CONGESTIVE HEART FAILURE
I. PENDAHULUAN Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung
kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi
akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung
adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah
disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar,
aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika,
disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit
jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan
penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensi dan diabetes.Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar
0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan
rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi
penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada
sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien
gagal jantung. 3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap
tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut
dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang
ringan.Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila
penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien
gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50%
akan meninggal dalam tahun pertama.
II. DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini
adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit
menjadi gagal jantung. Beberapa istilah dalam gagal jantung :1.
Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi
secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis,
foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan
kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan
menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan
relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik
didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari
50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,
pseudo-normal, tipe restriktif. 2. Low Output dan High Output Heart
Failure Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi,
kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output
heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik
seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri,
dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan. 3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan Gagal jantung kiri
akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan
seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru
kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi
karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2
ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. 4. Gagal Jantung
Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard
luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal
jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer
sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi
vena (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu
memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan
volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan
diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan
vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan
jantung atau seluruh rongga jantung.II1. ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi :
regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu
perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi
paru-paru dan emboli paru.Penyebab tersering gagal jantung kiri
adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau aorta,
penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer. Penyebab
tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria
pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan
atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit
katup arteri pulmonalis atau trikuspid.
IV. PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark
miokard, maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun.
Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah
jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan
tekanan vena jugularis.Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah
respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan
curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas
adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme
ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat
normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan
pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang
efektif.1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :Salah satu
respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin
dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal.
Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain
itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit
dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai
dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin
akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik pada gagal jantung.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron :Aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang
mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada
gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya,
penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensinI Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal. Retensi
natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah.
Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8
3. Hipertrofi ventrikel : Respon kompensatorik terakhir adalah
hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi
miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi
ventrikel.Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek
yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema
dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang
jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium
juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika
peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi
iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir
dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon
terhadap hemodinamik berlebih.
V. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif
terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala.
Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas
fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi
terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal
jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem
organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun
kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif,
tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang
mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan
tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi
aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Dispnea,
atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang
paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan
akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti
vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema
alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat
beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke
arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari
ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh
timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang
lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat
kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. Timbulnya ronki yang
disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal
jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan oleh
perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena. Gagal
pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis;
vena-vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP)
dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan
yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran
balik vena ke jantung selama inspirasi. Dapat terjadi hepatomegali;
nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau
mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus. Edema perifer terjadi
akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula
tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam
hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi
retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan
reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang
berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun
gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun
manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien
dapat mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi
jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan
aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan
merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini. VI.
DIAGNOSIS Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada
gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai dengan
pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi,
pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. Kriteria
Diagnosis :Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal
jantung kongestif
Kriteria Major :1. Paroksismal nokturnal dispnea2. Distensi vena
leher3. Ronki paru4. Kardiomegali5. Edema paru akut6. Gallop S37.
Peninggian tekana vena jugularis8. Refluks hepatojugular Kriteria
Minor :1. Edema eksremitas2. Batuk malam hari3. Dispnea deffort4.
Hepatomegali5. Efusi pleura6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
normal7. Takikardi(>120/menit) Diagnosis gagal jantung
ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA),
merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung
kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: NYHA
class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan
fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa. NYHA class II, penderita dengan sedikit
pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa
waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan,
jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada. NYHA class III,
penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan
kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah
apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
b. Pemeriksaan Penunjang Ketika pasien datang dengan gejala dan
tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 1.
Pemeriksaan Laboratorium Rutin :Pemeriksaan darah rutin lengkap,
elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim
hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah,
profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan.
Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan
adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau
tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi : Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna
mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis,
dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan
vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak
pada gejala pasien. .
4. Penilaian fungsi LV : Pencitraan kardiak noninvasive penting
untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan menangani gagal jantung.
Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler,
dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran
dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas
pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada
LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga
bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner,
dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap
anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi
LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume).
Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli.
Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur
kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi
mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF
normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF
berkurang secara bermakna ( 65 mmHg.Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada
dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta
sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian
5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta
yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian
dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan
berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan
meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk
meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada
pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang
dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt. Phospodiesterase
inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga
terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang
sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone.
Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan
hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan
inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20
menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75
g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.Pemberian vasopressor
ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok
kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan
syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30
menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt.
Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.Penanganan yang
lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya
gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita
datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk
menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau
nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium
intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita
dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan
preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik
dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi
sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.Penanganan
invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,
ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada
penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral
atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita
dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular
derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular
Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian
fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik
yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.
VIII. PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah
sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana
angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil
dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat
dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan
disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder,
hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50%
kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal
jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan
bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.
DAFTAR PUSTAKA1. P R Marantz et al. 2012.The relationship
between left ventricular systolic functionand congestive heart
failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of
TheAmerican Heart Association. Available from
:http://circ.ahajournals.org2. SudoyoAWdkk.2006.
BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilidIIIed.IV , PusatPenerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta3. SudoyoAWdkk.2006.
BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilidIed.IV , PusatPenerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta4. Nicholas J. Talley, Nimish
Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia
,PracticeParametersCommitteeoftheAmericanCollegeofGastroenterology.American
Journal of Gastroenterology5. Djojodibroto R Darmanto. 2009.
Respirologi(RespiratoryMedicine) . Penerbit BukuKedokteran EGC.
Jakarta6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical
Diagnosis & Treatment 47 th Edition . Mc Graw Hill7.
BrashersVL.2008.
AplikasiKlinisPatofisiologiPemeriksaan&Manajemen .Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta8. Rani A A, dkk. 2009.
PanduanPelayananMedikPerhimpunanDokterSpesialisPenyakit Dalam
Indonesia . Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta9.
LelosutanS A R. 2009.
KapitaSelektaGastroentero-HepatologiIlmuPenyakitDalam . Sub SMF
Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RSPAD
GatotSoebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta1