1 I. PENDAHULUAN Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. 1 Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. 1,2 Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri. 3,4 Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka histerektomi). 5 Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan patobiologi mioma uteri. Tinjauan pustaka ini bertujuan membahas peranan biomolekuler terhadap terjadinya mioma uteri, serta hubungannya dalam penatalaksanaan mioma uteri yang lebih baik.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya.1 Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana
prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi
anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi
(<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas,
disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi.1,2
Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya
hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi
sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan
2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit
hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri.3,4
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial
pada wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang
dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang
paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka
histerektomi).5
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang
paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan
epidemiologi mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan
patobiologi mioma uteri.
Tinjauan pustaka ini bertujuan membahas peranan biomolekuler terhadap
terjadinya mioma uteri, serta hubungannya dalam penatalaksanaan mioma uteri yang
lebih baik.
2
II. PATOLOGI ANATOMI
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah
dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)3
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
3
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern)
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.
4
Gambar 1. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya
A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus
Dikutip dari Gross Karen L,BA 20
III. PATOGENESIS DAN ASPEK BIOMOLEKULER
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Karena mioma
uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada
usia menopause, belum pernah terjadi sebelum menarche, maka diduga penyebabnya
timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen.3
Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak
didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer, de Snoo mengemukan
patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.6
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau
memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan
banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin
growth factor-l,(IGF-l), connexsin-43-Gap function protein dan marker proliferasi.4,7
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel
miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial
maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma
uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom
5
7(del(7)(q 21)/q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri
sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak.2,5
A. Perubahan Sitogenetik Mioma Uteri
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan
penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup
sitogenetik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi
12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang
kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7.8,11 Penting untuk diketahui mayoritas
mioma uteri memiliki susunan kromosom yang normal.
Muncul pertanyaan dari klasifikasi mioma uteri dengan kariotif abnormal,
apakah terdapat hubungan antara genotip tumor dengan fenotip klinis. Beberapa
penelitian telah menunjukan adanya rearrangements karyotype berhubungan dengan
ukuran tumor yang lebih besar sesuai dengan lokasi anatomis.12,13 Arein, dkk
menemukan bahwa tumor dengan delesi kromosom 7 rata-rata lebih kecil dari
daripada tumor dengan penyusunan kembali kromosom 12 (5 vs 8,5 cm), tetapi
ekivalen dengan ukuran tumor yang memiliki kariotip normal (5,4 cm). Hasil-hasil ini
dikonfirmasikan oleh Kernig dkk. Lebih jauh lagi mioma uteri submukosa ditemukan
oleh Brosens dkk13 memiliki perubahan yang lebih sedikit (12%) daripada intramural
(35%) atau tumor subserosa (29%). Tidak ditemukan hubungan antara abnormalitas
sitogenetik dan usia penderita atau paritas.
Beraneka ragam perubahan kromosom ditemukan pada mioma uteri, yang paling
sering terjadi yaitu: translokasi, trisomi dan delesi, menyebabkan mekanisme
pertumbuhan tumor yang multipel, contohnya translokasi dapat juga meningkatkan
atau menurunkan ekspresi gen melalui posisi juxta pada seluruh bagian gen
disamping elemen regular ektopik. Sebagai pilihan translokasi yang menyetop fungsi
seluruh protein atau diterjemahkan ke protein chimeraic novel yang fungsional.
Trisomi biasanya meningkatkan ekspresi gen melalui peningkatan dosis gen, dimana
paling sering terjadi delesi kromosom pada gen kehilangan fungsinya. Maka itu
perbedaan perbedaan tipe abnormalitas kromosom berada pada mioma uteri dapat
6
memprediksikan genetik heterogen apa yang mempercepat perkembangan dan
pertumbuhan tumor. Penelitian-penelitian mengindentifikasikan gen yang berperanan
dalam perubahan sitogenetik ini.
