Top Banner
1 KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA BUDIDAYA INTENSIF SISTEM HETEROTROFIK MUHAMMAD IQBAL PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H
85

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

Nov 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

1

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias

gariepinus) PADA BUDIDAYA INTENSIF SISTEM

HETEROTROFIK

MUHAMMAD IQBAL

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 H

Page 2: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

2

KELANSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias

gariepinus) PADA BUDIDAYA INTENSIF SISTEM

HETEROTROFIK

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana

Sains Pada Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD IQBAL

106095003209

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 H

Page 3: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

3

Page 4: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

4

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, September 2011

Muhammad Iqbal

Page 5: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

5

ABSTRACT

Improving the survival of catfish on farming catfish (Clarias gariepinus) intensive

heterotrophic system.

Heterotrophic in intensive farming systems is one of technologies currently being

developed in aquaculture aims to improve the survival of catfish as well as water

quality and enhance the utilization efficiency based on a conversion nutrien.

Technologies nitrogen anorganik especially ammonia and nitrite by heterotrophic

bacteria into microbial biomass which can be consumed by the organism cultured.

The research activities conducted at the Laboratory of Plant Breeding Research

Workshop Cultivation Systems and Freshwater. Aquaculture Technology at

Sukamandi, Subang (West Java) in january to jule 2011. This research uses 12

fiber with a basic shape like a funnel and density of 20 g/ 50 catfish is done with

four different treatments including: treatment by using feed only, treatment by

using the role of bacteria (feed and bacteria) and treatment using bacteria and

molasses (heterotrophic system). Parameter which is observed included survival

of catfish as well as its relationship with several water quality parameters. Water

quality parameters were measured include temperature, pH, dissolved oxygen,

ammonia, nitrites, nitrates and volatile solid (VSS. The analysis result showed that

heterotrophic system produced good catfish with good water quality which agree

to improve the survival of catfish (Clarias gariepinus).

.

Key words : heterotrophic system, improving the survival of catfish, water quality

criteria.

Page 6: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

6

ABSTRAK

Kelangsungan Hidup Ikan Lele Pada Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Intensif Sistem Heterotrofik.

Sistem heterotrofik pada budidaya intensif merupakan salah satu teknologi yang

saat ini sedang dikembangkan dalam akuakultur yang bertujuan untuk

memperbaiki kelangsungan hidup ikan lele serta kualitas air dan meningkatkan

efisiensi pemanfaatan nutrient.Teknologi ini didasarkan pada konversi nitrogen

anorganik terutama amonia dan nitrit oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa

mikroba yang kemudian dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya. Kegiatan

penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sistem Budidaya Loka Riset Pemuliaan

dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang, Jawa Barat

pada bulan Januari sampai Juni 2011. Penelitian ini menggunakan 12 bak fiber

dengan dasar bentuk corong serta dengan kepadatan 20 ekor/50 g ikan lele di

lakukan dengan empat perlakuan yang berbeda diantaranya: perlakuan dengan

menggunakan pakan saja, perlakuan dengan menggunakan peran molase (Pakan

dan Molase), perlakuan dengan menggunakan peran bakteri (Pakan dan Bakteri)

dan, Perlakuan dengan menggunakan bakteri dan molase (Sistem Heterotrofik).

Parameter yang diamati meliputi kelangsungan hidup ikan lele serta hubungannya

dengan beberapa parameter kualitas air. Parameter kualitas air yang diukur adalah

meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, amonia, nitrit, nitrat dan volatile suspendid

solid (VSS). Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem heterotrofik menghasilkan

kelangsungan hidup ikan lele yang baik serta kualitas air yang mendukung bagi

pertumbuhan ikan lele (Clarias gariepinus).

Kata kunci : Sistrem heterotrofik, kelangsungan hidup ikan lele, kriteria kualitas

air.

Page 7: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah dari-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada

baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang

terang benderang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KELANGSUNGAN HIDUP IKAN

LELE (Clarias gariepinus) PADA BUDIDAYA INTENSIF SISTEM

HETEROTROFIK” ini.

Selama pengerjaan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan

segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada.

1. Ayahanda Drs. H. Sopri Effendi M.M dan Ibunda Hj. Mamah Fatimah

serta kakak dan adik-adikku, serta mba ayu S.Hi, mba heni S.Hi, dan

keluarga besar semuanya yang telah memberikan motivasi dan dukungan

serta doanya kepada penulis.

2. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi.

3. Dr. Lily Surayya E.P, M. Env. Stud selaku Kepala Prodi Biologi Fakultas

Sains dan Teknologi dan selaku pembimbing II yang telah membimbing

dan memberikan motivasinya selama penulisan.

Page 8: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

8

4. Ir. Bambang Gunadi, M. Sc., selaku pembimbing I, dan Pihak-pihak lain

yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas

segala bimbingan dan bantuannya.

5. Dr. Joni Haryadi M.Sc, selaku penguji seminar hasil yang selalu

memberikan arahan serta bimbingannya dan atas kesempatan yang telah

diberikan dalam penelitian ini.

6. Dr. Imron, S.Pi, M.Si selaku kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi

Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi Subang Jawa Barat.

7. .Drs. Wayan Subamia, M.Si. selaku mantan kepala Loka Riset Pemuliaan

dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi Subang.

8. Dasumiati, M.Si selaku penguji 1 yang telah memberikan arahan dan

bimbingannya.

9. DR. Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji 2 yang telah memberikan

arahan dan bimbingannya.

10. Teknisi – teknisi resirkulasi Mas Lamanto S.Pi, Mba Rita S.Si , Mas Ivan,

Mas Galih, dan Pak Oman, Mang Karim yang telah banyak membantu

penulis selama penelitian.

11. Serta temen-temen angkatan 2006 prodi Biologi Uin Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Temen Loka Riset semuanya .

12. Cheppy, Hapis Taihiap S.Si, Muhib Radhiyufa S.Si, Ayudya Safitrie

Iskandar S.Pi, Efrizal, S.Pi, Yudha Lestira S.Pi, yang selama kurang lebih

dua bulan bersama dalam pelaksanaan penelitian telah banyak memberi

bantuan, semangat, dan dukungan.

Page 9: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

9

13. Semua pihak yang tidak mungkin dituliskan satu persatu yang telah

membantu mulai dari persiapan penelitian sampai penulisan skripsi.

Akhirnya atas bantuan, bimbingan, pengarahan serta dorongan yang

diberikan, semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis

menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan

skripsi ini. Demikianlah skripsi ini disusun, semoga skripsi ini berguna dan

bermanfaat untuk penulis dan semua pihak yang memerlukan.

Jakarta, 9 September 2011

Penulis

Page 10: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

10

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI.................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv

DAFTAR TABEL........................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vi

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 3

1.3. Hipotesis ........................................................................................ 3

1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Ikan Lele (Clarias gariepinus)......................................................... 5

2.1.1Klasifikasi ikan lele ................................................................ 5

2.1.2 Morfologi ......... ..................................................................... 6

2.1.3 Habitat dan Perilaku................................................................ 7

2.1.4 Kebiasan makan ..................................................................... 8

2.1.5 Penyebaran ............................................................................ 9

Page 11: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

11

2.2 Kelangsungan hidup ikan ............................................................. 10

2.3 Budidaya sistem intensif ............................................................... 10

2.4 Sistem Heterotrofik ........................................................................ 11

2.5 Volatile Suspendid Solid ................................................................ 13

2.6 Molases............................... ............................................................ 13

2.7 Parameter kualitas air .......... ......................................................... 14

2.7.1 Oksigen terlarut (DO)........................................................ 15

2.7.2 Tingkat keasaman (pH) ..................................................... 16

2.7.3 Suhu ................................................................................... 17

2.7.4 Amonia (NH4+)................................................................... 19

2.7.5 Nitrit (NO2)........................................................................ 19

2.7.6 Nitrat (NO3-)....................................................................... 20

BAB III. METODOLOGI ........................................................................ 21

3.1 Waktu dan Tempat .................................................................... 21

3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 21

3.3 Cara kerja ..... ........................................................................... 22

3.3.1Persiapan wadah................................................................ 22

3.3.2Penebaran ikan ................................................................. 22

3.3.3Perlakuan ........................................................................... 23

3.3.4 Pengamatan ...................................................................... 25

3.3.4.1 Perhitungan kelangsungan hidup ikan .......................... 25

3.3.4.2Pengukuran DO, Suhu dan pH........................................ 25

Page 12: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

12

3.3.4.3Pengukuran Amonia, Nitrit dan Nitrat .......................... 25

3.3.4.4Pengukuran VSS............................................................ 26

3.4 Analisis Data............................................................................ 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 28

4.1 Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus).............. 28

4.2 Parameter Kualitas Air............................................................... 36

4.2.1 Amonia.............................................................................. 36

4.2.2 Nitrit.................................................................................. 40

4.2.3 Nitrat................................................................................. 44

4.2.4 Volatile Suspended Solid (VSS)........................................ 47

4.2.5 Suhu................................................................................... 50

4.2.6 pH...................................................................................... 52

4.2.7 Oksigen Terlarut................................................................ 54

BAB V PENUTUP..................................................................................... 57

5.1 Kesimpulan................................................................................ 57

5.2 Saran.......................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58

LAMPIRAN ................................................................................................ 64

Page 13: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan lele (Clarias gariepinus)......................................................... 6

Gambar 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Siklus 1.......................................................................................... 28

Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Siklus 2........................................................................................... 29

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Siklus 3.......................................................................................... 34

Gambar 5. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Siklus 4......................................................................................... 35

Gambar 6. Parameter Amonia Selama Penelitian............................................ 37

Gambar 7. Parameter Nitrit Selama Penelitian................................................ 41

Gambar 8. Parameter Nitrat Selama Penelitan............................................... 45

Gambar 9. Parameter Volatile Suspended Solid Selama Penelitian............. 47

Gambar 10. Parameter Kualitas Suhu Selama Penelitian............................... 51

Gambar 11. Parameter pH Selama Penelitian................................................. 52

Gambar 12. Parameter Oksigen Terlarut (DO) Selama Penelitian................ 54

Page 14: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

14

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kode Perlakuan Tiap Corong................................................................. 24

Page 15: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peralatan yang Digunakan Selama Penelitian................................ 64

Lampiran 2. Bahan yang Digunakan Selama Penelitian.................................... 66

Lampiran 3. Perhitungan Inokulasi Bakteri dan Pembuatan Stok Bakteri........ 67

Lampiran 4. Perhitungan C/N Rasio.................................................................. 68

Lampiran 5. Jumlah Pakan yang Diberikan Selama Penelitian......................... 69

Lampiran 6. Jumlah Molases yang Diberikan Selama Penelitian..................... 70

Lampiran 7. Hasil Pengukuran kematian ikan................................................... 71

Lampiran 8. Hasil Pengamatan VSS, Amonia, Nitrit dan

Nitrat.............................................................................................. 72

Lampiran 9. Hasil Pengamatan DO, Suhu dan pH.............................................. 74

Lampiran 10. Analisis Of Variance Kelangsungan Hidup Ikan......................... 76

Page 16: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan akan

produk ikan dan tingkat konsumsi ikan, budidaya perikanan dituntut untuk

meningkatkan produksinya. Ikan lele merupakan salah satu komoditas perikanan

yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Data Statistik

Perikanan Indonesia menunjukkan bahwa ikan lele menduduki peringkat nomor

tiga produksi budidaya ikan air tawar di Indonesia setelah ikan mas dan nila

(Anonimus, 2008). Jawa Barat merupakan pusat produksi ikan lele dan pada tahun

2000 menghasilkan 6.421 ton ikan lele dan meningkat 23.642 ton pada tahun 2006

(Anonimus, 2007).

Revitalisasi lele sampai dengan akhir tahun 2009 ditargetkan mencapai

produksi 175.000 ton atau meningkat rata-rata 21,64 % per tahun (Mahyudin,

2008). Kondisi lingkungan abiotik pada ekosistem perairan mempunyai peranan

sangat penting dalam memelihara kelangsungan budidaya. Di alam maupun kolam

lele memiliki pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap lingkungan yang

kurang baik. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik diperlukan kondisi tempat

atau air yang mengandung cukup oksigen dan tidak mengandung bahan pencemar,

serta pembudidayaan yang baik.

Page 17: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

17

Budidaya lele saat ini banyak dilakukan dengan sistem intensif.

Intensifikasi dicirikan dengan adanya peningkatan kepadatan ikan dan pakan

tambahan. Masalah yang kemudian selalu muncul dalam budidaya secara intensif

yaitu terjadinya penurunan kualitas air pada media budidaya yang disebabkan

meningkatnya produk metabolit (Hepher dan Prugnin, 1990). Meningkatnya hasil

buangan metabolisme ikan akhirnya dapat meningkatkan kadar amoniak dalam

air. Keberadaan amoniak mempengaruhi pertumbuhan ikan karena mereduksi

masukan oksigen akibat rusaknya insang, menambah energi untuk detoksifikasi,

menggangu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan

(Boyd, 1990).

Untuk itu perlu dilakukan penanganan limbah hasil budidaya intensif ini,

sehingga limbah tidak menjadi toksik dan tidak menyebabkan kematian pada ikan

serta dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup ikan. Penanganan limbah

ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem heterotrofik pada budidaya ikan

intensif.

Sistem heterotrofik merupakan sistem budidaya ikan yang menggunakan

bakteri heterorof (Beristain, 2005). Bakteri heterotrof akan mengkonversi limbah

nitrogen organik (amonia, nitrit, dan nitrat) menjadi biomassa. Sistem heterotrofik

dalam budidaya intensif diperlukan untuk memaksimalkan pengolahan limbah

agar tercipta produksi dengan tingkat kelangsungan hidup ikan yang tinggi, serta

dapat mengurangi beban cemaran limbah budidaya ikan ke perairan sekitarnya

dan menghasilkan sistem dan teknologi budidaya yang lebih efisien.

