Top Banner

of 14

Ketahanan Pangan Tahun 2040

Jul 07, 2018

Download

Documents

Marlina Wirmas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    1/14

    PREDIKSI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040

    Zahrah Fadhilah Nindita, Marlina Wirmas15412037, 15412056

    [email protected][email protected]

    Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung

    I. URGENSI PANGAN BAGI INDONESIA

    Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan menjadi hal yang sangat penting

    untuk dijaga ketersediaannya. Sebagai kebutuhan pokok, pangan menjadi sesuatu yang strategis dimana

    dalam penyediaannya terkait berbagai sektor dalam kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu kondisi

    stabilitas pangan suatu negara sangat memiliki dampak terhadap stabilitas ekonomi hingga stabilitas

    nasional bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya dapat

    menciptakan ketidakstabilan ekonomi, hingga dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik. Indonesia

    sendiri sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, memiliki tantangan yang

     berat dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk yang selalu

    meningkat, membuat usaha untuk memenuhi pangan masyarakat menjadi lebih berat setiap tahunnya.

    Beras yang idientik sebagai makanan pokok peduduk Indonesia menjadi komoditas penting

    untuk dijamin ketersediannya. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia jauh melebihi rata-rata

    tingkat konsumsi dunia. Pembangunan pertanian yang difokuskan kepada komoditas beras dari zamanPresiden Soeharto, membuat penduduk Indonesia dibiasakan dengan mengkonsumsi nasi dan menjadi

    ketergantungan hingga saat ini. Budaya masyarakat yang menyebutkan belum makan namanya jika

    belum makan nasi  memang sangat nyata terjadi. Walaupun modernisasi memang menyentuh dunia

     pangan Indonesia yang ditandai dengan masuknya berbagai jenis makanan baru dan asing, posisi nasi

    sebagai makanan utama memang sulit untuk digantikan.

    Ketersediaan beras sebagai komoditas pangan utama menjadi suatu keharusan untuk

    memenuhinya. Dengan tren jumlah penduduk yang selalu meningkat, maka ketersediaan pangan juga

    akan meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut ternyata tidak diantisipasi secara siap pada saat

     pembangunan pertanian yang dilakukan dulu. Lonjakan penduduk dengan jumlah permintaan yang

    meningkat ternyata tidak dapat dipenuhi dengan produksi sawah dalam negeri. Pada waktu-waktu

    tertentu pemerintah mengadakan impor beras untuk menutup kekurangan pasokan beras, dan di sisi lain

     berbagai upaya juga ditempuh untuk menjamin ketersediaan pangan terwujud dari dalam negeri.

    Berbagai kebijakan dan inovasi dikembangkan untuk memasok pangan sehingga konsep ketahanan

     pangan dapat diwujudkan dengan meminimalisir impor.

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    2/14

    II. KETAHANAN PANGAN INDONESIA

    Konsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara

    sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

    mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

    Terdapat tiga aspek dalam ketahanan pangan berdasarkan definisi dari UU No. 18 Tahun 2012 tentang

    Pangan tersebut yaitu ketersediaan jumlah, keamanan dan keterjangkauan harga. Tolak ukur dari

    ketahanan pangan nasional berarti:

    1.  Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup

    2.  Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman yang berbas dari pencemaran biologis, kimia dan

     benda lain yang merugikan

    3. 

    Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata di seluruh tanah air

    4.  Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau (mudah diperoleh dengan harga terjangkau)

    Kompleksitas sistem penyediaan pangan yang melibatkan banyak sektor membuat diperlukan suatu

    kelembagaan yang mengaturnya. BKP berperan dalam merumuskan berbagai kebijakan terkait

    ketahanan pangan. Pada periode 2015-2019, visi misi pemerintahan terbaru memiliki agenda utama

    yang salah satunya adalah ketahanan dan kedaulatan pangan, dengan cara pencegahan pergeseran lahan

     pertaian, peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan, pembenahan infrastruktur pengairan

    dan kualitas air, peningkatan teknologi dan industri pasca panen, dan menambah akses modal usaha

     pertanian.

