Laporan Kasus Kejang Demam Kompleks dengan Diare Akut Tanpa Dehidrasi Oleh: Desty Fahriska NIM: 11101-016 Pembimbing: dr. Cherlina, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK SENIOR 1
Laporan Kasus
Kejang Demam Kompleks dengan Diare Akut Tanpa Dehidrasi
Oleh:
Desty Fahriska
NIM: 11101-016
Pembimbing:
dr. Cherlina, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BANGKINANG
2015
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 2
2.1 Kejang Demam ......................................................................... 2
2.1.1 Definisi ....................................................................... 2
2.1.2 Epidemiologi .............................................................. 2
2.1.3 Etiologi ....................................................................... 3
2.1.4 Klasifikasi .................................................................. 3
2.1.5 Patogenesis ............................................................... 4
2.1.6 Manifestasi Klinis ...................................................... 5
2.1.7 Diagnosis .................................................................... 6
2.1.8 Diagnosis Banding ..................................................... 6
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ............................................. 7
2.1.10 Tatalaksana ............................................................... 9
2.1.11 Edukasi Orang Tua .................................................... 12
2.1.12 Prognosis ................................................................... 12
2.2 Diare Akut Tanpa Dehidrasi .................................................... 14
2.2.1 Definisi ....................................................................... 14
2.2.2 Epidemiologi .............................................................. 14
2.2.3 Etiologi ....................................................................... 14
2.2.4 Klasifikasi .................................................................. 15
2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi ................................... 16
2
2.1.6 Tatalaksana ................................................................ 17
BAB 3 STATUS PASIEN ............................................................................ 23
BAB 4 ANALISIS KASUS .......................................................................... 34
BSB 5 KESIMPULAN ................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Kejang Demam
dan Diare Akut Tanpa Dehidrasi” untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
mengikuti KKS Ilmu Kesehatan Anak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Cherlina,
Sp.A yang telah bersedia memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis sehingga
penulis bisa menyelesaikan laporan kasus ini.
Mohon maaf penulis ucapkan jika terdapat kesalahan dalam laporan kasus ini.
Kritik dan saran penulis perlukan demi perbaikan serta tambahan ilmu dalam
penyelesaian laporan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan menambah ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.
Bangkinang, 27 September 2015
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam pada anak adalah hal yang sering dijumpai di masyarakat dan
masih menjadi suatu hal yang menakutkan bagi orang tua. Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oc)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang demam juga berkaitan
dengan usia, dimana disebut kejang demam jika usia anak antara 6 bulan – 5 tahun.
Penanganan yang tepat dan cepat merupakan suatu hal yang sangat diperlukan
dalam tatalaksana kejang demam. Pemahaman yang tepat mengenai apa yang
dimaksud dengan kejang demam harus difahami dengan baik agar dapat menegakkan
diagnosis dan menangani pasien dengan benar.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan dengan baik, karena pemilihan
obat, penggunaan dosis atau penegakkan diagnosis yang kurang benar. Kesalahan-
kesalahan tersebut dapat menyebabkan tidak terkontrolnya kejang, perpanjangan
perawatan dan penurunan fungsi sistem tubuh terutama sistem saraf dan pernafasan
akibat terapi yang tidak tepat.
Diare akut masih merupakan salah satu masalah terbesar di negara
berkembang seperti Indonesia. Kematian akibat diare dengan dehidrasi seharusnya
dapat dihindari jika rehidrasi dilakukan dengan benar dan cepat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kejang Demam
2.1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium (di
luar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi
(demam). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang
paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat
memprovokasi terjadinya kejang demam.1,2
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam.2
2.1.2 Epidemiologi
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak.
Berkisar 2% - 5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang
demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah
5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antar 6 bulan
sampai 22 bula. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18
bulan.3
Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–
1,6:1. Saing B (1999), menemukan 62,2% kemungkinan kejang demam berulang
pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada
100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun. Kejang demam kompleks dan
khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsi.
Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 –
5 %.3
6
2.1.3 Etiologi
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak
congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam,
gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit
degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan
penyebabnya4.
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak
kongenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam,
gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit
degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan
penyebabnya4.
2.1.4 Klasifikasi
Kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International
League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu:
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
7
Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
2.1.5 Patogenesis
Pada keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C bisa mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen
jaringan sebesar 10 – 15% dan otak sebesar 20%.2
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu akan terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion K+ dan Na2+ melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran
sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. 2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
380C, sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi bila
suhu mencapai 400C. 2
Bangkitan kejang demam tergantung pada ambang kejang tersebut yaitu lebih
banyak pada anak dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang terjadi singkat
pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sehingga dapat terjadi juga
hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi2,
dan denyut jantung yang tidak teratur, meningkatnya suhu tubuh juga dapat terjadi.
Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga timbul edema otak yang mengakibatkan rusaknya
8
sel neuron otak. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi. 5
2.1.6 Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam
diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam
sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% pasien.4
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang
menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode
mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang
memerlukan pengamatan menyeluruh.5
Kriteria Livingstone sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu2:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 5 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak lebih
dari 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan.
9
2.1.7 Diagnosis
Anamnesis
Dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang
demam, seperti:
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam
diluar susunan saraf pusat.
- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti
genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan
kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang
adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam
dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif
normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang
demam kompleks. 4
Gambaran Klinis
Yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang
tergantung pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar4
2.1.8 Diagnosis Banding
Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit.
Gangguan primer mungkin terdapat intrakranium atau ekstrakranium. Berbagai
penyakit intra serebral dan gangguan metabolik yang juga dapat menyebabkan kejang
antara lain4 :
10
1. Kelainan intrakranium
a. Meningitis
b. Ensefalitis
c. Infeksi subdural dan epidural
d. Abses otak
e. Trauma kepala
f. Stroke dan AVM
g. Cytomegalic inclusion disease
2. Gangguan metabolik
a. Hipoglikemi
b. Defisiensi vitamin B-6
c. Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria
d. Keracunan
3. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala,
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah. 2
Punksi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
11
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal. 2
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.2
Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema2
12
2.1.10 Tatalaksana
Tatalaksana saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg.3
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun. 3
13
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg. 3
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. 3
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau
kompleks dan faktor risikonya.3
Pemberian obat saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan. 2
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis
tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
14
berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.2
Pemberian obat rumatan
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
kejang demam > 4 kali per tahun2
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. 2
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis,
dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. 2
15
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.2
2.1.11 Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat. 2
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih2
2.1.12 Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
16
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. 2
Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama. 2
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
risiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. 2
17
2.2 Diare
2.2.1 Definisi
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi ≥
3x/hari disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan atau tanpa
darah/lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah. Diare yang berlangsung kurang
dari 14 hari disebut diare akut dan bila berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare
persisten.6,7
2.2.2 Epidemiologi
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama yang
menjadi masalah kesehatan masyasakat di Indonesia karena memiliki insidensi dan
mortalitas yang tinggi. Diperkirakan terdapat antara 20-50 kejadian diare per100
penduduk setahunnya. Kematian terutama disebabkan karena penderita mengalami
dehidrasi berat. Antara 70-80% penderita terdapat pada mereka dibawah 5 tahun.
Data Departemen Kesehatan menunjukan, diare menjadi penyakit pembunuh kedua
bayi dibawah 5 tahun atau balita di Indonesia, setelah radang paru ata pneumonia.6
2.2.3 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi
Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri:
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi
parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(candida albicans).7
18
Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.7
2.2.4 Klasifikasi Diare
19
2.2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Diare yang disebabkan oleh infeksi seperti bakteri, berawal dari
makanan/minuman yang ditelan. Bakteri masuk sampai ke lambung, kemudian
dibunuh oleh asam lambung. Namun jumlah bakteri terlalu banyak maka ada
beberapa yang lolos sampai ke duodenum dan berkembang biak di sana. Pada
kebanyakan kasus gastroenteritis organ yang banyak diserang adalah usus. Di dalam
usus bakteri akan memproduksi enzim yang akan mencairkan lapisan mukosa yang
menutupi permukaan usus, sehingga bakteri mengeluarkan toksin yang merangsang
sekresi cairan-cairan usus dibagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan.