Page 18: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

18

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kelangsungan hidup ikan lele (Clarias sp) pada budidaya

intensif dengan menggunakan sistem heterotrofik?

2. Bagaimana kadar nitrogen pada budidaya intensif dengan menggunakan

sistem heterotrofik?

3. Berapakah nilai volatile suspendid solid yang dapat diperoleh pada

budidaya intensif dengan menggunakan sistem heterotrofik?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kelangsungan hidup ikan lele (Clarias sp) dengan

menggunakan sistem heterotrofik pada budidaya intensif.

2. Menganalisis kadar amonia, nitrit dan nitrat pada budidaya intensif dengan

menggunakan sistem heterotrofik.

3. Menganalisis nilai volatile suspendid solid pada budidaya intensif dengan

menggunakan sistem heterotrofik.

1.4 Hipotesis

1. Sistem heterotrofik dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele

(Clarias sp) pada budidaya intensif.

2. Sistem heterotrofik dapat menurunkan kadar nitrogen pada budidaya

intensif.

3. Sistem heterotrofik dapat meningkatkan nilai volatile suspendid solid pada

budidaya intensif.

Page 19: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

19

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan air

tawar khususnya ikan lele (Clarias sp) pada budidaya intensif sistem

heterotrofik.

Page 20: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Ikan lele (Gambar 1) adalah ikan yang hidup di perairan umum dan

merupakan ikan yang bernilai ekonomis serta disukai oleh masyarakat. Ikan lele

bersifat nocturnal, yaitu aktif mencari makanan pada malam hari. Ikan lele

memiliki berbagai kelebihan, diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki

kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan

kandungan gizinya cukup tinggi (Suyanto 2006).

2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele (Clarias sp)

Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Page 21: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

21

Gambar 1. Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Sumber : (Dokumentasi Pribadi )

2.1.2 Morfologi

Ikan lele memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik dan

mempunyai organ arborecent, yaitu alat yang membuat lele dapat hidup di lumpur

atau air yang hanya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele berwarna kehitaman

atau keabuan memiliki bentuk badan yang memanjang pipih kebawah

(depressed), berkepala pipih dan memiliki empat pasang kumis yang memanjang

sebagai alat peraba.

Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10,

sirip perut V.5-6, sirip anal A.50-60 dan jumlah sungut sebanyak empat pasang,

satu pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Sirip dada dilengkapi sepasang

duri tajam dan patil yang memiliki panjang maksimum mencapai 400 mm

terutama pada ikan lele dewasa, sedangkan pada ikan lele yang tua sudah

berkurang racunnya. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan perbandingan antara

panjang baku dan panjang kepala adalah 1: 3-4. Ukuran matanya sekitar 1/8

Page 22: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

22

panjang kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahang

(Rahardjo dan Muniarti, 1984).

2.1.3 Habitat dan Perilaku

Habitat atau lingkungan hidup ikan lele adalah semua perairan tawar,

meliputi sungai dengan aliran yang tidak terlalu deras atau perairan yang tenang

seperti waduk, danau, telaga, rawa dan genangan air seperti kolam. Ikan lele

tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan

terhadap pencemaran bahan- bahan organik.

Ikan lele dapat hidup normal dilingkungan yang memiliki kandungan

oksigen terlarut 4 ppm dan air yang ideal mempunyai kadar karbondioksida

kurang dari 2 ppm, namun pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan

cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti sungai,

mata air, saluran irigasi ataupun air sumur (Suyanto, 2006).

Ikan lele dapat hidup baik di dataran rendah sampai dengan perbukitan

yang tidak terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan ketinggian

diatas 700 m. Ikan lele jarang menampakkan aktivitasnya pada siang hari dan lebih

menyukai tempat-tempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa

dimengerti karena lele adalah binatang nokturnal yang mempunyai kecenderungan

beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari lele lebih

suka berdiam atau berlindung ditempat-tempat yang gelap. Akan tetapi, pada

kolam pemeliharaan, terutama budidaya secara intensif, lele dapat dibiasakan

diberi pakan pelet pada pagi atau siang hari walaupun nafsu makannya tetap

Page 23: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

23

lebih tinggi jika diberikan pada malam hari.

Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang

berkisar antara 20-30oC, akan tetapi suhu optimalnya adalah 27

oC, kandungan

oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3 sebesar 0,05 ppm. Ikan lele

digolongkan kedalam kelompok omnivora (pemakan segala) dan mempunyai

sifat scavanger yaitu ikan pemakan bangkai. Selain pakan alami, untuk

mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa

pelet. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3% per hari dari berat total ikan

yang ditebarkan di kolam dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Khairuman dan

Amri, 2002).

2.1.4 Kebiasaan Makan

Ikan lele digolongkan sebagai ikan karnivora. Pakan alami yang baik

untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton diantaranya Moina, Dapnia, dan

yang termasuk dapnia adalah cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput

kecil dan sebagainya. Pakan alami biasanya digunakan untuk pemberian pakan

lele pada fase larva sampai benih, akan tetapi kan lele biasanya mencari

makan di dasar kolam (Suyanto, 2006).

Ikan lele dapat memakan segala macam makanan. Pakan alami ikan lele

adalah jasad renik yang hidup di lumpur dasar maupun di dalam air, antara lain

cacing, jentik-jentik lainnya nyamuk, serangga, anak-anak siput, kutu air

(zooplankton). Selain itu, lele juga dapat memakan kotoran atau bahkan apa

saja yang ada dalam air (Murhananto, 2002).

Page 24: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

24

Pakan tambahan yang baik untuk lele adalah yang banyak mengandung

protein hewani. Jika pakan yang diberikan banyak mengandung protein nabati,

maka pertumbuhannya lambat. Lele bersifat kanibalisme, yaitu mempunyai sifat

yang suka memakan jenisnya sendiri. Jika kurang. Sifat kanibalisme juga akan

timbul oleh karena perbedaan ukuran. Lele yang berukuran besar akan

memangsa ikan lele yang berukuran lebih kecil (Mahyuddin, 2008).

2.1.5 Penyebaran

Ikan lele tersebar luas di benua Afrika dan Asia, terdapat di perairan umum

yang berair tawar secara liar. Di beberapa negara khususnya Asia, seperti Filipina,

Thailand, Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma dan India, ikan lele telah

banyak dibudidayakan dan dipelihara di kolam . Secara alami ikan lele terdapat di

pulau jawa (Suyanto, 2006).

Ikan lele diindonesia mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan

kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan

keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli

(Malaysia), gura magura (Srilangka), catre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris

disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish (Suyanto, 2006).

Page 25: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

25

2.2 Kelangsungan Hidup Ikan (Survival rate)

Kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah individu yang

hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal

pemeliharaan. Kelangsungan hidup merupakan peluang hidup dalam suatu saat

tertentu.

Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor

biotik yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan

populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia. Faktor

abiotik yang berpengaruh antara lain yaitu sifat fisika dan sifat kimia dari suatu

lingkungan perairan (Effendi, 2003). Jumlah waktu pemberian pakan dan

pemberian shelter pada kolam pemeliharaan akan mempengaruhi kelangsungan

hidup karena dapat mengurangi mortalitas (Iskandar, 2003).

Pertumbuhan ikan yang baik akan meningkatkan produksi dari usaha

budidaya. Besarnya produksi bergantung pada tingkat pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan (Wahyudi, 2006). Padat penebaran

yang tinggi berpengaruh terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelangsungan

hidup, pertumbuhan dan kesehatan ikan (Kordi dan Tancung, 2007).

2.3 Budidaya Intensif

Intensifikasi budidaya ikan ditandai dengan peningkatan padat penebaran

yang diikuti dengan peningkatan pemakaian pakan buatan kaya protein. Industri

akuakultur dalam upaya memperoleh keuntungan menghadapi kendala harga

produk rendah sementara biaya input selalu meningkat, dan semakin terbatasnya

Page 26: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

26

sumberdaya lingkungan, air, dan lahan. Sistem akuakultur intensif berkaitan

dengan bagaimana menghasilkan ikan secara efesien. Dua faktor pembatas

penting dalam sistem akuakultur intensif adalah kualitas air dan aspek ekonomi

(Avnimelech, 2006).

Hal ini tidak dapat dihindari karena ikan memanfaatkan hanya 20%-30%

nutrien pakan. Sisanya dikeluarkan dari tubuh ikan dan umumnya terkumpul

dalam air. Hal ini, pada gilirannya akan menimbulkan penumpukan kandungan

amonia dan limbah bahan organik dalam air kolam. Pemeliharaan ikan lele dalam

kolam tembok secara intensif menunjukkan adanya pengaruh kedalaman air

terhadap pertumbuhan, derajat kelangsungan hidup ikan dan efesiensi pakan ikan

lele (Jangkaru et al, 1991)

2.4 Sistem Heterotrofik

Bakteri heterotrof merupakan golongan bakteri yang mampu

memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks baik yang

mengandung unsur C, H, dan N. Kelompok bakteri ini mengawali tahap

degradasi senyawa organik dengan serangkaian tahapan reaksi enzimatis, dan

menghasilkan senyawa yang lebih sederhana atau senyawa anorganik, senyawa

tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan sel – sel baru dan

untuk reproduksi yang menyebabkan pertambahan populasi. Pemecahan senyawa

organik dapat berlangsung lebih cepat apabila tersedia oksigen yang mencukupi

(Parwanayoni, 2008).

Page 27: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

27

Menurut Woon (2007) pertumbuhan bakteri heterotrof mempengaruhi

jumlah nitrogen dalam perairan melalui tiga hal, yaitu proses asimilasi nitrogen

menjadi sel, asimilasi nitrogen melalui proses respirasi, dan denitrifikasi nitrat dan

nitrit. Beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrofik adalah kepadatan

yang tinggi, aerasi yang cukup bagi pergerakan air untuk menjaga padatan tetap

terlarut, dan tingkat oksigen yang mencukupi bagi biota budidaya, input bahan

organik yang tinggi, sebagai sumber bahan makanan bagi bakteri dan biota

budidaya. Selain itu juga perlu diperhatikan kesetimbangan nutrien yang

dibutuhkan oleh bakteri, seperti karbon dan nitrogen (McIntosh, 2000)

Limbah dalam kegiatan budidaya merupakan sebuah potensi yang apabila

dimanfaatkan kembali akan memberi manfaat yang besar. Pemanfaatan limbah

kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan budidaya sistem

polikultur intensif, yaitu dengan menerapkan teknologi resirkulasi air, sehingga

teknologi ini mampu memanfaatkan air dalam jumlah terbatas untuk kegiatan

budidaya perikanan. Pemanfaatan limbah budidaya ikan terutama ditujukan pada

senyawa-senyawa terlarut. Senyawa tak terlarut (particulate waste) seringkali

dibuang begitu saja dalam jumlah besar sebagai bahan yang tidak termanfaatkan.

Bakteri heterotrof dapat mengubah nutrien-nutrien semacam ini menjadi bakteri

yang potensial sebagai bahan pakan ikan (Schneider et al, 2005).

Sistem heterotrofik mempunyai potensi untuk diterapkan dalam

pemanfaatan limbah amonia pada pemeliharaan ikan (Gunadi dan Hafsaridewi,

2007). Komunitas bakteri yang terakumulasi di dalam sistem akuakultur

Page 28: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

28

heterotrofik akan membentuk flok (gumpalan) yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber pakan untuk ikan (Crab et al, 2007).

2.5 Volatile Suspended Solid (VSS)

Volatile Suspended Solid merupakan banyaknya materi padat organik

yang tersuspensi di dalam air. Zat padat organik merupakan zat padat yang

terbakar pada 550°C setelah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 103ºC yang

tertahan pada filter atau tertinggal di filter.

Padatan Volatile adalah padatan yang hilang pada pengapian (pemanasan

dengan 550˚C). Volatile suspendid solid berguna untuk pengontrol dalam

pengolahan limbah. karena volatile suspendid solid memberikan pendekatan kasar

dari jumlah materi organik padat pada air limbah, lumpur aktif dan limbah

industri.

Padatan tersuspensi dibedakan menjadi volatile solid dan non volatile

solids. Volatile solid adalah bahan organik yang teroksidasi pada pemanasan

dengan suhu, sedangkan non volatile solid adalah fraksi bahan anorganik yang

tertinggal sebagai abu pada suhu tersebut (Effendi, 2003).

2.6 Molases

Molases atau gula tetes merupakan buangan akhir proses pengolahan gula

setelah mengalami kristalisasi berulang, berwarna coklat kehitaman dan berbentuk

cairan kental. Molases mengandung 48-56% gula dan sedikit bahan atau unsur-

Page 29: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

29

unsur mikro yang penting bagi kehidupan organisme, seperti cobalt, boron,

iodium, tembaga, mangan, dan seng.

Penggunaan molases sebagai sumber karbon didasarkan pada harga

molases yang relatif murah, memiliki kandungan karbon yang tinggi, serta

penggunaannya cukup mudah (Willet dan Morrison, 2006). Molases sebagai salah

satu sumber karbon dapat digunakan untuk mempercepat penurunan konsentarasi

N-anorganik di dalam air.

Molases berbentuk cair bewarna coklat seperti kecap dengan aroma yang

khas (Najamuddin, 2008). Oleh karena itu, penambahan molases ke dalam media

budidaya diharapkan mampu menurunkan amonia dan peningkatan pertumbuhan

ikan sehingga dapat meningkatkan produksi.