    III. KONDISI KETAHANAN PANGAN INDONESIA

    Ketahanan pangan tercapai ketika kebutuhan pangan semua orang dalam suatu negara

    terpenuhi. Untuk komoditas beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, pada tahun 2012

     penyediannya sebesar 94,02% dipenuhi dari produksi dalam negeri, dan sisanya yaitu 5,98% didapatkan

    dari impor. Kondisi ini secara kasar memperlihatkan bahwa sebagian besar kebutuhan pangan untuk

    konsumsi dapat dipenuhi dalam dari dalam negeri.

    Jika dilihat dari persebaran ketahanan pangan pada tingkat kabupaten,ternyata masih terdapat

    kabupaten dengan tingkat kerawanan sangat tinggi sebayak 14 kabupaten dan tingkat kerawanan tinggi

    sebayak 44 kabupaten pada tahun 2015. Dewan Ketahanan Pangan, Kemeterian Pertanian

    mengeluarkan Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan pada tahun 2015. Wilayah

    dengan kerentanan ketahanan pangan tinggi terdapat di Pulau Papua dan daerah yang memiliki letak

    terpencil seperti yang terlihat pada peta berikut.

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    3/14

    Gambar 1. Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Tahun 2015

    Gambar 2. Jumlah Kabupaten dengan Tingkat Kerentanan Pangan Tahun 2015

    (1 paling tertinggi)

    Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan Indonesia 2015, Dewan Ketahanan Pangan,2015

    Berdasarkan depta dan data dia atas, dapat dilihat bahwa semua kabupaten dengan tingkat

    kerawanan pangan tertinggi berada pada Pulau Papua. Pembangunan yang lambat, dengan kondisi

    wilayah banyak yang terpencil membuat banyak masyarakat Papua yang kesulitan dalam mengakses

     pangan dengan kualitas, jumlah dan harga yang terjangkau. Hal tersebut juga terlihat pada kabupaten

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    4/14

    dengan tingkat kerawanan tertinggi kedua yang berada pada wilayah terluar seperti Kepulauan Nias dan

    Mentawai, Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan juga Papua.

    Jika dilihat dari kuantitas jumlah kabupaten dengan tingkat kerawanan pangan, maka 72%

    kabupaten di Indonesia (dengan jumlah 288 kabupaten) berada pada tingkat kerawanan 4-6 (terendah),dan sebanyak 110 kabupaten sisanya berada pada tingkat kerawanan 1-3. Hal ini mengindikasikan

     bahwa kerawanan akan ketahanan pangan terjadi pada 28% daerah di Indonesia yang penyebab

    utamanya adalah keterbatasan akses masyarakatnya untuk mendapatkan makanan dengan kuantitas,

    kualitas dan harga yang terjangkau. Sejumlah daerah yang rawan ini menjadi prioritas pembangunan

     pada masa kepemerintahan baru yang lebih menekankan untuk membangun Indonesia dari daerah

    terluar.

    IV. TREN KONSUMSI MASYARAKAT

    Kecenderungan konsumsi beras

    Pembangunan pertanian pada era reformasi telah membudayakan beras sebagai makanan pokok

    masyarakat Indonesia. Sampai pada tahun 1990-an, konsumsi per kapita beras masyarakat Indonesia

    cenderung naik tiap tahunnya. Namun awal tahun 2000, konsumsi per kapita beras cenderung menurun

    tiap tahunnya seperti yang digambarkan pada grafik berikut.

    Gambar 3. Grafik Perkembangan Konsumsi Pangan Tahun 1993-2007

    Sumber: http://www.paskomnas.com/id/berita/gambaran-umum-pangan-dunia.php 

    Kecenderungan konsumsi beras yang cenderung menurun juga ditunjukkan dari data konsumsi

     pangan Kementerian Pertanian. Pada tahun 2003-2007, konsumsi terus menurum namun naik pada

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    5/14

    tahun 2008, kemudian turun sampai tahun 2010 dan naik lagi pada tahun 2011, dan turun hingga tahun

    2013. Grafik konsumsi per kapita beras tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gambar 4. Grafik Konsumsi per Kapita Beras tahun 2002-2013

    Sumber: Buletin Konsumsi Pangan, Kementan, 2014

    Dari pola dan kecenderungan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi pangan

     per kapita beras akan terus menurun pada beberapa tahun, dan akan naik pada tahun-tahun tertentu. Pola

    ini diprediksi akan terulang juga di masa yang akan datang.