1. Subgrup t (12,14)
Translokasi kromosom yang paling sering pada mioma uteri yaitu, t(12,14)(q14-
q15;q23-q24) diperkirakan terdapat pada 20% mioma uteri dengan perubahan
kariotip.10 Pasangan kromosom 12 lain yang paling sering mengalami translokasi
termasuk kromosom 2,4,22 dan x.15 Bagian q14-q15 pada kromosom 12juga
ditemukan pada tumor mesenkim lainnya seperti; fibroadenoma mammae, polip
endometrium, lipoma dll.
Kloning pada posisi 12q14-q15 dimulai dengan perkembangan high
density physical map dan dihasilkan dari indentifikasi Yeast Artifician
Chromosome (YAC) yang meningkatkan translokasi 12q15 pada mioma uteri
HMGIC, grup protein dengan densitas tinggi yang dipetakan ke kloning YAC ini,
menjadi gen yang berpotensial menarik karena penelitian pada tikus
mengidentifikasikan bahwa HMGIC adalah DNA binding protein yang terlbat
dalam proliferasi seluler dan pada diferensiasi jaringan mesenkim, termasuk
jaringan adiposa. Sebagai contoh, ekspresi HMGIC disebut fenotip pygmy
bermanifestasi pengurangan berat 40% dan pada hipoplasia adiposit, fibroblast
tikus menunjukkan penurunan empat kali lipat aktifitas proliferasi.16 Terlebih lsgi
penelitian molekular telah menemukan ekspresi HMGIC pada mioma uteri
dibandingkan ekspresi yang tidak dapat dideteksi pada miometrium yang normal.
Bagian kromosom 14 terlibat dalam mioma uteri dengan t(12,14) menarik
perhatian karena spesifitasnya pada mioma uteri dibandingkan dengan tumor
mesenkim lainnya, dimana terjadi perubahan HMGIC. Reseptor ß gen estrogen
(ESR 2), yang berada pada lengan panjang kromosom 14 (14q23-24) sangat
berarti karena pertumbuhan mioma uteri responsif terhadap estrogen.
Bagaimanapun lokus ESR 2 dipetakan kira-kira 2 megabas (MB) dari t(12,14) dan
analisis ekspresi tidak mengubah perbedaan transkripsi level ESR 2 antara mioma
uteri dengan dan tanpa t(12,14). Demikian juga ESR 2 tidak terganggu pada
tumor dengan t(12,14) yang dianalisa dengan hibridisasi fluoroscence insitu, dari
7
hasil ini bukan berarti ESR 2 pada mioma uteri disebabkan kesalahan ekspresi
lainnya atau sebagai pasangan translokasi posisi HMGIC pada mioma uteri
dengan t(12,14), namun demikian perkiraan fisiknya ke t(12,14) belum dapat
dibuktikan bermakna sebagai mekanisme yang mendasari patogenesis dan
patologi mioma uteri.
2. Subgrup 6p21
Ketika HMGIC ditemukan terlibat dalam kromosom subgrup 12 pada mioma
uteri, HMGIY segera dikenali sebagai protein mobilitas tinggi berhubungan
dengan HMGIC yang berada di lengan pendek kromosom 6(6p 21) dapat
berperanan dalam perubahan 6p21 pada mioma uteri. Hibridisasi Flourescence
insitu telah mengkonfirmasi bahwa HMGIY terlibat dalam perubahan ini. Lebih
jauh lagi peningkatan ekspresi HMGIY ditemukan pada mioma uteri tanpa
perubahan sitogenetik pada kromosom 6 pada tumor dengan perubahan
kromosom lainnya dan pada tumor dengan kariotip yang normal. Perubahan 6p21,
termasuk translokasi dengan kromosom 1,2,4,10 dan 14 seperti inversi dan
translokasi dengan kromosom lainnya, terjadi <10 % mioma uteri dengan kariotip
yang abnormal.
3. Grup Protein Mobilitas Tinggi
HMGIC dan HMGI(Y) termasuk dalam grup mobilitas tinggi. Protein grup
mobilitas tinggi, jumlah banyak, nonhistone, DNA binding protein yang secara
tidak langsung mengatur aktifitas beraneka DNA dependent, seperti transkripsi,
dengan menyediakan faktor-faktor arsitektur. Protein grup mobilitas tinggi
dikelompokkan berdasarkan fungsinya ke dalam 3 kelas, HMGI/2 HMG-14/HMG
17, HMG I. HMG I terdiri dari 3 protein; HMGI-C berperanan dalam proliferasi
dan diferensiasi sel.