2.7 Parameter Kualitas Air

Pada dasarnya kualitas lingkungan perairan (kualitas air) yang terdapat

disuatu perairan akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota yang hidup

dalam ekosistem perairan tersebut. Kualitas perairan tersebut akan berpengaruh

terhadap suatu populasi biota air, karena sifat parameter kualitas air yang ada

diperairan tersebut, dan adanya tingkat toleransi biota terhadap parameter

lingkungan tertentu.

Dalam hal ini jika salah satu faktor lingkungan melewati batas toleransi

suatu spesies atau jika nilai salah satu parameter kualitas air menurun sampai

dibawah kebutuhan minimum spesies tersebut, maka parameter tersebut akan

menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan spesies tersebut (Odum, 1971).

Page 30: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

30

Kualitas air ditentukan oleh banyak faktor, yaitu zat telarut, zat yang

tersuspensi dan makhluk hidup khususnya jasat renik di dalam air, maka dapat

dikatakan bahwa kualitas air adalah tingkat pencemaran akibat proses alami dan

aktivitas budaya manusia yang mempengaruhi kelayakan air ditinjau dari segi

fisik, kimia, dan biologis. (Sumarwoto, 1984).

2.7.1 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan peubah mutu air paling penting bagi

kehidupan organisme air. Oksigen terlarut atau DO adalah jumlah mg/l gas

oksigen yang terlarut dalam air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi

oksigen dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny

dan Olem 1994). Oksigen yang di serap kemudian dimanfaatkan dalam proses

metabolisme baik untuk pembentukan sel baru (pertumbuhan) dan untuk gerak

maupun untuk penggantian sel yang hilang dan rusak. Kadar oksigen dalam air

akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan semakin tingginya salinitas.

Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya

proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,

karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak

digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.

Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,

stadium dan aktifitasnya (Odum, 1971).

Page 31: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

31

2.7.2 Tingkat Keasaman (pH)

pH merupakan ukuran aktivitas ion hydrogen (H+) (Van Wyk et al. 1999).

pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang

menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. pH terkait sangat erat

dengan kandungan karbon dioksida dan alkalinitas.

Pada pH yang kurang dari 5 alkalinitasnya tidak terdeteksi, makin tinggi

nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitasnya dan makin rendah kandungan karbon

dioksida bebasnya (Mackereth et.al, 1989). Pada umumnya sebagian biota air

sensitif terhadap perubahan pH, dan hampir semua biota menyukai pH 7-8,5.

Besaran pH sangat mempengaruhi proses biokimia yang terjadi disuatu

perairan, sebagai contoh proses nitrifikasi akan terhenti manakala pH perairan

rendah. Selain itu toksisitas dari logam beratpun sangat dipengaruhi oleh besaran

pH perairan (Novotny dan Olem, 1994). Jika dalam suatu perairan terdapat

kandungan bahan organik yang tinggi, maka bahan organik tersebut harus

diuraikan, untuk ini diperlukan oksigen. Dalam keadaan ada oksigen akan

dihasilkan karbon dioksida, uap air dan nitrat. Dalam keadaan tidak ada oksigen

akan dihasilkan hidrogen sulfide (H2S), ammonia (NH3) dan metana (CH4).

Hampir semua senyawa yang dihasilkan tersebut bersifat asam yang dapat

menurunkan pH.

Zat tersebut akan digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga karbon

dioksida akan menurun, dan ion bikarbonat (HCO3-) akan berubah menjadi CO2

dan ion OH-. Adanya dominasi ion hidroksil ini mengakibatkan pH air meningkat.

Page 32: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

32

Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organic yang tinggi, maka hasil

dekomposisi bahan organic tersebut diantaranya adalah karbon dioksida.

Di dalam air karbon dioksida ini akan membentuk asam karbonat. (Moss,

1993), keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbon dioksida bereaksi dengan

air, sehingga membentuk asam karbonat (Cole, 1988). Pada pembentukan asam

karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan

menurun.

2.7.3 Suhu

Suhu air, telah dikemukakan bahwa suhu didalam air dapat menjadi faktor

penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu

didalam air yang telah melampui ambang batas (terlalu hangat atau terlalu dingin)

bagi kehidupan flora dan fauna akuatis seringkali berubah dengan adanya

perubahan suhu air, terutama oleh adanya kenaikan suhu didalam air.

Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan

aktivitas biologi, dan pada gilirannya, memerlukan lebih banyak oksigen di dalam

perairan tersebut. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkolerasi

negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas

oksigen dan, dengan demikian menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam

memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi

di dalam air (Asdak, 1995).

Suhu perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur baik proses

fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Suhu perairan

Page 33: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

33

akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi subtrat, kekeruhan maupun

kecepatan reaksi kimia di dalam air.

Suhu perairan juga mempengaruhi berbagai proses fisiologis dalam tubuh

biota air seperti proses osmoregulasi dan pernapasan organisme perairan, sehingga

meningkatnya suhu pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara

umum pengaruh suhu terhadap biota perairan mempengaruhi proses fisiologis

secara langsung dalam hal reaksi enzimatik pada organisme. Selain pengaruh

langsung, pengaruh tidak langsung dari suhu bisa dalam bentuk terjadinya

perubahan struktur dan dispersi hewan air, yakni akan menentukan kehadiran

spesies-spesies akuatik, mempengaruhi pamijahan dan penetasan, aktivitas dan

pertumbuhan.

Suhu perairan mempunyai kaitan yang cukup erat dengan besarnya

intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan. Dalam hal ini intensitas

cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan akan menetukan derajat panas, yakni

semakin banyak sinar matahari yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin

tinggi suhu airnya, namun semakin bertambahnya kedalaman, akan menurunkan

suhu perairan (Welch, 1980). Suhu yang terdeteksi di permukaan air dipengaruhi

oleh keadaan metereologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara,

kecepatan angin dan intensitas radiasi sinar matahari (Nontji, 1987)

Page 34: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

34

2.7.4 Amonia (NH4+)

Amonia (NH4+) merupakan senyawa metabolisme ikan melalui proses

bakterial, senyawa ini akan diubah menjadi nitrit untuk selanjutnya akan diubah

menjadi nitrat (NO4+). Pada sistem heterotrofik, amonia akan diubah menjadi

biomassa bakteri, jika rasio C:N di dalam air lebih tinggi dari 5 (Beristain, 2005).

Amonia (NH4+) dapat ditemui pada setiap badan air dalam bermacam-

macam bentuk tergantung dari oksidasinya, antara lain NH3, NO2, dan nitrat serta

merupakan senyawa terlarut (Allaerts dan Santika, 1987). Amonia di dalam air

ada dalam bentuk molekul (nondisosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk NH3 dan

ada dalam bentuk ion amonia (disosiasi) dalam bentuk NH4+. Kedua bentuk

amonia tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air (Putra, 2008).

2.7.5 Nitrit (NO2-)

Nitrit NO2- merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat

(nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) yang biasa dikenal

dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Effendi, 2003). Diperairan alami, nitrit

(NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari

pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit

merupakan bentuk peralihan antara amoniak dan nitrat (nitrifikasi), dan antara

nitrat dan gas hidrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi berlangsung secara anaerob

(Effendi, 2003).

Page 35: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

35

2.7.6 Nitrat (NO3-)

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami dan

merupakan hara utama bagi tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut

dalam air dan bersifat stabil karena dihasilkan dari proses oksidasi sempurna

senyawa nitrogen di perairan.

Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari

pada amonium, pada perairan alami kadar nitrat- nitrogennya biasanya tidak

melebihi 0,1 mg/L. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik.

Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan

perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient.

Konsentrasi nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mg/l. Pada proses

mineralisasi (nitrifikasi) amonia akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat oleh

kelompok bakteri nitrifikasi. Senyawa nitrat dan nitrit akan direduksi menjadi gas

nitrogen oleh kelompok bakteri denitrifikasi (Widiyanto, 2006).

Page 36: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

36

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juli 2011, bertempat di

Laboratorium Sistem Budidaya Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya

Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang, Jawa Barat

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Bak fiber bulat dengan dasar berbentuk corong dengan ukuran 250 L,

aerator, jaring penutup, peralatan lapangan (mangkok, ember, gelas plastik,

corong plastik, saringan, selang, dan plastik kiloan), botol sampel, corong, pipet

tetes, gelas ukur, tissue, erlenmeyer, labu ukur, beaker glass, timbangan digital,

timbangan analitik, water quality checker, desikator, oven, vakum, mikro pipet,

kertas saring wathman no.42, furnance, cawan porselen, dan Spektrofotometer U-

I500.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Ikan lele (Clarias gariepinus) ukuran 50 gram/ekor, pakan ikan lele Pro-vite

781, molases, bakteri komersil minabacto, reagent amonia, reagent nitrit, dan

reagent nitrat.

Page 37: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

37

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa bak fiber bulat

dengan dasar berbentuk corong dan berukuran 250 liter. Bak tersebut diisi air

sebanyak 200 liter. Aerasi dipasang di dalam bak untuk menjamin kadar oksigen

terlarut. Seluruh bak ditutup dengan jaring-jaring. Inokulasi bakteri komersial

minabacto untuk mendapatkan kepadatan bakteri sebesar 106cfu/20mL dilakukan

satu kali bersamaan dengan pemberian pakan pertama.

3.3.2 Penebaran Ikan

Benih ikan lele yang digunakan mempunyai bobot rata-rata sekitar 50

gram/ekor. Kepadatan yang diterapkan adalah 20 ekor per bak. Sebelum ditebar,

ikan dipuasakan terlebih dulu selama 24 jam.

Pengamatan tingkat kelangsungan hidup ikan lele dilakukan sebanyak 4

siklus dari hari ke 0 sampai hari ke 21. Setiap terjadi penurunan kelangsungan

hidup ikan sampai 0%, maka dilakukan penambahan ikan kembali sampai

mencapai 100%, untuk mendapatkan data kematian ikan dan kadar konsentrasi

dari limbah-limbah nitrogen sampai akhir penelitian.

Pemberian pakan sebanyak 3% dari bobot biomasa ikan diberikan sesaat

setelah penebaran. Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pelet

apung dengan kadar protein kasar (Pro-vite 781) setiap hari selama 3 minggu yang

bersifat mengapung, dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari, pagi sekitar

Page 38: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

38

pukul 07.00 WIB, siang sekitar pukul 13.00 WIB dan sore sekitar pukul 16.00

WIB.

Perhitungan pemberian pakan adalah sebagai berikut:

Total pemberian pakan mengikuti pertumbuhan ikan. Biomassa ikan akan

diukur setiap 7 hari sekali, sehingga jumlah pakan yang akan diberikan diganti

setiap 7 hari sekali. Pemberian molases dilakukan bersamaan dengan pemberian

pakan pada pagi hari.

Molases yang diberikan sebelumnya ditimbang sesuai dengan jumlah pakan

yang diberikan atau disesuaikan dengan bobot ikan per corong dan sesuai dengan

perhitungan Rasio C/N. Pemberian molases hanya diberikan pada 6 corong sesuai

perlakuan. Inokulasi bakteri dilakukan sekali pada awal penelitian dengan dosis

106cfu/20mL dan hanya dilakukan pada 3 corong sesuai dengan perlakuan.

3.3.3 Perlakuan

Perlakuan pada penelitian ini adalah penerapan sistem heterotrofik pada

pemeliharaan ikan lele dengan sistem budidaya intensif. Percobaan dirancang

mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dengan tiga

ulangan. Rancangan perlakuan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan A : pemberian pakan tanpa pemberian bakteri dan molases

2. Perlakuan B : pemberian pakan dengan pemberian molases dan tanpa

pemberian bakteri

Total pakan yang diberikan =3% × total biomassa ikan

Page 39: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

39

3. Perlakuan C : pemberian pakan dengan pemberian bakteri dan tanpa

pemberian molases

4. Perlakuan D : Pemberian pakan dengan pemberian bakteri dan molases.

Pada semua perlakuan di peroleh 12 variasi yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Variasi perlakuan tiap corong

Corong Kode

perlakuan

Perlakuan

1 B1 Tanpa Bakteri + Molase

2 A1 Tanpa bakteri + Tanpa molase

3 C2 Bakteri + Tanpa Molase

4 D1 Bakteri + Molase

5 C1 Bakteri + Tanpa Molase

6 B3 Tanpa Bakteri + Molase

7 D2 Bakteri + Molase

8 A2 Tanpa Bakteri + Tanpa Molase

9 A3 Tanpa Bakteri + Tanpa Molase

10 C3 Bakteri + Tanpa Molase

11 B2 Tanpa Bakteri + Molase

12 D3 Bakteri + Molase

3.3.4 Pengamatan

3.3.4.1 Perhitungan Kelangsungan Hidup Ikan

Perhitungan jumlah ikan diukur per corong dan dilakukan setiap hari.

Pengamatan kelangsungan hidup ikan diawali dengan menghitung jumlah ikan

yang mati setiap hari per-corong sebelum pemberian pakan. Kelangsungan hidup

Page 40: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

40

ikan diukur dengan mengurangi jumlah ikan awal dengan jumlah ikan akhir.

Tingkat kelangsungan hidup ikan lele dan ikan dapat dihitung menggunakan

rumus berikut (Goddard, 1996):

Keterangan :

SR = Survival Rate (%)

Nt = Jumlah ikan lele yang hidup pada akhir pengamatan

No = Jumlah ikan lele pada awal pengamatan

3.3.4.2 Pengukuran DO, Suhu, dan pH

Pengukuran DO, Suhu, dan pH dilakukan pada hari ke - 0, 2, 4, 8, 12, 16, 21

dengan menggunakan Water Quality Checker. Pengukuran dilakukan setiap pagi

sebelum pemberian pakan dan molases.

