Top Banner
ISOLASI KAFEIN DARI TEH HIJAU DAN TEH HITAM Laporan Praktikum Organik Lanjut Disusun Oleh: Dian Anggreani (07109200xx) Ari Widiagarini (07109200xx) Novelia Kharisma E. (0710920021) Nugroho Bomo P. (0710920025) Zahra Ramadhany H. (0710920027) Almarita Indah N. (0710920028) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
49

Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Jun 23, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

ISOLASI KAFEIN DARI TEH HIJAU DAN TEH HITAM

Laporan Praktikum Organik Lanjut

Disusun Oleh:

Dian Anggreani (07109200xx)

Ari Widiagarini (07109200xx)

Novelia Kharisma E. (0710920021)

Nugroho Bomo P. (0710920025)

Zahra Ramadhany H. (0710920027)

Almarita Indah N. (0710920028)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2010

Page 2: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Teh

Tanaman teh berasal dari negara Cina, dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis, seperti India,

Sri Lanka, Kenya, Uganda, Turki, Argentina, dan masuk ke Indonesia pada tahun 1690 (Leung, 1980).

Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara serta di

berbagai lapisan masyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara di dunia, sedangkan teh

hijau di produksi kurang lebih di 22% negara di dunia. Selain itu di negara-negara Barat, lebih dari setengah

asupan flavonoid berasal dari teh hitam (Tuminah, 2004).

Gambar :Fandi, khasiat the hijau,2010, http://fandi.student.umm.ac.id/category/kesehatan

Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987) dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh

Camellia sinensis O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Page 3: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis

Varietas : Assamica

Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: teh hijau, teh

hitam dan teh oolong (Tuminah, 2004).

1. Teh Hijau

Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh diperlakukan dengan panas

sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada pemanasan dengan suhu

85 °C selama 3 menit, aktivitas enzim polifenol oksidase tinggal 5,49 %. Pemanggangan (pan

firing) secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanggangan dengan

mesin suhunya sekitar 220-300 °C. Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan

flavor yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara

pemberian uap panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.

Gambar . via, 2009, Miracle, http://via-christ.blogspot.com/2009/11/udah-pada-tahu-

belum-manfaat-dari-teh.html

Page 4: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Gambar , patomi, 2008, Ini Teh…, http://patomi.wordpress.com/2008/10/15/ini-teh…/

2. Teh Hitam

Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal ini fermentasi tidak

menggunakan mikrobia sebagai sumberenzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol

oksidase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, katekin (flavanol)

mengalami oksidasi dan akan menghasilkan thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut: daun

teh segar dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling sehingga sel-sel

daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu sekitar 22-28 °C dengan kelembaban

sekitar 90 %. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir; biasanya dilakukan

selama 2-4 jam. Apabila proses fermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai kadar

air teh kering mencapai 4-6%.

Gambar. Tumiel, 2009, Teh Hitam Cegah Sakit Jantung, Kanker dan Diabetes,

http://tumiel.wordpress.com/category/uncategorized/

Page 5: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Gambar. Tim sehat HNI, 2010, Teh Hitam Kurangi Risiko Jantung,

http://www.hermawan.net/index.php?action=news.detail&id_news=4399

3. Teh Oolong

Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan baku khusus, yaitu

varietas tertentu yang memberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu, kemudian

dipanaskan pada suhu 160-240 °C selama 3-7 menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya

digulung dan dikeringkan.

Gambar. Joker, 2009, manfaat minum teh,

http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-minum-teh.html

Selain dari jenis 3 teh diatas, terdapat juga jenis teh yang lain yaitu teh putih. Teh ini dalam

pengolahannya tidak melalui proses oksidasi. Saat di pohon, daun teh juga terlindung dari sinar

matahari agar tidak menghasilkan klorofil atau zat hijau daun. Karena diproduksi lebih sedikit, harganya

lebih mahal (Joker, 2009, manfaat minum teh, http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-

minum-teh.html).

Page 6: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Gambar . Joker, 2009, manfaat minum teh,

http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-minum-teh.html.

Berikut ini merupakan komposisi dari teh hijau (Tuminah, 2004):

No. Komponen % Berat Kering

1. Kafein 7,43

2. Epicatechin 1,98

3. Epicatechin gallat 5,20

4. Epigallocatechin 8,42

5. Epigallocatechin gallat 20,29

6. Flavonol 2,23

7. Theanin 4,70

8. Asam glutamate 0,50

9. Asam aspartat 0,50

10. Arginin 0,74

11. Asam amino lain 0,74

12. Gula 6,68

13. Bahan yang dapat mengendapkan alcohol 12,13

14. Kalium (potassium) 3,96

Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi dari teh hitam (Tuminah, 2004):

Page 7: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

No. Komponen % Berat Kering

1. Kafein 7,56

2. Theobromin 0,69

3. Theofilin 0,25

4. Epicatechin 1,21

5. Epicatechin gallat 3,86

6. Epigallocatechin 1,09

7. Epigallocatechin gallat 4,63

8. Glikosida flavonol Trace

9. Bisflavanol Trace

10. Asam Theaflavat Trace

11. Theaflavin 2,62

12. Thearubigen 35,90

13. Asam gallat 1,15

14. Asam klorogenat 0,21

15. Gula 6,85

16. Pektin 0,16

17. Polisakarida 4,17

18. Asam oksalat 1,50

19. Asam malonat 0,02

20. Asam suksinat 0,09

21. Asam malat 0,31

22. Asam akonitat 0,01

23. Asam sitrat 0,84

24. Lipid 4,79

25. Kalium (potassium) 4,83

26. Mineral lain 4,70

27. Peptida 5,99

28. Theanin 3,57

29. Asam amino lain 3,03

30. Aroma 0,01

Page 8: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2.1.2 Kafein

Kafein adalah derivat xantinselain teofiln dan aminofilin yang merupakan dioksi purin dengan

struktur mirip dengan asam urat (Ganiswara dkk,1995). Pembuatan asam urat dalam tubuh, yang

merupakan hasil metabolisme puren yang diawali dengan pembentukan xantin yang diubah oleh enzim

xantin oxidase menjadi asam urat (Harper,1979). Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam famili

methylxanthine bersama-sama senyawa teofilin dan teobromin. Kafein ialah serbuk putih yang pahit.

Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam

air) (Siswono, 2007) :

Gambar 1. Struktur Molekul Kafein (NCyberAutism, 2008, Kafein,

http://www.egamesbox.com/viewthread.php?action=printable&tid=5137)

Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di dalam makanan contohya biji kopi, teh,

biji kelapa, buah kola (Cola nitida), guarana, dan maté. Ia terkenal dengan rasanya yang pahit dan berlaku

sebagai perangsang sistem saraf pusat, jantung, dan pernafasan. Kafein juga bersifat diuretik (dapat

dikeluarkan melalui air kencing) (Anonim1,2006)

Kafein adalah zat yang secara alamiah diproduksi dedaunan dan biji-bijian tumbuhan. Kafein juga

diproduksi secara artificial dan ditambahkan kedalam beberapa produk makanan. Kafein terdapat didalam

daun teh, biji kopi, coklat, obat penghilang rasa sakit. Pada minuman ringan juga sering ditambah kafein.

Kafein merupakan zat stimulant ringan yang dapat menyebabkan jantung menjadi berdebar dan

menghilangkan rasa kantuk. Banyak orang yang setelah mengkonsumsi kafein menjadi lebih energetic dan

besemangat. Dalam bentuk aslinya, kafein itu rasanya sangat pahit. Namun banyak minuman yang

memakai kafein telah melalui proses yang panjang untuk mengklamufase rasa pahit tersebut. Pada soft

drink selain terdapat kafein, juga terdapat gula dan zat artifisial lainnya (P.T Indointernet,2000).

Berbeda dengan kopi yang mempunyai kandungan kafein lebih tinggi, kandungan kafein teh sekitar

sepertiga kandungan kafein di kopi, yaitu sekitar 25,5 mg hingga 34 mg per 170 mL.Beberapa faktor yang

Page 9: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

mempengaruhi kandungan kafein dalam teh adalah jenis daun, iklim, kondisi topografi, tempat tumbuh

teh, dan proses pengolahan (Anonim2,2007).