    Pola konsumsi saat ini dan perubahan bahan makanan pokok

    Pada awal tahun 2000-an, Indonesia memasuki mulai terpengaruh dengan globalisasi akibat

     berkembangnya teknologi informasi. Berbagai jenis informasi dari luar masuk secara bebas dan

    mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Sejak saat itu mulai banyak bermunculan makanan berasal

    dari luar negeri dengan jumlah konsumen yang terus meningkat. Makanan luar ini banyak yang

    memiliki bahan pokok bukan beras, melainkan kentang, gandum dan berbagai tepung yang diolah

    menjadi makanan berat. Tren perubahan konsumsi beras sebagai makanan pokok awal-awalnya hanya

    dilakukan oleh kalangan menengah ke atas karena kemampuan mereka yang lebih untuk membeli

     berbagai jenis makanan dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan beras dengan harga yang tergolong

    murah masih tetap menjadi konsumsi utama bagi kalangan menengah ke bawah. Namun semakin

     berkembangnya teknologi dan pendapatan masyarakat, berbagai makanan luar ini mulai diproduksi

    secara massal dan dijual dengan harga yang lebih murah. Berbagai kalangan telah memulai untuk

    mengkonsumsinya walaupun belum dijadikan kebiasaan. Makanan seperti pasta, kentang, gandum,

    sayuran organik dan buah-buahan telah mulai menggeser beras sebagai bahan pangan utama bagi

    kalangan tertentu. Perubahan ini diprediksi akan terus meluas melihat pasar jenis pangan tersebut yang

    semakin berkembang.

    2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

    Konsumsi per kapita (kg/thn)   107,71 108,40 107,00 105,28 104,00 100,05 104,89 102,21 100,75 102,87 97,65 97,40

    90,00

    92,00

    94,00

    96,00

    98,00

    100,00

    102,00

    104,00

    106,00

    108,00

    110,00

    Konsumsi per kapita (kg/thn)

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    6/14

    V. KEBIJAKAN DAN INOVASI DALAM KETAHANAN PANGAN

    Kebijakan Pemerintah - Diversifikasi Tanaman

    Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu jenis

     barang/ komoditi yang dikonsumsi. Masyarakat diberi pilihan yang luas dalam mengkonsumsi pangan

    sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Riyadi

    (dalam Riyadi, 2003) mengemukakan diverisifikasi pangan sebagai suatu proses pemilihan pangan yang

    tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif)

    terhadap berbagai bahan pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk mengurangi

    ketergantungan akan jenis pangan tertentu, tetapi dimaksudkan juga untuk mencapai keberagaman

    komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat. Diversifikasi pangan

    dapat menjadi cara untuk mencapai ketahanan pangan pada aspek ketercapaikan jumlah, kualitas gizi

    dan keterjangkauan pangan. Dengan banyak pilihan, maka akan tercipta kesempatan bagi semua

    golongan masyarakat untuk memenuhi gizi secara seimbang tergatung kebutuhan dan kondisi mereka.

    Dalam pelaksanaan divesifikasi konsumsi pangan, terdapat berbagai alternatif jenis tanaman

    yang dapat menggantikan beras sebagai pangan utama masyarakat Indonesia. Kebijakan yang

    diterapkan oleh Kementerian Pertanian adalah penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber

     pangan setempat atau khas daerah. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi memiliki

     banyak jenis tumbuhan pengganti beras sebagai pemasok karbohidrat utama. Beberapa komoditas

    tanaman yang dapat menggantikan beras antara lain:

    -  Jagung, dengan kondisi pertumbuhan produksi yang terus tumbuh setiap tahunnya dengan laju

    5,34 persen per tahun. Berbagai makanan olahan jagung telah banyak dikembangkan dan

    dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia

    -  Ubi Kayu, sebagai sumber karbohidrat yang mudah untuk dibudidayakan pada segala jenis

    tanah. Komoditas ini memiliki prospek untuk menjadi sumber bahan pangan pilihan dalam

    diversifikasi pangan, karena telah secara luas dibudidayakan masyarakat pedesaan sebagai

    makanan pokok dan cadangan di saat paceklik.

    -  Ubi jalar, sebagai sumber bahan pangan yang mempunyai potensi tinggi namun belum

    dibudidayakan secara maksimal oleh masyarakat. Produksi komoditas ini cenderung meningkat

    dengan produktivitas yang semakin tinggi

    -  Talas, dengan lahan yang tersebar di berbagai dataran dan sudah banyak diolah untuk makanan

    yang bernilai ekonomis tinggi

    -  Sagu, yang memiliki keunggulan dalam produktivitasnya yang tinggi dalam luas lahan yang

    sama.

    Salah satu inovasi yang mengolah komoditas alternatif di atas adalah dengan membuat beras

    organik. Beras organik adalah beras yang berasal dari tepung jagung, ubi, sagu dan berbagai macam

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    7/14

     bahan tambahan lain yang dibentuk menyerupai butiran beras. Pengembangan beras analog telah telah

    dimulai sejak tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor, dan saat ini telah mulai dijual ke masyarakat luas.

    Kelebihan beras analog adalah dalam kandungan gizi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan

     berbagai jenis orang. Mesin yang dikembangkan akan dapat mencampur bahan-bahan tersebut dan

    mengeluarkannya ke dalam bentuk beras.

    Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Klaster Pertanian

    Langkah yang dapat dilakukan dalam penyiapan lahan produktif untuk kegiatan pertanian

    adalah dengan melakukan intervensi terhadap tata guna lahan di suatu wilayah yang memiliki potensi

    lahan pertanian. Intervensu tata guna lahan dilakukan terhadap lahan pertanian yang ada agar tidak

     beralih fungsi menjadi kegiatan lainnya. Intervensi lahan pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan

    atau menentukan lahan mana yang akan difungsikan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan

    (LP2B) yang ditentukan melalui perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).

    Pengamanan lahan yang ditentukan untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

    merupakan masalah yang mendesak untuk segera diamankan dan dikawal agar alih fungsi lahan

     pertanian ke lahan non pertanian tidak semakin besar guna menjaga ketahanan pangan nasional . Namun

     begitu, berdasarkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang

    41/2009 tentang LP2B, beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri, serta

    Peraturan Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada masih menyisakan permasalahan

    mengenai LP2B, antara lain data lahan pertanian di kabupaten dan provinsi masih berbeda sehingga

    menyulitkan untuk mengamankan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk

    mengkolaborasikan data dan informasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam rangka

    mewujudkan LP2B untuk mempermudah dalam hasil pengolahan informasi lahan pertanian di setiap

    daerah. LP2B selain untuk meningkatkan produksi pertanian untuk pangan masyarakat, juga dilakukan

    untuk memancing investor untuk menanamkan investasinya terutama dalam hal pembanguan

    infrastruktur pertanian yang menelan biaya sangat tinggi.

    Selain dengan menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) disuatu daerah ,

     peningkatan produksi pertanian yang menerapkan kolaborasi antar daerah juga perlu dilakukan agar

    setiap daerah dapat saling bekerja sama untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan

    mempertimbangkan potensi daerah tersebut. Langkah tersebut diwujudkan dengan membangun atau

    membentuk kluster pertanian yang didalamnya terdapat kegiatan sentra-sentra baik mulai dari produksi

     bahan mentah, pengolahan barang jadi yang dilakukan dengan pembangunan industri pertanian sebagai

    industri yang mengolah bahan mentah (dari kegiatan di lahan pertanian menjadi produk yang bernilai

    lebih.), hingga pendistribusian barang ke luar daerah. Antar klaster tesebut nantinya direncanakan untuk

    saling tekait bekerja sama untuk meningkatkan linkage poduksi sehingga produksi pangan dapat

    dipertahankan bahkan ditingkatkan karena masing-masing sentra saling bekeja sama. Dengan

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    8/14

     penciptaan kerja sama dan kolaborasi antara daerah dalam kluster yang terbagi dalam sentra maka

    diharapkan dapat meningkatkan poduksi pertanian sehingga kebutuhan pangan dapat ditutupi dan

    Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan seperti apa yang diusung oleh Pemerintahan saat ini.

