Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis atau TB paru menjadi masalah kesehatan di dunia
dan di Indonesia. WHO menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini telah
menjadi ancaman global, dan diperkirakan 1,9 milyar manusia atau sepertiga
penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis. Penderita tuberkulosis di Indonesia
pada tahun 1995 berjumlah 460.190, angka ini relatif tinggi jika dibandingkan
dengan negara lain dan menduduki peringkat kedua penyebab kematian di
Indonesia setelah kardiovaskuler. Sampai sekarang angka kejadian TB di
Indonesia relatif terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih
relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa yang
akan datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun
ketahun.
Tuberkulosis adalah penyakit menular disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk tubuh melalui udara
pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
melalui saluran nafas atau penyebaran langsung ke tubuh lainnya.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 TB paru
merupakan penyebab kematian nomor satu untuk penyakit infeksi di
Page 2
Indonesia dan SKRT (2001), prevalensi TB paru klinis 0,8% dari seluruh
penyakit di Indonesia. Penemuan penderita TB paru menurut Profil
kesehatan Jawa Tengah tahun 2002 sebesar 8.648 penderita dengan
angka penemuan penderita (CDR) 22%. Penemuan penderita BTA positif
tahun 2003 sebanyak 10.390 penderita yang dilaporkan dari 35
Kabupaten / Kota, 11 BP4 dan 1 Rumah Sakit Paru dengan angka
penemuan penderita (CDR) 28,5% dan ditemukan jumlah penderita baru
BTA positif 39.061 kasus. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar 1.742 kasus (Dinkes Propinsi Jateng, 2002).
Upaya penanggulangan TB sudah dikembangkan pada awal 1990-an
oleh WHO, yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed
Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai penanggulangan yang
secara ekonomis paling efektif. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, prioritas diberikan pada TB menular. Dengan strategi
DOTS, manajemen penanggulangan TB di Indonesia ditekankan pada tingkat
kabupaten/kota.
1.2. Tujuan
- Mendiagnosis secara radiologi tentang penyakit TB paru
- Mendapatkan ada atau tidaknya komplikasi dari penyakit TB paru
- Memberikan penatalaksanaan sesuai dengan kategori TB paru
1.3. Manfaat
Page 3
- Menambah informasi tentang diagnosis TB paru
- Menambah pengetahuan tentang komplikasi TB paru
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberculosis Paru
2.1.1. Etiologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
adalah sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam
dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini
dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman
berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit
kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian
lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit
tuberkulosis.
Page 5
2.1.2. Patogenesis
Tuberkulosis Paru Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan
keluar menjadi droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung dari ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh
oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru.
Kuman dapat masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini
sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa
ke organ tubuh lain. Kuman yang bersarang tadi akan membentuk
sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau
afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer +
limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Page 6
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-
garis fibrotik, kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang)
Ghon
Berkomplikasi dan menyebar secara:
Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun
paru yang di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis
primer.
Tuberkulosis Paru Post Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (Post-Primer). Tuberkulosis Post-Primer ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru
(bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang
dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
Page 7
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-
macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman,
sarang dapat menjadi :
Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan
parut
Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan
menimbulkan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri
menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh
delam bentuk perkapuran.
Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang
menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Kavitas ini dapat :
Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru.
Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang
disebutkan terdahulu.
Page 8
Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat
aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi kecil.
Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh
rupturnya fokus subpleural dari jarngan nekrotik perkijuan sehingga
tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Hal ini didukung
dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin
reseptor pada cairan pleura.
Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara
perkontinuitatum dari kelenjar-kelenjar getah bening
servikal, mediastinal, dan dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa
empyema, yaitu bila terjadi infeksi sekunder karena adanya fistula
bronchopulmonal, atau berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat
penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. Efusi
yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs kiri,
jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna
Page 9
kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa
darah, serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus
diragukan.
2.1.3. Gejala
Batuk berdahak 3 minggu atau lebih
Sering disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.
Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan
turun, malaise, berkeringat malam, demam hilang timbul tidak
terlalu tinggi.
Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus,
osteomielitis, meningitis.
Page 10
2.1.4. Diagnosis TB Pada Orang Dewasa
Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.
- Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS
diulang.
- Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita
didiagnosa sebagai penderita TBC BTA positif.
- Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan
dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1
– 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap
mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
- Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA
positif.
- Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen
dada, untuk mendukung diagnosis TBC.
- Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai
penderita TBC BTA negatif, Rontgen positif.
Page 11
- Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut
bukan TBC.
2.1.5. Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda infiltrat : redup, bronkial
- Dahak di saluran napas : ronki basah, ronki kering
- Penyempitan : wheezing, penarikan, pendorongan, kavitas,
atelektase, efusi, pnemothoraks dan schwarte
- Tanda-tanda kelainan ekstra paru seperti scrofuloderma, gibus,
osteomielitis, meningitis dan lain-lain.
2.1.6. Komplikasi
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dini lobus akibat retraksi bronkial
Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
Pneumothorax (adanya udara didalam ronaga pleura) kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, dan ginjal.
Page 12
Insufisiensi Kardiopulmoner (Cardiopulmonary Insuficiency).
Efusi pleura
2.2. Pengobatan TB Paru
2.2.1. Tujuan Pengobatan
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan tingkat penularan
2.2.2. Prinsip Pengobatan
Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat
selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh.
Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apablia panduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka
waktu pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obat. (DOTS =
Directly Observed Treatment Short Course) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).
Page 13
2.2.3. Cara Pengobatan
Pengobatan diberikai dalam 2 tahap, yaitu :
Intensif
Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat
biasanya penderita yang menular menjadi tidak menular dalam
jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan BTA (+)
menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif
Lanjutan
Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.
2.2.4. Jenis dan Dosis OAT
Isoniazid/INH (H)
Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik
aktif.
Dosis harian = 5 mg/kgBB
Dosis intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB
Rimfampisin (R)
Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3
kali seminggu = 10 mg/kgBB
Pirazinamid (Z)
Page 14
Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB, dosis intermitten 3 kali
seminngu 35 mg/kgBB
Etambutol (E)
Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB
Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB
Streptomisin (S)
Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali
seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita berumur sampai 60 tahun,
dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya
0,5 mg/kgBB.
2.2.5. Panduan OAT di Indonesia
Kategori I : 2RHEZ/4H3R3
Tahap Intensif 2 bulan
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampsin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan 4 bulan
Page 15
Isoniazid 2 x 300 mg / 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg / 3 x seminggu
Diberikan untuk :
Penderita baru TBC paru BTA (+)
Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
Penderita TBC ekstra paru berat
Kategori II : 2RHEZS/1RHEZ/5R3H3E3
Tahap intensif 2 bulan
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Streptomisin Inj. 0,75 gr setiap hari
1 bulan
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Page 16
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan 5 bulan
Isoniazid 2 x 300 mg / 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg / 3 x seminggu
Ethambutol 3 x 250 mg / 3 x seminggu
Diberikan untuk :
Penderita kambuh
Penderita gagal
Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Kategori III: 2RHZ/4R3H3
Tahap intensif 2 bulan
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Tahap lanjutan 4 bulan
Isoniazid 2 x 300 mg / 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg / 3 x seminggu
Page 17
Diberikan untuk :
BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis
exudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang). sendi dan kelenjar adrenal.
Obat Sisipan (HRZE)
Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
dengan kategori I atau BTA pengobatan ulang dengan kategori II,
hasil dahak masih BTA (+), berikan obat sisipan (RHEX) setiap hari
selama 1 bulan.
Page 18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama : Tn. G
No.RM : 099885
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Tanggal masuk : 19 Juli 2012
3.2. Anamnesis
Keluhan utama : batuk dan sesak
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk lama sejak 1 tahun yang lalu, batuk keluar dahak warna kuning,
tidak keluar darah, sesak nafas, perut kembung, nyeri ulu hati, demam,
mual, pernah mondok di RS Paru Salatiga
b. Riwayat Penyakit Dahulu
i. Riwayat Hipertensi : disangkal
ii. Riwayat alergi : disangkal
iii. Riwayat DM : disangkal
iv. Riwayat jantung : disangkal
v. Riwayat asma : disangkal
Page 19
vi. Riwayat TB paru : sudah 1 tahun yang lalu, pengobatan TB
putus
c. Riwayat penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswasta
3.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Sianosis : (-)
Anemis : (-)
Ikterik : (-)
2. Status present
Tensi : 112 / 74 mmHg
RR : 25 x / menit
Nadi : 84 x / menit
Suhu : 37º C
3. Thoraks
- Inspeksi : Simetris, hemithoraks kanan = kiri
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), pergerakan dada statis
dan dinamis hemithoraks kanan = kiri
- Perkusi : Redup di lapang atas paru
Page 20
- Auskultasi : Ronkhi di seluruh lapang atas paru
- Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus
epigastrium (-)
- Perkusi : Redup
batas atas jantung : ICS II linea strenalis sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra.
kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
- Auskultasi : dalam batas normal
4. Abdomen
- Inspeksi : simetris, permukaan rata, sikatrik (-), pelebaran
vena (-), hiperpigmentasi (-), striae (-)
- Auskultasi : peristaltik (+) normal
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
5. Ekstremitas : dalam batas normal, tidak ada oedem
3.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Lab Darah
a. Hb : 14,2 mg/dl
Page 21
b. Leukosit : 22400 / ml
c. Hitung Jenis :
i. Segmen : 90
ii. Limfosit : 5
iii. Monosit : 5
d. Eritrosit : 5.130.000
e. Trombosit : 966.000
2. Lab Sputum : BTA +3
3. Lab Gula Darah : GDS 156
4. Radiologi :
X Foto Thorax Posisi AP
Soft Tissue : dbn
Tulang : dbn
Cor : dbn
Pulmo : Corakan bronkovaskuler kasar dan
meningkat, terdapat kesuraman inhomogen
Page 22
pada apex dan lapangan paru atas dextra et
sinistra, terdapat kavitas
Diafragma : dbn
Sinus Costofrenicus : tumpul dextra et sinistra
Kesan : TB Paru Aktif, Efusi Pleura dextra et
sinistra
3.5. Diagnosa Banding
TB Paru
Bronkopneumonia
3.6. Diagnosis
TB Paru Aktif
3.7. Penatalaksanaan
Non farmakologis
- Istirahat cukup
- Makan makanan bergizi
- Tempat tinggal diusahakan sinar matahari bisa masuk
Farmakologis
- Regimen RHZE
- As. Mefenamat 3 x 500
- Eritromicin 3 x 500
Page 23
- Ambroxol 3 x 1
- Ranitidin
- Antacid
- OBH
Page 24
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki umur 56 tahun datang ke IGD RSUD Dr. R. Soedjati
Purwodadi dengan keluhan batuk dan sesak nafaa. Sesak nafas sudah dirasakan
sejak 1 hari yang lalu, BAK baik dan BAB baik. Riwayat penyakit dahulu pasien
pernah dirawat di RS Paru Salatiga dan terdiagnosa TB Paru dan mendapatkan
OAT tetapi mengalami putus obat. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti
yang diderita pasien.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 112/70
mmHg, frekuensi nadi 84 kali/menit, frekuensi napas 25 kali/menit, suhu 370C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, pada pemeriksaan
thoraks didapatkan thoraks simetris, perkusi redup, auskultasi ditemukan ronkhi,
jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis dan BTA + 3. Pemeriksaan radiologi X-Foto Thoraks didapatkan
kesan TB paru aktif dengan efusi pleura dextra et sinistra. Berdasarkan data-data
diatas dapat ditegakkan diagnosis TB Paru Aktif.
Page 25
BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk tubuh melalui udara
pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
melalui saluran nafas atau penyebaran langsung ke tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan penyakit yang sangat menular dan menjadi salah satu penyakit yang
penanggulangannya menjadi prioritas pemerintah.
Pemeriksaan X Foto Thoraks menjadi pemeriksaan yang sangat penting
dalam mendiagnosa suatu TB paru. Dengan kombinasi antara keluhan pasien,
pemeriksaan laboratorium (termasuk tes sputum BTA), dan X Foto Thoraks
menjadi modalitas utama dalam mendiagnosa suatu TB paru pada penderita
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta: UI
2. http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
3. http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.html
4. http://rahmatsidi.com/2010/07/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
5. Tuberkulosis – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006