2.1.3 Metode Isolasi

2.1.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa

dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan, Jika kedua fasa tersebut adalah zat cair

yang tidak saling bercampur, disebut ekstraksi cair-cair. Dalam ekstrasi ini secara umum prinsip

pemisahannya adalah senyawa tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam

pelarut yang lain. Biasanya air digunakan sebagai pelarut polar, pelarut lainnya adalah pelarut yang tidak

bercampur dengan air. Syarat lainnya adalah pelarut organik harus memiliki titik didih jauh lebih rendah

daripada senyawa terekstrasi, tidak mahal dan tidak bersifat racun (Anonim3,2009).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut merupakan salah satu metode pemisahan yang baik dan

populer karena dapat dilakukan untuk tingkat mikro maupun makro. Ekstraksi terdiri dari dua macam yaitu

ekstraksi padat-cair dan cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu pemisahan yang didasarkan pada

perbedaan kelarutan komponen dua pelarut yang tidak saling bercampur. Alat yang digunakan adalah alat

yang sederhana yaitu corong pisah. Pelarut yang umumnya digunakan dalam suatu ekstraksi adalah n-

heksana, eter, petroleum eter, benzene, toluene, dan kloroform( Day dan Underwood, 1989).

Pada proses pengisolasian kafein dari daun teh, digunakan beberapa metode ekstraksi yaitu (Basset, J. dkk,

1994):

a. ekstraksi padat cair

Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian

dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat

dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi

berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga

digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. Teh yang telah diukur beratnya, dimasukan

dalam beaker glass ditambah dengan natrium karbonat dan air kemudian dididihkan diatas pemanas

air sampai mendidih.

b. ekstraksi cair-cair

Page 10: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Ekstraksi cair-cair senyawa kafein dilakukan dengan kloroform didalam corong pisah,

kemudian dikocok, pengocokan tidak boleh terlalu keras untuk menghindari terbentuknya emulsi.

digunakan kloroform karena kafein mempunyai koefisien distribusi di kloroform lebih besar daripada

di air. Sedangkan digunakan corong pisah adalah untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika optimalisasi model dan pengoperasian proses ekstraksi adalah

(Anonim4,2006):

a. Pemilihan Pelarut

Kemampuan pelarut dalam ekstraksi berbeda, tergantung pada struktur kimianya dan struktur

kimia zat terlarut.

b. Pemilihan Kondisi

Tergantung pada proses ekstraksi alami, suhu, pH, dan waktu pendiaman mengakibatkan pada

hasil dan selektifitas. Suhu dapat juga digunakan sebagai variabel untuk mengubah selektifitas.

Perubahan pH berari pada ekstraksi logam dan bio ekstraksi. Waktu pendiaman sangat penting

sebagai parameter dalam proses ekstraksi reaktif dan dalam proses yang melibatkan komponen

yang berumur pendek.

c. Pemilihan Model Operasi

Ekstraktor dapat dioperasikan dalam model erros current or counter current.

d. Pemilihan Tipe Ekstraktor

Ekstraktor dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Mixer-settlers, kebanyakan digunakan dalam industri logam dimana intensitas pencampuran

dan lamanya waktu pendiaman diperlukan dalam proses ekstraksi reaktif

Centrifugal Devices

Centrifugal Contractor (static)

Column Contractor (agitated)

Page 11: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Gambar. Corong pisah, (heruanto, 2010, Corong Pisah Kimia,

http://lain-lain.iklanmax.com/2010/02/11/corong-pisah-kimia.html)

2.1.3.2 Sublimasi

Sublimasi adalah perubahan fase suatu zat langsung dari fase padat ke fase gas tanpa melalui fase

cairnya dan bila didinginkan akan langsung berubah menjadi fase padat kembali. Senyawa padat yang

dihasilkan akan lebih murni daripada senyawa padat semula karena saat dipanaskan hanya senyawa

tersebut yang menyublim, kotoran tetap tinggal dalam tabung ( Sudja, 1990 ).

Padatan kafein hasil ekstraksi dimurnikan melalui proses sublimasi yaitu padatan kafein

dimasukkan dalam tabung sublimator, kemudian tabung tersebut ditanamkan dalam pasir untuk

dipanaskan dengan kondensor yang telah dipasang dalam tabung sublimator. Pada metode ini harus vakum

dimana pada proses ini terjadi suatu perubahan senyawa dari fase padat ke fase padat kembali tanpa

melewati fase cair. Pada saat pemanasan berlangsung kondensor dialiri air agar kafein yang berubah

menjadi uap kembali ke bentuk padatnya ( Williamson, 1999).

Cara kerja sublimasi adalah zat yang akan disublimasi dimasukkan dalam cawan / gelas piala untuk

keperluan sublimasi, ditutup dengan gelas arloji, corong / labu berisi air sebagai pendingin, kemudian

dipanaskan dengan api kecil pelan – pelan. Zat padat akan menyublim berubah menjadi uap, sedangkan zat

pencampur tetap padat. Uap yang terbentuk karena adanya proses pendinginan berubah lagi menjadi

padat yang menempel pada dinding alat pendingin. Bila sudah tidak ada lagi zat yang menyublim,

dihentikan proses pemanasan dan dibiarkan dingin supaya uap yang terbentuk menyublim semua

kemudian zat yang terbentuk dikumpulkan, dikerok dan diperiksa kemurniannya. Bila kurang murni ulang

proses sublimasi sampai didapatkan zat yang murni ( Sudja, 1990 ).

Page 12: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Gambar, anonim6, 2010, www.erowid.org/library/books_onl...ys.shtml

2.1.3 Metode Identifikasi

2.1.3.1 Titik Lebur

Pada umumnya suat senyawa organik yang berbentuk kristal memiliki suatu titk lebur yang

tertentu dan tepat. Suhu tetap disaat zat padat berada dalam keseimbangan dengan fase cairnya pada

tekanan standart. Disaat suhu itulah zat padat akan melebur. Zat-zat padat ionik umumnya memiliki titk

leleh tinggi, jauh lebih tinggi dari titk leleh zat padat yang gaya-gayanya kovalen. Range titik lebur

(perbedaan antara temperatur dimana kristal tersebut mulai melebur dan temperatur dimana sampel

menjadi cairan sempurna) tidak lebih dari 0,5ºC. Titik lebur dipengaruhi oleh hadirnya zat-zat pencemar

yang akan menekan titik leleh, serta kriteria kemurnian. Sedikit saja diintervensi oleh impuritis sudah

mampu memperlebar irayel, titik leburnya menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih

rendah/tinggi dari pada titik lebur sebenarnya (Arsyad,2001)

Metode ekspeimennya dalam beberapa penggunaan adalah memanaskan sejumlah kecil substansi

dalam pipa kapler yng dimasukan kedalam melting point apparatus yang sesuai dan menentukan

temperatur dimana peleburan terjadi (Vogel,1994).

2.1.3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa

murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat

yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (Anonim5, 2009).

Page 13: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang

seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina)

merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang

mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak

merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai ( Jim, Clark, 2007).

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-

lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk

mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,

identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Anonim5, 2009).

Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.

Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi–pereaksi yang

lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk

identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa

standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan

jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Jim

Clark, 2007).

Cara kerja kromatografi lapis tipis adalah (Anonim5, 2009)

a. Fase diam-jel silika

Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen

dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada

gugus -OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini

menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya

gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya,

sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.. Fase diam lainnya yang biasa

digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -

OH. Jel silica yang digunakan, dapat diganti dengan alumina.

b. Senyawa-senyawa pemisah dari Kromatogram

Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa

dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak

pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.

Page 14: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Faktor yang mempengaruhi cepatnya senyawa-senyawa bergerak ke atas lempengan adalah (Jim

Clark, 2007):

Kelarutan senyawa dalam pelarut. Tergantung pada besar atraksi antara molekul-molekul senyawa

dengan pelarut.

Senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika.

Hal tersebut tergantung pada besarnya interaksi antara senyawa dengan jel silika. Senyawa yang

dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya yang

mengalami interaksi van der Waals. Sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa ini terserap lebih kuat dari

senyawa yang lainnya. Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat

larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan interaksi antara senyawa

dengan jel silika. Interaksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting karena hal ini akan

mempengaruhi mudahnya suatu senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika. Penyerapan

pada kromatografi lapis tipis bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara

yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut.

Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam

pelarut. Ketika senyawa diserap pada jel silika untuk sementara waktu proses penyerapan berhenti dimana

pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak

yang ditempuh ke atas lempengan. Hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik

ketika anda membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik

termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut.

Dalam metode kromatografi ini masalah penting yang perlu diperhatikan adalah pemilihan fase

gerak (eluen) dan fase diam (padatan penyerapan) yang digunakan sehingga menghasilkan suatu

pemisahan yang terbaik. Sifat–sifat senyawa yang dipisahkan, menentukan bahan penyerap yang

digunakan dari fase gerak yang dipilih. Masing–masing komponen yang mempunyai sifat yang khas dalam

hal kelarutan maupun daya serapnya, tergantung dari gugus yang dimilikinya. Fase diam yang sangat polar

akan mengikat senyawa–senyawa polar dengan kuat. Fase gerak biasanya kurang polar dari bahan

penyerap dan dengan mudah melarutkan komponen yang kurang polar bahkan non polar. Jika pelarut yang

digunakan bersifat non polar, komponen yang sangat polar akan bergerak naik ke atas dengan pelan atau

tidak bergerak sama sekali. Sedangkan komponen non polar akan bergerak lebih cepat (Gritter,et all,1991).

Page 15: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Parameter dalam analisis KLT adalah harga Rf ( Retardation factor) yang dirumuskan sebagai

berikut (Sastrohamidjojo,1985):

Harga Rf= jarak yang ditempuh oleh senyawajarak yang ditempuh oleh pelarut

Harga Rf senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa standart. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi harga Rf adalah (Sastrohamidjojo,1985):

1. JumLah cuplikan yang ditotolkan, jika terlalu banyak akan memberikan tendensi penyebaran noda-

noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor, sehingga menimbulkan kesalahan dalam

perhitungan Rf

2. derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembang

3. kemurnian eluen

4. perbandingan yang tepat dari eluen bila digunakan eluen campuran

5. ukuran partikel, rata-rata dan tidak adanya penyerap

6. suhu, dimana sebaiknya pemisahan dilakukan pada suhu yang tetap untuk mencegah perubahan-

perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan penguapan atau perubahan-perubahan fase.

Fase diam yaitu sebuah matriks spesial yang berdasar halus (gel silika, alumina, atau bahan sejenis)

yang dilapiskan pada plate kaca, logam atau film plastik sebagai lapis tipis (0,25 nm). Dalam penambahan

bahan pengikat seperti gipsum dicampurkan dalam fase diam untuk membuatnya batangan supaya mudah

dipasang. Dalam beberapa kasus, bubuk fluorescen di campurkan dalam fase diam untuk

menyederhanakan visualisasi selanjutnya (berwarna hijau terang ketika dikenai sinar UV pada 254 nm)

(Anonim5, 2008). Kromatografi lapis tipis dapat ditunjukkan pada gambar 3 (( Jim, Clark, 2007))

Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis

Page 16: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2.1.3.3 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada interaksi antara energi elektromagetik dengan moleku l.

Interaksi tersebut menyebabkan penyerahan energi radiasi elektromagnetik, dimana serapan ini bersifat

spesifik untuk setiap molekul tersebut (suatu aspek kualitatif). Disamping itu banyaknya serapan

berbanding lurus dengan banyaknya zat kimia (aspek kuantitatif) (Pescock, et all,1970).

Gugus yamg diserap pada daerah UV adalah kromofor yang menyatakan gugus tak jenuh kovalen

yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV dan tampak. Penyerapan sejumLah energi menimbulkan

percepatan dari elektron dalam orbital berenergi yang lebih tinggi dalam keadaan tereksitasi

(Sastrohamidjojo, 1985).

Radiasi UV-Vis berada pada daerah panjang gelombang 200-700 nm, dimana absorbansi molekul

dalam daerah ini sangat tergantung struktur elektronik dari molekul-molekul itu sendiri. Energi yang

diserap tergantung pada perbedaan energi antara tingkat energi dasar dengan energi tingkat eksitasi,

makin kecil beda energi maka semakin besar panjang gelombang dari molekul tersebut (Sastrohamidjojo,

1985).

2.1.3.4 Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi

molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm

atau pada Bilangan Gelombang 13.000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh

James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik,

artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah

rambatan (Febri, 2007). Spektroskopi Infra Merah merupakan teknik analisis kimia yang metodenya

berdasarkan pada penyerapan sinar infra merah (IR) oleh molekul senyawa. Panjang gelombang IR

tergolong pendek, yakni sekitar 0.78-1000 µm, sehingga tidak mampu mentransisikan elektron, melainkan

hanya menyebabkan molekul bergetar (vibrasi) (Khopkar, 1984).

Semakin rumit struktur suatu molekul, semakin banyak bentuk-bentuk vibrasiyang mungkin terjadi.

Akibatnya kita akan melihat banyak pita-pita absorbsi yang diiperoleh pada spektrum IR. Perlu diketahui

bahwa atom-atom dengan massa rendah cenderung lebih mudah bergerak dari pada atom yang massanya

lebih tinggi. Contohnya vibrasi yang melibatkan atom hidrogen sangat berarti (Hendayana, 1994).

Page 17: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Bagian Molekul yang sesuai bila berinteraksi dengan sinar IR adalah ikatan di dalam molekul. Proses

interaksi menghaslkan proses interaksi energi vibrasi. Dalam aturan seleksi, proses interksi positif (yang

menyerap sinar IR hanya terjadi pada molekul yang perubahan momen dipolnya sama dengan nol misalnya

nitrogen tidak menyerap sinar IR atau disebut IR tidak aktif (Hendayana, 1994).

Mula-mula sinar infra merah dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian

dilewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (Stay radiation). Berkas

ini kemudian didispersikan melalui prisma atau grating. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut

dapat difokuskan pada detector yang akan mengubah berkas sinyal menjadi sinyal listrik yang selanjutnya

direkam oleh detektor (Khopkar, 1984).

Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometri FTIR memiliki dua kelebihan utama

dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu (Febri, 2007):

1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis

dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi

yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).

2.2 Tinjauan Bahan

2.2.1 Kloroform

Merupakan larutan tak berwarna yang sangat reaktif, volatine dan berbau khas. Titik didih 61,2 °C,

densitas 1,48 gr/mL, Konstanta dielektrik 4,806 dapat larut dalam alcohol, eter dan benzen, sedikit larut

dalam air, tidak mudah terbakar, terbakar padasuhu yang tinggi. Berbahaya untuk peernafasan, anestesi,

karsinogen. Digunakan sebagai pelarut, industri plastik, insektisida dan fumigant ( Sax and Lewis, 1987 ).

2.2.2 Na2CO3

Serbuk putih yang menggumpal jika berada di udara akibat pembentukan hidrat. Larut di air tidak

larut dalam alkohol. Memiliki densitas 1,55 dan kehilangan air 109 °C, titik lelehnya 851 °C. Senyawa ini

dapat dibuat melalui prose Sulvay atau proses kristalisasi yang cocok dari sejumlah endapan alami.

Digunakan dalam fotografi, pembersihan, pengendalian pH air dan pengawetan tekstil, kaca, sebagai aditif

pangan serta reagen volumetrix ( Sax and Lewis, 1987).

Page 18: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2.2.3 Na2SO4 anhidrat

Merupakan bubuk kristal putih yang tidak berbau, berasa pahit, larut dalam air dan gliserol, tidak

larut dalam alkohol dan tidak mudah terbakar. Densitas 2,671 gr/mL, titik lelehnya 888 °C. Digunakan

dalam industri pembuatan kertas, papan kertas, aditif makanandan gelas ( Sax and Lewis, 1987 ).