    Inovasi yang berkembang –  Alternatif sumber lain

    Beberapa penelitian juga dilakukan untuk mencari alternatif yang dapat dikembangkan untuk

    mendukung ketahanan pangan. Dari penelitian tersebut didapati bahwa terdapat alternatif bahan pangan

    yang dapat menggantikan peran bahan makanan saat ini seperti nasi, daging, dan sayur yaitu dengan

     pengkonsumsian serangga dan alga. Kandungan nutrisi yang lengkap serta biaya produksi yang lebih

    murah menjadikan serangga sebagai alternatif pilihan bahan makanan pengganti daging. Saat ini

    kegiatan produksi berbagai macam makanan olahan serangga telah mulai dilakukan oleh beberapa

     perusahaan. Begitu pula dengan alga. Alga juga menjadi alternatif bahan makanan yang dinilai lebih

     berkelanjutan karena produksi alga yang tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Alga secara

    alami tumbuh di lautan dalam jumlah yang sangat besar serta mengandung nutrisi lengkap seperti

    kalsium, protein, zat besi, vitamin, mineral, serat dan antioksidan.

    Selain alga dan serangga ide pemenuhan kebutuhan pangan juga dilakukan dengan

     pengembangan bahan makanan berteknologi tinggi seperti 3d printed-food. Makanan cetakan atau 3d

     printed-food menjadi ide bagi pemenuhan pangan yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan

    karakteristik tubuh manusia yang berbeda-beda. Penyediaan makanan akan lebih bersifat personal

    specifications, dimana makanan yang tersedia akan dikategorikan dalam berbagai macam sesuai dengan

    kebutuhan masing-masing karakteristik tubuh, seperti makanan yang diproduksi berdasarkan jenis

    kelamin, usia dan kebutuhan khusus. Dengan teknologi ini makanan yang ada diproduksi dalam bentuk

    dan ukuran yang sama persis dalam jumlah yang besar, tetapi memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-

     beda sehingga kebutuhan kebutuhan akan nutrisi terpenuhi secara lebih praktis.

     Namun dalam proses produksi kedepannya di Indonesia, makanan yang bersumber dari alga

    dan serangga masih belum tentu dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia. Hal ini

    dikarenakan tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia yang masih tinggi terhadap pola konsumsi

    makanan konvensional , salah satunya adalah beras. Beras dianggap sebagai makanan utama yang

     posisinya hingga saat ini belum dapat diganti oleh sumber bahan makanan lainnya. Begitu pula dengan

    3d printed food tidak/belum bisa digunakan sebagai pengganti sumber bahan makanan perngganti beras

    karena pola kebiasaan konsumsi masyarakat yang tidak terlalu terbiasa dengan makanan hasil cetakan

     pabrik.

    VI. ANALISIS KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040

    Dalam penelitian terhadap analisis kecukupan pangan di Indonesia yaitu beras di masa yang

    akan datang pada tahun 2040, terdapat empat variable yang perlu dipertimbangkan, yaitu : proyeksi

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    9/14

     jumlah penduduk, proyeksi konsumsi nasional, dan proyeksi jumlah produksi serta proyeksi surplus

    ketersediaan beras di Indonesia pada tahun 2040.

    Variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi beras dihitung dengan

    menggunakan rumus proyeksi geometris , yaitu

    Pn = Po (1+r)n, dengan

    Pn = penduduk atau produksi pada tahun n 

    Po = penduduk atau produksi pada tahun awal 

    1 = angka konstanta 

    r = angka pertumbuhan penduduk atau produksi (dalam persen) 

    n = jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n

    Perhitungan proyeksi penduduk pada tahun 2040 dihitung dengan menghitung dahulu laju

     pertumbuhan penduduk (r) , lalu proyeksi penduduk dihitung dalam kelipatan 5 tahun yaitu tahum 2020,

    2025, 2030, 2035, dan 2040. Hal ini dilakukan pula terhadap variable proyeksi jumlah produksi beras

    untuk selanjutnya hasil perhitungan proyeksi tersebut akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

    Selain variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi ,dihitung pula variable

     proyeksi konsumsi nasional Indonesia pada tahun 2040. Analisis terhadap perhitungan proyeksi

    konsumsi beras nasional dilakukan dengan metode perhitungan time series dengan memanfaatkan data

    konsumsi per kapita yang diproyeksikan untuk mengetahui proyeksi konsumsi per kapita Indonesia

     pada tahun 2040. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pola data historis dari jumlah konsumsi

     beras per kapita. Setelah model tersebut diidentifikasi, maka dilakukan uji kelayakan model yang

    digunakan dalam memperkirakan proyeksi konsumsi beras per kapita tahun 2040.