3.3.4.3 Pengukuran Amonia, Nitrit, dan Nitrat

Pengukuran amonia, nitrit, dan nitrat dilakukan pada hari ke- 0, 2, 4, 8, 12,

16, 21 di laboratorium kimia. Pengukuran amonia sebagai berikut: diambil sampel

air dari tiap-tiap corong pada jam 6.00 pagi sebelum pemberian pakan dan

molases. Saring sampel air dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml

sampel air dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0,2 ml larutan

fenol; 0,2 ml larutan nitroprussida, dan 0,5 ml larutan oksidan. dibiarkan warna

terbentuk pada suhu ruang (22-27ºC), kocok dan dibiarkan selama satu jam.

Analisa dengan spektrofotometer pada panjang gelombang () 640 m.

𝑆𝑅 = 𝑁𝑡

𝑁𝑜 x 100 %

Page 41: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

41

Pengukuran nitrat sebagai berikut: diambil sampel air dari tiap-tiap corong

pada jam 6.00 pagi sebelum pemberian pakan dan molases. disaring sampel air

dengan menggunakan kertas saring sebanyak 2 ml sampel air dimasukkan dalam

tabung reaksi lalu ditambahkan 0,4 ml larutan Brusin 0,5%. Kemudian

ditambahkan dengan hati-hati 4 ml larutan H2SO4 pekat dan dinginkan. dianalisa

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang () 420 m.

Pengukuran nitrit sebagai berikut: diambil sampel air dari tiap-tiap corong

pada jam 6.00 pagi sebelum pemberian pakan dan molases. Saring sampel air

dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml sampel air dimasukkan dalam

tabung reaksi lalu ditambahkan 0,1 ml asam sulfinat, lalu dibiarkan 2-8 menit.

Kemudian ditambahkan 0,1 ml larutan NED-dihidroklorida dan dikocok.

dibiarkan 10-20 menit akan terbentuk warna merah keunguan. dianalisa dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang () 540 m.

3.3.4.4 Pengukuran Volatile Suspendid Solid (VSS)

Pengukuran Volatile Suspendid Solid dilakukan pada hari ke - 0, 2, 4, 8, 12,

16, 21 bertempat di laboratorium kimia. Pengambilan sampel air dari tiap-tiap

corong pada jam 6.00 WIB pagi sebelum pemberian pakan dan molases. Sampel

air sebanyak 100 ml disaring dengan menggunakan kertas saring wathman 42 dan

vakum. Setelah itu kertas saring (filter) dikeringkan di dalam oven pada suhu

103°C selama 60 menit. didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat kering

(A). Setelah itu kertas saring dimasukkan ke dalam furnance pada suhu 550°C

selama 60 menit, Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang lagi (B)

Page 42: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

42

Hasil timbangan A dan B dihitung dengan menggunakan rumus :

VSS (mg/l) = _____A – B____

V sampel air (ml)

Keterangan:

A : hasil timbangan filter setelah suhu 103ºC (mg)

B : hasil timbangan filter setelah suhu 550ºC (mg)

3.4 Analisis Data

Nilai pengukuran parameter pada akhir penelitian diuji dengan Analisis

Sidik Ragam untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Hasil pengukuran setiap

paramater diuji dengan analysis of variance (ANOVA) satu arah untuk melihat

perbedaan antara perlakuan variasi pakan, bakteri, dan molases terhadap

kelangsungan hidup ikan. Apabila dalam ANOVA atau Sidik Ragam ternyata Fhit

> Ftab dengan signifikansi 5% maupun 1% maka dilakukan uji lanjut dengan uji

Duncan 5% sehingga dapat diketahui lebih jelas perbedaan antar perlakuannya.

Hasil timbangan A dan B dihitung dengan menggunakan rumus

: VSS (mg/L) = _____A – B____

Volume sampel air (ml)

Page 43: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp)

Kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah individu yang

hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal

pemeliharaan. Data hasil penelitian teknologi pada budidaya ikan lele (Clarias sp)

intensif dengan sistem heterotrofik dengan padat penebaran 50 gram sebanyak 20

ekor menghasilkan perbedaan tingkat kelangsungan hidup ikan lele pada setiap

perlakuan.

Hal ini bisa terlihat pada empat siklus grafik yang berbeda yang terdapat

selama pengamatan berlangsung pada sistem budidaya intensif sistem

heterotrofik. Pada gambar 2 dari empat siklus yang berbeda bisa terlihat tingkat

kelangsungan hidup ikan lele yang kurang baik.

Gambar 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp) Siklus 1 .

0

20

40

60

80

100

120

H0 H1 H2 H3 H4

Pe

rsen

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 44: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

44

Tingkat kelangsungan hidup ikan pada semua perlakuan mendapatkan

hasil yang kurang optimal. Keadaan ini bisa dilihat pada awal penelitian sampai

pada hari ke 4. Tingkat kelangsungan hidup ikan berangsur-angsur mengalami

penurunan sampai 30 %. Hal ini diduga karena pada hari tersebut ikan beradaptasi

dan tingginya kadar amonia menyebabkan kelangsungan ikan menurun.

Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp) Siklus 2.

Hasil yang didapatkan pada hari ke 4 pada semua perlakuan tingkat

kelangsungan hidup ikan mencapai 100%, karena pada hari tersebut dilakukan

penambahan ikan kembali dengan melihat kondisi yang terjadi pada siklus 1 yang

tidak memungkinkan penelitian untuk dilanjutkan kembali. Pada perlakuan A hari

ke 6 dan hari ke 7 tingkat kelangsungan hidup ikan mengalami penurunan sebesar

80% pada hari ke 6 dan 60% pada hari ke 7, hal ini dikarenakan pada hari tersebut

kadar nitrit meningkat sebesar 20mg/L, oleh karena itu tingkat kelangsungan

0

20

40

60

80

100

120

H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10

Per

sen A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 45: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

45

hidup ikan menurun hanya dalam waktu rentang satu hari, selanjutnya hari ke 8

sampai hari ke 10 mengalami penurunan kembali sampai mengalami kematian.

Pada perlakuan A yang mengalami penurunan selama penelitian, hal ini

disebabkan karena banyaknya bakteri autotrof yang mendiami bak corong tersebut

sehingga terjadinya proses pengubahan amonia secara maksimal yang dapat

menghasilkan nitrit. Dua faktor pembatas penting dalam sistem polikultur intensif

adalah kualitas air dan aspek ekonomi.

Menurut Craigh dan helfrich (2002), meskipun melalui manajemen yang

sangat baik, pakan yang dihasilkan akan menghasilkan limbah. Dari pemberian

pakan yang diberikan kepada ikan, biasanya sekitar 10% terbuang atau tidak

termakan, 10 % merupakan limbah padatan (solid waste) dan 30 % merupakan

limbah cair (liquid waste) yang dihasilkan oleh ikan, dari sisanya 25 % pakan

dipergunakan untuk tumbuh dan 25 % lainnya dipergunakan untuk metabolisme

(energi kondisi panas untuk proses biologis). Persentase ini tergantung pada jenis

dan ukuran ikan, aktivitas, suhu air , dan kondisi lingkungan lainya. hal ini

sebanding dengan apa yang telah dihasilkan oleh perlakuan pakan saja dengan

tidak menggunakan bakteri komersial dan molase sehingga dihasilkan kualitas air

yang tidak baik serta dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan lele

(Clarias gariepinus).

Hasil analisis pada perlakuan B menunjukkan hasil yang cukup maksimal.

Hal ini dibuktikan pada pengamatan yang didapatkan pada hari ke 7 sampai hari

ke 9 dengan tingkat kelangsungan hidup ikan sebesar 60%-80%, hal ini

disebabkan karena adanya peran molases yang merupakan sumber pakan bagi

Page 46: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

46

bakteri heterotrof alami yang hidup dicorong dan rendahnya kadar amonia pada

perlakuan B sebesar 2,49mg/L serta kadar nitrit pada hari tersebut, dengan

demikian perlakuan B ini di dominasi oleh bakteri heterotrof walaupun tidak

sebanyak pada perlakuan sistem heterotrofik.

Tumbuhnya bakteri heterotrof dapat menetralisir kandungan limbah yang

memungkinkan dapat membahayakan bagi kehidupan ikan lele dan faktor

pendukung lainnya seperti oksigen terlarut masih dapat dimanfaatkan oleh ikan

dengan baik, karena pada kondisi tersebut kualitas air masih dikatakan tidak

terlalu tercemar limbah nitrogen, sehingga kelangsungan hidup ikan lele cukup

optimal.

Pada hari ke 10 mengalami penurunan kelangsungan hidup ikan sampai

tingkat kematian, hal ini dikarenakan pada hari tersebut suplai oksigen yang

kurang, karena banyaknya sisa pakan dan endapan yang dapat menutup batu

aerasi dan tingginya limbah nitrogen yang disebabkan sisa pakan yang tidak

termakan, serta kurangnya peran kerja dari bakteri heterotrof alami yang tumbuh

dengan tidak seimbangnya tingkat limbah nitrogen yang tinggi sehingga

dihasilkan kematian pada ikan.

Menurut Boyd (1982) menyatakan bahwa kandungan NH3 sebesar 0,1

mg/l menurunkan pertumbuhan dan menyebabkan kerusakan insang pada

Channel Catfish, konsentrasi 0,52 mg/l menurunkan pertumbuhan sebesar 50 %,

sedangkan pada konsentrasi 0,97 mg/l pertumbuhan akan terhambat. Amonia

juga dapat menyebabkan pertumbuhan menurun, hyperplasia insang, dan

haemorragi..

Page 47: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

47

Hasil pengamatan perlakuan C dengan menggunakan pakan serta

penambahan bakteri pada hari ke 6 sampai hari ke 10 mengalami penurunan

tingkat kelangsungan hidup ikan lele sampai terjadinya kematian, hal ini

disebabkan pada perlakuan tersebut kadar nitrit sangat tinggi yang sebelumnya

terjadi proses pengubahan amonia menjadi nitrit yang dilakukan oleh bakteri

autotrof dan kemungkinan disebabkan bakteri tidak mendapatkan asupan sumber

karbon sehingga inokulasi bakteri minabacto yang mengubah bahan-bahan limbah

nitrogen tidak dapat tumbuh dengan optimal sehingga pertumbuhannya kalah

dengan bakteri autotrof.

Hal ini diduga karena tidak adanya peranan penambahan molases ke dalam

media pemeliharaan seperti yang dinyatakan oleh Avnimelech (1994), bahwa

bakteri dan mikroorganisme lainnya memanfaatkan karbohidrat sebagai pakan

untuk menghasilkan energi dan sumber karbon dan bersama dengan N di air

memproduksi protein sel baru. Sehingga adanya penambahan molases ke dalam

media pemeliharaan menyebabkan tumbuhnya pakan alami bagi ikan lele.

Hasil analisis yang didapatkan pada perlakuan D yaitu dengan sistem

heterotrofik menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan

lainnya, hal ini terbukti mulai hari ke 5 sampai hari ke 10 didapatkan rata-rata

tingkat kelangsungan hidupnya mencapai 60-90%, hal ini karenakan pada

perlakuan D kadar nitrit yang dihasilkan sangat rendah.

Pada dasarnya perlakuan D tersebut dikarenakan adanya peran bakteri

serta molase sebagai sumber karbon sehingga bakteri akan terus tumbuh dan

mengubah senyawa amonia dan nitrit yang sangat beracun bagi ikan, serta faktor

Page 48: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

48

kualitas air yang mendukung kinerja dari bakteri heterotrof tersebut. Hal ini

membuktikan bahwa mekanisme kerja bakteri heterotrof berjalan sehingga

kualitas air terjaga dengan baik sebagai hasil dari kinerja bakteri heterotrof dalam

memanfaatkan limbah nitrogen dari hasil budidaya.

Mekanisme kerja sistem bioflok merupakan mekanisme kerja kompleks,

yaitu seluruh komponen yang ada di dalamnya saling mempengaruhi satu sama

lain. Secara sederhana kinerja seluruh organisme pada sistem bioflok akan

memberikan pengaruh pada media tempat hidupnya, dan kondisi tempat hidup

organisme tersebut akan memberikan pengaruh balik pada kondisi kinerja

organism.

Uji statistik dengan menggunakan Analisys of variance dan uji duncan

(Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan variasi pakan, bakteri, dan molases

berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kelangsungan hidup ikan. Hal ini dapat

dilihat dari nilai F hitung lebih kecil dari F table atau sig 0,00. Pada Uji Duncan

terlihat bahwa terjadi perbedaan kelangsungan hidup ikan yang sangat nyata

(P<0,01) pada perlakuan A, B, C, dan D. Hal ini dapat dilihat dari subset dimana

tiap-tiap perlakuan terletak pada subset yang berbeda.

Page 49: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

49

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp) Siklus 3.

Hasil menunjukkan gambar 4 pada semua perlakuan hari ke 10 terjadinya

penambahan ikan kembali sehingga terjadinya kenaikan sampai 100%. Tingkat

kelangsungan hidup ikan lele yang sangat stabil didapatkan pada perlakuan D

yaitu perlakuan sistem heterotrofik, selanjutnya pada perlakuan lainnya

didapatkan tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang kurang baik atau secara

terus menerus terjadinya penurunan sampai meningkat kearah kematian.