Sebagai akibatnya volume cairan didalam lumen usus meningkat yang mengakibatan
dinding usus menggembung dan sebagian dinding usus akan berkontraksi sehingga
terjadi hipermotilitas untuk mengalirkan cairan di usus besar. Apabila jumlah cairan
tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka akan terjadi diare.6
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan akan menyebabkan
makanan atau zat yang tidak dapat diserap sehingga tekanan osmotik di dalam rongga
usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isi tersebut
sehingga terjadilah diare.6
Tertelan makanan basi atau beracun juga dapat menyebabkan diare karena
akan mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik
sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan
tumbuhnya bakteri secara berlebihan sehingga timbul diare.6
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus
menyebabkan pasien mengeluh perut terasa sakit. Selain karena dua hal itu, nyeri
perut timbul karena metabolisme karbohidrat oleh bakteri di usus yang menghasilkan
gas H2 dan CO2 yang menimbulkan kembung dan flatus berlebihan. Biasanya pada
keadaan ini pasien merasa mual bahkan muntah dan nafsu makan makan menurun
karena terjadi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit.6
20
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan pasien
dehidrasi yang ditandai dengan berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata
dan ubun-ubun cekung, bibir, mulut, dan kulit tampak kering. Jika keadaan ini
berlanjut terus meerus maka volume darah akan berkurang. Tubuh akan mengalami
gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu, dan akhirnya dapat menyebabkan
shock hipovolemi.6
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare. Karena faktor psikologis
(stress, marah, takut) dapat merangsang kelenjar adrenal untuk merangsang
pengeluaran hormon yang kerjanya mengatur metabolisme tubuh. Bila terjadi stress
maka metabolisme akan meningkat dan motilitas usus jug meningkat.6
2.2.6 Tatalaksana
Rencana Terapi A (Tanpa Dehidrasi)9
Menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah
1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa
diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah
sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
Untuk < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
Tidak dapat kembali pada petugas kesehatan jika diare
memburuk
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
21
2. Beri obat Zink
Beri zink 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang
atau ASI.
Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
3. Beri Anak Makanan Untuk Mencegah Kurang Gizi
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat
Tambahkan 1 – 2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap
3 – 4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
4. Antibiotik Hanya Diberikan sesuai Indikasi. Misal: Disentri, Kolera, dll
5. Nasihati Ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
22
Rencana terapi B (Dehidrasi Ringan Sedang)9
A. Untuk terapi dehidrasi ringan atau sedang jumlah oralit yang, diberikan
dalam 3 jam pertama disarana kesehatan:
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
Umur Sampai 4 bulan 4 – 12 bulan 12 – 24 bulan 2 – 5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6 – 10 kg 10 – 12 kg 12 – 19 kg
Jumlah Cairan 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 - 1400
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 – 200
ml air masak selama masa ini
Untuk bayi > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali
ASI dan oralit
Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut
B. Amati Anak Dengan Seksama dan Bantu Ibu Memberikan Oralit
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan
berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila
pembengkakakan telah hilang.
C. Setelah 3 – 4 jam, nilai kembali anak dengan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapi
B
23
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
Anak mulai diberikan makanan, susu, dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C
D. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah
Berikan oralit 6 bungkusuntuk persediaa di rumah.
Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah
Rencana Terapi C (Dehidrasi Berat di sarana Kesehatan)9
A. Jika dapat memberikan cairan intravena
Beri cairan intravena segera.
RL atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kgBB, dibagi
sebagai berikut:
Umur Pemberian I
30 ml/kgBB
Kemudian
70 ml/kgBB
Bayi < 1 tahun 1 jam* 5 jam
Anak ≥ 1 tahun 30 menit* 2 ½ jam
*Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau
Nilai kembali tiap 15 – 30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya
setelah 3 – 4 jam (bayi) atau 1 – 2 jam (anak)
Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-berturut
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi.
Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C) untuk
melanjutkan terapi
B. Bila tidak bisa memberikan cairan intravena, rujuk pasien untuk terapi
intravena. Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
memberikannya selama di perjalanan.
C. Jika petugas bisa menggunakan pipa nasogastrik/orogastrik untuk
rehidrasi
24
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui Nasogastrik/Orogastrik. Berikan
sedikit demi sedikit, 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
Nilai setiap 1 – 2 jam:
Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat
Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam rujuk untuk terpai
intravena
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B,
atau C)
D. Jika penderita bisa minum
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut.
Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
Nilai setiap 1 – 2 jam:
Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat
Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam rujuk untuk terpai
intravena
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B,
atau C)
Catatan:
Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
dengan memberi oralit
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah,
pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral
begitu anak sadar4
Cara Pemberian Obat Zinc9
25
Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama 10
hari berturut-turut
Dosis obat Zinc (1 tablet = 20 mg)
- Umur < 6 bulan : 1/2 tablet /hari
- Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet /hari
Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut ±
30 detik), segera berikan kepada anak
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi
pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa
kali hingga satu dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.4
26
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 1 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 10kg
Alamat : Bangkinang Kota
Masuk RS : 19 September 2015
No. RM : 10-00-25
Tgl. Diperiksa : 19 September 2015, pukul 19.40
II. ANAMNESIS
Dilakukan aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama :
Kejang kelonjotan seluruh tubuh 4 jam SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang :
- Demam sejak 1 hari yang lalu, terus menerus hingga hari masuk rumah
sakit
- Berak-berak cair frekuensi lebih dari 6 kali, konsistensi cair, berwarna
kuning, tidak berlendir dan tidak berdarah,
- Kejang kelonjotan seluruh tubuh 4 jam sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi serangan dua kali dengan interval 3 jam, dan durasi tiap
kejang kurang lebih 3 menit.
- Mual tidak ada, muntah tidak ada
- Batuk dan pilek tidak ada
27
- Nafsu makan baik, rasa haus tidak meningkat.
- Buang air kecil seperti biasa, lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang demam sebelumnya disangkal.
Riwayat diare (+)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga atau keturunan lain disangkal.
5. Riwayat makanan :
Ibu mengaku telah menjalani program ASI eksklusif selama 1 tahun. Anak
juga diberikan makanan pendamping asi (MPASI) sejak umur enam bulan,
MPASI yang di berikan berupa bubur buatan sendiri baik bubur nasi
dicampur sayur atau buah, selain itu sesekali anak juga diberikan bubur
siap saji yang dijual di pasaran. Sekarang anak mengkonsumsi nasi seperti
biasa, namun akhir-akhir ini sulit makan akibat sakit dan diare.
6. Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan :
Dari kurva pertumbuhan CDC didapatkan pertumbuhan anak berada
pada pita percentile 10 (gizi baik).
Perkembangan psikomotor :
Motorik kasar Motorik halus
Anak tidak mengalami gangguan perkembangan motorik kasar maupun
gerakan motorik halus.
Bicara Sosial
Bicara dan interaksi sosial anak baik.
Mental/ intelengensia :
Tidak ditemukan gangguan mental maupun intelegensia pada anak.
Emosi dan prilaku :
Emosi dan perilaku anak baik.
7. Riwayat Imunisasi
Ibu mengaku imunisasi lengkap
28
8. Riwayat Penyakit Infeksi
I. Penyakit
a. Diare : pernah menderita diare
b. Campak : pasien tidak pernah menderita campak
c. ISPA : batuk pilek ringan seperti biasa
d. Demam berdarah : pasien tidak pernah menderita demam berdarah
9. Riwayat Perawatan
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
10. Riyawat operasi
Pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya.
10. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi :
Penderita adalah anak tunggal dari Tn. D yang bekerja sebagai pegawai
honorer. Secara ekonomi, keluarga tergolong keluarga yang cukup
mampu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan umum (dilakukan pada tanggal : 19 September 2015 jam : 19.40
1. Kesan umum :
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang. Kesadaran cosposmentis, status
gizi baik.
2. Tanda utama
Nadi : 106 kali/menit
Pernapasan : 40 kali/ menit
Tekanan darah : anak sulit diperiksa
Suhu : 38oC
3. Status gizi
Berat badan : 10kg Panjang Badan: 71cm
Status Gizi : persentil 10 kurva CDC
29
4. Kulit
Pada kulit tidak ditemukan bekas luka, skar, ruam, petekie, vesikel, serta tanda-
tanda peradangan. Keadaan kulit dalam batas normal.
5. Kelenjar limfe :
Tidak dilakukan pemeriksaan kelenjar limfe
6. Otot :
Tidak ditemukan nyeri pada otot.
7. Tulang :
Tidak ditemukan kelainan pada tulang.
8. Sendi :
Tidak ditemukan kelainan pada sendi.
B. Pemeriksaan khusus
1. Kepala
Bentuk : Bulat, normomegali
Rambut : Warna hitam, cukup lebat, distribusi baik
UUB dan UUK : UUB dan UUK datar
Mata :
- Mata tidak cekung
- Palpebra simetris kiri dan kanan
- Tidak ditemukan ptosis
- Konjungtiva tidak anemis
- Sklera tidak ikterik
- Kornea jernih
- Pupil bulat dan simetris
- Lensa jernih
Hidung :
- Tidak ditemukan pernafasan cuping hidung
- Mukosa hidung tidak tampak hiperemis
Mulut :
- Bibir simetris
30
- Mukosa pipi berwarna kemerahan, tidak terdapat bercak-bercak putih
dan ulserasi
Tenggorokan :
- Dinding faring :
o Hiperemis
o Tidak ditemukan edema
o Tidak ada eksudat dan abses
o Tidak ada ulserasi
- Tonsil : T2/T2
2. Leher :
JVP tidak meningkat
Tidak terdapat edema
Tidak terdapat benjolan/massa
3. Thorax (permukaan dada)
Bentuk : hampir bulat, dalam batas normal
Simetris kiri dan kanan
Gerakan pernafasan abnormal tidak ditemukan
Kecepatan dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat dari luar
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 4, garis midklavikularis kiri
sedikit lateral
Perkusi : tidak ditemukan kardiomegali
Auskultasi : Bunyi jantuung normal, tidak ditemukan bising jantung
Paru-paru
Depan :
Inspeksi : (sama dengan dada)
Palpasi :
- Paru simetris kiri dan kanan
- Pemeriksaan fremitus sulit dilakukan
31
Perkusi : suara sonor
Auskultasi :
- Suara nafas vesikuler di semua lapang paru
- Tidak ditemukan suara nafas tambahan
Belakang :
Inspeksi : (sama dengan dada)
Palpasi :
- Paru simetris kiri dan kanan
- Pemeriksaan fremitus sulit dilakukan
Perkusi : suara sonor di semua lapang paru
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler di semua lapang paru
Tidak ditemukan suara nafas tambahan
4. Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : perut tidak buncit
