BAB IKASUS
1.1 IDENTITAS PASIENNama
: An. D
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 10 bulan
Agama
: Islam
MRS
: 18 September 2011
Bangsal
: Samolo 3
Dokter yg merawat: dr. Jauhari, Sp. A 1.2 ANAMNESIS
(Alloanamnesis)
Keluhan Utama Kejang sejak 2 jam SMRSRiwayat Penyakit
Sekarang
Pasien dibawa ibunya ke RSUD Cianjur dengan kejang sejak 2 jam
SMRS. Kejang dirasakan 2x, yang pertama berlangsung selama 1 jam,
& yang ke2 berlangsung selama 10 menit. Saat kejang tubuh
pasien kelojotan pada kedua tangan, dengan kedua mata tertutup.
Sebelum dan sesudah kejang anak sadar dan menangis.
1 hari SMRS, pasien demam tinggi mendadak dan tidak turun
walaupun sudah dikompres dengan air dingin dan diberi obat penurun
panas. Panas menetap hingga masuk RS.2 hari SMRS pasien batuk dan
pilek. Batuk berdahak, namun tidak bisa dikeluarkan. Pilek berwarna
putih jernih dan encer.
Mual dan muntah (-), mencret (-), sesak (-), BAK lancar berwarna
kuning jernih. Nafsu makan-minum baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah kejang sebelumnya TB (-) Riwayat Penyakit
Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat epilepsi Riwayat alergi
pd keluarga (-) Riwayat Alergi
Alergi obat dan makanan (-) Riwayat PengobatanSudah diberikan
diazepam IV saat dipuskesmas Ciranjang, kejang berulang. Riwayat
PsikososialNafsu makan anak baik, senang bermain Riwayat
Persalinan:
G1P0A0, Lahir spontan dirumah ditolong paraji dan bidan
BBL: 3200 gr PBL: ? Riwayat Imunisasi:
Polio 1x
DPT 1x
Kesan tidak lengkap Riwayat Tumbuh Kembang:
Motorik kasar
Mulai duduk sendiri sejak usia 6 bulan, sedang belajar
berdiri
Motorik halus
Memegang benda dan membenturkannya usia 6 bulan, Suka memasukkan
benda ke dalam mulut usia 9 bulan
Bahasa
Bisa mengatakan 1-2 kata
Personal sosial
Senang bermain dengan orangtuanya
KESAN: sesuai usia
Riwayat Makanan:
ASI
Sejak lahir hingga 5 bulan
SUSU FORMULA
Usia 5 bulan, ibu merasa ASI tidak cukup
BUBUR Sejak usia 6 bulan
1.3 PEMERIKSAAN FISIK KU : Tampak sakit, CM Tanda Vital:
Suhu
: 38,80 C Pernapasan: 36x/menit, thorako-abdominal Nadi
: 96x/menit, reguler, isi cukup Antropometri
Berat badan
: 9,5 kgTinggi Badan
: 72 cm
Lingkar Kepala: 47 cm (diatas persentil 50)
Status gizi:
BB/U
= 96% (gizi baik)
TB/U = 97% (baik)
BB/TB = 103% (gizi baik) Kepala
Bentuk
: normochepal
LK
: 47 cm
Ubun-ubun
: belum menutup, tidak menonjol
Mata
Reflex pupil (+), isokor, D: 3 mm Sklera ikterus (-) Konjungiva
anemis (-) Hidung Deviasi septum nasi (-)
Pernafasan cuping hidung (-) Sekret (+) encer jernih, epistaksis
(-) Lidah dan Mulut Sianosis (-)
Faring & tonsil hiperemis (+), T3/T2 Kulit dah KGB Bercak
kemerahan (-)
Tidak terdapat pembesaran KGB coli, axilla & inguinal
Leher Pembesaran KGB submandibula +/-
Retraksi Supra sternal (-) Thoraks
: Normochest Inspeksi Dada
: simetris kanan kiri Retraksi
: -/- Palpasi Dada tertinggal: -/- Nyeri tekan
: -/- Massa
: - Perkusi paru
: Sonor +/+
Auskultasi
: Vesikuler Wheezing
: -/- Ronki
: -/- Jantung
: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)Abdomen :
Inspeksi
: distensi abdomen (-)
Auskultasi
: bising usus (+),
Palpasi : turgor kembali cepat, NTE (-), hepar-lien tidak
teraba
pembesaran Perkusi
: timpani Ekstremitas : atas
bawah Sianosis : -/-
-/- Akral
: hangathangat Oedem : -/-
-/-
RCT < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis Kaku kuduk (-)
Brudzinski I dan II (-)
Kernig Sign (-)1.4 LABORATORIUMPemeriksaan tanggal 18/9/2011
ParameterNilaiNilai Normal
WBC
RBC
HGB
PLT
HCT12,7 103/ml5,15 106/ml12,7 g/dl169 103/ml39,5 %5,5-15,5
4,0-5,2
11,5-15,5
150-450
35-45
1.5 RESUMEAn. 10 bulan, kejang sejak 2 jam SMRS. Kejang 2x, >
15 menit, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar. Kejang diawali
dengan demam tinggi mendadak dan terus menerus, batuk-pilek (+).