Pada perlakuan D mulai dari hari ke 10 sampai hari ke 18 tingkat

kelangsungan hidup ikan lele menghasilkan 80%-90%, hal ini sudah

membuktikan bahwa perlakuan D dengan menggunakan bakteri dan molases

bekerja dengan maksimal sehingga didapatkan hasil yang sangat baik pada

perlakuan D serta rendahnya kadar nitrit pada perlakuan tersebut. Hal ini sejalan

dengan pendapat Brune et al (2003), menyatakan bahwa proses biosintesis

bakteri heterotrofik berlangsung lebih cepat dibanding dengan proses biosintesis

alga maupun proses nitrifikasi, yakni waktu generasi 10 jam berbanding dengan

0

20

40

60

80

100

120

H10 H11 H12 H13 H14 H15 H16 H17 H18

Pe

rse

n A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 50: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

50

24-48 jam dengan demikian cepatnya pertumbuhan bakteri heterotrofik mampu

mengubah amonia dan bahan–bahan limbah nitrogen lainya. Manfaat dari kinerja

sistem heterotrofik yaitu mendukung pertumbuhan ikan budidaya, yaitu lele dan

nila, Tacon dkk (2002) menyatakan bahwa bioflok merupakan campuran

kompleks dari mikroorganisme, termasuk bakteri, mikroalga, jamur, protozoa,

metazoan, rotifer dan gastrotrich.

Gambar 5. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp) Siklus 4.

Hasil pengamatan pada gambar 5 didapatkan tingkat kelangsungan hidup

ikan lele yang tidak terlalu jauh pada gambar 4. Pada hari ke 18 tingkat

kelangsungan hidup ikan mengalami kenaikan sebesar 100% pada semua

perlakuan, hal ini disebabkan pada hari tersebut terjadinya penambahan ikan

kembali, dikarenakan pada hari sebelumnya terjadi penurunan sampai kematian

pada ketiga perlakuan selain perlakuan D.

0

20

40

60

80

100

120

H18 H19 H20 H21

Per

sen A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 51: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

51

Pada ketiga perlakuan selain perlakuan D selalu mengalami penurunan

kelangsungan hidup ikan, hal ini dikarenakan tingginya kadar nitrit pada ketiga

perlakuan tersebut yang sebelumnya terjadinya proses pengubahan amonia yang

dilakukan oleh bakteri autotrof pada perlakuan A dan perlakuan C, sedangkan

pada perlakuan B dimungkinkan kalahnya persaingan bakteri heterotrof alami

yang tumbuh pada perlakuan tersebut dengan bakteri autotrof.

Pada perlakuan D selama penelitian dari siklus 4 didapatkan hasil yang

sangat baik mencapai 80%-90%, hal ini dikarenakan pada perlakuan D merupakan

sistem haterotrofik yang menggunakan peran bakteri serta molase sebagai sumber

karbon dan rendahnya kadar nitrit pada perlakuan D tersebut, untuk itu perlakuan

D dapat dimanfaatkan untuk budidaya perikanan dalam hal meningkatkan

kelangsungan hidup ikan lele yang lebih baik.

4.2 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi: suhu,

oksigen terlarut, pH, amonia, nitrit, nitrat, dan volatile suspendid solid (VSS). VSS

merupakan faktor pendukung bagi tingkat kelangsungan hidup ikan lele (Clarias

sp).

4.2.1 Amonia

Amonia merupakan senyawa utama limbah metabolisme ikan dan sering

menjadi masalah dalam budidaya ikan. Melalui penambahan sumber karbon untuk

meningkatkan rasio C/N di dalam air diharapkan terjadi pertumbuhan bakteri

Page 52: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

52

secara optimal sehingga dapat menyerap senyawa amonia dan diubah menjadi

biomassa bakteri. Secara teoritis, untuk mengubah 1 g amonium dibutuhkan 20 g

karbohidrat (Avnimelech and Wyk, 2007).

Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari organisme

akuatik. Buangan nitrogen lainnya berupa urea, asam urea, creatine, creatinine,

asam amino, dan trimetilamin oksida (Lovell, 1989). Ikan mengeksresikan

banyak buangan nitrogen melalui insang dalam bentuk NH4+, dimana NH4

+ yang

dikeluarkan sebanyak 60 % – 90 % dari total buangan nitrogen (Stickney, 1979).

Di dalam perairan, amonia terdapat dalam bentuk un-ionized (NH3), dan

ionized (NH4+). Menurut Heath (1987), amonia tidak hanya terdapat pada

sungai, tetapi juga diakibatkan oleh hasil pembusukan (dekomposisi) bahan

organik.

Pada gambar 6 bisa terlihat terjadinya perbedaan tingkat amonia pada setiap

perlakuan.

Gambar 6. Parameter Amonia Selama Penelitian.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 53: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

53

Hasil pengamatan terhadap parameter kualitas air seperti amonia selama

penelitian mendapatkan perbedaan yang nyata. Pada hari ke 2 dan hari ke 4 pada

perlakuan A amonia meningkat sebesar 19,28 mg/L, hal ini di duga karena tidak

adanya aktivitas dari bakteri autotrof sehingga kadar amonia tinggi, hal ini juga

disebabkan tidak adanya pergantian air sehingga kandungan limbah nitrogen

seperti amonia banyak terdapat pada perlakuan tersebut dan banyaknya sisa pakan

yang tidak termakan atau terbuang serta hasil eksresi dari ikan tersebut yang

menyebabkan kondisi dari bak tersebut keruh dan kotor.

Penurunan kadar amonia terjadi antara lain karena adanya pemanfaatan

oleh proses mikrobial. Pemanfaatan amonia bisa terjadi dalam tiga proses utama

yakni proses fotoautrotofik biosintesis alga yang menghasilkan biomassa alga,

proses heterotrofik biosintesis bakteri yang menghasilkan biomassa bakteri dan

proses kemoautotrofik nitrifikasi yang menghasilkan senyawa nitrit yang

selanjutnya diubah lagi menjadi nitrat (Brune et al., 2003), Selanjutnya pada hari

ke 8 sampai hari ke 16 terjadinya penurunan amonia sebesar 4,95 mg/L, hal ini

disebabkan karena adanya aktivitas bakteri autotrof dan terjadi kenaikan pada hari

ke 21 di duga karena pada hari tersebut sisa pakan dan hasil eksresi oleh ikan

banyak sehingga amonia tinggi.

Pada perlakuan B tingkat amonia hari ke 2 dan 4 terjadi kenaikan amonia,

hal ini diduga karena sedikitnya bakteri heterotrof alami dengan memanfaatkan

molases sebagai sumber karbon, oleh karena itu amonia pada hari tersebut terjadi

kenaikan sebesar 21,20mg/L. Lain halnya pada hari 8 sampai hari ke 21 terjadinya

penurunan amonia sebesar 2,49mg/L, karena pada hari tersebut bakteri heterotrof

Page 54: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

54

sudah memanfaatkan sumber karbon dengan optimal sehingga kadar amonia dapat

ditekan sedikit mungkin.

Pada perlakuan C hari ke 2 dan 4 mengalami kenaikan sebesar 17,37mg L-

19,99 mg/L, hal ini di duga karena tidak adanya aktivitas dari bakteri autotrof,

sehingga bakteri autotrof dapat mengubah amonia menjadi nitrit dan selanjutnya

menjadi nitrat. Pada hari ke 8, 12 dan hari ke 16 terjadinya penurunan kadar

amonia sebesar 7,20mg/L-2,36mg/L, hal ini di duga karena adanya aktivitas

bakteri autotrof. Pada hari 21 terjadinya kenaikan amonia kembali sebesar

15,70mg/L, hal ini di duga karena banyaknya metabolisme ikan dan sisa pakan

yang dapat menyebabkan kadar amonia meningkat.

Pada perlakuan D dengan sistem heterotrofik kadar amonia meningkat

pada hari ke 2 dan 4 sebesar 15,19mg/L, hal ini di duga adanya akumulasi limbah

nitrogen dan adanya sisa pakan yang dihasilkan oleh ikan dan keberadaan bakteri

heterotrof masih dalam fase adaptasi atau populasi bakteri heterotrof belum

tumbuh dengan baik serta tidak adanya pergantian air selama penelitian

berlangsung yang menyebabkan terjadinya kenaikan amonia Montoya and

Velasco (2000), Selanjutnya pada hari ke 8 sampai hari ke 21 kadar amonia terjadi

penurunan yang sangat baik sebesar 0,98mg/L-6,19mg/L, hal ini disebabkan

adanya aktivitas bakteri heterotrof, sehingga kadar amonia bisa ditekan sedikit

mungkin dengan sistem heterotrofik dan selanjutnya diubah menjadi biomassa.

Kemungkinan meningkatnya amonia dalam sistem budidaya ini

dipengaruhi oleh pH dan suhu. Pada pH air rendah (asam) amonia cenderung lebih

banyak dalam bentuk NH4+, sedangkan dalam pH air tinggi (basa) amonia

Page 55: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

55

cenderung lebih banyak dalam bentuk NH3. Pada suhu air rendah amonia

cenderung lebih banyak dalam bentuk NH4+ sedangkan dalam suhu air tinggi

amonia cenderung lebih banyak dalm bentuk NH3+.

Menurut Boyd (1982) menyatakan bahwa kandungan NH3 sebesar 0,1

mg/l menurunkan pertumbuhan dan menyebabkan kerusakan insang pada

Channel Catfish, konsentrasi 0,52 mg/l menurunkan pertumbuhan sebesar 50 %,

sedangkan pada konsentrasi 0,97 mg/l pertumbuhan akan terhambat. Amonia

juga dapat menyebabkan pertumbuhan menurun, hyperplasia insang, dan

haemorragi. Amonia tinggi dapat menyebabkan perubahan pertahanan darah-

otak, menggangu transportasi asam amino, mengganggu peredaran darah. NH4+

dapat mengganggu mekanisme pergantian ion pada sistem syaraf pusat dengan

cara menggantikan ion K+.

.

Dengan adanya bahan organik, proses mikrobial yang berlangsung di

dalam air akan didominasi oleh bakteri heterotrof yang lebih cepat menyerap

amonium menjadi biomasa bakteri dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi yang

tergolong bakteri autotrof. Bakteri heterotrof mampu menyerap sampai 50% dari

jumlah amonium terlarut dalam air. Beberapa mikroorganisme yang bersifat

heterotrofik juga dilaporkan mampu mengoksidasi amonia atau nitrogen organik

menjadi nitrit atau nitrat (Sylvia et al., 1990).

4.2.2 Nitrit

Senyawa nitrit merupakan hasil perombakan amonia dalam proses

nitrifikasi tahap pertama yang dilakukan terutama oleh bakteri Nitrosomonas sp.

Page 56: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

56

Diperairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat

sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan

keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat

(nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas hidrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi

berlangsung secara anaerob. (Effendi, 2003). Nilai nitrit bisa terlihat pada gambar

7 di bawah ini.

Gambar 7. Parameter Nitrit Selama Penelitian.

Pada pengamatan didapatkan bahwa setiap perlakuan yang menunjukkan

tingkat kadar nitrit yang tinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu perlakuan

dengan menggunakan bakteri tanpa adanya sumber karbon berupa molases

mencapai angka 30mg/L -35mg/L, hal ini disebabkan kurangnya peran bakteri

heterotrof serta tidak adanya sumber karbon untuk mengembangkan bakteri

heterotrof sehingga pada perlakuan ini bakteri heterotrof kalah dalam

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 57: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

57

pertumbuhannya dengan bakteri autotrof, dengan demikian inokulasi bakteri yang

diberikan pada perlakuan ini tidak dapat mengubah nitrit pada budidaya ikan lele

dengan melihat kelangsungan hidupnya.

Tingginya angka nitrit ini didapatkan pada hari ke-8, hari ke 12 dan hari

ke 16. Namun dalam sistem heterotrofik di mana terdapat peningkatan rasio C/N

melalui penambahan sumber karbon proses nitrifikasi akan terhambat oleh proses

heterotrofikasi yang berjalan lebih cepat (Montoya and Velasco, 2000).

Angka nitrit yang tertinggi juga didapatkan pada perlakuan A yaitu

perlakuan dengan menggunakan pakan saja tanpa adanya peran bakteri dan

molase sebesar 22 mg/L -24 mg/L pada hari ke 8 dan hari ke 12, hal ini pula yang

di duga karena adanya aktivitas bakteri autotrof dalam mengubah amonia menjadi

nitrit yang dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan. Pada hari ke 16

terjadinya penurunan kadar nitrit sebesar 2,79mg/L, hal ini disebabkan karena

pada hari tersebut terjadinya penurunan amonia sehingga bakteri autotrof tidak

banyak mengubah amonia menjadi nitrit dan selanjutnya terjadi kenaikan nitrit

kembali pada hari ke 21 sebesar 10,45mg/L, hal ini di duga karena pada hari

tersebut terjadi kenaikan amonia yang cukup tinggi sehingga bakteri autotrof

banyak menggunakan amonia dan mengubahnya menjadi nitrit.

Menurut Ebeling dan Michael (2007), nilai ambang batas nitrit untuk

budidaya adalah kurang dari 1 mg/L. Mekanisme toksisitas dari nitrit adalah

pengaruhnya terhadap transpor oksigen dalam darah dan kerusakan jaringan,

akumulasi nitrit di dalam bak di duga akibat tidak seimbangnya antara kecepatan

perubahan dari nitrit menjadi nitrat dan dari amonia menjadi nitrit.

Page 58: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

58

Ion nitrit yang terbentuk di dalam air diabsorpsi ke dalam darah dan masuk

ke dalam eritrosit, kemudian mengoksidasi ion Fe 2+

(ferro) dalam hemoglobin

(Hb) dan mengubahnya menjadi ion Fe 3

+ (ferri) sehingga terjadi pembentukan

MetHb. MetHb ini tidak lagi sanggup membawa oksigen ke jaringan-jaringan

sehingga terjadi kekosongan oksigen dalam darah (hipoksia) dan kemungkinan

terjadi difesiensi oksigen dalam jaringan tersebut (Boyd, 1990).