2.2.4 Aquades

Merupakan larutan elektrolit lemah, cairan tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, bersifat

polar dengan konstanta dielektrik 81 pada suhu 17 °C. Viskositas 0,01002 poise. Digunakan sebagai pelarut

universal ( Sax and Lewis, 1987 ).

2.2.5 Etanol

Merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna,dan memiliki rumus

molekul C2H5OH, densitas 0,789 g/cm3, titik leleh -114,3 °C dan titik didih 78,4° C (Sax and Lewis, 1987).

2.2.6 Asam Asetat Glasial

Merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COOH, termasuk cairan higroskopis tak

berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Digunakan sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam

makanan (Sax and Lewis, 1987).

2.3 Tinjauan Hasil

2.3.1 Kafein

Kafein adalah komponen minor dari sejumLah makanan termasuk kopi, teh, soft drink dan coklat.

Merupakan stimulan yang bertindak sebagai “Appatite Suppresant” dan efek “Diuretic”. Kafein

diklafisifikasikan sebagai alkaloid. Dapat diisolasi dari tanaman. Ekstraknya harus memperhatikan

keasaman, ekstraksi kafein kedalam pelarut organik dan anion pada lapisan air (Williamson, 1999).

Kafein dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan termasuk jenis

alkaloida. Nama lengkap kafein adalah 3,7-dihydrotrimethyl-1H-purine-2,6-dione. Bentuk alami kafein

adalah kristal putih, prisma heksagonal, dan berbobot molekul 194,19 dalton. Kafein memiliki titik leleh

238oC dan mengalami sublimasi pada suhu 178oC (Anonim1, 2006).

Page 19: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB III

METODOLOGI

3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain teh hijau dan the hitam, aquadest, Na2CO3, Na2SO4

anhidrat, kloroform, etanol, asam asetat glacial, serta pasir silica.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, spatula, gelas beaker 500 ml, corong Buchner,

corong pisah, botol semprot, serangkaian alat sublimator, serangkaian alat kondensor, gelas arloji, pipit

ukur 10 ml, karet penghisap, water bath, spektrofotometri UV –Vis, spektrofotometri IR, melting point

apparatus, dan kromatografi lapis tipis.

3.3 Skema Kerja

3.3.1 Ekstraksi Kafein

Daun Teh

- Ditimbang sebanyak 50 – 60 gram dengan neraca analitik- Dimasukan ke dalam 500 mL air yang mendidih dalam beaker glass- Ditunggu selama kurang lebih 10 menit- Disaring

Filtrat Residu

- Ditambahkan 100 mL Pb(CH3COO)2 10 % sambil diaduk- Disaring dengan penyaring Buchner

Filtrat Residu

- Diuapkan hingga tersisa 100 mL- Didinginkan

Filtrat Dingin

- Diekstrak dengan 25 mL Kloroform sebanyak 3 kali

Cairan Ekstrak

- Ditambahkan Na2SO4 anhidrit sedikit- Disaring

Page 20: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Filtrat Residu

- Dipanaskan dalam water bath

Padatan Kafein

- Ditimbang- Dilakukan perhitungan

Prosentase Kafein Kasar

3.3.2 Proses Sublimasi

Padatan Kafein

- Ditimbang sebanyak 20 – 30 gram dengan neraca analitik- Dimasukan pada tabung dasar diluar tabung kondensor

Padatan Kafein Dalam Rangkain Alat

- Dialiri air es pada kondensor- Dicelupkan pada penangas minyak sedalam 2 – 2,5 cm- Dibiarkan hingga dingin

Padatan Pada Tabung Kondensor

- Dikerok- Ditimbang dengan neraca analitik- Dilakukan perhitungan

Prosentase Kafein Murni

3.3.3 Identifikasi Kafein

3.3.3.1 Uji Fisik

Padatan Kafein Murni

- diambil sedikit- dimasukan ke dalam pipa kapiler- ditentukan titik leburnya dengan melting point apparatus

Hasil

Page 21: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

3.3.3.2 Identifikasi dengan Spektrofotometri UV-Vis

0,01 g Padatan Kafein

- dilarutkan dalam 10 mL kloroform

Larutan Kafein

- dimasukan dalam kuvet- dibuat spectrum pada daerah 200 – 800 nm- dibuat spectrum untuk kafein standard

Hasil

3.3.3.3 Identifikasi dengan Spektrofotometri Infra Merah

Padatan Kafein

- Digerus dengan mortar hingga halus

- Dicampur dengan serbuk KBR (KBr : Kafein = 3:1)

Campuran Kafein + KBr

- dimasukan diantara dua plat baja mengkilat (micro pellet) menggunakan spatula

Alat Pembuat Pellet

- dihubungkan dengan pompa vakum menggunakan selang karet

- dimulai pemvakuman dengan pompa hidrolik selama ± 10 – 20 menit

- dimatikan pompa vakum dan dilepaskan selang karet

- dikurangi tekanan hingga micro pellet dapat dikeluarkan dari system pompa hidrolik

Mikro pellet

- ditekan keluar pellet KBr dalam silinder secara pelan-pelan melalui tongkat tekan pompa

hidrolik

- dijepit dengan pellet holder

- dimasukan ruang sampel

- dianalisis

Hasil

Page 22: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Pengamatan

4.1.1 Teh Hijau

Tanggal No. Perlakuan Pengamatan15-4-10 1. Dimasukkan 500 mL akuades ke

dalam beaker glass.Akuades dalam beaker glass.

2. Ditimbang teh hijau sebanyak 60 gram.

Teh hijau berupa daun kering berwarna hijau pucat.

3. Dididihkan akuades di atas penangas.

Akuades mendidih.

4. Dimasukkan teh hijau ke dalam akuades yang telah mendidih sambil diaduk.

Filtrat berwarna merah bata.

5. Didiamkan selama 15 menit. Filtrat menjadi hangat.6. Disaring menggunakan corong

buchner.Teh dan filtrat terpisah, filtrat berwarna cokelat muda sebanyak ± 250 mL.

22-4-10 7. Disaring menggunakan corong buchner karena masih terdapat endapan.

Endapan dan filtrat terpisah, filtrat berwarna cokelat muda sebanyak ± 250 mL.

8. Ditambahkan 5,284 gram Na2CO3

pada filtrat.Warna filtrat menjadi cokelat pekat dan aroma berubah.

9. Disaring menggunakan corong buchner.

Warna filtrat tidak berubah, tetapi masih terdapat endapan yang tersaring di kertas saring. Filtrat yang diperoleh < 250 mL.

29-4-10 10. Diuapkan di atas penangas. Diperoleh filtrat berwarna cokelat pekat sebanyak ± 160 mL.

5-5-10 11. Diuapkan di atas penangas. Diperoleh filtrat berwarna cokelat pekat sebanyak ± 100 mL.

6-5-10 12. Diekstraksi 4 x 30 mL kloroform menggunakan corong pisah kemudian didiamkan dan dipisahkan antara fasa air dan fasa organik.

Ketika kloroform ditambahkan ke dalam filtrat terbentuk 2 fasa, yaitu fasa organik (kloroform) pada bagian bawah dan fasa air (filtrat) pada bagian atas. Setelah dikocok dan didiamkan, diperoleh kembali 2 fasa tersebut. Kemudian dipisahkan antara fasa air dan organik, dimana fasa organik tidak berwarna. Hal ini dilakukan sebanyak 4 kali. Pada ekstraksi ketiga dan keempat, hanya sedikit fasa organik yang terpisah dalam corong pisah, fasa organik berbusa. Fasa organik dan fasa air disimpan dalam botol yang berbeda.

7-5-10 13. Didiamkan dan dipisahkan kembali Fasa organik (kloroform) dan fasa air

Page 23: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

fasa air dalam corong pisah karena masih terdapat fasa organik.