Ikatan protein HMG I dapat menginduksi perubahan DNA, kemudian
mempengaruhi akses protein binding DNA lainnya. Lebih jauh lagi domain c
terminal berinteraksi dengan protein lainnya, contohnya faktor transkripsi.
Dengan cara ini protein HMG I dapat secara tidak langsung transkripsi, contohnya
perubahan yang terjadi diinduksi oleh ikatan HMGI(Y) telah diketahui
menghubungkan transkripsi interferon ß. HMGIY telah terlihat mempengaruhi
8
transkripsi gen lainnya termasuk tumor necrosis factor ß, E Selectin, IL-2
receptor , chemokine, MgSA/GRO, CD44 cell adhesion protein dan sintesis
nitric acid yang dapat direduksi. Akhir –akhir ini level sintese nitric oxide endotel
terlihat dari imunostaining yang secara bermakna lebih tinggi pada sel-sel otot
polos daripada sel otot polos yang normal. Nitric Oxide mempengaruhi
neovaskularisasi tumor yang estrogen dependent. Dapat ditentukan bila ada
korelasi antara ekspresi induksi sintese nitric oxide dan level disregulasi protein
HMGI pada mioma uteri dengan perubahan gen HMGI. Kesamaannya, hubungan
antara ekspresi HMGI dan perubahan ekspresi gen lainnya yang diatur protein
HMGI belum terlihat pada mioma uteri. HMGI(Y) juga dapat menghambat
transkripsi dengan menginterupsi resesi transkripsi histone.
4. Subgrup Del(7)(q22q32)
Delesi kromosom 7, del(7)(q22q32) terdapat pada 17 % mioma uteri dengan
kariotip yang abnormal.
B. Biomolekuler perdarahan pada mioma uteri
Pada penelitian klasik ditemukan perubahan fundamental struktur vaskuler uterus
miomatosus. Dengan kemajuan era molekuler ditemukan mekanisme angiogenesis
pada uterus yang didukung dengan didapatkannya disregulasi Local Vasoactive
growth factor atau growth factor receptors pada miometrium mioma uteri.
Walaupun ekstasia vena merupakan karakteristik kelainan pembuluh darah pada
mioma uteri, kelainan multipel pada arteri, vena dan matriks ekstraseluler (ECM)
disekelilingnya kemungkian juga menjadi penyebab kelainan heterogen ini.
Pengertian disregulasi tidak hanya menerangkan patofisiologi masalah klinis, tapi
juga mengarah ke penatalaksanaan yang inovatif.
Pada siklus menstruasi normal, perubahan siklik estrogen dan progesteron akan
mempengaruhi stroma dan glandular endometrium. Perubahan morfologi glandular
dan stroma ini diikuti dengan perubahan struktur vaskular, dimana perubahan ini
dimulai dari miometrium sampai sampai ke endometrium melepaskan cabang arteri
radialis yang menjadi berkelok-kelok dan disebut arteri spiralis yang masuk ke dalam
endometrium. Arteri spiralistidak seperti arteri basalis peka terhadap estrogen dan
9
progesteron. Menstruasi merupakan fase iskemik dengan karakteristik vasokonstriksi
arteri spiralis ini dan perdarahan terjadi setelah pembuluh darah relaksasi. Komponen
darah termasuk faktor pembekuan dan platelet muncul untuk membentuk bekuan
yang membatasi kehilangan darah sampai regenerasi selesai.
Menurunnya hormon steroid menyebabkan disrupsi sel-sel endometrium dan
extracellular matrix (ECM). Kelainan ekspresi molekul desmoplakin I II, E-cadherm,
dan ß-catenins dan hilangnya F-actin terjadi hanya pada lapisan fungsional pada
peristiwa menstruasi. Apoptosis meningkat perlahan pada fase sekretori di glandular
endometrium dan menyiapkan jaringan untuk disrupsi. Sesudah lapisan fungsional
lepas, terjadi regenerasi dimulai dari basal endometrium, ketika terjadi kontak
langsung dengan miometrium timbul mekanisme dimana growth factor
mempengaruhi regenerasi endometrium pada sistem parakrin.