Apabila perubahan Hb menjadi MetHb ini mencapai 20%-30% dari nilai

Hb normal, maka akan terjadi hipoksia, yaitu kekosongan oksigen dalam darah

ikan yang menderita keracunan sehingga darahnya tidak lagi sanggup sebagai

pembawa oksigen. Apabila keadaan ini terus berlanjut, dan perubahan Hb menjadi

MetHb mencapai 80%-90% dari Hb normal, maka terjadi kondisi yang dapat

menyebabkan keracunan bagi ikan (Yuningsih, 2000).

Pada perlakuan yang lainnya di dapatkan nilai nitrit yang tidak terlalu jauh

dengan perlakuan A dan perlakuan C misalnya pada perlakuan B dengan

menggunakan peran molases sebagai sumber karbon didapatkan nilai nitrit pada

hari ke 0, 2 dan hari ke 4 rendah, hal ini disebabkan karena adanya bakteri

autotrof yang jumlah tidak sebanyak bakteri heterotrof yang ada pada perlakuan

tersebut dan sedikitnya jumlah amonia yang dihasilkan sehingga terjadinya

persaingan antara bakteri heterotrofik dengan bakteri autotrofik dalam mengubah

amonia. Kandungan gula yang tinggi pada molases dapat dimanfaatkan dalam

sistem akuakultur sebagai sumber karbon (Paturau, 1982).

Pada hari ke 8 dan hari ke 21 terjadinya kenaikan pada nitrit, hal ini di

duga karena cukup banyaknya bakteri autotrof pada hari tersebut sehingga

Page 59: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

59

terjadinya kenaikan nitrit kembali dengan banyaknya bakteri autotrof maka

bakteri heterotrof alami yang berada kurang mampu dalam mengoksidasi amonia

menjadi biomassa sel.

Pada perlakuan dengan sistem heterotrofik nilai nitrit bisa ditekan dengan

adanya peran bakteri dan molases, meskipun penekanan terhadap kadar nitrit tidak

mengikuti ambang batas nilai nitrit yang kurang dari 1 mg/L, hal ini disebabkan

banyaknya jumlah bakteri heterotrof dalam mengubah amonia menjadi biomassa

sel dan bakteri autotrof yang ada pada perlakuan tersebut kalah dalam mengubah

amonia dengan bakteri heterotrofik. Hal ini sudah membuktikan bahwa sistem

heterotrofik dapat menghambat atau menimalisir kadar nitrit sedikit mungkin

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

4.2.3 Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami dan

merupakan hara utama bagi tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut

dalam air dan bersifat stabil karena dihasilkan dari proses oksidasi sempurna

senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar

biasanya lebih tinggi dari pada amonium. Nitrat bersifat stabil di dalam air.

Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme akuatik. Menurut Ebeling dan

Michael (2007). nilai nitrat yang baik untuk lingkungan budidaya sekitar 0-400

mg/L. Hal ini bisa terlihat pada gambar 8 yang menunjukkan nilai nitrat pada

setiap perlakuan.

Page 60: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

60

Gambar 8. Parameter Nitrat Selama Penelitian.

Hasil yang didapatkan pada setiap perlakuan bahwa kadar nitrat yang

tinggi di dapatkan pada perlakuan A yaitu perlakuan dengan menggunakan pakan

saja tidak memakai peran bakteri dan molases pada hari ke 16 dan hari ke 21

mencapai angka 56,94mg/L-79,23mg/L, hal ini disebabkan karena adanya proses

pengubahan nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri autotrof. Pada hari

ke 0 sampai hari ke 12 terjadinya penurunan kadar nitrat, hal ini disebabkan

karena pada hari tersebut bakteri autotrof masih rendah dalam mengubah nitrit

menjadi nitrat sehingga terjadinya penurunan kadar nitrat dan pada hari tersebut

diasumsikan bahwa bakteri autotrof masih mengoksidasi amonia menjadi nitrit.

Pada perlakuan B dengan menggunakan molases sebagai sumber karbon

didapatkan kadar nitrat yang rendah hal ini terjadi selama penelitian dari hari ke 0

sampai hari ke 21, hal ini diasumsikan terdapatnya bakteri heterotrof alami yang

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 61: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

61

tumbuh dengan baik pada corong tersebut sehingga kadar nitrat pada perlakuan ini

menurun.

Pada perlakuan C didapatkan kadar nitrat yang tinggi pada hari ke 16

sampai hari ke 21 hal ini tidak ada bedanya dengan perlakuan A, tingginya kadar

nitrat pada hari tersebut dikarenakan adanya proses pengubahan amonia menjadi

nitrit yang dilakukan oleh bakteri autotrof dengan diubahnya kadar nitrit yang

tinggi maka dihasilkan kadar nitrat yang tinggi pula. Pada hari ke 0 sampai hari ke

12 terjadinya penurunan kadar nitrat hal ini diasumsikan bahwa pada hari tersebut

terjadinya penurunan bakteri autotrof sehingga dengan rendahnya pertumbuhan

bakteri autotrof maka kerja dari bakteri tersebut dalam mengoksidasi amonia

menjadi nitrit dan selanjutnya menjadin nitrat menjadi rendah.

Pada perlakuan D dengan menggunakan inokulasi bakteri dan molases

sebagai sumber karbon didapatkan hasil pada hari ke 0 sampai dengan hari ke 12

terjadinya penurunan kadar nitrat karena adanya aktivitas bakteri heterotrof

dalam mengubah amonia menjadi biomassa sel, sehingga kerja dari bakteri

tersebut dapat menurunkan kadar nitrat pada perlakuan D, Lain halnya pada hari

ke 16 dan hari ke 21 terjadinya kenaikan nitrat sebesar 33,50mg/L -33,83mg/L,

hal ini disebabkan adanya bakteri heterotrof lain yang mengubah amonia menjadi

nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat, namun aktifitas bakteri heterotrof dalam

mengubah amonia dan nitrit sangat rendah.

Senyawa nitrat merupakan hasil akhir dari proses bakteriologis

kemoautotrofik yakni bakteri nitrifikasi. pada proses ini amonia terlebih dulu

Page 62: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

62

diubah menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas sp. selanjutnya nitrit diubah

menjadi nitrat oleh bakteri Nitrococcus sp (Montoya dan Velasco, 2000).

4.2.4 Volatile Suspended Solid (VSS)

Volatile Suspended Solid (VSS) adalah merupakan banyaknya materi padat

organik yang tersuspensi di dalam air. Zat padat organik merupakan zat padat

yang terbakar pada 550°C setelah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 103ºC

yang tertahan pada filter atau tertinggal di filter.

Kadar Volatile Suspended Solid dapat menjadi indikasi utama dalam

menentukan kualitas flok, semakin tinggi kadarnya di perairan maka kualitas

bioflok semakin tinggi. Tinggi rendahnya kadar ditentukan oleh kualitas dan

kuantitas pakan yang tidak dimanfaatkan oleh lele. Hal ini bisa terlihat pada

gambar 9 yang menunjukkan nilai volatile suspendid solid pada setiap perlakuan

yang berbeda.

Gambar 9. Parameter Volatile Suspended Solid (VSS) Selama Penelitian.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 63: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

63

Kadar rata-rata Volatile Suspended Solid (VSS) dalam bak fiber berukuran

200 L dengan padat penebaran 20 ekor/50 gram. Pada setiap perlakuan yang

berbeda didapatkan nilai tertinggi pada perlakuan D dengan menggunakan bakteri

dan molases sebesar 0,90 mg/L pada hari ke 8 pada sistem heterotrofik, hal ini

yang menyebabkan tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi dan

diasumsikan pada hari tersebut populasi bakteri dalam fase log atau fase

pertumbuhan.

Pada hari ke 0, 2, 4 dan hari ke 12 terjadinya penurunan jumlah nilai

volatile suspendid solid, hal ini diduga belum maksimal dalam memanfaatkan

molase sebagai sumber karbon atau bakteri tersebut dalam fase adaptasi sehingga

petumbuhan lambat. Pada hari ke 21 terjadinya penurunan nilai volatile suspendid

solid, penurunan yang terjadi karena kurangnya sumber karbon pada perlakuan

tersebut sehingga terjadinya persaingan antar bakteri heterotrof dalam perlakuan

tersebut.

Nilai Volatile Suspendid Solid yang cukup tinggi juga terdapat pada

perlakuan B sebesar 0,53 mg/L meskipun tidak didapatkan nilai Volatile

Suspendid Solid yang tinggi seperti pada perlakuan D yaitu sistem heterotrofik,

hal ini di duga bahwa pada perlakuan tersebut dengan menggunakan peran

molases ke dalam media budidaya diharapkan mampu menurunkan limbah

nitrogen dan peningkatan pertumbuhan ikan sehingga dapat meningkatkan

produksi.

Nilai volatile suspendid solid yang cukup tinggi pada perlakuan B ini

kemungkinan besar disebabkannya ada peran dari bakteri heterotrof alami yang

Page 64: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

64

ada didalam bak tersebut, meskipun pertumbuhan bakteri heterotrofik alami tidak

bisa tumbuh secara cepat dibandingkan dengan perlakuan sistem heterotrofik.

Bakteri heterotrof akan menggunakan karbon organik sebagai sumber energi,

berkorelasi dengan nitrogen yang akan digunakan untuk sintesis protein demi

menghasilkan material sel baru (Willet dan Morrison, 2006).

Pada hari ke 0 terjadinya penurunan nilai volatile suspendid solid hal ini

dikarenakan pada hari tersebut bakteri heterotrof alami yang hidup dicorong

tersebut belum maksimal dalam menggunakan sumber karbon atau pada hari

tersebut bakteri heterotrof alami dalam fase adaptasi terhadap lingkungan. Pada

hari ke 2 dan hari ke 4 terjadinya nilai volatile suspendid solid, hal ini di duga

pada hari tersebut bakteri heterotrof sudah memanfaatkan sumber karbon sebagai

nutrisinya sehingga terjadinya penambahan jumlah populasi bakteri pada

perlakuan B.

Pada hari ke 4 pada perlakuan B terjadinya penurunan kembali, hal ini di

duga pada hari tersebut bakteri kembali lagi dalam fase adaptasi atau kurangnya

pasokan molases sebagai sumber karbon dan kemungkinan terjadinya penurunan

nilai volatile suspendid solid diakibatkan rendah nilai oksigen terlarut pada hari ke

4 sebesar 0,73. Menurut Schneider et al. (2006), untuk mendukung proses

heterotrofikasi berjalan optimal diperlukan kadar oksigen terlarut minimal 2

mg/L. Pada hari ke 21 pada perlakuan B terjadinya penurunan nilai volatile

suspendid solid kembali, hal ini diduga karena pada perlakuan tersebut bakteri

heterotrof alami dalam fase kematian atau kurangnya sumber karbon berupa

Page 65: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

65

molase sehingga pada perlakuan ini terjadinya persaingan sesama bakteri

heterotrof dalam menggunakan molases.

Pada perlakuan C dengan pemberian inokulasi bakteri tanpanya adanya

sumber karbon berupa molases terjadinya penurunan pada hari ke 0, dan ke 4, hal

ini di duga karena pada hari tersebut inokulasi bakteri minabacto dalam fase

adaptasi atau tidak adanya sumber karbon sebagai penstimulus untuk

pertumbuhan inokulasi bakteri minabacto tersebut atau rendahnya inokulasi

bakteri minabacto dalam bertahan dengan bakteri alami yang ada pada perlakuan

tersebut.

Pada hari ke 2, 8 dan hari ke 16 terjadinya kenaikan nilai volatile

suspendid solid, kenaikan tersebut dikarenakan pada hari tersebut bakteri yang di

inokulasikan dalam fase pertumbuhan sehingga diasumsikan bakteri autotrof

tersebut sudah mulai tumbuh dengan baik. Pada hari ke 21 terjadinya penurunan

kembali hal ini di sebabkan pada hari tersebut bakteri dalam fase kematian.

4.2.5 Suhu

Suhu merupakan parameter yang terpenting dalam suatu budidaya

perikanan, karena suhu perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur

baik proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Suhu

perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi subtrat, kekeruhan

maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air. Hal ini bisa dibuktikan pada gambar

10 yang menunjukkan nilai suhu dari semua perlakuan masih dianggap normal

untuk pertumbuhan ikan lele (Clarias sp).

Page 66: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

66

Gambar 10. Parameter Kualitas Suhu Selama Penelitian.

Pada hari pertama pengamatan sampai hari akhir pada semua perlakuan

menunjukkan suhu yang masih dianggap normal untuk pertumbuhan ikan lele

yaitu 27,5 sampai 28,50C , hal ini terbukti bahwa suhu ideal untuk pertumbuhan

lele antara 27 – 29oC (Rachmiwati, 2008). Begitu pula dengan pendapat (Varikul

dan Sritongsak, 1980) menyatakan bahwa suhu air yang optimal bagi kehidupan

ikan air tawar berkisar antara 24-300C untuk daerah subtropik dan 26-32

0C untuk

daerah tropis.

Menurut Ali (1991), pada suhu di atas 32 oC benih ikan lele mulai

berkurang nafsu makannya dan proses pencernaan terganggu. Gangguan ini

menurut Windell (1978) dalam Ali (1991) karena enzim-enzim pencernaan

mengalami penurunan aktivitas akibat terdenaturasi. Perubahan suhu yang

mendadak dapat menyebabkan lele stres dan kemudian mati karena itu suhu

diharapkan stabil selama pemeliharaan berlangsung (Cholik, 1991). Suhu

26,5

27,0

27,5

28,0

28,5

29,0

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 67: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

67

berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut dan oksigen berbanding terbalik

dengan suhu, artinya bila suhu tinggi, maka kelarutan oksigen berkurang. semakin

tinggi suhu air, semakin tinggi pula laju metabolisme, distribusi suhu secara

vertikal akan mempengaruhi viskositas air.