- Permukaan :
o Warna kulit kuning langsat
o Umbilikus tampak tertutup dan berkerut
o Tidak ditemukan skar, massa dan tanda-tanda peradangan
Auskultasi :
- Suara peristaltik usus 16 kali permenit
- Tidak ditemukan bruit
Palpasi :
- Tidak ditemukan nyeri tekan abdomen
- Tidak ditemukan defans muskular
Perkusi :
- Bunyi perkusi timpani
5. Anggota gerak
Akral hangat
32
Tidak ada edema
CRT <2 detik
Tonus otot baik
Turgor kulit baik
IV. HASIL LABORATORIUM
Darah :
- Hb : 11,7 g/dl
- Leukosit : 7,3 103/mm3
- Diff. Count
o Eusinofil : 3
o Basofil : 0
o Stb : 4
o Segmen : 27
o Limfosit : 56
o Monosit : 10
- Eritrosit : -
- Trombosit : 353 103/mm3
- Hematokrit : 32,9 %
- MCV : -
- MCH : -
- MCHC : -
- RDW : -
- MPV : -
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan darah perifer menunjukkan hasil monosit dan
limfosit melebihi batas normal
Urin : Tidak dilakukan urinalisis
Feses : Tidak dilakukan pemeriksaan feses
V. DAFTAR PERMASALAHAN
33
Demam
Kejang
Diare
Faring hiperemis
Tonsil T2-T2
VI. RENCANA PENGELOLAAN
A. Rencana pemeriksaan / penegakan diagnosis
Pemeriksaan darah perifer lengkap
B. Rencana Terapi
IVFD RL maintanance: 1000cc/24 jam: 40cc/jam: 40tpm mikro
Antikonvulsan: Fenobarbital pulv 2x15 mg
Antipiretik: Parasetamol syr 3x1 cth
Zink syr 1x1 cth
Probiotik: Lbio 2x1 sachet
C. Rencana perawatan
Pemasangan infus dan pemantauan cairan input maupun output
Observasi demam dan rencana penggantian jenis cairan
D. Rencana diet
Diet makanan lunak, tinggi protein, karbohidrat dan vitamin
Usaha intake cairan semaksimal mungkin
E. Rencana edukasi
Kejang Demam
Memberitahu orang tua untuk tidak panik, karena kejang demam bukan
merupakan hal yang menakutkan karena dengan penanganan yang tepat
dan baik akan memberikan prognosis yang baik
Memberitahu orang tua agar waspada ketika suhu anak mulai meninggi
dengan segera memberikan obat pereda demam atau sebaiknya segera ke
dokter terdekat
34
Memberitahu agar menyediakan antikonvulsan diazepam suppositoria
dirumah dan diberitahu cara pemberian ketika anak sedang mengalami
renjatan.
Memberitahu bahwa kemungkinan kejang akan berulang kembali
Memberitahu bahwa pemberian obat dapat mencegah pengulangan
renjatan namun memiliki efek samping jangka panjang
Diare akut
Memberitahu bahwa diare memerlukan rehidrasi yang cepat dan tepat
untuk mengembalikan kehilangan cairan.
Memberitahu bukan merupakan penyakit yang berbahaya namun harus
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat.
Memberitahu ibu untuk menjaga pola makan anak agar terhindar dari
infeksi dari luar.
Menjaga higienitas anak, keluarga maupun lingkungan agar terhindar dari
penyakit-penyakit menular maupun infeksi lain.
Jangan panik bila anak diare, bawa ke fasilitas kesehatan atau tenaga
medis terdekat untuk ditangani dengan tepat.