Proses siklis angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru, pada ovarium dan
uterus sangat unik dan sulit dimengerti. Angiogenesis pada pembentukan tumor
memiliki proses patologi seperti pada penyembuhan luka. Dimana terjadi interaksi
antara pembuluh darah dan ECM disekitarnya. Proses yang terjadi dalam
angiogenesis adalah penghancuran membran basalis, migrasi sel endotel, proliferasi
sel endotel, pembentukan tabung kapiler, diikuti stabilisasi (gambar 2). Degradasi
membran basalis melibatkan stromelysin, kolagen dan enzim-enzim lainnya untuk
menghancurkan elemen ECM. Sel endotel dapat bermigrasi ke ujung pembuluh
darah. Proses migrasi didukung lingkungan yang banyak mengandung kolagen tipe I
dan tipe III dan dirangsang oleh basic fibroblast growth factor (bFGF). Protein ECM
ini juga muncul dan berperanan penting dalam proses proliferasi. Pembentukan lumen
dan stabilisasi juga dipengaruhi komponen ECM.
10
Gambar 2. Komponen ECM, kolagen IV dan V, serta laminin dihubungkan dengan basal membran dan
masuk kedalam suatu tempat yang banyak mengandung kolagen interstitial I,III, dan fibronektin
yang membantu proses migrasi. Proliferasi terjadi 24 jam setelah migrasi. Angiogenik ini
mengadakan vakuolisasi untuk membentuk lumen kapiler. Ketika proses stabilisasi tuba terjadi,
membran basalis baru terbentuk disekitar kapiler
Dikutip dari Gross Karen L,BA20
Diperkirakan 30% wanita mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau
menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini
berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau karena
meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadinya perubahan struktur vena pada
endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari
miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang
11
stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada
mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi
potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factors atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal. Telah jelas bahwa ada perbedaan sejumlah gen pada
mioma uteri dengan miometrium yang normal. Terdapat peningkatan reseptor estrogen
dan progesteron serta enzim aromatase pada mioma uteri dibandingkan dengan
miometrium. Mioma uteri juga meningkatkan reseptor insulin like growth factor (IGF-I)
dan mRNA IGF-II dan telah meningkatkan TGF-ß3 enam kali lipat dibandingkan dengan
miometrium. Selain itu didapatkan juga peningkatan mRNA dan protein for parathyroid
hormon related protein (PTHrP) dan bFGF (Weir dkk,1994;Mangrulkar dkk,1995)
Protein yang ada pada mioma uteri mengalami fase siklus menstruasi yang
spesifik lebih banyak dibanding miometrium yang normal. Laboratorium telah
menunjukkan mRNA kolagen tipe I dan kolagen tipe III meningkat relatif pada mioma
uteri hanya terjadi pada fase proliferatif siklus epidermal Growth Factor (EGF) mRNA
telah terlihat meningkat relatif pada fase luteal siklus dibandingkan dengan miometrium
(Harrison-Woolrych dkk,1994). Penelitian terbaru mengatakan bahwa reseptor EGF
dapat diturunkan pada mioma uteri sejak penelitian lain yang berkaitan menyatakan
adanya penurunan ikatan tersebut pada mioma uteri dibandingkan miometrium normal.
Faktor-faktor pertumbuhanataupun reseptornya yang diregulasi berbeda pada
mioma uteri atau endometrium uterus miomatosus, merupakan mediator yang potensial
pada mioma uteri yang disertai komplikasi. Faktor-faktor yang diregulasi berbeda, yang
telah diketahui berperanan pada jaringan vaskuler dengan cara meningkatkan proliferasi
atau perubahan kapiler pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan mioma uteri
dengan gejala menoragia. Faktor-faktor yang memenuhi semua kriteria termasuk basic