Top Banner
ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat- Nya, laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Rifita sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama pelaksanaan laporan kasus ini. Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat laporan kasus lain yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, 31 Januari 2013 Penyusun
59

Lapkas Meningioma Fix

Feb 09, 2016

Download

Documents

Andi Wira
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapkas Meningioma Fix

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, laporan kasus ini

dapat diselesaikan tepat waktu.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Rifita sebagai

pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama

pelaksanaan laporan kasus ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab

itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati

penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan

semoga penyusun dapat membuat laporan kasus lain yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Medan, 31 Januari 2013

Penyusun

Page 2: Lapkas Meningioma Fix

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii

Daftar isi............................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................................... 2

2.1. Definisi ............................................................................................................ 2

2.2. Epidemiologi ................................................................................................... 2

2.3. Etiologi ............................................................................................................ 2

2.4. Patogenesis....................................................................................................... 3

2.5. Klasifikasi ........................................................................................................ 3

2.6. Manifestasi Klinik ........................................................................................... 5

2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan ............................................................................. 8

2.8. Penatalaksanaan ............................................................................................... 18

2.9. Prognosis ......................................................................................................... 21

Bab III Laporan Kasus ................................................................................................... 29

Bab IV Diskusi Kasus & Kesimpulan.............................................................................. 47

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 50

Page 3: Lapkas Meningioma Fix

1

BAB I

PENDAHULUAN

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di

bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua

lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan

jarang terjadi.1

Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya

yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria

terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk

ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih

dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya

meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid.

Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat

pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.1

Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang

terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.

Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum

di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk

memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan

penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.1

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan

gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala

ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan

atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.

Page 4: Lapkas Meningioma Fix

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di

bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua

lobusnya.1

2.2. Epidemiologi

Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua

tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.

Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun,

tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih

lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma

malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi

pada wanita.2

2.3. Etiologi

Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan,

dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada

beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat

timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah

trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya

hubungan antara meningioma dan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin

hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.

Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan

dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari

meningioma. Tetapi  penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron

misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran

inti.13

Page 5: Lapkas Meningioma Fix

3

2.4. Patogenesis

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori

telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan

timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang

kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi

kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan

gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.

Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang

menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen

yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .3

Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab

kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet

diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan

(EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya

radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor

untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari

pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki

reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen.

Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada

pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali

menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan

hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon

dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-

kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3

2.5. Klasifikasi

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,

termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi

yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya

a. Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin

pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor

semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian

Page 6: Lapkas Meningioma Fix

4

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi

dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan. 7

b. Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.

Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya

membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.7

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau

meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh

kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III

diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.7

d.

Low risk of Recurrence and Aggressive Growth   Grade IMeningothelial meningioma

Fibrous (fibroblastic) meningiomaTransitional (mied) meningioma

Psammomatous MeningiomaAngiomatous meningiomaMycrocystic meningioma

Lymphoplasmacyte-rich meningiomaMetaplastic meningiomaSecretory meningioma

Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a High Proliferative Index  Grade II

Atypical meningiomaClear cell meningioma (Intracranial)

Choroid meningioma

Grade III  Rhabdoid meningiomaPapillary meningioma

Anaplastic (malignant) meningioma

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor 8 :

Page 7: Lapkas Meningioma Fix

5

a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang

terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri

mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.

b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.

c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.

Banyak terjadi pada wanita.

d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.

e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian

belakang otak.

f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada

dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.

g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara

40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat

menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri

radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar mata

cavum orbita.

i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh

bagian otak.

2.6. Manifestasi Klinis

Meningioma tumbuhnya perlahan-lahan dan tanpa memberikan gejala-gejala dalam

waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Ini khas untuk meningioma tetapi tidak

pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial yang merupakan 1,44% dari seluruh

otopsi sebagian besar tidak menunjukkan gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari

permulaan sampai timbulnya gejala-gejala rata-rata ± 26 bulan, dilaporkan juga gejala-gejala

yang lama timbulnya yaitu antara 20 — 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang

cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma.

Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala,

muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,

kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang

bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.1

Page 8: Lapkas Meningioma Fix

6

Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala klinis lain yang

paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut :

kejang-kejang (±48%)

gangguan visus (± 29%)

gangguan mental (± 13%)

gangguan fokal (± 10%)

Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya

tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala 

bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat

perlahan-lahan atau cepat. Menurut LEAVEN gangguan fungsi otak ini penting untuk

diagnosa dini. Gejala-gejala ini timbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak,

antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor.

Sakit Kepala

Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat umum atau

terlokalisir  ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun tidak dikaitkan dengan

meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit

kepala dan peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat

bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala

tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala

juga disertai mual dan muntah-muntah.

Kejang

Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama pada meningioma

parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini akan memperkuat diagnosa.

Gangguan Mata

Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :

penurunan visus

papil oedema

nystagmus

gangguan yojana penglihatan

gangguan gerakan bola mata

Page 9: Lapkas Meningioma Fix

7

exophthalmus.1

Hemiparese

Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan tumor-tumor intrakranial

yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kelumpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan

tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.13

Gangguan Mental

Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari

tumor. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling

sering.13

Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus

cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Crouse yaitu N II, V, VI, IXdan X.

Gejala yang menarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita

dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak

intermitten dan sementara dapat beberapa menit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat

berupa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi

(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral

berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan

dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,migrain, dan multiple sclerosis.

Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-

gejala yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala

neurologis. Bermacam-macam gejala neurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan

diagnosa.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai

Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status

mental

Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,

kebutaan, dan penglihatan ganda.

Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.

Page 10: Lapkas Meningioma Fix

8

Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot

wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,

Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus

Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata

Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing.8

2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan

Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi.

Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada

dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif

hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan

meningioma yang jinak dan malignan.

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyaki meningioma masih

memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang

hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-

negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara

langsung dengan menggunakan CT atau MRI.

a. Foto polos Otak

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto polos

diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah

meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi

terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.9

b. Computed Tomography (CT scan)

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan

gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan

Page 11: Lapkas Meningioma Fix

9

gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat

terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat

terlihat.9

CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang

dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan

hiperostosis.8 Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari

meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the calcification

may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses

kalsifikasi > 45% adalah meningioma.

Gambar 1.

Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa

kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin

dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

Gambar 2.

Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal.

C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogeny

melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian

Page 12: Lapkas Meningioma Fix

10

posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan oleh

penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti

bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.

CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura.

Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.

Gambar 3.

Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah meningioma

maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas kistik

bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang terjebak.

Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.

Gambar 4.

Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus

frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan

yang berbentuk cincin.

Page 13: Lapkas Meningioma Fix

11

Gambar 5.

Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada frontal internal

cerebri dan gambaran diploic menunjukkan erosi dan infiltrasi tulang.

CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran pembuluh darah

pada kalvarium.

Massa yang homogeny dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat 25-33%

adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi disbanding otak. Meningioma dapat

menimbulkan edema yang luas, necrosis dan jarang terjadi perdarahan. Edema tidak terjadi

pada 50% pasien karena pertumbuhan yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih

dominan terjadi di lapisan white matter, dan mengakibatkan penurunan densitas. Lihat

gambar berikut.

Gambar 6.

Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing

meningioma. Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.

Page 14: Lapkas Meningioma Fix

12

Gambar 7.

Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas spenoid. Massa

meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara intravena.

Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas sedang sampai kuat;

dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.

Gambar 8.

Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan kontras menunjukkan

lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus. Perlekatan massa pada bagian dura

serebral, sehingga adanya terlihat edema yang jelas pada otak.

Gambar 9.

Page 15: Lapkas Meningioma Fix

13

Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri meningeal media

menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang meningkat dapat di lihat di

posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.

Periperal kistik dapat mengakibatkan cairan serebrospinal terperangkap yang dapat

dilihat pada gambaran berikut.

Gambar 10.

Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan coronal pada CT-scan

dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas dengan peningkatan densitas di

sepanjang tentorium. Penumpukan cairan serebrospinal, edema subtle, hemodensitas, dan

dilatasi ventrikel.

Komponen-kompenen kistik pada meningioma dapat terlihat di dalam tumor atau

antara tumor dengan jaringan otak, oleh karena itu disebut CSF yang terjebak.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi

tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah resolusi 3

dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan

multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 16: Lapkas Meningioma Fix

14

Gambar 11.

Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural

yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras

potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2

menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan

meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan

hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.

Gambar 12.

A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital ssuperior akibat invasi

oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan obstruksi vena-venas sagital dan

memperlihatkan tumor dalam 3D.

MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus venos,

dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.Kelebihan lain dapat melihat area

juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat menunjukkan hubungan penyebaran

Page 17: Lapkas Meningioma Fix

15

penyakit melalui CSF. Kemampuan multiplanar adalah kemampuan untuk memvisualisasikan

kontak tumor dengan meningen, kapsul tumor, dan kontras pada meningeal dapat

memperjelas tumor.11,12,13 Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 13.

Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital. Gambaran

homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor terletak pada dura

sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.

Gambar 14.

Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital meningioma.

Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa dilapisi kapsul. Tumor

melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat disepanjang girus serebri.

Page 18: Lapkas Meningioma Fix

16

Gambar 15.

Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan meningioma parietal.

B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan massa. C. T2 coronal

menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa posterior setelah embolisasi

endovaskular.

Gambar 16.

Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun dibedah dengan

Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan pembedahan micro untuk

mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang lalu -Desember 2005- MRI

menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C, D.

Sebuah meningioma kecil pada frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu yang sama.

Edema dan peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium.

d. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,

perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi

parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat

digambarkan dengan ultrasonografi.

e. Angiografi

Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran

“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular

yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.10

Page 19: Lapkas Meningioma Fix

17

Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan penunjang

yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini merupakan alat diagnostik

yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa

digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor.

Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid

internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan

meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri carotid

interna. Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan

eksternal.

Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan

preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.

Gambar 17.

Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral dari arteri carotid

menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi pembuluh darah. Terlihat carotid

supraclinoid sirkumferensial.

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa

faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran

dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,

riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan

tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi

Page 20: Lapkas Meningioma Fix

18

tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang

untuk menurunkan kejadian rekurensi.12

Rencana preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera

diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari

sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin

generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian

metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan

pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :

a. Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

b. Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

c. Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura

atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang

hiperostotik)

d. Grade IV : Reseksi parsial tumor

e. Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk

terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk

melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang

didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak

dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang

menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan

keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya

akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang

mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.

Page 21: Lapkas Meningioma Fix

19

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan

mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa

insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.12

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun

1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik

radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan

didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang

berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat

(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat

mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner

dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan

diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata

dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan

tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi

dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan

pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit

neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5

%.12

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui

efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan

untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,

tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,

decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte

dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.

Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,

adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar

5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.

Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi

apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus

Page 22: Lapkas Meningioma Fix

20

pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan

meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat

memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan

juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.12

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti

progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2

kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan

meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10

pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau

parsial pada tiga pasien.12

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari

selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan

perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu

pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa

tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua

dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor

berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal

pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel

yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi

prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.12

2.9. Prognosis

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya

relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah

75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor

dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%

meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.13

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah

dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan

Page 23: Lapkas Meningioma Fix

21

tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian

(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan

pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.

Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan

(1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu

yaitu perdarahan dan edema otak.13

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Hasan Basri

Jenis kelamin : laki -laki

Usia : 43 tahun

Suku : Aceh

Agama : Islam

Alamat : Natan, Aceh, Kecamatan Badar

Status : Menikah

Pekerjaan : - (dulu : supir angkot)

Tanggal masuk : 30 Desember 2012

Tanggal keluar : -

ANAMNESA

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya

os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan

nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5

bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama

pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.

Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan

kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang

terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga

tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,

Page 24: Lapkas Meningioma Fix

22

os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5

menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang

lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os

tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8

bulan ini.

Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai

Riwayat penggunaan obat : obat anti nyeri

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus sirkulatorius : akral hangat, CRT <3”

Traktus respiratorius : batuk (-), sesak nafas (-)

Traktus digestivus : muntah (-), BAB (+) dbn

Traktus urogenitalis : BAK (+) dbn

Penyakit terdahulu dan kecelakaan : -

Intoksikasi dan obat-obatan : -

ANAMNESA KELUARGA

Faktor herediter : -

Faktor familier : -

Dan lain – lain : -

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan pertumbuhan : dbn

Imunisasi : tidak jelas

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : - (dulu supir angkot)

Perkawinan dan anak : menikah

PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 72 x/i

Frekuensi Nafas : 24 x/i

Page 25: Lapkas Meningioma Fix

23

Temperatur : 36 °C

Kulit dan Selaput Lendir : dbn

Kelenjar dan Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Persendian : sdn

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : bulat, medial

Pergerakan : sdn

Kelainan Panca Indera : mata kemungkinan tidak bisa melihat

Rongga Mulut dan Gigi : dbn

Kelenjar Parotis : dbn

Desah : tidak dijumpai

Dan lain-lain : tidak dijumpai

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga dada Rongga abdomen

Inspeksi simetris fusimormis simetris

Perkusi sonor timpani

Palpasi sdn soepel, H/L/R : ttb

Auskultasi SP = Vesikuler normoperistaltik

GENITALIA

Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Somnolen

KRANIUM

Bentuk : bulat

Fontanella : tertutup

Palpasi : teraba pulsasi A. temporalis dan A. carotis

Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : desah (-)

Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Page 26: Lapkas Meningioma Fix

24

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku kuduk : -

Tanda kerniq : -

Tanda Laseque : -

Tanda Brudzinski I : -

Tanda Brudzinski II : -

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : -

Sakit kepala : (+) dialami 8 bulan yang lalu, memberat dalam 5 bulan

terakhir, dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama pada

pagi hari. Tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.

Kejang : (+) dialami sebanyak 4x dalam 8 bulan ini, kejang tonik

klonik, saat kejang terakhir, selama kejang dan sesudah kejang

os tidak sadar.

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia sdn sdn

Anosmia - -

Parosmia - -

Hiposmia - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus sdn sdn

Lapangan Pandang sdn sdn

Normal

Menyempit

Hemianopsia

Scotoma

Refleks Ancaman sdn sdn

Fundus okuli tdp tdp

Warna

Page 27: Lapkas Meningioma Fix

25

Batas

Ekskavasio

Arteri

Vena

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata sulit dinilai sulit dinilai

Nistagmus (-) (-)

Pupil

Lebar diameter 3 mm diameter 3 mm

Bentuk isokor isokor

Refleks Cahaya Langsung (+) (+)

Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)

Rima Palpebra 7 mm 7 mm

Deviasi Konjugate (-) (-)

Fenomena Dolls Eye tdp tdp

Strabismus (-) (-)

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan menutup mulut sdn sdn

Palpasi Otot Masseter dan Temporalis sdn sdn

Kekuatan Gigitan sdn sdn

Sensorik

Kulit sdn sdn

Selaput Lendir sdn sdn

Refleks Kornea

Langsung (+) (+)

Tidak Langsung (+) (+)

Refleks Masseter sdn sdn

Refleks Bersin sdn sdn

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik sdn sdn

Page 28: Lapkas Meningioma Fix

26

Kerut kening sdn sdn

Menutup mata sdn sdn

Meniup Sekuatnya sdn sdn

Memperlihatkan Gigi sdn sdn

Tertawa sdn sdn

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah sdn sdn

Produksi kelenjar ludah sdn sdn

Hiperakusis sdn sdn

Refleks stapedial sdn sdn

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran sdn sdn

Test Rinne tdp tdp

Test Weber tdp tdp

Test schwabach tdp tdp

Vestibularis

Nistagmus (-) (-)

