyak jenis tumbuhan pengganti beras sebagai pemasok karbohidrat utama. Beberapa komoditas
tanaman yang dapat menggantikan beras antara lain:
- Jagung, dengan kondisi pertumbuhan produksi yang terus tumbuh setiap tahunnya dengan laju
5,34 persen per tahun. Berbagai makanan olahan jagung telah banyak dikembangkan dan
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
- Ubi Kayu, sebagai sumber karbohidrat yang mudah untuk dibudidayakan pada segala jenis
tanah. Komoditas ini memiliki prospek untuk menjadi sumber bahan pangan pilihan dalam
diversifikasi pangan, karena telah secara luas dibudidayakan masyarakat pedesaan sebagai
makanan pokok dan cadangan di saat paceklik.
- Ubi jalar, sebagai sumber bahan pangan yang mempunyai potensi tinggi namun belum
dibudidayakan secara maksimal oleh masyarakat. Produksi komoditas ini cenderung meningkat
dengan produktivitas yang semakin tinggi
- Talas, dengan lahan yang tersebar di berbagai dataran dan sudah banyak diolah untuk makanan
yang bernilai ekonomis tinggi
- Sagu, yang memiliki keunggulan dalam produktivitasnya yang tinggi dalam luas lahan yang
sama.
Salah satu inovasi yang mengolah komoditas alternatif di atas adalah dengan membuat beras
organik. Beras organik adalah beras yang berasal dari tepung jagung, ubi, sagu dan berbagai macam
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
7/14
bahan tambahan lain yang dibentuk menyerupai butiran beras. Pengembangan beras analog telah telah
dimulai sejak tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor, dan saat ini telah mulai dijual ke masyarakat luas.
Kelebihan beras analog adalah dalam kandungan gizi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
berbagai jenis orang. Mesin yang dikembangkan akan dapat mencampur bahan-bahan tersebut dan
mengeluarkannya ke dalam bentuk beras.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Klaster Pertanian
Langkah yang dapat dilakukan dalam penyiapan lahan produktif untuk kegiatan pertanian
adalah dengan melakukan intervensi terhadap tata guna lahan di suatu wilayah yang memiliki potensi
lahan pertanian. Intervensu tata guna lahan dilakukan terhadap lahan pertanian yang ada agar tidak
beralih fungsi menjadi kegiatan lainnya. Intervensi lahan pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan
atau menentukan lahan mana yang akan difungsikan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
(LP2B) yang ditentukan melalui perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
Pengamanan lahan yang ditentukan untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
merupakan masalah yang mendesak untuk segera diamankan dan dikawal agar alih fungsi lahan
pertanian ke lahan non pertanian tidak semakin besar guna menjaga ketahanan pangan nasional . Namun
begitu, berdasarkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang
41/2009 tentang LP2B, beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri, serta
Peraturan Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada masih menyisakan permasalahan
mengenai LP2B, antara lain data lahan pertanian di kabupaten dan provinsi masih berbeda sehingga
menyulitkan untuk mengamankan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
mengkolaborasikan data dan informasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam rangka
mewujudkan LP2B untuk mempermudah dalam hasil pengolahan informasi lahan pertanian di setiap
daerah. LP2B selain untuk meningkatkan produksi pertanian untuk pangan masyarakat, juga dilakukan
untuk memancing investor untuk menanamkan investasinya terutama dalam hal pembanguan
infrastruktur pertanian yang menelan biaya sangat tinggi.
Selain dengan menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) disuatu daerah ,
peningkatan produksi pertanian yang menerapkan kolaborasi antar daerah juga perlu dilakukan agar
setiap daerah dapat saling bekerja sama untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan
mempertimbangkan potensi daerah tersebut. Langkah tersebut diwujudkan dengan membangun atau
membentuk kluster pertanian yang didalamnya terdapat kegiatan sentra-sentra baik mulai dari produksi
bahan mentah, pengolahan barang jadi yang dilakukan dengan pembangunan industri pertanian sebagai
industri yang mengolah bahan mentah (dari kegiatan di lahan pertanian menjadi produk yang bernilai
lebih.), hingga pendistribusian barang ke luar daerah. Antar klaster tesebut nantinya direncanakan untuk
saling tekait bekerja sama untuk meningkatkan linkage poduksi sehingga produksi pangan dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan karena masing-masing sentra saling bekeja sama. Dengan
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
8/14
penciptaan kerja sama dan kolaborasi antara daerah dalam kluster yang terbagi dalam sentra maka
diharapkan dapat meningkatkan poduksi pertanian sehingga kebutuhan pangan dapat ditutupi dan
Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan seperti apa yang diusung oleh Pemerintahan saat ini.
Inovasi yang berkembang – Alternatif sumber lain
Beberapa penelitian juga dilakukan untuk mencari alternatif yang dapat dikembangkan untuk
mendukung ketahanan pangan. Dari penelitian tersebut didapati bahwa terdapat alternatif bahan pangan
yang dapat menggantikan peran bahan makanan saat ini seperti nasi, daging, dan sayur yaitu dengan
pengkonsumsian serangga dan alga. Kandungan nutrisi yang lengkap serta biaya produksi yang lebih
murah menjadikan serangga sebagai alternatif pilihan bahan makanan pengganti daging. Saat ini
kegiatan produksi berbagai macam makanan olahan serangga telah mulai dilakukan oleh beberapa
perusahaan. Begitu pula dengan alga. Alga juga menjadi alternatif bahan makanan yang dinilai lebih
berkelanjutan karena produksi alga yang tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Alga secara
alami tumbuh di lautan dalam jumlah yang sangat besar serta mengandung nutrisi lengkap seperti
kalsium, protein, zat besi, vitamin, mineral, serat dan antioksidan.
Selain alga dan serangga ide pemenuhan kebutuhan pangan juga dilakukan dengan
pengembangan bahan makanan berteknologi tinggi seperti 3d printed-food. Makanan cetakan atau 3d
printed-food menjadi ide bagi pemenuhan pangan yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan
karakteristik tubuh manusia yang berbeda-beda. Penyediaan makanan akan lebih bersifat personal
specifications, dimana makanan yang tersedia akan dikategorikan dalam berbagai macam sesuai dengan
kebutuhan masing-masing karakteristik tubuh, seperti makanan yang diproduksi berdasarkan jenis
kelamin, usia dan kebutuhan khusus. Dengan teknologi ini makanan yang ada diproduksi dalam bentuk
dan ukuran yang sama persis dalam jumlah yang besar, tetapi memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-
beda sehingga kebutuhan kebutuhan akan nutrisi terpenuhi secara lebih praktis.
Namun dalam proses produksi kedepannya di Indonesia, makanan yang bersumber dari alga
dan serangga masih belum tentu dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia. Hal ini
dikarenakan tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia yang masih tinggi terhadap pola konsumsi
makanan konvensional , salah satunya adalah beras. Beras dianggap sebagai makanan utama yang
posisinya hingga saat ini belum dapat diganti oleh sumber bahan makanan lainnya. Begitu pula dengan
3d printed food tidak/belum bisa digunakan sebagai pengganti sumber bahan makanan perngganti beras
karena pola kebiasaan konsumsi masyarakat yang tidak terlalu terbiasa dengan makanan hasil cetakan
pabrik.
VI. ANALISIS KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040
Dalam penelitian terhadap analisis kecukupan pangan di Indonesia yaitu beras di masa yang
akan datang pada tahun 2040, terdapat empat variable yang perlu dipertimbangkan, yaitu : proyeksi
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
9/14
jumlah penduduk, proyeksi konsumsi nasional, dan proyeksi jumlah produksi serta proyeksi surplus
ketersediaan beras di Indonesia pada tahun 2040.
Variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi beras dihitung dengan
menggunakan rumus proyeksi geometris , yaitu
Pn = Po (1+r)n, dengan
Pn = penduduk atau produksi pada tahun n
Po = penduduk atau produksi pada tahun awal
1 = angka konstanta
r = angka pertumbuhan penduduk atau produksi (dalam persen)
n = jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n
Perhitungan proyeksi penduduk pada tahun 2040 dihitung dengan menghitung dahulu laju
pertumbuhan penduduk (r) , lalu proyeksi penduduk dihitung dalam kelipatan 5 tahun yaitu tahum 2020,
2025, 2030, 2035, dan 2040. Hal ini dilakukan pula terhadap variable proyeksi jumlah produksi beras
untuk selanjutnya hasil perhitungan proyeksi tersebut akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
Selain variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi ,dihitung pula variable
proyeksi konsumsi nasional Indonesia pada tahun 2040. Analisis terhadap perhitungan proyeksi
konsumsi beras nasional dilakukan dengan metode perhitungan time series dengan memanfaatkan data
konsumsi per kapita yang diproyeksikan untuk mengetahui proyeksi konsumsi per kapita Indonesia
pada tahun 2040. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pola data historis dari jumlah konsumsi
beras per kapita. Setelah model tersebut diidentifikasi, maka dilakukan uji kelayakan model yang
digunakan dalam memperkirakan proyeksi konsumsi beras per kapita tahun 2040.
Tahapan pembuatan permodelan time series ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
beberapa hal seperti menghilangkan keacakan dari pola data historis dengan menggunakan metode
double moving average (perata-rataan data berganda), menguji kelayakan penggunaan metode yang
digunakan dalam dengan uji U-Theils, menentukan model perkiraan nilai berdasarkan metode yang
layak tersebut, dan menentukan jumlah penumpang kereta api pada Mei tahun 2014.
Tahap pertama yang dilakukan dalam melakukan proyeksi konsumsi beras per kapita beras
adalah mendefinisikan waktu dari data jumlah konsumsi beras per kapita. Setelah didefinisikan waktu
dari data konsumsi beras per kapita tersebut (tahun awal= 2003), selanjutnya dilakukan perata-rataan
dari data historis tersebut dengan menggunakan metode single moving average dengan Moving Average
pertama adalah 3 . Namun untuk memperkirakan nilai yang lebih akurat lagi, maka dilakukan perata-
rataan dari nilai moving average pertama untuk menghasilkan nilai moving average kedua melalui
metode double moving average. Metode double moving average ini menggunakan MA (movingaverage) sebesar 2 .
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
10/14
Untuk mengetahui seberapa jauh model yang dibuat tepat, maka dilakukan pengujian error
terkecil dengan ukuran error seperti Sum Squared of Error (SSE) dan Mean Squared of Error (MSE).
Ukuran ini memperjelas metode mana yang lebih baik memperkirakan nilai IPM antara metode single
moving average atau double moving average. Ukuran ini akan lebih mengurangi penghitungan error
sehingga lebih tepat digunakan untuk mengetahui keakuratan perkiraan diantara kedua metode tersebut.
Maka setelah dilakukan penghitungan error dari Sum Squared of Error (SSE) dan Mean Squared of
Error (MSE) dihasilkan nilai error tersebut seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Double Moving Average dan Pengujian Error Terkecil
Tahun Konsumsi
S’(MA pertama
dengan periode
M=3)
S’"(MA kedua
dengan
periode N=4)
e2
(Single Moving
Average)
e2
(Double Moving
Average)
2003 108.4018
2004 106.9991
2005 105.277
2006 103.998 106.8926 8.37870916
2007 100.0507 105.4247 28.879876
2008 104.8909 103.1086 106.1587 3.17659329 1.60731684
2009 102.2146 102.9799 104.2666 0.58568409 4.210704
2010 100.7453 102.3854 103.0442 2.68992801 5.28494121
2011 102.8661 102.6169 102.6826 0.06210064 0.03367225
2012 97.6455 101.942 102.5012 18.45991225 23.57782249
SSE 62.23280344 34.71445679
MSE 8.890400491 8.678614197
Sumber : Hasil analisis, 2016
Dari tabel tersebut diketahui bahwa metode double moving average lebih baik dalam