    Tahapan pembuatan permodelan time series  ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan

     beberapa hal seperti menghilangkan keacakan dari pola data historis dengan menggunakan metode

    double moving average (perata-rataan data berganda), menguji kelayakan penggunaan metode yang

    digunakan dalam dengan uji U-Theils, menentukan model perkiraan nilai berdasarkan metode yang

    layak tersebut, dan menentukan jumlah penumpang kereta api pada Mei tahun 2014.

    Tahap pertama yang dilakukan dalam melakukan proyeksi konsumsi beras per kapita beras

    adalah mendefinisikan waktu dari data jumlah konsumsi beras per kapita. Setelah didefinisikan waktu

    dari data konsumsi beras per kapita tersebut (tahun awal= 2003), selanjutnya dilakukan perata-rataan

    dari data historis tersebut dengan menggunakan metode single moving average dengan Moving Average 

     pertama adalah 3 . Namun untuk memperkirakan nilai yang lebih akurat lagi, maka dilakukan perata-

    rataan dari nilai moving average  pertama untuk menghasilkan nilai moving average kedua melalui

    metode double moving average. Metode double moving average ini menggunakan MA (movingaverage) sebesar 2 .

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    10/14

    Untuk mengetahui seberapa jauh model yang dibuat tepat, maka dilakukan pengujian error

    terkecil dengan ukuran error seperti Sum Squared of Error (SSE) dan Mean Squared of Error (MSE).

    Ukuran ini memperjelas metode mana yang lebih baik memperkirakan nilai IPM antara metode  single

    moving average atau double moving average. Ukuran ini akan lebih mengurangi penghitungan error

    sehingga lebih tepat digunakan untuk mengetahui keakuratan perkiraan diantara kedua metode tersebut.

    Maka setelah dilakukan penghitungan error dari Sum Squared of Error (SSE) dan Mean Squared of

     Error (MSE) dihasilkan nilai error tersebut seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 1. Double Moving Average dan Pengujian Error  Terkecil

    Tahun Konsumsi

    S’(MA pertama

    dengan periode

    M=3)

    S’"(MA kedua

    dengan

    periode N=4)

    e2 

    (Single Moving

    Average) 

    e2 

    (Double Moving

    Average) 

    2003 108.4018

    2004 106.9991

    2005 105.277

    2006 103.998 106.8926 8.37870916

    2007 100.0507 105.4247 28.879876

    2008 104.8909 103.1086 106.1587 3.17659329 1.60731684

    2009 102.2146 102.9799 104.2666 0.58568409 4.210704

    2010 100.7453 102.3854 103.0442 2.68992801 5.28494121

    2011 102.8661 102.6169 102.6826 0.06210064 0.03367225

    2012 97.6455 101.942 102.5012 18.45991225 23.57782249

    SSE 62.23280344 34.71445679

    MSE 8.890400491 8.678614197

    Sumber : Hasil analisis, 2016

    Dari tabel tersebut diketahui bahwa metode double moving average  lebih baik dalam

    memperkirakan jumlah konsumsi beras per kapita karena menghasilkan nilai Sum Squared of Error

    (SSE) dan Mean Squared of Error (MSE) yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum Squared of Error

    (SSE)  dan  Mean Squared of Error (MSE) yang dihasilkan oleh metode  single moving average.Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode double moving average dalam memperkirakan jumlah

    konsumsi beras per kapita. Selanjutnya dilakukan penghitungan uji U-Theils yang digunakan untuk

    menguji kelayakan metode. Dihasilkan nilai U seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    11/14

    Tabel 2. Pengujian Error  Terkecil dari Dua Metode

    TahunKonsumsi Beras

    per Kapita

    S"(MA kedua

    dengan periode N=4)