(filtrat) terpisah, fasa organik bening sedangkan fasa air berwarna cokelat kehitaman. Fasa organik yang terpisah dicampurkan dengan fasa organik yang telah diperoleh sebelumnya.

14. Ditambahkan 1 gram Na2SO4

anhidrat ke dalam ekstrak teh hijau (fasa organik) sambil diaduk.

Ekstrak teh bening sedangkan padatan Na2SO4 berwarna putih kecokelatan dan tidak larut.

15. Didekantasi. Filtrat dan endapan terpisah, filtrat tak berwarna dan endapan berwarna putih kecokelatan.

16. Dipanaskan dalam lemari asam. Filtrat menguap, terbentuk padatan kasar berwarna putih.

17. Didinginkan dan ditimbang. Berat total : 99,94 gramBerat beaker glass: 99,55 gramBerat padatan kasar : 0,39 gram

12-5-10 18. Disublimasi menggunakan subli-mator dengan memasukkan padatan kasar ke dasar tabung di luar tabung kondensor kemudian dialiri kondensor dengan air dan dicelupkan tabung ke dalam pasir.

Diperoleh kristal berwarna putih yang sebagian menempel pada tabung kondensor.

19. Ditimbang. Berat total : 5,84 gramBerat botol sampel : 5,64 gramBerat kafein : 0,20 gram

20-5-10 20. Dimasukkan sedikit kafein ke dalam pipa kapiler untuk diuji titik lelehnya.

Titik leleh kafein 180 C.

21. Dibuat larutan pengembang dengan komposisi kloroform : asam asetat glasial : etanol 2:4:4 dan didiamkan selama 1 hari.

Larutan pengembang bening.

22. Dilakukan uji menggunakan spektroskopi IR pada padatan kafein.

Diperoleh spektrum dari padatan kafein yang telah diisolasi.

21-5-10 23. Dilarutkan 0,01 gram kafein dalam 10 mL kloroform.

Kafein larut dalam kloroform.

24. Dilakukan uji menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada larutan kafein.

Diperoleh spektrum.

25. Diteteskan larutan kafein menggunakan pipa kapiler pada batas bawah kertas saring kemudian dimasukkan dalam larutan pengembang dan dilihat nodanya menggunakan sinar UV (uji KLT).

Tidak terdapat noda pada kertas saring.

Page 24: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

26-5-10 26. Dibuat larutan pengembang dengan komposisi kloroform : asam asetat glasial : etanol 3:4:3 dan 2:5:3 dan didiamkan selama 1 hari.

Larutan pengembang bening.

27-5-10 27. Diteteskan larutan kafein menggunakan pipa kapiler pada batas bawah kertas saring kemudian dimasukkan dalam larutan pengembang dan dilihat nodanya menggunakan sinar UV (uji KLT).

Tidak terdapat noda pada kertas saring.

4.1.2 Teh Hitam

Tanggal No. Perlakuan Pengamatan15-4-10 1. Dimasukkan 500 mL akuades ke

dalam beaker glass.Akuades dalam beaker glass.

2. Ditimbang teh hitam sebanyak 60 gram.

Teh hitam berupa serbuk kasar berwarna hitam.

3. Dididihkan akuades di atas penangas.

Akuades mendidih.

4. Dimasukkan teh hijau ke dalam akuades yang telah mendidih sambil diaduk.

Filtrat berwarna hitam.

5. Didiamkan selama 15 menit. Filtrat menjadi hangat.22-4-10 6. Disaring menggunakan corong

buchner.Teh dan filtrat terpisah, filtrat berwarna hitam sebanyak ± 300 mL.

7. Ditambahkan 5,28 gram Na2CO3

pada filtrat.Warna filtrat menjadi lebih hitam pekat daripada warna semula.

8. Disaring menggunakan corong buchner.

Terdapat busa pada filtrat saat dilakukan penyaringan. Filtrat yang diperoleh < 300 mL.

29-4-10 9. Diuapkan di atas penangas. Diperoleh filtrat berwarna hitam sebanyak 100 mL.

10. Diekstraksi 5 x 30 mL kloroform menggunakan corong pisah kemudian didiamkan dan dipisahkan antara fasa air dan fasa organik.

Ketika kloroform ditambahkan ke dalam filtrat terbentuk 2 fasa, yaitu fasa organik (kloroform) pada bagian bawah dan fasa air (filtrat) pada bagian atas. Setelah dikocok dan didiamkan, diperoleh kembali 2 fasa tersebut dan terbentuk juga busa pada lapisan tengah yang berwarna cokelat yang lama-kelamaan semakin berkurang. Kemudian dipisahkan antara fasa air dan organik, dimana fasa organik tidak berwarna. Hal ini dilakukan sebanyak

Page 25: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

5 kali. Fasa organik dan fasa air disimpan dalam botol yang berbeda.

5-5-10 11. Didiamkan dan dipisahkan kembali fasa air dalam corong pisah karena masih terdapat fasa organik.

Fasa organik (kloroform) dan fasa air (filtrat) terpisah, fasa organik bening kecokelatan sedangkan fasa air berwarna cokelat pekat. Terdapat busa pada fasa air. Fasa organik yang terpisah dicampurkan dengan fasa organik yang telah diperoleh sebelumnya.

6-5-10 12. Ditambahkan 1 gram Na2SO4

anhidrat ke dalam ekstrak teh hijau (fasa organik) sambil diaduk.

Ekstrak teh berwarna kuning bening sedangkan padatan Na2SO4 berwarna putih dan tidak larut.

13. Didekantasi. Filtrat dan endapan terpisah, filtrat berwarna kuning bening dan endapan berwarna putih.

14. Dipanaskan dalam lemari asam. Filtrat menguap, terbentuk padatan kasar berwarna putih kekuningan.

15. Didinginkan dan ditimbang. Berat total : 104,92 gramBerat beaker glass: 104,37 gramBerat padatan kasar : 0,55 gram

16-5-10 16. Disublimasi menggunakan subli-mator dengan memasukkan padatan kasar ke dasar tabung di luar tabung kondensor kemudian dialiri kondensor dengan air dan dicelupkan tabung ke dalam pasir.

Diperoleh kristal berwarna putih yang sebagian menempel pada tabung kondensor.

17. Ditimbang. Berat total : 6,12 gramBerat botol sampel : 5,64 gramBerat kafein : 0,48 gram

20-5-10 18. Dimasukkan sedikit kafein ke dalam pipa kapiler untuk diuji titik lelehnya.

Titik leleh kafein 205 C.

19. Dilakukan uji menggunakan spektroskopi IR pada padatan kafein.

Diperoleh spektrum dari padatan kafein yang telah diisolasi.

21-5-10 20. Dilarutkan 0,01 gram kafein dalam 10 mL kloroform.

Kafein larut dalam kloroform.

21. Diteteskan larutan kafein menggunakan pipa kapiler pada batas bawah kertas saring kemudian dimasukkan dalam larutan pengembang dan dilihat nodanya menggunakan sinar UV (uji KLT).

Tidak terdapat noda pada kertas saring.

22. Dilakukan uji menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada larutan kafein.

Diperoleh spektrum.

Page 26: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

27-5-10 23. Diteteskan larutan kafein menggunakan pipa kapiler pada batas bawah kertas saring kemudian dimasukkan dalam larutan pengembang dan dilihat nodanya menggunakan sinar UV (uji KLT).

Tidak terdapat noda pada kertas saring.

4.2.Pembahasan

4.2.1 Analisa Prosedur

4.2.1.1 Isolasi Kafein dari Daun Teh

Prinsip percobaan ini adalah menentukan persentase kafein murni dari daun teh hijau dan teh

hitam dengan cara mengisolasi kafein dari daun teh yaitu dengan mengekstraksi filtrat daun teh dengan

kloroform sehingga kafein berada pada fasa organiknya lalu diuapkan seluruh kloroform sehingga diperoleh

padatan yang selanjutnya disublimasi. Selanjutnya dilakukan identifikasi sifat fisik yaitu pengujian titik leleh

padatan kafein menggunakan melting point apparatus, serta identifikasi padatan kafein menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis, dan spektrofotometri IR.

Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah mengisolasi kafein yang berasal dari

daun teh. Langkah awal adalah mendidihkan 500 mL air lalu memasukkan 60 gram daun teh hitam dan

daun teh hijau masing-masing ke dalam air yang telah mendidih pada wadah yang berbeda kemudian

dipanaskan sambil diaduk selama ± 10 menit. Proses ini disebut dengan proses maserasi, atau proses

ekstraksi padat-cair. Pada proses pemanasan, kafein yang terkandung dalam daun teh akan larut karena

kafein larut pada temperatur 80oC. Selanjutnya campuran terssebut disaring dengan corong Buchner dalam

keadaan panas.

Prinsip penyaringan vakum ini adalah adanya perbedaan antara tekanan di dalam sistem dengan

lingkungan, dimana tekanan di luar sistem lebih besar daripada tekanan di dalam sistem sehingga tekanan

luar akan mendorong larutan ke dalam labu filtrat dengan cepat dan proses penyaringan berjalan lebih

cepat. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kafein yang larut dalam air panas dengan sisa daun

teh dan pengotor-pengotor lainnya. Saat penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas agar kafein

tetap larut dalam air dan diperoleh filtrat yang mengandung kafein. Bila tidak dilakukan dalam keadaan

panas maka dikhawatirkan terjadi pengendapan kafein dalam air sehingga kafein tidak ikut tersaring

sebagai filtrat.

Page 27: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Selanjutnya ditambahkan 100 mL larutan Na2CO3 10% (10 gram padatan Na2CO3 dilarutkan dalam

100 mL aquades) yang berfungsi untuk mengikat komponen lain (pengotor) selain kafein yang ikut

tersaring bersama filtrat, pengotor tersebut akan mengendap sebagai karbonat. Pengotor yang dimaksud

antara lain: xantin, theobromin, theophylen, dimetilxanthin, hipoxantin dan tanin. Tanin meupakan suatu

asam yang akan terprotonasi dalam keadaan basa sehingga akan terbentuk anionnya (Willamson, 1999).

Anion dari tanin akan lebih larut dalam air sehingga akan lebih mudah memisahkannya dari larutan kafein.

Pada saat penambahan Na2CO3, juga dilakukan pengadukan untuk mempercepat pengikatan pengotor -

pengotor oleh Na2CO3. Setelah ditambahkan Na2CO3, campuran disaring lagi dengan corong Buchner

sehingga didapatkan filtrat yang mengandung kafein dari teh hitam maupun teh hijau yang telah terpisah

dari pengotornya.

Selanjutnya bahan diuapkan sampai 100 mL dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pelarut

aquades sehingga untuk proses ekstraksi cair- cair tidak membutuhkan pelarut organik yang sangat banyak.

Ketika pelarut (air) dalam filtrat tesebut terkurangi, larutan menjadi semakin pekat. Kafein yang

ditambahkan pelarut organik akan lebih banyak terdistribusi ke dalam fase tersebut. Pada saat penguapan

titik didih air lebih rendah dari kafein sehingga kafein tidak akan menguap bersama air.

Untuk mendapatkan kafein dilakukan pemisahan kafein dari senyawa- senyawa yang ikut larut

dalam fase air tetapi tidak ikut larut dalam fase organik. Pemisahan ini melalui ekstraksi cair – cair, dimana

fase organiknya berupa kloroform. Kafein akan larut dalam kloroform karena kafein bersifat non-polar

sehingga akan larut ke dalam pelarut non-polar sesuai dengan prinsip like disolve like yaitu senyawa polar

akan cenderung larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar. Pada

saat ekstraksi terbentuk dua lapisan yang tidak saling campur yaitu lapisan atas berupa fase air dan lapisan

bawah berupa fase organik.

4.2.1.2 Pemurnian Kafein dengan Metode Sublimasi

Pemurnian kafein yang diperoleh dapat dilkaukan dengan metode sublimasi. Sublimasi adalah

proses perubahan fase padat menjadi fase gas tanpa melalui fase cair dan bila didinginkan akan langsung

berubah menjadi fase padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan setelah sublimasi akan lebih murni

daripada senyawa padat sebelum dilakukan sublimasi. Metode ini memanfaatkan perbedaan titik sublimasi

dari padatan kafein dan pengotor – pengotornya, dimana padatan kafein harus memiliki titik sublimasi

yang lebih rendah dari pengotor – pengotornya agar dapat dipisahkan. Selain itu juga dapat dipisahkan

berdasarkan sifat yang dimiliki oleh pengotornya yaitu tidak memiliki titik sublimasi sehingga tidak ikut

tersublimasi. Padatan kafein memiliki titik sublimasi sebesar 178 C.

Page 28: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Pada proses sublimasi ini, padatan kafein dari teh hijau dan teh hitam dimasukkan ke dalam tabung

secara terpisah di luar tabung kondensor yang dialiri air yang berfungsi untuk mempercepat proses

pengkondensasian (membentuk padatan). Kemudian sublimator dimasukkan ke dalam wadah yang berisi

pasir ang telah dipanaskan. Diusahakan agar 3/4 dari tabung sublimator terendam dalam pasir. Pasir ini

memiliki titik leleh yang cukup tinggi daripada kafein dan mampu mengalirkan energi kalor ( panas )

sehingga kafein akan lebih cepat tersublimasi. Hasil sublimasi yang diperoleh berupa padatan putih yang

menempel di tabung kondensor. Setelah itu padatan tersebut dikerok dan ditimbang serta diuji titik

lelehnya dengan melting point aparatus untuk mngetahui titik leleh kafein setelah dimurnikan. Selanjutnya

padatan ini disebut sebagai kafein murni.

4.2.1.3 Identifikasi Spektrofotometri IR, Spektrofotometri UV-Vis, dan Kromatografi Lapis Tipis

Prinsip pengukuran menggunakan spektroskopi inframerah adalah pengukuran besarnya persen

transmitansi (%T)terhadap bilangan gelombang spektra, dimnana data diperoleh melalui pengukuran

sampel menggunakan spektroskopi inframerah. Sumber cahaya inframerah yang dilewaatkan melalui suatu

cermin lalu diteruskan cahaya tersebut mengenai senyawa analit organik sehingga sejumlah radiasi yang

mengenai sampel akan sebagian akan diserap oleh partikel-partikel sampel dan sebagian akan diteruskan

melewati sampel. Adanya radiasi inframerah yang mengenai sampel membuat atom-atom yang berikatan

melakukan suatu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi ulur (bending). Perbandingan antara intesnitas radiasi

inframerah yang diserap molekul terhadap intensitas radiasi inframerah mula-mula merupakan persen

transmitansi (%T).

Langkah awal dalam analisis senyawa kafein hasil isolasi menggunakan spektroskopi inframerah

adalah preparasi sampel. Karena kafein berupa serbuk putih yang menunjukkan fasa padatan, sehingga

preaparasi sampel dilakuakn dengan mencampur serbuk kafein dengan senyawa KBr. Alat-alat yang

digunakan antara lain adalah spatula logam tahan karat, vibrating mill, pellet die, tang, dan spektrometer

inframerah. Preaparasi sampel diawali dengan membuat pelet. Pelet ini dibuat dari campuran antara

serbuk kafein dengan serbuk KBr dengan perbandingan massa sebanyak 1:3, dimana campuran terdiri atas

1 takar spatula logam yang dicampur dengan 3 takar spatula logam. Perbandingan massa tersebvut

digunakan untuk mendapatkan hasil analisis yang baik.

Campuran padatan kafein dan Kbr dicampur dengan mengaduk keduanya di atas alat vibrating mill.