Mencret(-), BAK lancar, nafsu makan baik.
Pemfis: KU: CM
T : 38,8oC
Faring & tonsil hiperemis T3/T2
1.6 DIAGNOSIS KERJAKejang demam kompleks + ISPA
1.7 RENCANA TERAPI
Oksigenisasi ( O2 lembab 2-4 L/menit IVFD: D 1: 4 ( Antipiretik
(Sanmol syr 10-15mg/kgBB/x) Diazepam 1 x 5 mg i.v ( bila kejang
Cefotaxim ( 3 x 500 mg i.v Gentamisin ( 2 x 25 mg i.v Mukolitik
(ambroxol syr 0,5mg/kg/x) Observasi BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI
2.1.1 Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita
ketahui tentang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure
adalah cetusan aktivitas listrikabnormal yang terjadi secara
mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf diotak yang
tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.
Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa
penurunan kesadaran,gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomenapsikologis lainnya. Kumpulan
gejala berulang dari seizure yang terjadi dengansendirinya tanpa
dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan).
Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot
yang tidak bias dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal
inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang
hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.12.1.2 Kejang
Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 38o C ) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.1 Kejang demam merupakan kelainan neurologis
yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan
umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile
seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak
yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa
demam.1,2,3Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan
penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang
demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2
golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by
fever).22.2EPIDEMIOLOGIHampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah
mengalami kejang demam dan lebih darisepertiga dari anak-anak
tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam terjadi pada
2-5% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun,
insidensitertinggi pada umur 18 bulan. Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf
pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak
yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang kembali disertai
demam tidak termasukdalam kejang demam.Seorang anak yang mengalami
kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi
ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya
demam2.3TIPE KEJANGKejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau
generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang
dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang
parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan
parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).1. Kejang
Parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks
serebrum. Gejalakejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak.
Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka
gejala utama mungkin adalah kedutan otot;sementara, apabila fokus
terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala gejala
sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau
sepertitertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa
gerakan klonik, karena dikorteks sensorik terdapat beberapa
reprsentasi motorik. Gejala autonom adalahkepucatan, kemerahan,
berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan dejavu
adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien
mungkinmengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai
hilangnya kesadaran.
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu
dikenal sebagai kejangpsikomtor atau lobus temporalis ) sering
berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan
melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta
proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang
ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan
lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta
yang terkoordinasi yang dikenal sebagaiperilaku otomatis (automatic
behavior). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju,
meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir,
ataumengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan
khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan
tetapi umumnya tidak dapatmengingat apa yang terjadi. kejang
parsial kompleks dapat meluas dan menjadikejang generalisata.2.
Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan
diensefalon sertaditandai dengan awitan aktivitas kejang yang
bilateral dan simetrik yang terjadi dikedua hemisfer tanpa
tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasientidak
sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami
kejang. Kejangini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih
dahulu.Terdapat beberapa tipe kejang generalisata antara lain
kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik,kejang
atonik, kejang tonik dan kejang klonik.
Kejang absence ( petitmal )
Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang
berlangsung lebihdari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin
pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau
berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua
kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari.Kejang absence hampir
selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20
tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas
atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang
tonik-klonik.
Kejang tonik-klonik (grandmal)
Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang
tonik-klonikdiawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien
mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan
oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi
berdirinya, mengalami gerakan tonikkemudian klonik, dan
inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi
autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh
mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase
klonikmemperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan
bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi
gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap
berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit;
hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang dan
lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan
diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa
menit sampai selama 30 menit.
Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor,
atau bengong.Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya
pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya.Kejang tonik-klonik
demam, yang sering disebut sebagai kejang demam palingsering
terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan
bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara
cepat yangberkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini
umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi
familial. Pada beberapa kasus, kejangdapat berlanjut melewati masa
anak dan anak mungkin mengalami kejag nondemam pada kehidupan
selanjutnya.
Gambar 1: kejang tonik-klonik
Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau
tungkai,cenderung singkat. Kejang atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur
tubuh.
Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau
multipel di lengan,tungkai, atau torso. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah
dan tubuhbagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan
kepala mungkin berputarke satu sisi, dapat menyebabkan henti
nafas.2.4KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu
kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan
berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung
kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali
kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh
berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya
demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam
otak dan lainnya1,2
I.Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2Prichard dan Mc
Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam tidak khas
Ciriciri kejang demam sederhana ialah:21. Kejangnya bersifat
simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan
2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
3. Suhu 100o F (37,78o C) atau lebih
4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5. Keadaan neurologi normal dan setelah kejang juga tetap
normal
6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat
setelah tidak demam adalah normal
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas
digolongkan sebagai kejang demam tidak khas
II.Klasifikasi KD menurut Livingston2Livingston membagi dalam:1.
KD sederhana
2. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam
Ciri-ciri KD sederhana:21. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan
sebagai epilepsy yang dicetuskan oleh demam III. Klasifikasi KD
menurut Fukuyama2 Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan,
yaitu:1. KD sederhana
2. KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:21. Pada keluarga
penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab
apapun
3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6
tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist
atau abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
KD yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut diatas digolongkan
sebagai KD jenis kompleks.Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI
RSCM Jakarta, menggunakan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu:1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6
tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15
menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4
kali
KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai
epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini
mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus.
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks.
1. Kejang Demam SederhanaAdalah kejang yang terjadi pada umur
antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam waktu24 jam. Frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan
biasanya kejang timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang
demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks
Adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau
berulang dalam 24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu
sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
2.5 FAKTOR RISIKOFaktor resiko pertama yang penting pada kejang
demam adalah demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang
demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9%
anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi
meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1Dua puluh
sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat
(orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang
demam. Tsuboi mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua
penderita kejang demam ialah 17% dan pada saudara kandungnya 22%.
Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang demam
adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat
kesan bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi
yang mengurang dan ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus
poligenik.1Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung
berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu
dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami KD,
kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1,2,3Penelitian
Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga
pada 231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak
tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang
mempunyai satu atau lebih saudara kandung - 79 penderita (36%)
mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami
kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221
penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah
mengalami kejang yang disertai demam.2
2.6 ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak
diketahui. Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam.
Namun kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.
Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba
tinggi dan kebanyakanterjadi pada hari pertama anak mengalami
demam. Dalam literatur disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes
simplex yang merupakan penyebab dari roseola sering menjadi
penyebab pada 20% pasien kejang demam serangan pertama. Disentri
karena Shigella juga sering menyebabkan demam tinggi dan kejang
demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakn mengenai
adanya hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi
virus influenza.
Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra
kranial), yang disebabkanoleh banyak macam agent, antara lain:
BAKTERI
Penyakit pada tractus respiratorius
Pharingitis
Tonsilitis
Otitis Media Laryngitis
Bronchitis
Pneumoni
Penyakit pada tractus gastrointestinal
Dysenteri Baciller, Shigellosis
Sepsis Penyakit pada tractus urogenitalis
Pyelitis
Cystitis
Pyelonephritis
VIRUS
Varicella
Morbili
Dengue
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi
kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu
terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama
didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili
(campak).1Dari penelitian yang telah dilakukan
Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66
penderita (22,2%) tidak diketahui penyebabnya.2 Penyebab utama
didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Penyebab
demam pada 297 penderita KD1,2Penyebab demamJumlah penderita
Tonsilitis dan/atau faringitisOtitis media akut (radang liang
telinga tengah)Enteritis/gastroenteritis (radang saluran
cerna)Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasiBronkitis (radang
saiuran nafas)Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran
nafas)Morbili (campak)Varisela (cacar air)Dengue (demam
berdarah)Tidak diketahui1009122441738121166
2.7 PATOFISIOLOGI
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui,
beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas
berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.Sel-sel otak dikelilingi oleh membrane
yang dalam keadaan normal dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lain kecualiClorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+
di dalam sel neuron tinggi dankonsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda
potensialyang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh
adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat
adanya perubahan potensial membransel yang didahului dengan
stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+
terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx
dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih
positif, sehingga terbentuklah suatupotensial aksi. Dan sebaliknya,
untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channelion K+ harus
terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi
efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih
negative atau ke potensial membran istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan
diantara 2 sel neuron,terdapat celah yang disebut sinaps, yang
menghubungkan akson neuron pre-sinaps dandendrite neuron post
sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini,dibutuhkan
peran dari suatu neurotransmitter.Ada dua tipe neurotransmitter,
yaitu :
1. Eksitatorik
Neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif
danmengeksitasi neuron post sinaps.