    2003 108.4018

    2004 106.9991

    2005 105.277

    2006 103.998

    2007 100.0507

    2008 104.8909 106.1587

    2009 102.2146 104.2666 0.000382718 0.000651019

    2010 100.7453 103.0442 0.000505841 0.000206631

    2011 102.8661 102.6826 3.31759E-06 0.000443149

    2012 97.6455 102.5012 0.002228226 0.002575706

    Sumber : Hasil analisis, 2016

    Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan penghitungan uji U-Theils dihasilkan

    nilai U sebesar 0,8971. Maka sesuai dengan ketentuan uji U yang menyatakan bahwa apabila nilai U

    kurang dari satu (U

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    12/14

    Tabel 3. Penentuan Parameter Model

    Sumber : Hasil analisis, 2016

    Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai a dan b di tahun 2012 masing-masing sebesar

    101.3828 dan -1.1184. Sehingga setelah dimasukkan ke dalam persamaan model dapat menghasilkan

    model perkiraan jumlah konsumsi beras per kapita seperti berikut ini:

    Ft+m = 101.3828-1.1184m

    dengan keterangan:

    m = rentang tahun dari 2012 hingga 2040

    Setelah model yang digunakan untuk memperkirakan konsumsi bera per kapita diketahui

    ,langkah selanjutnya adalah mencari nilai proyeksi konsumsi beras per kapita setiap tahun 2015, 2020,

    2025, 2030, 2035, dan 2040. Nilai dari hasil perhitungan tersebut lalu dikalikan dengan proyeksi jumlah

     penduduk pada tahun yan sama untuk mengetahui nilai proyeksi konsumsi beras nasional.

    Selain variable produksi beras, jumlah penduduk, dan konsumsi beras nasional, variable lainnya

    yang perlu dihitung adalah variable surplus pangan pada tahun 2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040

    dengan cara mencari selisih antara produksi dan konsumsi pada tahun yang sama. Perhitungan hasil

    keseluruhan proyeksi dari keempat variable yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut.

    Bulan s' s"a

    (2S'-S")

    b (n=2)

    2(S’-S”)/n-1a+b(m)

    2003

    2004

    2005

    2006 106.8926

    2007 105.4247

    2008 103.1086 106.1587

    2009 102.9799 104.2666 101.6932 -2.5734 99.1198

    2010 102.3854 103.0442 101.7266 -1.3176 100.409

    2011 102.6169 102.6826 102.5512 -0.1314 102.4198

    2012 101.942 102.5012 101.3828 -1.1184 100.2644

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    13/14

    Tabel 4. Hasil Proyeksi

    PROYEKSI

    TahunProduksi

    Beras (ton)

    Laju

    Produksi

    Jumlah

    PendudukLPP

    Konsumsi

    Perkapita

    (kg/tahun)

    Laju

    Konsumsi

    Konsumsi

     Nasional

    (ton)

    Surplus (ton)

     per tahun

    (produksi-

    konsumsi)

    Presentase

    Surplus

    (surplus/

    konsumsi)

    2006 36,801,332 219,521,620 105.28 23,110,578 13,690,754 59.24%

    2007 37,407,158 1.65% 221,660,111 0.97% 104.00 -1.21% 23,052,208 14,354,950 62.27%

    2008 37,994,248 1.57% 223,753,297 0.94% 100.05 -3.80% 22,386,674 15,607,574 69.72%

    2009 38,562,337 1.50% 225,800,939 0.92% 104.89 4.84% 23,684,464 14,877,873 62.82%

    2010 39,111,248 1.42% 227,802,883 0.89% 102.21 -2.55% 23,284,781 15,826,467 67.97%

    2011 39,640,893 1.35% 229,759,055 0.86% 100.75 -1.44% 23,147,145 16,493,748 71.26%

    2012 40,151,262 1.29% 231,669,456 0.83% 102.87 2.11% 23,830,933 16,320,329 68.48%

    2013 40,642,422 1.22% 233,534,163 0.80% 97.65 -5.08% 22,803,560 17,838,862 78.23%