Pada proses pencampuran tidak digunakan mortar karena vibrating mill terbuat dari batuan onix yang

memiliki permukaan yang halus sehingga serbuk tidak menempel di bagian dinding vibrating mill. Lain

Page 29: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

halnya jika digunakan mortar. Mortar memiliki permukaan yang berpori sehiongga dikhawatirkan sebagian

serbuk campuran akan tertahan dalam pori dinding mortar. Selanjutnya serbuk campuran tersebut

dimasukkan sebanyak 3 takar spatula logam ke dalam pellet die. Pellet die merupakan tempat

pembentukan pelet dan sekaligus sebagai kompartemen pelet dalam analisis menggunakan spektrometer

IR. Digunakan massa srbuk campuran sebanyak 3 takar karena massa tersebut telah memberikan bentuk

pelelt yang baik. Karena besar-kecilnya massa campuran yang digunakan dalam pembuatan pelet tersebut

berpengaruh pada ketebalan pelet. Jika massa serbuk kafein dengan KBr bernilai besar maka akan

diperoleh pelet yang terlalu tebal sehingga menyulitkan radiasi inframerah menembus pellet. Sedangkan

jika takaran campuran terlalu sedikit, dikhawatirkan pellet yang terbentuk mudah pecah oleh sedikit

guncangan.

Pellet yang telah terbentuk dipadatkan dengan menjepit kedua sisi pellet die menggunakan scrup

besar dengan arah yang berlawanan, sehingga akan diperoleh pelet yang kokoh dan memiliki ketebalan

yang cukup. Pellet tersebut diletakkkan dalam kompartemen secara tegak lurus dan dipastikan dapat

terkenai sinar inframerah. Selanjutnya dilakukan analisis sampel secara komputerisasi menggunakan

software yang khusus untuk menganalisis spektra inframerah. Terdapat dua menu utama dalam analisis

spektroskopi inframerah, yakni menu BKG dan menu sampel. Pada menu BKg dihgunakan untuk penentuan

energi radiasi inframerah yang digunakan. Sedangkan pada menu sampel digunakan untuk analisi sampel.

Menu perintah (command) yang digunakan adalah pemilihan besarnya persen transmitansi yang digunakan

sebagai data output, pemilihan resolusi dimana dipilih sebesar 2,0 dengan range bilangan gelombang

sebesar 4000-400 cm-1. Setelah pengaturan secara komputerisasi selesai dilakukan, maka diperoleh spektra

hubungan antara bilangan gelombang dan %T.

Sementara itu, prinsip identifikasi kafein menggunakan spektrofotometer Uv-Vis adalah

mengidentifikasi kafein dengan penentuan absorbansi kafein yang berdasarkan interaksi antara energi

elektromagnetik dengan molekul dari senyawa kafein, dimana interaksi tersebut menyebabkan penyerahan

energi radiasi elektromagnetik yang menghasilkan serapan yang bersifat spesifik untuk setiap molekul.

Gugus-gugus yang menyerap radiasi pada daerah uv-vis disebut gugus kromofor yang menyerap energi

sehingga mengalami eksitasi, dimana setelah molekul mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi

maka akan kembali ke keadaan semula (ground state) dan memancarkan energi yang terdeteksi oleh

instrumen.

Pada proses idenfitikasi kafein dengan spektrofotometer UV-Vis, mula-mula diambil 0,01 gram

kafein yang berasal dari masing-masing sampel teh hijau dan teh hitam hasil sublimasi, kemudian

Page 30: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

dilarutkan dalam 10 mL kloroform. Hasil pengenceran dari kafein sampel teh hijau dan teh hitam dianalisa

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-800 nm untuk mengetahui

nilai aborbansi maksimum dan panjang gelombang maksimumnya. Dipilih range pada 200-800 nm adalah

karena besarnya energi yang dibutuhkan untuk terjadinya transisi elektronik yang akan menghasilkan

absorbansi maksimum adalah pada daerah panjang gelombang tersebut.

Identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan cara mula-mula

dilakukan tahapan base line dengan menggunakan larutan blanko, yaitu kloroform. Larutan blanko yang

digunakan adalah kloroform karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan kafein pada percobaan ini

adalah kloroform. Tahapan base line ini berfungsi agar absorbansi pelarut tidak dapat mempengaruhi

absorbansi senyawa yang dianalisis, selain itu juga untuk membuat nilai absorbansi pelarut menjadi nol

sehingga di dalam pengukuran tidak terjadi pencampuran absorbansi pelarut dengan sampel yang

dianalisis.

Pada dasarnya kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi

komponen-komponennya dimana terdapat fase diam dan fase gerak. Pemisahan antara fasa-fasa

komponen dilakukan dalam wadah lapis tipis yang biasanya berbentuk plat persegi panjang dari gelas. Fase

gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.

Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Fase gerak dalam percobaan ini

adalah 3 jenis pelarut yaitu kloroform, etanol, dan asam asetat glacial yang dilakukan berbagai variasi

volume untuk melihat pada volume berapakah kafein yang diperoleh pada hasil sublimasi akan bergerak

terpisah dari komponen pengikat lainnya. Kafein yang merupakan senyawa non-polar akan larut dalam

kloroform dan terbawa kebawah kertas whatman-40 dan terpisah dari komponen lainnya.

Langkah pertama yang dilakukan adalah volume kecil (0,01 g) dari padatan hasil sublimasi yang

akan diidentifikasi dilarutkan dalam 10 ml pelarut yang mudah menguap yakni kloroform, dan kemudian

ditotolkan dengan pipa kapiler pada 1-2 cm dari ujung kertas whatman-40 sebagai fase diam. Kloroform

digunakan karena sama halnya dengan kafein yang merupakan senyawa non-polar sehingga kafein dapat

larut dalam kloroform sesuai dengan prinsip like-dissolve-like. Lalu kertas whatman tersebut dimasukkan

dalam wadah lapis tipis yang telah diisi dengan 3 macam pelarut sesuai dengan variasi volume yang telah

dijenuhkan selama sehari. Kemudian dibiarkan selama kurang lebih 30 menit agar pemisahan dapat terjadi.

Selanjutnya kertas whatman dikeluarkan dan diletakkan dibawah lampu sinar UV karena kafein dan

pelarutnya merupakan larutan yang tak berwarna sehingga tidak dapat dilihat pemisahannya melalui kasat

Page 31: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

mata. Sehingga dapat terlihat apakah terdapat noda yang menunjukkan pemisahan yang terjadi antara fase

gerak dan fase diam.

4.2.2 Analisa Hasil

Setelah dilakukan pemurnian melalui metode isolasi, ekstraksi dan sublimasi didapatkan berat

kafein murni dari sampel teh hijau sebesar 0,20 gram dengan nilai titik lelehnya 180 oC ,sedangkan kafein

murni dari sampel teh hitam sebesar 0,48 gram dengan titik lelehnya 205 oC. Dari data tersebut dapat

dihitung persentase kafein dari masing – masing sampel, untuk sampel teh hijau diperoleh persentase

kafein murni sebesar 0,33 % dalam 60 gram sampel teh hijau sedangkan untuk sampel teh hitam diperoleh

persentase kafein murni sebesar 0,8 % dalam 60 gram sampel teh hitam.

Setelah dilakukan analisis dari hasil spektrofotometri UV-Vis, maka dapat diketahui bahwa panjang

gelombang maksimum untuk kafein dari daun teh hijau adalah 277 nm dengan absorbansi 0,1895,

sedangkan untuk kafein dari daun teh hitam memiliki panjang gelombang maksimum pada 276 nm dengan

aborbansi 1,3887. Sedangkan berdasarkan literatur, panjang gelombang maksimum kafein adalah 0,2. Jika

dibandingkan dengan literatur, terdapat perbedaan hasil pengukuran pada percobaan ini dapat disebabkan

karena masih ada senyawa lain maupun pengotor yang mempengaruhi absorbansi sampel. Selain itu, dapat

dilihat bahwa absorbansi kafein dari kedua daun teh tidak berada pada range absorbansi yang sesuai

dengan hukum lambert beer, yaitu pada 0,2 – 0,8. Hal ini dapat dikarenakan karena pengenceran yang

kurang kuantitatif sehingga menghasilkan absorbansi pada panjang gelombang yang berbeda. Juga dapat

dilihat dari spektrum yang dihasilkan adalah terdapat beberapa puncak tajam dan sempit, hal ini dapat

Page 32: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

disebabkan karena pengenceran yang dilakukan masih terlalu pekat sehingga perlu dilakukan pengenceran

lagi sehingga dihasilkan 1 puncak.