2. Inhibitorik
Neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih
negativesehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh
: GABA (Gamma Aminobutyric Acid).
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan
dari sebuah fokuskejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik.Aktivitas kejang sebagian bergantung
kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak
tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar
bersifatepileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak
umumnya tidak memicukejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomenabiokimiawi, termasuk yang berikut
:
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun danapabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalamrepolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi GABA.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah
dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau
lebih 4.Kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untukkontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia,
hiperkapneu, dan asidosis laktat,hipotensi arterial disertai dengan
aritmia jantung.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.Dari kenyataan
ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita menjadi kejang.2.8 MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu
yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 C
atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa
serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5Sebagian besar kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung
lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah
mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak
capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi
apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2Kejang demam yang
berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh
sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.22.9 PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS8 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama
kejang
Suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan
saraf pusat (gejala infeksi saluran nafas akut/ISPA, infeksi
saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
Singkirkan penyebab yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, atau asupan kurang yang dapat menyebabkan
hipoglikemia)
PEMERIKSAAN FISIK8 Kesadaran : apakah terdapat penurunan
kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, brudzinski I dan II,
kernique sign Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis,
refleks patologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG8 Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai
indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan
dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
urinalisis dan biakan darah, urin atau feses Pemeriksaan cairan
serebrospinal dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya
tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
Pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bayi usia < 12 bulan : sangat dianjurkan
Bayi usia 12-18 bulan: dianjurkan
Bayi usia > 18 bulan: tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak rekomendasikan. EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya:
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi, misalnya:
Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI,edema
papil)
2.10 DIAGNOSIS BANDING2,3,4,5,6 Epilepsi Meningitis Ensefalitis
2.11 PENATALAKSANAAN Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, tindakan awal yang mesti dilakukan
adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air
menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara
gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk
mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru
berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi
anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan
gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak
dengan air sedikit.1Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada
penatalaksanaan kejang demam yaitu:2,3,4,5,6,10,111. Pengobatan
fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akutPada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas
harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
hangat dan pemberian antipiretik. Kejang demam terjadi akibat
adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah
terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan
antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan
sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap
4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.Diazepam
adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik
diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan
efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan
secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila
tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.Pemberian diazepam secara
intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara
pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah
dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari
dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi
miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi
vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum
sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan
selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara
merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg
dapat digunakan adalah 5 mg (BB10 kg). Bila kejang tidak berhenti
dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga
berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti
dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung
diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1
tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4
jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari
pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan
dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total
tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah
hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.2
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:21. Profilaksis
intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian
hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan
diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg (BB10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari
38,5o C.2. Profilaksis jangka panjangProfilaksis jangka panjang
berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan
cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak
dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis
terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis
terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.Profilaksis terus-menerus
dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:21. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau
mikrosefal, retardasi mental).2.Kejang demam lebih lama dari 15
menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau
menetap.3.Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau
saudara kandung.4.Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur
kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu
episode demam.Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat
kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan
pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten
yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8
jam di samping antipiretik
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :9,10,11 Anak harus dibaringkan
di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang,
untuk menghindari bahaya tersedak.
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti
sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat
jalan napas.
Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan
anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan
batasan menit.
Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa
menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada
kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak
lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan
dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut .9,10,11
Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
Pemberian oksigen melalui face mask
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui
anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per
infus
Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk
meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya
menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup
lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang
berkelanjutan.
Imunisasi dan kejang demam9Walaupun imunisasi dapat menimbulkan
demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu
penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada
beberapa jenis imunisasi sebagai berikut: DTP : 6-9 per 100.000
imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.
MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari
8-14 setelah imunisasi. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan
merupakan kontra indikasi imunisasi.ALGORITMA TATALAKSANA KEJANG
DEMAM
TINDAKAN TATALAKSANA DI ICU
2.12 PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang
demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian
yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%,
yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada
umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973)
mendapatkan: Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya
kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14
bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang
25%.Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara
penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya
mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari
golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi
dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97%
yang menjadi epilepsi.2Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak
sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:21. Riwayat
penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang
fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di
atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa
demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama
sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya
2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981").
Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve
Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak
pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun,
tidak didapatkankematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan
kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang
normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata
untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang
demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya
(kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah
abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal,
rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya.
Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project
ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The
National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah
mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di
tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6Pada penelitian Ellenberg dan
Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia
7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.419