Top Banner
Laporan Kasus Kelompok Anestesi Umum Pada Pasien Mioma uteri Oleh: Maimanah Melia Gustina Renny Anggraini Pembimbing : dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn dr. Soni, SpAn dr. Dino Irawan, SpAn
30

Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Aug 02, 2015

Download

Documents

Renny Anggraini
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Laporan Kasus Kelompok

Anestesi Umum Pada Pasien Mioma uteri

Oleh:

Maimanah

Melia Gustina

Renny Anggraini

Pembimbing :

dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn

dr. Soni, SpAn

dr. Dino Irawan, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2011

Page 2: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

A. MIOMA UTERI

1.1. Pendahuluan

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus dan

jaringan ikat sekitarnya. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau

uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga

berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas

termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis. 1,3

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih

banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,

sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih

bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh

wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua

penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada

wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun

dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit

kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang

tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri

berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. 2,3

Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri

mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut

rahim. Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh

didalam otot rahim yang dikenal dengan intramural mioma. Tumor mioma ini

akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh kedalam mukosa rahim,

keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan diluar siklus

haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang dikenal

dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi

seseorang baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan didaerah

perut dijumpai benjolan keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila

tumor sudah sangat besar. 4

1

Page 3: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

1.2. Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi

padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau

multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,

atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga

berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang

ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm,

dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.1,5,6

1.3. Epidemiologi

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih

banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,

sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih

bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh

wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua

penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada

wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun

dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit

kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang

tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri

berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.

Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan

nullipara. 2,3

1.4. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga

merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah

tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik

2

Page 4: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada

beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma

uteri, yaitu : 3

1. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar

10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering

memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.

2. Paritas

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,

tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma

uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah

kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetic

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan

mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada

wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan

mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah

kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

1.5. Patofisiologi

Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari

penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya

perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi

metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.

Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami

mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian

menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu

t(12;14)(q15;q24).

3

Page 5: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.

Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan

ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada

tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan

pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam

waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.

Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon

mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat

bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal

dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,

telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih

banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada

perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena

tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause

sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang

berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia

dini.3

1.6. Klasifikasi mioma uteri

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.3

1. Lokasi

• Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus

urinarius.

• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

2. Lapisan Uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis,

yaitu :

• Mioma Uteri Submukosa

Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian

dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat

4

Page 6: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan

menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular

dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri

submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang

lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan

cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.

Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan

keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga

sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

• Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,

dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan

disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi

rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum

atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil

alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,

sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas

dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

• Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila

masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan

uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma

sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak

karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor

tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma

submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),

lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus

berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor

berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas

5

Page 7: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah

dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi

menjadi lunak.

Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik

tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran,

meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,

kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot

polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada

mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat

degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang

mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal,

infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri

1.7. Gejala klinis

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul

sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,

submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :6

1) Perdarahan abnormal

6

Page 8: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia

dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab

perdarahan ini, antara lain adalah :

- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai

adeno karsinoma endometrium.

- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.

- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.

- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang

mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit

pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

2) Rasa nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan

sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan

peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula

pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga

dismenore.

3) Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan

pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan

retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada

rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan

pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

4) Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya

abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa

apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan

penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan

miomektomi.

7

Page 9: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

1.8. Diagnosis

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor

resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga

dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,

gerakan bebas, tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat

perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan

laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama

untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan

pasien.

b. Imaging

1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada

uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen

bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.

2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang

tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.

3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,

namun biaya pemeriksaan lebih mahal.

1.9. Diagnosis banding

Ca Endometrium

Ca Serviks

8

Page 10: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

1.10. Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan

mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran

tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara

cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara

umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.

Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause

tanpa gejala. 3

Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi

adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini

dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan

cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah

dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan

karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan

adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya

tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau

pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari

telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri

akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya

dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.

Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis

dalam mengangkat uterus.6

9

Mioma

Besar < 14 mgg

Tanpa keluhan

Konservatif

Dengan keluhan

Besar > 14 mgg

Operatif

Page 11: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.5

1.11. Komplikasi

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat

degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang

mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : 6

• Atrofi

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi

kecil.

• Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor

kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian

besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan

satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

• Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma

menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur

berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan

bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi

yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu

kehamilan.

• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)

Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan

dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang

mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto

rontgen.

• Degenerasi merah (carneus degeneration)

Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis :

diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan

vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging

mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin.