VII. DIAGNOSIS
Kejang demam kompleks
Tonsilofaringitis akut
Diare akut tanpa dehidrasi
35
VIII. TERAPI
IGD :
IVFD RL 1000cc/24 jam: 40cc/jam: 40tpm mikro
Fenobarbital pulv 2x15 mg
Parasetamol syr 3x1 cth
Zink syr 2x1 cth
Lbio 2x1 sachet
IX. FOLLOW UP
Tanggal Subjek Objek Assesment Perawatan
20/09/
15
Demam (-)
Kejang (-)
Mencret 6 kali,
konsistensi cair, warna
kuning
Muntah (-)
Pilek (-)
Batuk (+)
Minum (+)
TD : -
T : 37,0oc
N : 100x/’
R : 38x/’
Ubun2 :
tidak cekung
Turgor kulit :
baik
Mata cekung
(-)
Tonsil T2/T2
BU : 16x/’
Kejang demam
kompleks +
Tonsilofaringitis
akut + Diare
akut tanpa
dehidrasi
O2 2L pm
IVFD RL 20 tpm
PCT syr 3x1 cth
Phenobarbital 2x10
mg
Lbio 2x1 sachet
Zinc 2x1 cth
21/09/
15
Demam (-)
Kejang (-)
Mencret 2 kali,
konsistensi cair, warna
kuning
Muntah (-)
Pilek (-)
TD : -
T : 37,0oc
N :80x/’
R : 40x/’
Ubun2 :
tidak cekung
Turgor kulit :
Kejang demam
kompleks +
Tonsilofaringitis
akut + Diare
akut tanpa
dehidrasi
IVFD RL 40 tpm
(960cc)
Sisa 40cc (PO)
PCT syr 3x1 cth
Phenobarbital 2x10
mg
Zinc 2x1 cth
36
Batuk (+)
Minum (+)
baik
Mata cekung
(-)
Tonsil T2/T2
BU : 12x/’
Atapulgite 3x1 cth
22/09/
15
Demam (-)
Kejang (-)
Mencret (-)
Muntah (-)
Pilek (-)
Batuk (-)
Nafsu makan baik
Minum (+)
TD : -
T : 36,3oc
N :80x/’
R : 20x/’
Ubun2 :
tidak cekung
Turgor kulit :
baik
Mata cekung
(-)
Tonsil T1/T1
BU : 4x/’
Anak aktif
Kejang demam
kompleks e.c.
Tonsilofaringitis
akut dengan
diare telah
rehidrasi
- Terapi yang masih
tersisa dilanjutkan
X. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : ad bonam
b. Quo ad fungusionam : ad bonam
c. Quo ad sanam : ad bonam
37
BAB IV
ANALISIS KASUS
Diagnosis kejang demam kompleks e.c. tonsilofaringitis akut dengan diare
akut tanpa dehidrasi pada pasien ini ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
- Demam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit
- Kejang berulang sebanyak 2 kali dalam 24 jam, kejang berlangsung 2-3 menit
- Kejang kelonjotan seluruh tubuh
- Hasil lab menunjukkan peningkatan monosit dan limfosit : shift to the right:
mengarah ke arah infeksi virus.
- Mencret 6 kali sehari sebelum masuk rumah sakit
- Mencret 2 kali saat dirawat hari pertama di rumah sakit
- Anak tetap aktif, masih mau minum
2. Pemeriksaan Fisik
- Ubun-ubun datar, mata tidak cekung
- Turgor kulit baik
- Mukosa faring hiperemis
- Tonsil T2/T2
3. Pemeriksaan Penunjang
- Hb : 11,7 g/dl
- Leukosit : 7,3 103/mm3
- Diff. Count
o Eusinofil : 3
o Basofil : 0
o Stb : 4
o Segmen : 27
o Limfosit : 56
o Monosit : 10
38
- Eritrosit : -
- Trombosit : 353 103/mm3
- Hematokrit : 32,9 %
4. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- O2 2L pm (19/09/2015)
- IVFD RL 40tpm mikro
- Parasetamol syr 3x1 cth
- Phenobarbital pulv 2x15 mg
- Lbio 2x1 sachet
- Atapulgite 3x1 cth
- Zinc syr 2x1 cth
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang, pada pasien ini ditegakkan diagnosis kejang demam kompleks e.c.
tonsilofaringitis akut dengan diare akut tanpa dehidrasi. Hal ini berdasarkan hasil
anamnesis, yaitu anak telah demam sebelum kejang sehari SMRS, kejang lebih
dari 1 kali dalam periode 24 jam, hal ini tidak memenuhi klasifikasi menurut
ILAE untuk kejang demam sederhana, tidak ada riwayat kejang pada umur
dibawah 6 bulan serta tidak ditemukan defisit neurologis pada pasien.
Penanganan kejang saat di IGD diberikan phenobarbital yang merupakan salah
satu terapi rumatan, terapi rumatan diberikan mungkin karena pertimbangan
kejang yang berulang 2 kali dalam 24 jam SMRS, namun menurut Konsensus
Kejang Demam tahun 2006, hal ini kurang diperlukan mengingat kejang anak
tidak lebih dari 15 menit dan tidak disertai defisit neurologis maupun kejang
fokal. Menurut Konsensus Kejang Demam tahun 2006, penatalaksanaan kejang
demam yang pertama kali dilakukan bila terjadi kejang adalah pemberian
diazepam rektal 10mg untuk berat badan > 10kg atau jika telah terpasang IV line
dapat diberikan diazepam IV 5mg dalam waktu 3-5 menit.