Berdasarkan hasil analisis secara spektroskopi IR, maka diperoleh spektra hubungan antara

bilangan gelombang dengan %T, baik pada senyawa kafein dari teh hijau, teh hitam maupun spektra

senyawa kafein standar sebgaai pembanding. Di setiap spekta terdapat garis pembatas pada bilangan

gelombang 2000 cm-1, dimana garis batas tersebut memisahkan antara daerah gugus fungsi yang terletak di

sebelah kiri dengan daerah sidik jari yang terletak di sebelah kanan. Berdasarkan prosedur dalam

penyidikan gugus fungsi, maka pada tahapan pertama yakni penentuan gugus karbonil di daerah 1700 cm -1

maka di ketiga spektra didapati gugus karbonil di daerah 1700,13 cm -1 dengan corak spektra yang tajam.

Spektra karbonil tersebut behimpitan dengan spektra gugus C=N pada daerah bilangan gelombang 1650

cm-1. Selain itu terdapat spektra gugus C=C yang muncul di daerah sekitar 1750 cm -1, tetapi spektra

tersebut tidak terlihat karena overlap dengan spektra gugus karbonil. Serapan pada bilangan gelombang

sekitar kurang dari 3000 cm-1 juga muncul di ketiga spektrum IR dari kafein. Daerah tersebut menunjukan

adanya gugus metil (-CH3). Beberapa spektra gugus-gugus metil juga terlihat di daerah sidik jari dimana

terdapat serapan pada bilangan gelombang sekitar 745 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-H (CH3)

bending, selain itu juga terdapat gugus C-O (karbonil) pada 1200 cm -1 dan gugus C-N (amina) pada bilangan

gelombang sekitar 1000cm-1. Dari spektrum IR kafein standar diperoleh spektra gugus-gugus tersebut

dengan gambaran yang tajam dan jelas. Perbedaan karakter spektra tersebut dapat diakibatkan adanya

pengotor organik lain yang ikut terbaca frekuensinya bersama dengan kafein. Selain itu, resolusi yang

kurang baik dapat memepengaruhi hasil analisis IR. Karena kafein dalam teh juga berada bersama dengan

teobromin dan hipoxantin yang dimungkinkan ikut teranalisis pada spektrometer inframerah.

Dalam metode identifikasi kromatografi lapis tipis, dilakukan beberapa variasi larutan pelarut

kloroform: etanol: asam asetat glacial. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui volume yang

dibutuhkan untuk memisahkan kafein dari komponen lainnya seperti zat pengotor. Variasi yang dilakukan

adalah kloroform: etanol: asam asetat glacial= 2: 4: 4, 2: 3: 5, dan 3: 4: 3. Fase gerak akan bergerak kearas

fase diam berdasarkan kapilaritas komponen dan pada laju yang berbeda karena perbedaan derajat

interaksi antara matrik dan kelarutan pelarut. Akan tetapi meskipun telah dilakukan beberapa variasi

pelarut, tetap tidak tampak noda yang menunjukkan bahwa kafein telah terpisah dari komponen

pengikutnya. Hal ini dapat dikarenakan karena pemilihan pelarut yang kurang sesuai, dimana diperlukan

pelarut yang lebih non-polar dibandingkan kloroform agar kafein dapat terlarut dalam pelarut non-polar

tersebut dan terpisah dari pelarut polar sehingga dapat bergerak mengalir cepat ke bawah.

Page 33: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi
Page 34: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1,2006, Kafein, http://www.indoforum.org/archive/index.php/t-7480.htmL, diakses tanggal 19

Mei 2009

Anonim2, 2007, Mild Stimulant Kafein, http://forumkimia.multiply.com/reviews/item/16, diakses

tanggal 24 Mei 2009

Anonim3, 2009, Pemisahan Senyawa Organik, http://www.wordpress.com/2009/03/09/ pemisahan-

senyawa-organik.htmL, diakses tanggal 17 Mei 2009

Anonim4, 2006,Liquid-liquid Extraction, http://en.wikipedia.org/wiki/liquid-liquid-extraction, diakses

tanggal 24 Mei 2009

Anonim5, 2009, Kromatografi Lapis Tipis, http://greenhati.blogspot.com/2009/01/ kromatografi-lapis-

tipis.htmL, diakses tanggal 30 Mei 2009

Anonim6, 2010, www.erowid.org/library/books_onl...ys.shtml

Arsyad, Natsir, 2001, Kamus Kimia dan Penjelasan Arti Ilmiah, Erlangga, Jakarta

Basset, J. Dkk, 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Day, R.A.Jr dan Underwood.A.L, 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi kelima, Erlangga Jakarta

Fandi, 2010, khasiat teh hijau, http://fandi.student.umm.ac.id/category/kesehatan

Febri, T., 2007, Spektrofotometri, http://teguh-febri.blogspot.com/2007/09/ spektrofotometri.htmL,

diakses tamggal 5 Juni 2009

Ganiswara, G,dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi, Lab Farmakologi, FKUI, Jakarta

Graham, H.N., 1984, Tea: Teh Plant And Its Manufacture: Chemistry And Consumption Of Teh Beverage,

In Liss Ar. Teh Methylxanthine Beverages And Foods: Chemistry, Consumption, and Health Effects.

Prog Clin Biol Rev

Gritter,et al,1991, Introduction of Cromatography, ITB, Bandung

Harper, Harold A., 1979, Review of Physiological Chemistry, Marazen Asia PTE,LTD, Singapura

Hendayana,S., 1994, Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu, IKIP Semarang Press, Semarang

Heruanto, 2010, Corong Pisah Kimia, http://lain-lain.iklanmax.com/2010/02/11/corong-pisah-kimia.html

Jim, Clark, 2007, Kromatografi lapis Tipis, http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/

instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapis_tipis.htmL, diakses tanggal 30 Mei

2009

Joker, 2009, manfaat minum teh, http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-minum-teh.html

Page 35: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Khopkar,S.M., 1984, Konsep Dasar Kimia Analitik (Terjemahan), Bombay: Analytical Laboratory

Departement of Chemistry Indian Institute of Technology Bombay

Leung,A.Y.,1980,Encyclopedia of Common Natural Ingredient,John Willey and Sons Inc.,New York.

NCyberAutism, 2008, Kafein, http://www.egamesbox.com/viewthread.php?action=printable&tid=5137

Pescock, R.L.,et al,1970, Modern Methods of Chemical Analysis,John Willey and Sons Inc., NewYork

PT Indointernet Copyright © 2000

Sastrohamidjodjo, H., 1985,Spektroskopi, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Sax and Lewis, 1987,

Siswono, 2007, Kafein, www.gizi.net, diakses tanggal 19 Mei 2009

Sudja, W.A.,1990, Penentuan Percobaan Pengantar Kimia Organik, Karya Nusantara, Bandung

Tim sehat HNI, 2010, Teh Hitam Kurangi Risiko Jantung, http://www.hermawan.net/index.php?

action=news.detail&id_news=4399

Tjitrosoepomo, G., Taksonomi Tumbuhan ( Spermatophyta), UGM Press, Yogyakarta,

Tumiel, 2009, Teh Hitam Cegah Sakit Jantung, Kanker dan Diabetes,

http://tumiel.wordpress.com/category/uncategorized/

Tuminah, S., 2004, Teh (Camellia Sinensis O.K. Var Assamica (Mast) Sebagai Salah Satu Sumber

Antioksidan, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_16AntioxidantTea.pdf/

144_16AntioxidantTea.htmL, diakses tanggal 19 Mei 2009

Van Steenis, C.G.G.J., 1987, Flora Untuk Sekolah Di Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Via, 2009, Miracle, , http://via-christ.blogspot.com/2009/11/udah-pada-tahu-belum-manfaat-dari-

teh.html

Vogel, 1991, Vogel’s Text Book Of Quantitative In Organic Analysis Including Elementery Instrumental

Analysis, Longman Group, UK Limited, London

Williamson, 1999