10

Page 12: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda

disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus

membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada

putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

• Degenerasi lemak

Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : 6

1. Degenerasi ganas.

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari

seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan

umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.

Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan

apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (putaran tangkai).

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi

akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen

akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

3. Nekrosis dan infeksi.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena

gangguan sirkulasi darah padanya.

11

Page 13: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

STATUS PASIEN

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU

Nama Coass :Maimanah

Melia Gustina

Renny Anggraini

Nama Pasien : Ny. Suhaimi

12

Page 14: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Nomor RM : 75 22 43

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Desa Simandolak- Benai

Agama : Islam

Suku : Melayu

Status : Menikah

Tanggal MRS : 23 Januari 2012

Tanggal Operasi : 25 Januari 2012

ANAMNESIS

Keluhan utama : Bengkak pada perut bagian bawah sejak 4 tahun sebelum

masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang:

4 tahun SMRS, pasien mengeluhkan bengkak lebih kurang sebesar kepala bayi.

Nyeri (+). Pasien rujukan dari RSUD Taluk Kuantan dengan diagnosis mioma

uteri. 3 tahun SMRS keluar darah dari kemaluan, bergumpal dan kehitaman.

Jumlah sedikit. Perdarahan terjadi lebih kurang 20 hari. Pasien ganti pembalut 1

kali sehari.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien baru pertama kali menerita penyakit seperti ini

Riwayat batuk lama dan sesak nafas (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riawayat diabetes (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat kencing keluar batu (-)

13

Page 15: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Riwayat Operasi sebelumnya

Pasien belum pernah operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Diabetes melitus (-), asma bronkial (-), hipertensi (-).

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis, GCS 15

Vital Sign : Tekanan darah : 110/70 mmhg

Nadi : 77 x/menit

RR : 18x/menit

T : 36,50C

Berat Badan : 56 Kg

Tinggi Badan : 164 cm

IMT : BB/TB2= 56/(1,64)2=20,82kg/m2(gizi baik)

Pemeriksaan Kepala dan Leher :

Mata : Edem palpebra (-),konjungtiva anemis (-),sklera ikterik (-) Mulut : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi ompong (-), sianosis (-) Mandibula : Fraktur(-), gerakan sendi temporo mandibularis tidak

terbatas Leher : Pembesaran KGB (-), Pergerakan normal

Pemeriksaan Thorak : Paru dan Jantung dalam batas normal, jejas (-)

Pemeriksaan Abdomen : Status Lokalis

Pemeriksaan Ekstremitas : TAK

Pemeriksaan Kelenjer Limfe : TAK

14

Page 16: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Pemeriksaan Genitourinarius : TAK

Status lokalis

Abdomen

Inspeksi : Flat, turgor baik, jejas (-)

Auskultrasi : Bising usus (+), Normal

Perkusi : Timpani, Acites (-)

Palpasi : Supel, teraba massa dengan ukuran 16x3x3 cm, padat,

mobile, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Pemeriksaan Penunjang:

Darah Rutin (29 November 2011)

Leukosit : 5700/Ul

Hb : 9,9 mg/dl

Ht : 11,3%

Rontgen

Rontgen thorak: kesan cor pulmo dalam batas normal.

Diagnosis Kerja : Mioma uteri

Anestesi : General Anestesi – teknik ETT

Status ASA : ASA II

Penatalaksanaan : Miomektomi

Persiapan operasi

- Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi

- Pasien tidak menggunakan perhiasaan maupun gigi palsu

- Akses intravena (18G) sudah terpasang dan infus mengalir dengan lancar

15

Page 17: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Persiapan Alat dan Obat Anestesi Umum

Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, face mask, monitor,

tensimeter, saturasi serta mengecek tabung O2, N2O, sevoflurane, dan

isoflurane

Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dan terang), ETT

jenis non kinking ukuran6 ; 6,5; dan 7, orofaring tube ukuran 8 cm, dan

suction.

Mempersiapkan propofol 100 mg, fentanil 50 mg, notrixum 20 mg dan

ketorolac 60 mg.

Premedikasi

-

Induksi Anestesi

- Akses IV: Memasukkan fentanil 50 mg Propofol 100 mg cek refleks

bulu mata, jika telah (-) pasang face mask dan mulai ambu O2 3

L/menit, N2O 3 L/menit dan isofluran 2 vol % (sambil tetap memompa

sampai airway bagus) notrixum 30 mg setelah obat mulai bekerja + 3

menit, perhatikan pergerakan dada naik dan simetris segera lakukan

intubasi

- Intubasi : Lepas face mask, pegang laringoskop dengan tangan kiri,

masukkan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri (dapat

meminta bantu pada asisten untuk membuka mulut pasien dan melakukan

chin lift), tangan kanan melakukan head tilt, telusuri lidah pasien sampai

pangkal lidah, terlihat epiglotis, di belakang epiglotis tampak plica vokalis,

lalu segera masukkan ETT no 6,5 sampai batas garis hitam pada ETT.

- Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin anestesi, pompa balon,

pastikan ETT sudah masuk ke trakea dan cek suara napas kanan = kiri, lalu

isi balon ETT dengan 15 cc udara, fiksasi ETT dengan plester/tape, ambu

O2 3 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 3 L/menit.

16

Page 18: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Maintenance

Inhalasi: O2 3 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 3 L/menit,

Infus RL 1500 ml

Dexamethasone 1 amp

Ekstubasi

- Memastikan pasien telah bernapas spontan

- Melakukan suction slem pada airway pasien

- Menutup isoflurane dan N2O, tinggikan O2 sampai ± 8 L/menit

- Mengempiskan balon, pastikan bahwa pasien sudah bangun (biasanya

pasien akan mulai batuk-batuk). Melepaskan plester/tape. Cari waktu

yang tepat dan segera cabut ETT. Segera pasang face mask dan

pastikan airway nya lancar dengan triple manuver. Setelah pasien

benar-benar bangun, pasien dipindahkan ke RR.

Recovery

- Ketorolac 30 mg bolus IV

- Ketorolac 30 mg drip dalam 500 ml RL, 16-18 gtt/i

Instruksi Post OP di RR

- Awasi tekanan darah, nadi, nafas dan saturasi

- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit

Instruksi Post OP di Ruangan

- Awasi vital sign

- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit hingga 2 jam post operasi

- Puasa hingga bising usus (+)

- Analgetik post op

17

Page 19: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

- Cairan rumatan RL 16-20 gtt/i

- Lain-lain sesuai kebutuhan pasien

PEMBAHASAN

Pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan kelainan

sistemik ringan – sedang yang tidak berhubungan dengan pembedahan, dan pasien

masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari) karena pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan Hb turun dan angka leukosit meningkat.

18

Page 20: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

Prognosis pada pasien ini baik karena mendapatkan penanganan yang

cepat dan tepat. Dari hasil follow up keadaan umum yang membaik, tanda-tanda

vital baik, tidak didapat tanda-tanda infeksi sehingga pasin dapat dipulangkan

untuk dirawat lebih lanjut di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 21: Laporan Kasus Anestesi Umum pada pasien Mioma Uteri

1. Patient, Family Education. Appendicitis and appendectomy. Children’s

healthcare of Atlanta. 2011. p.1-3.

2. Rofiq A. Apendiksitis. [diakses : 24 Juni 2011] diunduh dari

http://www.rofiqahmad.wordpress.com.

3. Anita T. Appendicitis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru.

2008.

4. Soffi I, odih T, rochadi S. Hubungan Nilai Leukosit dengan Apendisitis

Akut Sederhana dan Komplikatif Pada Anak. 2009. p.1-5.

5. Saputra MA. Asuhan keperawatan pada Sdr. A dengan post appendiktomi

hari ke ii di ruang Cempaka RSUD Pandanaran Boyolali. Universitas

muhammadiyah Surakarta.2008.

6. Schwartz I Samuor : Appendicitis In Principles of Surgery 7th. New York:

McGraw-Hill Companies; 1999, p1191-1225

7. The Free Dictionary [diakses : 29 Juni 2011]. Diunduh dari :

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Appendix+%28organ%29

8. Hamami, AH, dkk. Usus Halus Apendiks, Kolon, dan anorektum dalam

Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. edisi revisi. Jakarta:

EGC; 2004. 639-646.

9. Mansjoer A, suprohaita, wardhani WI, setiowulan W. Kapita selekta

Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI; 2001.

307-313

10. Appendicitis. National Digestive Diseases Information Clearinghouse.

[Diakses : 24 Juni 2011]. Diunduh dari www.digestive.niddk.nih.gov. pdf

11. Kalesaran LTB. Sistim skor pada diagnosis apendisitis akut. Fakultas

Kedokteran universitas diponegoro. Semarang. 1996.

12. Teicher, Landa B, Cohen M, Kabnick LS, Wise. Scoring system to aid in

diagnoses of appendicitis. Ann Surgery. 1983. p. 753–759

13. Schneider C, Kharbanda A, Bachur R.. Annals of Emergency Medicine.

2007; 49: 778- 784.

20