Dari pemeriksaan fisik, mukosa faring hiperemis serta terdapat pembesaran
tonsil T2/T2, tidak dilakukan pemeriksaan detritur pada pasien ini. Keadaan
39
faring mengarah ke tonsilofaringitis akut, dimana mungkin infeksi pada tonsil ini
juga ikut merangsang terjadinya kejang demam pada anak.
Pada anamnesis juga didapatkan bahwa anak mengalami diare selama 2
hari dengan frekuensi diare 6 kali perhari dengan konsistensi tinja cair dan
berwarna kuning, tidak ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi. Pada kasus
tidak dilakukan pemeriksaan feses, seharusnya setiap keluhan gastrointestinal
seperti diare, pemeriksaan feses harus dilakukan. Saat perawatan di RS, diberikan
terapi cairan maintanance sesuai rumus Holiday dan Segar yaitu 1000cc untuk
berat badan 10kg, diberikan tetesan 40tpm mikro dan tidak ada penambahan
cairan akibat peningkatan suhu karena anak tidak lagi demam saat dirawat.
Menurut Departemen Kesehatan RI terapi yang diberikan pada diare tanpa
dehidrasi adalah rencana terapi A, yang salah satunya adalah pemberian oralit
sejumlah 100-200 ml setiap kali berak hingga diare berhenti untuk anak dengan
umur diatas 1 tahun.
Pemberian antibiotik tidak diperlukan dalam kasus ini mengingat sekitar
70% etiologi diare akut adalah Rotavirus yang merupakan self limited disease,
selain itu dari hasil laboratorium ditemukan peningkatan monosit dan limfosit
yang menunjukkan shift to the right yang menandakan adanya infeksi virus.
Penggunaan antibiotik pada diare akut juga akan mengganggu ketahanan
mikroflora usus sehingga akan menimbulkan gejala diare yang berkelanjutan
(antibiotic associated diarrhea).
Pemberian preparat L-bio yang berisi probiotik Lactobacillus telah diteliti dan
ternyata terbukti bermanfaat sebagai antisekretori pada diare.9 Penggunaan
atapulgite masih dalam pro-kontra, namun anti-diare sebaiknya dihindari karena
merupakan salah satu kontraindikasi pengobatan gastroenteritis akut pada anak
karena kurang bermanfaat, selain itu atapulgite dapat menurunkan mikroflora
usus dan dapat meningkatkan risiko ileus, mengantuk dan mual.8
Pemberian zinc telah sesuai dengan rencana terapi A dari Departemen
Kesehatan, namun lama pemberian harus 10 hari walaupun diare telah selesai.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Edisi
8. Jakarta: ECG; 2013.
2. Ikatan Dokter Indonesia. Konsensus penatalaksanaan Kejang Demam.
Cetakan kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2006.
3. Deliana, M. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri 4(2); 59 –
62. 2002
4. Behrman, Richard E. Kliegman, Robert M. Jenson, Hal B. Nelson’s textbook of pediatrics. Ed-17. Pennsylvania: Saunders; 2004.
5. David YK. Epilepsy and Seizures. Avaliable from:
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview/ [acessed January 28
2015]
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jiid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2007
7. Randy PR. Pediatric Gastroenteritis. Avaliable from:
http://emedicine.medscape.com/article/964131-overview/ [acessed January 28
2015].
8. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2011.
9. Dwipoerwantoro GP, Hegar B, Witjaksono PAW. Pola Tata laksana Diare Akut di Beberapa Rumah Sakit Swasta di Jakarta; apakah sesuai dengan protokol WHO. Sari Pediatri 2005;6(4): 182-187.
41