memperkirakan jumlah konsumsi beras per kapita karena menghasilkan nilai Sum Squared of Error
(SSE) dan Mean Squared of Error (MSE) yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum Squared of Error
(SSE) dan Mean Squared of Error (MSE) yang dihasilkan oleh metode single moving average.Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode double moving average dalam memperkirakan jumlah
konsumsi beras per kapita. Selanjutnya dilakukan penghitungan uji U-Theils yang digunakan untuk
menguji kelayakan metode. Dihasilkan nilai U seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
11/14
Tabel 2. Pengujian Error Terkecil dari Dua Metode
TahunKonsumsi Beras
per Kapita
S"(MA kedua
dengan periode N=4)
2003 108.4018
2004 106.9991
2005 105.277
2006 103.998
2007 100.0507
2008 104.8909 106.1587
2009 102.2146 104.2666 0.000382718 0.000651019
2010 100.7453 103.0442 0.000505841 0.000206631
2011 102.8661 102.6826 3.31759E-06 0.000443149
2012 97.6455 102.5012 0.002228226 0.002575706
Sumber : Hasil analisis, 2016
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan penghitungan uji U-Theils dihasilkan
nilai U sebesar 0,8971. Maka sesuai dengan ketentuan uji U yang menyatakan bahwa apabila nilai U
kurang dari satu (U
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
12/14
Tabel 3. Penentuan Parameter Model
Sumber : Hasil analisis, 2016
Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai a dan b di tahun 2012 masing-masing sebesar
101.3828 dan -1.1184. Sehingga setelah dimasukkan ke dalam persamaan model dapat menghasilkan
model perkiraan jumlah konsumsi beras per kapita seperti berikut ini:
Ft+m = 101.3828-1.1184m
dengan keterangan:
m = rentang tahun dari 2012 hingga 2040
Setelah model yang digunakan untuk memperkirakan konsumsi bera per kapita diketahui
,langkah selanjutnya adalah mencari nilai proyeksi konsumsi beras per kapita setiap tahun 2015, 2020,
2025, 2030, 2035, dan 2040. Nilai dari hasil perhitungan tersebut lalu dikalikan dengan proyeksi jumlah
penduduk pada tahun yan sama untuk mengetahui nilai proyeksi konsumsi beras nasional.
Selain variable produksi beras, jumlah penduduk, dan konsumsi beras nasional, variable lainnya
yang perlu dihitung adalah variable surplus pangan pada tahun 2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040
dengan cara mencari selisih antara produksi dan konsumsi pada tahun yang sama. Perhitungan hasil
keseluruhan proyeksi dari keempat variable yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut.
Bulan s' s"a
(2S'-S")
b (n=2)
2(S’-S”)/n-1a+b(m)
2003
2004
2005
2006 106.8926
2007 105.4247
2008 103.1086 106.1587
2009 102.9799 104.2666 101.6932 -2.5734 99.1198
2010 102.3854 103.0442 101.7266 -1.3176 100.409
2011 102.6169 102.6826 102.5512 -0.1314 102.4198
2012 101.942 102.5012 101.3828 -1.1184 100.2644
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
13/14
Tabel 4. Hasil Proyeksi
PROYEKSI
TahunProduksi
Beras (ton)
Laju
Produksi
Jumlah
PendudukLPP
Konsumsi
Perkapita
(kg/tahun)
Laju
Konsumsi
Konsumsi
Nasional
(ton)
Surplus (ton)
per tahun
(produksi-
konsumsi)
Presentase
Surplus
(surplus/
konsumsi)
2006 36,801,332 219,521,620 105.28 23,110,578 13,690,754 59.24%
2007 37,407,158 1.65% 221,660,111 0.97% 104.00 -1.21% 23,052,208 14,354,950 62.27%
2008 37,994,248 1.57% 223,753,297 0.94% 100.05 -3.80% 22,386,674 15,607,574 69.72%
2009 38,562,337 1.50% 225,800,939 0.92% 104.89 4.84% 23,684,464 14,877,873 62.82%
2010 39,111,248 1.42% 227,802,883 0.89% 102.21 -2.55% 23,284,781 15,826,467 67.97%
2011 39,640,893 1.35% 229,759,055 0.86% 100.75 -1.44% 23,147,145 16,493,748 71.26%
2012 40,151,262 1.29% 231,669,456 0.83% 102.87 2.11% 23,830,933 16,320,329 68.48%
2013 40,642,422 1.22% 233,534,163 0.80% 97.65 -5.08% 22,803,560 17,838,862 78.23%
2014 41,114,509 1.16% 235,353,319 0.78% -1.02%
2015 41,567,720 1.10% 237,127,137 0.75%
2020 44,477,901 1.36% 247,511,344 0.86% 90.89 22,496,549 21,981,352 97.71%
2025 47,591,825 258,350,294 86.35 22,309,663 25,282,162 113.32%