    2014 41,114,509 1.16% 235,353,319 0.78% -1.02%

    2015 41,567,720 1.10% 237,127,137 0.75%

    2020 44,477,901 1.36% 247,511,344 0.86% 90.89 22,496,549 21,981,352 97.71%

    2025 47,591,825 258,350,294 86.35 22,309,663 25,282,162 113.32%

    2030 50,923,756 269,663,900 82.04 22,124,329 28,799,427 130.17%

    2035 54,488,959 281,472,949 77.95 21,940,535 32,548,423 148.35%

    2040 58,303,763 293,799,136 74.06 21,758,268 36,545,495 167.96%

    Sumber : Hasil analisis, 2016

    Dari hasil perhitungan proyeksi beberapa variable untuk mengetahui ketahanan pangan

    Indonesia tahun 2040 terhadap supply beras menunjukan angka yang cukup tinggi pada variable

    “surplus”. Variable surplus mengindikasikan bagaimana ketersediaan cadangan pangan beras untuk

    tahun mendatang yang dilihat pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data pada tabel di atas rata-rata

    surplus menunjukan presentase di atas 100% dimana angka-angka surplus tersebut pada proyeksi tahun

    2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040 menunjukan nilai yang sangat besar, terutama pada tahun 2040

    dimana proyeksi surplus atau cadangan pangan beras mencapai 167,96%. Dengan perhitungan yang

    telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2040 Indonesia masih dapat memenuhi

    kebutuhan pangannya dalam hal penyediaan beras.

    VII. KESIMPULAN

    Sebagian besar wilayah Indonesia telah memiliki tingkat ketahanan pangan yang baik, denga

     presentase wilayah sebesar 72%. Sisa wilayah lain yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi

    mayoritas disebabkan oleh keterbatasan akses dan lokasi terpencil yang membuat daerah sulit untuk

  • 8/18/2019 Ketahanan Pangan Tahun 2040

    14/14

    mendapatkan pangan dengan jumlah yang cukup, berkualitas baik dan harga yang terjangkau. Saat ini

     pemerintah telah memprioritaskan pembangunan daerah terpencil tersebut.

    Pola konsumsi beras menunjukkan penurunan pada beberapa tahun. Pengaruh makanan luar

     juga memengaruhi pola ini dimana telah banyak jenis pangan lain yang dijadikan bahan makanan pokokseperti kentang dan gandung. Dari usaha pemerintah sendiri untuk mewujudkan ketahanan pangan

    adalah dengan diversifikasi pangan yaitu menganekaragamkan jenis makanan yang bisa dipilih untuk

    dikonsumsi sesuai dengan budaya dan kemampuan lokal. Salah satu inovasi prospektif yang

    dikembangkan adalah beras analog yang tetap menjadikan nasi sebagai makanan pokok namun bukan

     berasal dari beras melainkan jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Selain itu juga dicanangkan LP2B

    yang akan menjaga konversi lahan pertanian serta klaster pertanian untuk meningkatkan produkstivitas

    lahannya. Dengan program tersebut maka produksi beras akan diharapkan untuk selalu meningkat.

    Berdasarkan hasil analisis proyeksi produksi dan konsumsi beras nasional, didapatkan hasil

     bahwa terdapat kecenderungan konsumsi perkapita akan semakin turun walaupun di sisi lain produksi

     padi cenderung terus meningkat. Proyeksi yang didapatkan hingga tahun 2040 menunjukkan produksi

    yang surplus dan mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan beras nasional. Dengan

     berbagai data, informasi dan proyeksi yang telah dilakukan di atas maka diprediksi pada tahun 2040

    ketahanan pangan akan tercapai di Indonesia, dimana seluruh wilayah Indonesia telah memiliki akses

    untuk pangan bervariasi yang mudah dengan jumlah, kualitas dan harga yang terjangkau.

    VIII. DAFTAR PUSTAKA

    Badan Pusat Statistik

    Buletin Konsumsi Pangan. 2014. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

    Fasak, Emiliana. Diverisifikasi Konsumsi Pangan Berbasisi Potensi Lokal dalam Mewujudkan

    Ketahanan Pangan Nasional. 2011. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

    Rejekiningrum, Popi. Model Optimasi Surplus Beras untuk Menentukan Tingkat Ketahanan Pangan

     Nasional. 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

    Roadmap Diversivikasi Pangan 2011-2015. 2012. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian

    RI

    Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan Kementerian

    Pertanian RI.

    UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan

    http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php

    http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.phphttp://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php