4.2.6 pH

pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan

yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air (Mackereth et.al,

1989). Pada umumnya sebagian biota air sensitif terhadap perubahan pH, dan

hampir semua biota menyukai pH 7-8,5. Besaran pH sangat mempengaruhi proses

biokimia yang terjadi disuatu perairan, sebagai contoh proses nitrifikasi akan

terhenti manakala pH perairan rendah (Novotny dan Olem, 1994). Hal ini bisa

terlihat pada gambar 11 yang menunjukkan nilai pH pada setiap perbedaan

perlakuan.

Gambar 11. Parameter pH Selama Penelitian.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

H0 H2 H4 H8 H13 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 68: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

68

Secara umum, nilai pH yang terukur pada penelitian ini masih berada di

dalam kisaran optimal bagi kebanyakan ikan dan biota akuatik lainnya. Kisaran

pH yang optimal untuk ikan adalah 6,5-8,5 (Svobodova et al., 1993, Sedangkan

bagi bakteri heterotrofik yaitu Bacillus sp akan tumbuh aktif pada pH 5,5 – 8,5

(Abdillah, 2009).

Pada setiap perlakuan didapatkan kisaran pH yang fluktuatif dan

terjadinya penurunan kisaran pH dari kisaran nilai normal hanya terdapat pada

perlakuan C yaitu perlakuan dengan menggunakan bakteri tetapi tidak

menggunakan molase sebagai sumber karbon sebesar 5,64, hal ini dimungkinkan

karena pada corong tersebut terjadinya penambahan biomassa ikan, dengan

meningkatnya biomassa maka aktifitas respirasi meningkat sehingga konsumsi

oksigen akan meningkat. dengan meningkatnya konsumsi oksigen, maka jumlah

karbondioksida yang dikeluarkan semakin banyak. kondisi tersebut akan

menggeser reaksi ke pembentukan ion H+ sehingga menyebabkan pH turun.

pH rendah kandungan oksigen terlarut akan berkurang. selain itu nilai

kisaran pH masih dianngap normal dan baik untuk kelangsungan hidup ikan.

Menurut Soetomo (2000), pH yang kurang dari 4 dan lebih dari 11 akan

membunuh ikan, sedangkan nilai pH 9,5 akan menyebabkan perkembangan ikan

lele terganggu.

4.2.7 Oksigen Terlarut (DO)

Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses

difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan

Page 69: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

69

tersebut (Salmin, 2000), kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari

beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan

udara. Data mengenai oksigen terlarut ini bisa terlihat pada gambar 12 dibawah ini

yang menunjukkan parameter oksigen terlarut pada setiap perlakuan.

Gambar 12. Parameter Oksigen Terlarut Selama Penelitian.

Hasil analisis kadar oksigen terlarut pada semua perlakuan yang berbeda

sangat fluktuatif. Pemberian aerasi pada setiap bak pemeliharaan ikan lele tidak

cukup mampu menjaga kadar oksigen terlarut tetap pada kondisi yang optimal.

Kondisi oksigen terlarut yang rendah tidak mendukung sistem heterotrof berjalan

secara optimal. Menurut Schneider et al. (2006), untuk mendukung proses

heterotrofikasi berjalan optimal diperlukan kadar oksigen terlarut minimal 2

mg/L. Bagi kebanyakan ikan, kadar oksigen terlarut dalam air yang cukup juga

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan respirasinya. Pada penelitian dengan

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A (nobak+nomol)

B (nobak+mol)

C (bak+nomol)

D (bak+Mol)

Page 70: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

70

padat penebaran 20 ekor/50 gram yang menggunakan organisme ikan lele yang

mempunyai kemampuan memanfaatkan oksigen dari alat tambahan berupa aerasi.

Data menunjukkan kisaran oksigen terlarut pada setiap perlakuan masih

dianggap cukup ideal berkisar antara 3-8 mg/L, hal ini dikarenakan kondisi

kualitas air masih baik dan belum tercemar berat dengan kadar limbah nitrogen

yang dapat menyebabkan toksik bagi kelangsungan hidup ikan, begitu juga

adanya peran aerasi pada setiap corong yang berguna untuk selalu mensuplai

oksigen Pada hari ke 4 dan hari ke 16 terjadinya penurunan oksigen terlarut pada

semua perlakuan, hal ini dikarenakan batu aerasi pada hari tersebut terjadi

penyumbatan oleh kotoran atau endapan sisa pakan sehingga oksigen terlarut

tidak dapat dipasok dengan lancar atau disebabkan rusaknya alat dan kesalahan

dalam melakukan kalibrasi.

Pada umumnya ikan lele dumbo hidup nomal pada konsentrasi oksigen

terlarut 4 mg/liter, jika persediaan oksigen di bawah 20 % dari kebutuhan

normal lele dumbo akan lemas dan dapat menyebabkan kematian (Murhananto,

2002). Menurut Stikney (1993) oksigen terlarut yang menunjang pertumbuhan

dan produksi ikan yaitu lebih dari 3 ppm. Wardoyo (1975) menyatakan bahwa

kandungan oksigen terlarut yang baik bagi kehidupan organisme di perairan

adalah antara 2 – 10 mg/liter. Hal ini sejalan dengan pendapat (Effendi, 2003)

kadar oksigen terlarut dalam bak berukuran 200 L menurun karena adanya zat

pencemar yang dapat mengkomsumsi oksigen.

Adapun zat pencemar tersebut meliputi bahan-bahan organik dan

anorganik yang berasal dari kotoran ikan dan sisa pakan dan banyaknya endapan

Page 71: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

71

pada dasar bak yang mengakibatkan tertutupnya batu aerasi sehingga aerasi tidak

mensuplai oksigen yg cukup, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari

1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar

70% (Huet, 1970).

Selain itu proses heterotrofik biosintesis bakterial berlangsung lebih

cepat dibandingkan dengan alga maupun nitrifikasi, sekitar 10 jam berbanding 24-

48 jam. Menurut Schneider et al. (2006), untuk mendukung proses heterotrofikasi

berjalan optimal diperlukan kadar oksigen terlarut minimal 2 mg/L. Koefisien

produksi heterotrof 1500% (15 kali) lebih besar dibandingkan bakteri autotrof,

sehingga kebutuhan oksigen berkurang (Gunadi, 2010), penurunan oksigen yang

berlebih di dalam perairan menyebabkan kondisi perairan menjadi anerob kondisi

oksigen terlarut yang rendah tidak mendukung sistem heterotrof berjalan secara

optimal.

Page 72: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sistem heterotrofik dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele

(Clarias sp) pada budidaya intensif mencapai 80%-90%.

2. Sistem heterotrofik dapat menurunkan konsentrasi amonia sampai

0,98mg/L, nitrit mencapai 1,06mg/L dan nitrat, sehingga mendapatkan

kualitas air yang sangat menguntungkan bagi budidaya intensif sistem

heterotrofik.

3. Nilai volatile suspendid solid tertinggi didapatkan pada sistem

heterotrofik sebesar 0,90 mg/L.

5.2 Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan dan perkembangan

ikan lele dengan jangka waktu yang lebih lama dalam budidaya ikan lele intensif

dengan sistem heterotrofik .

Page 73: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

73

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, I. 2009. Aplikasi Bakteri Nitrifikasi Dan Bacillus subtilis Untuk

Meningkatkan Produktivitas Kultur Daphnia magna. Sekolah Ilmu

Tehnologi Hayati. Institut Teknologi Bandung.

Ali, F. 1991. Estimasi Konsumsi Harian Anakan Lele (Clarias Batrachus L.)

Pada Suhu Berbeda. Biologi Perikanan Darat. 3 : 24 – 29.

Allaerts dan S. S. Santika. 1987. Metoda penelitian Air. Surabaya: Usaha

Nasional DEPTAN, 1996. Buku Pintar P4K- pedoman Penggunaan EM

Bagi Negara-Negara Asia Pasific Nature Agriculture (APNAN),

Departemen Pertanian, Jakarta.

Anonimus. 2007. Data Statistik Produksi Perikanan Tahun 2000-2007 Di Jawa

Barat. http://dinas perikanan provinsi jawa barat.com. 13 Juni 2009

Anonimus. 2008. Data Statistik Budidaya Perikanan Indonesia Tahun 2007.

Direktorat Jendral Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Jakarta.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Avnimelech, Y., M. Kochva dan S. Mokady. 1994. Development of Controlled

Intensive Aquaculture Systems With A Limited Water Exchange And

Adjusted Carbon To Nitrogen Ratio. Badmigeh, 46 : 119-131.

Avnimelech, Y. 2006. Bio-Filters: The Need Fot An New Comprehensive

Approach. Aquaculture Engineering, 34 (3) : 172-178.

Avnimelech, Y. dan P. V. Wyk. 2007. Bio-Floc Technology: Principle And

Application. Presentation in World Aquaculture 2007, AES Special

Session: BIO FLOC Technology, February 28, 2007. San Antonio, Texas,

USA

Beristain, B. T. 2005. Organic Matter Decomposition In Simulated Aquaculture

Ponds. PhD .Tesis. Fish Culture and Fisheries Group, Wageningen

Institut of Animal Sciences. Wageningen University, The Netherlands.

138 pp

Page 74: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

74

Boyd, C. E. 1990. Water Quality Management In Aquaculture And Fisheries

Science. Elsevier Scientific Publishing Company Amsterdam. 3125p.

Brune, D. E., G. Schwartz, A. G. Eversol, J. A. Collier, dan T. E. Schwedler.

2003. Intensification Of Pond Aquaculture And High Rate Photosynthetic

Systems. Aquaculture Engineering 28: 65-86

Cholik. 1991. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Terjemahan. Jakarta:

Direktorat Jendral Perikanan Cole, G. A. 1988. Textbook of limnology.

3rd

edition. Waveland Press, Inc. Illinois. USA.

Crab, R., Y. Avnimelech, T. Defoirdt, P. Bossier dan W. Verstraete. 2007.

Nitrogen Removal Techniques In Aquaculture For A Sustainable

Production. Craigh, S. and L.A. Helfrich. 2002. Understanding Fish

Nutrition, feeds, and Feeding Viginia Cooperative Extension Service

Publication. 420-256: 1-4 Aquaculture, 270: 1-14.

Ebeling, J. M. dan Michael, B. T. 2007. Recirculating Aquaculture. Cayuga:

NRAC Publication.

Effendi, M. I. 1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius.

Effendi, H., Hernowo, S., dan Rachmatun S. 2003. Pembenihan dan Pembesaran

Lele di Pekarangan, Sawah, dan Longyam. Jakarta : Swadaya

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Gunadi. B. 2010. Nilai Plus Sistem Heterotrofik. Trobos. 43 hal.

Gunadi, B dan R. Hafsaridewi. 2007. Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele

(Clarias gariepinus) Intensif Dengan Sistem Heterotrofik Untuk

Pemeliharaan Ikan Nila. Laporan Akhir Kegiatan Riset 2007. Loka Riset

Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi. 18

hal.

Huet, H. B.N. 1970. Water Quality Criteria For Fish Life Biological Problems In

Water Pullution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.

Heath AG., 1987. Water Pollution and Fish Fisiology. CRC Press. Inc. Boca

Raton. Florida, USA.

Page 75: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

75

Hepher, B. And Prugnin. Y. 1990. Nutrition of Pond Fishes. Cambrige. University

Press. 388 pp. Jurnal PKM-AI-09-IPB

Iskandar. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta

Jangkaru, Z., M. Sulhi, Rusmedi, M. Yunus dan E. Nurfitriana. 1991. Pengaruh

Kedalaman Air Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

Yang Dipelihara Secara Intensif Dalam Bak Beton. Bull. Panel. Perik.

Darat, vol.10 no.1: 60-63. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Bogor.

Khairuman dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kordi, M. G. H. K., dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam

Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta. 210 hlm.

Lovell T., 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New

York.

Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis. Freshwater

Biological Association. Cumbria.UK. 120p

Mahyuddin, K. 2008. Panduan lengkap Agribisnis Lele. Jakarta; Penebar

Swadaya

McIntosh, R. P.. 2000. Changing Paradigms in Shrimp farming : Etablishment of

heterotrophic bacteial communities. Global aquaculture Alliance : April

2000

Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo Dipekarangan. Jakarta : Penerbit

Agro Media.

Montoya, R. and M.Velasco. 2000. Role Of Bacteria On Nutritional And

Management Strategies In Aquaculture Systems. The Advocate, April

2000 : 35-36

Moss, B. 1993. Ecology of freshwaters. Second Edition. Blackwell scientific

publicatins. London. 415p

Page 76: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

76

Najamuddin, M. 2008. Pengaruh Penambahan Dosis Karbon yang Berbeda

terhadap Produksi Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) pada Sistem

Pendederan Intensif. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Nontji, A.1987. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta.

Novotny, V. And Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and

Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology 3rd

edition. W.B Sounders. Co.

Philadepia.

Parwanayoni, S . 2008. Pergantian populasi Bakteri Heterotrof, Alga, dan

Protozoa di Lagoon BTDC Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Jurnal

Bumi Lestari. (8) 180-185 hal.

Paturau JM. 1982. By-products of the Cane Sugar Industry. Ed ke-2. Amsterdam:

Elseivier Publishing Co.

Putra, Nana.S.S.U. 2008. Manajemen Kualitas Tanah dan Air Dalam Kegiatan

Perikanan Budidaya. Departement Kelautan dan Perikanan. Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Perikanan Air Payau.