Reaksi Kalori tdp tdp

Vertigo (-) (-)

Tinnitus (-) (-)

NERVUS IX, X

Pallatum Mole : medial

Uvula : sdn

Disfagia : (-)

Disatria : (-)

Disfonia : (-)

Refleks Muntah : tdp

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : sdn

Page 29: Lapkas Meningioma Fix

27

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat Bahu sdn sdn

Fungsi Otot sternocleidomastoideus sdn sdn

NERVUS XII

Lidah

Tremor : sdn

Atrofi : sdn

Fasikulasi : sdn

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : sdn

SISTEM MOTORIK

Trofi : (-)

Tonus Otot : sdn

Kekuatan Otot : lateralisasi ke kanan

Sikap (Duduk-Berbaring-Berbaring) : berbaring

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : sdn

Khorea : sdn

Ballismus : sdn

Mioklonus : sdn

Atetosis : sdn

Distonia : sdn

Spasme : sdn

Tic : sdn

TEST SENSIBILITAS

Eksterosptif : dbn

Proprioseptif : tdp

Page 30: Lapkas Meningioma Fix

28

Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas

Stereognosis : sdn

Pengenalan Dua Titik : sdn

Grafestesia : sdn

REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps (+) (+)

Triceps (+) (+)

Radioperiosit (+) (+)

APR (+) (+)

KPR (+) (+)

Strumple (+) (+)

Refleks Patologis

Babinski (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Hoffman-Tromner (-) (-)

Klonus Lutut (-) (-)

Klonus Kaki (-) (-)

Refleks Primitif (-) (-)

KOORDINASI

Lenggang : sdn

Bicara : sdn

Menulis : sdn

Percobaan apraksia : sdn

Mimik : sdn

Test Telunjuk – Telunjuk : sdn

Test Telunjuk – Hidung : sdn

Page 31: Lapkas Meningioma Fix

29

Diadokhokinesia : sdn

Test tumit – Lutut : sdn

Test Romberg : tdp

VEGETATIF

Vasomotorik : dbn

Sudomotorik : dbn

Pilo-erektor : tdp

Miksi : dbn

Defekasi : dbn

Potensi dan Libido : tdp

VERTEBRATA

Bentuk

Normal : +

Scoliosis : -

Hiperlordosis : -

Pergerakan

Leher : sdn

Pinggang : sdn

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : -

Cross Laseque : -

Test Lhermitte : -

Test Naffzinger : -

GEJALA - GEJALA SEREBELAR

Ataksia : sdn

Disatria : sdn

Tremor : sdn

Nistagmus : sdn

Fenomena rebound : sdn

Page 32: Lapkas Meningioma Fix

30

Vertigo : sdn

GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : sdn

Rigiditas : sdn

Bradikinesia : sdn

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : sdn

Ingatan Baru : sdn

Ingatan Lama : sdn

Orientasi

Diri : sdn

Tempat : sdn

Waktu : sdn

Situasi : sdn

Intelegensia : sdn

Daya Pertimbangan : sdn

Reaksi Emosi : sdn

Afasia

Ekspresif : sdn

Represif : sdn

Apraksia : sdn

Agnosia

Agnosia visual : sdn

Agnosia jari – jari : sdn

Akalkulia : sdn

Disorientasi kanan – kiri : sdn

Page 33: Lapkas Meningioma Fix

31

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya

os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan

nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5

bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama

pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.

Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan

kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang

terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga

tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,

os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5

menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang

lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os

tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8

bulan ini.

Sensorium : somnolen

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 72 x/i

Frekuensi Nafas : 24 x/i

Temperatur : 36 °C

Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), kejang (+)

Perangsangan meningeal : (-)

Reflex fisiologis : B/T : +/+ ; APR/KPR : +/+

Reflex patologis : H/T : -/- ; Babinski : -/-

Page 34: Lapkas Meningioma Fix

32

Nervus kranialis

N. I : sdn

N. II : RC +/+, Pupil isokor diameter 3 mm, visus sdn

N. III, IV, VI : Pergerakan Bola Mata sdn

N. V : Buka Tutup Mulut sdn

N.VII : Sudut Mulut Simetris

N. VIII : Pendengaran sdn

N. IX, X : Uvula sdn

N. XI : Angkat bahu sdn

N. XII : Lidah istirahat medial, atrofi sdn, fasikulasi sdn

Kekuatan Motorik: lateralisasi ke kanan

DIAGNOSA

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +

susp.blindness ODS

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Space Occupying Lesion (SOL)

DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks serebri

DIAGNOSA KERJA : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +

susp.blindness ODS ec. Susp. SOL intracranial

PENATALAKSANAAN

- Bed Rest, Elevasi Kepala 30o

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj. Dexamethasone 2 ampul bolus 1 amp./6 jam

- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj. Diazepam 1 amp (k/p)

- Fenitoin 3 x 100 mg

- B.complex 3x1 mg

Page 35: Lapkas Meningioma Fix

33

FOLLOW UP

30 Desember 2012

S Kejang

O Sens: sdn ( di bawah pengaruh diazepam)

TD : 120/90 mmHg

HR : 64 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,1 °C

Peningkatan TIK : (-)

Perangsangan Meningeal : (-)

Nervus Kranialis : sdn

Reflex Fisiologis : B/T : +/+

APR/KPR : +

Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec

Susp SOL Intrakranial

P - Bedrest, elevasi kepala 30°

- NGT, kateter terpasang

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 1 )

- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)

- Fenitoin 3 x 100 mg

- B comp 3x1

Page 36: Lapkas Meningioma Fix

34

R/ - Darah puasa ( KGD N) , 2 jam pp, lipid profile, as urat, LFT

- Konsul pembacaan Head CT scan. Foto thorax, EKG

31 Desember 2012

S Kejang

O Sens: somnolen

TD : 110/70 mmHg

HR : 84 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)

Perangsangan Meningeal : (-)

Nervus Kranialis : sdn

Reflex Fisiologis : B/T : +/+

APR/KPR : +

Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec

Susp SOL Intrakranial

P - Bedrest, elevasi kepala 30°

- NGT, kateter terpasang

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 2)

- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)

- Fenitoin 3 x 100 mg

- B comp 3x1

Page 37: Lapkas Meningioma Fix

35

R/ -

1 Januari 2013

S Kejang (-)

O Sens: somnolen

TD : 120/70 mmHg

HR : 84 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)

Perangsangan Meningeal : (-)

Nervus Kranialis : sdn

Reflex Fisiologis : B/T : +/+

APR/KPR : +

Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec

Susp SOL Intrakranial

P - Bedrest, elevasi kepala 30°

- NGT, kateter terpasang

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 3)

- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)

- Fenitoin 3 x 100 mg

Page 38: Lapkas Meningioma Fix

36

- B comp 3x1

R/ -

2 Januari 2013

S Kejang (-)

O Sens: apatis

TD : 100/70 mmHg

HR : 88 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)

Perangsangan Meningeal : (-)

Nervus Kranialis : sdn

Reflex Fisiologis : B/T : +/+

APR/KPR : +

Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec

Susp SOL Intrakranial

P - Bedrest, elevasi kepala 30°

- NGT, kateter terpasang

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 4)

- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)

- Fenitoin 3 x 100 mg

Page 39: Lapkas Meningioma Fix

37

- B comp 3x1

R/ -

3 Januari 2013

S Kejang (-)

O Sens: CM

TD : 110/70 mmHg

HR : 80 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,7 °C

Peningkatan TIK : (-)

Perangsangan Meningeal : (-)

Nervus Kranialis : dbn

Reflex Fisiologis : B/T : +/+

APR/KPR : +

Kekuatan motorik :

ESD : 44444/44444 ESS : 55555/55555

EID : 44444/44444 EIS : 55555/55555

A Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec Susp SOL Intrakranial

P - Bedrest, elevasi kepala 30°

- NGT, kateter terpasang

- IVFD R Sol 20 gtt/i

- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 5)

- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam

- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)

Page 40: Lapkas Meningioma Fix

38

- Fenitoin 3 x 100 mg

- B comp 3x1

R/ -

Hasil Head CT- Scan :

Hasil : adanya massa heterogen berbatas tidak tegas yang menyengat kontras pasca pemberian

kontras pada proyeksi lobus frontalis kanan-kiri dengan perifokal oedem yang luas di

Page 41: Lapkas Meningioma Fix

39

sekitarnya. Massa tampak menyebabkan penyempitan dan pendorongan ventrikel lateral dan

ventrikel tiga, serta pendorongan garis tengah ke kanan.

Kesan : SOL proyeksi lobus frontalis bilateral dengan gambaran herniasi subfalcine ke kanan High

Grade Glioma dd GBM.

BAB IV

DISKUSI & KESIMPULAN

4.1. Diskusi

Pada kasus didapatkan gejala dan tanda klinis dari pasien adalah lemah lengan dan tungkai

kanan, nyeri kepala dan penglihatan berkurang secara perlahan. Dari teori dikemukakan

Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala,

muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,

kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala klinis lain yang paling sering adalah kejang-kejang,

gangguan visus, gangguan mental, dan gangguan fokal.Tetapi timbulnya tanda-tanda dan

gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda

fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala  bermacam-macam sesuai dengan

fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat.

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan

gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan

gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat

terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat

terlihat.CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang

dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan

hiperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma.

Pada kasus hasil CT-Scan menunjukkan peningkatan densitas dan massa yang homogen pada

bagian lobus frontal.

Page 42: Lapkas Meningioma Fix

40

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa

faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran

dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,

riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan

tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi

tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang

untuk menurunkan kejadian rekurensi.

4.2. Kesimpulan

Seorang laki-laki berinisial SJP berusia 49 tahun datang ke RSHAM dengan keluhan

lemah lengan dan tungkai kanan. Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit.

Sebelumnya os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan nyeri kepala

sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5 bulan terakhir. Nyeri dirasakan di

kepala bagian kiri atas, terutama pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang

nyeri. Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan kaki menghentak-

hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan

setelah kejang os juga tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya, os

sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5 menit. Keluhan mata kiri

kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur

dan saat ini os tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8 bulan ini.

Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai. Dan pasien di diagnosis dengan Blindness ODS

+ Hemiparase Dextra + PN VII UMN Dextra ec Susp.. SOL Intracranial (Meningioma)

Dan ditatalaksana dengan Bed Rest, IVFD R Sol 20 gtt/I, Inj. Dexamethasone 2 amp

bolus lalu 1 amp (6 jam tappering off/3 hari), Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam, B.complex 2 xc1

mg.

Page 43: Lapkas Meningioma Fix

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas

Indonesia; 2003. Hal 393-4.

2. Focusing on tumor meningioma. Available from: http://www.abta.org/meningioma.pdf

3. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma. Available from:

http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan

%20klasifikasi%20meningioma.doc

4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.

5. Imaging in Brain Meningioma.2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/341624-overview

6. Netter HF, etc. Spinal nerve origin. In: Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon

Custom Communication: 2002. P. 24

7. Tew John, MD et al. Meningiomas. 2009. Available from:

http://www.mayfieldclinic.com/PE-MENI.htm

8. Meningioma.2012.Available from:. http://www.cancer.net/cancer-types/overview-77

9. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical

University of Southern Africa; 2004. p. 3-5.

10. Neuroradiology Imaging Teaching Files Case Thirty Six-Meningioma. Available from:

http://www.uhrad.com/mriarc/mri036.htm

11. Meningioma.2009. Available from:

http://www.meddean.luc.edu/Lumen/meded/radio/curriculum/N/Meningioma1.htm

12.Manajemen Meningioma. Available from:

http://somelus.wordpress.com/2009/07/18/meningioma/

Page 44: Lapkas Meningioma Fix

42

13. Widjaja D, Meningioma intracranial.Available from:

http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/

09MeningiomaIntrakranial016.html