2030 50,923,756 269,663,900 82.04 22,124,329 28,799,427 130.17%
2035 54,488,959 281,472,949 77.95 21,940,535 32,548,423 148.35%
2040 58,303,763 293,799,136 74.06 21,758,268 36,545,495 167.96%
Sumber : Hasil analisis, 2016
Dari hasil perhitungan proyeksi beberapa variable untuk mengetahui ketahanan pangan
Indonesia tahun 2040 terhadap supply beras menunjukan angka yang cukup tinggi pada variable
“surplus”. Variable surplus mengindikasikan bagaimana ketersediaan cadangan pangan beras untuk
tahun mendatang yang dilihat pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data pada tabel di atas rata-rata
surplus menunjukan presentase di atas 100% dimana angka-angka surplus tersebut pada proyeksi tahun
2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040 menunjukan nilai yang sangat besar, terutama pada tahun 2040
dimana proyeksi surplus atau cadangan pangan beras mencapai 167,96%. Dengan perhitungan yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2040 Indonesia masih dapat memenuhi
kebutuhan pangannya dalam hal penyediaan beras.
VII. KESIMPULAN
Sebagian besar wilayah Indonesia telah memiliki tingkat ketahanan pangan yang baik, denga
presentase wilayah sebesar 72%. Sisa wilayah lain yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi
mayoritas disebabkan oleh keterbatasan akses dan lokasi terpencil yang membuat daerah sulit untuk
8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040
14/14
mendapatkan pangan dengan jumlah yang cukup, berkualitas baik dan harga yang terjangkau. Saat ini
pemerintah telah memprioritaskan pembangunan daerah terpencil tersebut.
Pola konsumsi beras menunjukkan penurunan pada beberapa tahun. Pengaruh makanan luar
juga memengaruhi pola ini dimana telah banyak jenis pangan lain yang dijadikan bahan makanan pokokseperti kentang dan gandung. Dari usaha pemerintah sendiri untuk mewujudkan ketahanan pangan
adalah dengan diversifikasi pangan yaitu menganekaragamkan jenis makanan yang bisa dipilih untuk
dikonsumsi sesuai dengan budaya dan kemampuan lokal. Salah satu inovasi prospektif yang
dikembangkan adalah beras analog yang tetap menjadikan nasi sebagai makanan pokok namun bukan
berasal dari beras melainkan jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Selain itu juga dicanangkan LP2B
yang akan menjaga konversi lahan pertanian serta klaster pertanian untuk meningkatkan produkstivitas
lahannya. Dengan program tersebut maka produksi beras akan diharapkan untuk selalu meningkat.
Berdasarkan hasil analisis proyeksi produksi dan konsumsi beras nasional, didapatkan hasil
bahwa terdapat kecenderungan konsumsi perkapita akan semakin turun walaupun di sisi lain produksi
padi cenderung terus meningkat. Proyeksi yang didapatkan hingga tahun 2040 menunjukkan produksi
yang surplus dan mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan beras nasional. Dengan
berbagai data, informasi dan proyeksi yang telah dilakukan di atas maka diprediksi pada tahun 2040
ketahanan pangan akan tercapai di Indonesia, dimana seluruh wilayah Indonesia telah memiliki akses
untuk pangan bervariasi yang mudah dengan jumlah, kualitas dan harga yang terjangkau.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik
Buletin Konsumsi Pangan. 2014. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Fasak, Emiliana. Diverisifikasi Konsumsi Pangan Berbasisi Potensi Lokal dalam Mewujudkan
Ketahanan Pangan Nasional. 2011. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Rejekiningrum, Popi. Model Optimasi Surplus Beras untuk Menentukan Tingkat Ketahanan Pangan
Nasional. 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Roadmap Diversivikasi Pangan 2011-2015. 2012. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian
RI
Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan Kementerian
Pertanian RI.
UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php
http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.phphttp://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php