Takalar.

Rachmiwati, M, Lelyana. 2008. Pemanfaatan Limbah Budidaya ikan Lele, Clarias

sp. Oleh Ikan Nila, Oreochromis niloticus Melalui Pengembangan Bakteri

Heterotrof. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo, M.F. dan Muniarti. 1984. Anatomi Beberapa Jenis Ikan Ekonomis

Penting Di Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa

Aksara. Jakarta

Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding and J. A. J. Verreth. 2005. Protein Production

by Heterotrophic Bacteria Using Carbon Supplemented Fish Waste.

Presentation in World Aquaculture 2005. Bali, Indonesia.

Page 77: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

77

Schneider, O., V. Sereti, M.A.M. Machiels, E. H. Eding, dan J. A. J. Verreth.

2006. The potential of producing heterotrophic bacteria biomass on

aquaculture waste. Water Research, 40: 2684 – 2694.

Sumarwoto, O. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta

CV. Rajawali.

Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Schneider,

O., V. Sereti, M.A.M. Machiels, E. H. Eding, and J.A.J. Verreth. 2006.

The potential of producing heterotrophic bacteria biomass on aquaculture

waste. Water Research, 40: 2684 – 2694.

Styckney RR., 1979. Principle of Warmwater Aquaculture. John Wiley & Sons,

Inc. New York.

Sylvia, D. M., J. J. Furbrmann, P. G. Hartel and D. A. Zuberer. 1990. Principles

and Application of Soil Microbiology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Svobodová, Z., R. Lloyd, R., J. Máchová, and B. Vykusová. 1993. Water Quality

And Fish Health. EIFAC Technical Paper. No. 54. Rome, FAO. 59 p.

Tacon, G. J. A. 2002. Tematic Review Of Feeds Management Practices In Shrimp

Aquaculture Centres In Asia-Pacific, Worldlife Fund and Food

Agriculture Organization Of The United Nations Consortium Program on

Shrimp Farming and The Environtment. Kaneohe. USA.

Van Wyk, et al. 1999. Farming marine Shrimp in Recirculating Freshwater

system.

Varikul, V. dan Sritongsak, C .1980.A Review of induced finfish breeding

practices in Thailand: Presented at the IDRC Workshop on induced Fish

Breeding, Singapore, Nov. 25-18, 1980.

Wahyudi. 2006. Pengaruh Penggunaan Aerator Dan Padat Penebaran Terhadap

Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.)

Dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata. Skripsi. Fakultas Perikanan

Dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jatinangor

Wardoyo STH., 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Proyek Peningkatan Mutu

Perguruan Tinggi. IPB Bogor

Welch, E. B . 1980. Ecological effects of wastewater. Cambrige University Press.

Cambrige, London. 337p

Page 78: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

78

Willet D, and Morrison C. 2006. Using Molasse to Control Inorganic Nitrogen

and pH in Aquculture Ponds

Widiyanto, Tri. 2006. Seleksi Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi untuk

Bioremediasi di Tambak Udang. Sekolah Pasca sarjana. IPB. Bogor.

Woon, BH. 2007. Removal of Nitrat Nitrogen in Convensional Wastwater

treatment plants. Skripsi. Faculty of Civil Engineering. Universiti

Teknologi Malaysia.

Page 79: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

79

Lampiran 1. Peralatan yang Digunakan Selama Penelitian

Bak Fiber dengan Dasar Bentuk

Corong Ukuran 250 ml

Batu dan Selang Aerator

Jaring Penutup

Botol Sampel

Timbangan Elektrik

Water Quality Cheker

Page 80: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

80

Kertas Saring Wathman no.42

Timbangan analitik

Furnance

Oven

Spektrofotometer U-I500

Desikator

Volumetrict Pipet

Cawan Porselen

Page 81: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

81

Lampiran 8. Hasil Pengamatan VSS, Amonia, Nitrit, dan Nitrat.

Hasil Pengamatan VSS

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 0.022 0.136 0.020 0.244 0.160 0.390 0.034

2 8 0.020 0.120 0.012 0.200 0.384 0.294 0.060

3 9 0.004 0.112 0.018

0.152 Rata-rata 0.015 0.123 0.017 0.222 0.232 0.342 0.047

B

1 1 0.004 0.256 0.016 0.116 0.160 0.400 0.002

2 11 0.018 0.264 0.023 0.420 0.112 0.664 0.034

3 6 0.018 0.256 0.008

0.148 Rata-rata 0.013 0.259 0.016 0.179 0.140 0.355 0.012

C

1 5 0.002 0.260 0.024 0.296 0.140 0.276 0.058

2 3 0.002 0.132 0.012 0.128 0.052 0.160 0.024

3 10 0.016 0.204 0.006

0.140 Rata-rata 0.007 0.199 0.014 0.141 0.111 0.145 0.027

D

1 4 0.014 0.228 0.020 1.024 0.188 0.226 0.020

2 7 0.016 0.232 0.016 0.784 0.208 0.332 0.028

3 12 0.024 0.272 0.022

0.116 Rata-rata 0.018 0.244 0.019 0.603 0.171 0.279 0.024

Hasil Pengmatan Amonia

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 1.80 19.52 9.99 0.11 5.38 2.11 18.62

2 8 1.90 15.83 17.04 1.76 5.83 6.02 3.08

3 9 2.49 22.50 22.47 12.97 3.31 1.56 13.24

Rata-rata 2.06 19.28 16.50 4.95 4.84 3.23 11.65

B 1 1 0.60 24.65 20.64 6.46 0.22 0.25 0.76

Page 82: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

82

2 11 1.86 20.23 13.77 0.08 10.59 2.81 1.44

3 6 0.99 19.62 16.66 0.94 4.70 4.67 10.83

Rata-rata 1.15 21.50 17.02 2.49 5.17 2.58 4.34

C

1 5 1.67 13.99 12.94 3.14 4.23 2.48 9.57

2 3 1.32 20.84 19.52 15.16 1.79 1.00 10.43

3 10 2.50 25.15 19.67 3.30 5.54 3.59 27.09

Rata-rata 1.83 19.99 17.37 7.20 3.86 2.36 15.70

D

1 4 1.25 19.73 18.13 4.92 4.49 1.41 0.15

2 7 1.49 19.03 17.80 8.98 2.31 0.12 2.23

3 12 1.67 6.80 10.05 4.67 8.27 3.66 0.56

Rata-rata 1.47 15.19 15.33 6.19 5.02 1.73 0.98

Hasil Pengamatan Nitrit

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 0.430 2.587 0.685 36.893 27.425 3.450 12.049

2 8 0.370 1.312 0.165 3.339 4.648 1.248 0.489

3 9 0.109 2.055 0.266 25.431 39.046 3.670 18.807

Rata-rata 0.303 1.985 0.372 21.888 23.706 2.789 10.449

B

1 1 0.287 1.557 3.486 14.385 4.046 0.391 31.346

2 11 0.353 1.040 0.266 0.911 0.810 0.633 1.162

3 6 0.046 1.083 6.242 18.073 0.523 3.229 1.125

Rata-rata 0.229 1.226 3.331 11.123 1.793 1.418 11.211

C

1 5 0.587 4.887 1.398 34.862 31.682 5.382 20.948

2 3 0.248 0.722 3.664 30.972 43.352 43.229 0.269

3 10 0.381 6.330 1.058 25.657 33.615 3.376 0.391

Rata-rata 0.405 3.980 2.040 30.497 36.216 17.329 7.203

D

1 4 0.774 1.740 1.489 2.046 0.483 4.162 0.489

2 7 0.135 0.657 0.278 18.917 0.869 1.428 1.174

3 12 0.034 0.425 0.287 0.486 0.165 0.554 1.517

Rata-rata 0.314 0.941 0.685 7.150 0.506 2.048 1.060

Hasil Pengamatan Nitrat

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 0.397 5.580 9.351 2.043 16.012 34.065 78.748

2 8 0.558 3.509 3.663 4.436 7.759 93.385 20.680

3 9 0.397 5.580 4.389 6.739 15.796 43.369 138.253

Rata-rata 0.451 4.889 5.801 4.406 13.189 56.940 79.227

B 1 1 0.558 2.658 3.663 5.549 3.895 1.917 14.281

Page 83: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

83

2 11 0.397 3.972 4.699 4.560 2.736 2.658 30.185

3 6 0.447 4.467 7.419 1.399 2.736 3.509 4.173

Rata-rata 0.467 3.699 5.260 3.836 3.122 2.694 16.213

C

1 5 0.501 4.467 14.003 2.048 12.643 78.423 5.471

2 3 0.308 4.467 5.920 8.563 14.003 90.881 62.226

3 10 0.501 7.728 10.634 1.915 20.526 34.065 6.306

Rata-rata 0.436 5.554 10.185 4.175 15.724 67.790 24.668

D

1 4 0.569 3.076 5.286 5.224 2.396 4.467 3.292

2 7 0.447 3.972 4.158 8.470 12.427 93.385 5.842

3 12 0.351 2.968 1.978 5.085 3.107 2.658 92.349

Rata-rata 0.455 3.338 3.807 6.260 5.976 33.503 33.828

Lampiran 9. Hasil Pengamatan DO, Suhu, Dan pH

Hasil Pengamatan DO

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 8.60 4.51 1.17 3.50 4.40 6.50 4.60

2 8 7.60 6.10 0.06 1.90 0.60 1.70 0.30

3 9 7.50 2.35 0.12 3.21 4.50 5.90 5.50

Rata-rata 7.90 4.32 0.45 2.87 3.17 4.70 3.47

B

1 1 7.60 2.85 0.87 2.00 2.90 2.70 2.40

2 11 7.50 2.42 1.26 5.36 1.60 0.20 1.40

3 6 7.60 3.16 0.07 4.50 0.60 0.20 3.90

Rata-rata 7.57 2.81 0.73 3.95 1.70 1.03 2.57

C

1 5 7.70 1.55 2.43 2.63 3.90 6.70 3.70

2 3 7.70 3.70 1.20 3.23 5.40 7.00 5.00

3 10 7.60 3.08 0.20 3.02 5.40 6.70 6.00

Rata-rata 7.67 2.78 1.28 2.96 4.90 6.80 4.90

D

1 4 7.70 3.23 0.05 1.80 0.80 0.30 1.60

2 7 7.50 5.37 1.09 2.03 3.70 4.10 3.80

3 12 7.50 6.13 0.04 2.04 0.40 0.20 2.20

Rata-rata 7.57 4.91 0.39 1.96 1.63 1.53 2.53

Page 84: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

84

Hasil Pengamatan pH

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 8.00 7.50 7.00 6.50 7.00 6.34 6.11

2 8 8.00 7.50 7.00 7.50 7.50 7.04 6.76

3 9 8.00 7.50 7.00 7.00 6.50 7.36 6.40

Rata-rata 8.00 7.50 7.00 7.00 7.00 6.91 6.42

B

1 1 8.00 7.50 7.50 7.00 7.00 7.05 7.15

2 11 8.00 7.50 7.50 7.00 7.00 6.48 7.14

3 6 8.00 7.50 7.50 7.50 7.50 7.14 6.82

Rata-rata 8.00 7.50 7.50 7.17 7.17 6.89 7.04

C

1 5 8.00 7.50 7.50 7.00 6.50 6.63 5.71

2 3 8.00 7.50 7.00 6.00 6.50 6.11 5.79

3 10 8.00 7.50 7.00 7.00 6.50 6.00 5.43

Rata-rata 8.00 7.50 7.17 6.67 6.50 6.25 5.64

D

1 4 8.00 7.50 7.00 7.50 4.00 7.06 6.82

2 7 8.00 7.50 7.50 6.00 6.50 6.77 5.75

3 12 8.00 7.50 7.00 7.50 7.50 7.20 7.07

Rata-rata 8.00 7.50 7.17 7.00 6.00 7.01 6.55

Hasil Pengamatan Suhu

Perlakuan Ulangan Corong Hari Ke

H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21

A

1 2 27.50 28.00 28.40 27.90 28.40 28.70 27.30

2 8 27.50 28.40 28.60 28.40 28.60 28.40 27.40

3 9 27.80 28.30 28.50 28.10 28.50 28.50 27.30

Rata-rata 27.60 28.23 28.50 28.13 28.50 28.53 27.33

B

1 1 27.60 28.20 28.60 28.20 28.60 29.00 27.30

2 11 27.60 28.20 28.50 28.30 28.50 28.40 27.30

3 6 28.10 28.30 28.60 28.20 28.60 28.60 27.30

Rata-rata 27.77 28.23 28.57 28.23 28.57 28.67 27.30

C

1 5 27.50 28.50 28.40 28.00 28.40 28.80 27.30

2 3 27.60 28.20 28.40 28.00 28.40 28.50 27.30

3 10 27.80 28.60 28.90 28.40 28.90 28.70 27.30

Rata-rata 27.63 28.43 28.57 28.13 28.57 28.67 27.30

D

1 4 27.50 28.40 28.30 28.20 28.30 28.60 27.30

2 7 27.90 28.70 28.40 28.10 28.40 28.40 27.30

3 12 28.00 28.60 28.90 28.60 28.90 28.60 27.40

Rata-rata 27.80 28.57 28.53 28.30 28.53 28.53 27.33

Page 85: KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LELE (Clarias gariepinus) PADA ...

85

Lampiran 10. Analisis of Variance Kelangsungan Hidup Ikan

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 166.917a 3 55.639 55.639 .000

Intercept 1064.083 1 1064.083 1.064E3 .000

variasi 166.917 3 55.639 55.639 .000

Error 8.000 8 1.000

Total 1239.000 12

Corrected Total 174.917 11

variasi pakan,

molases, bakteri N

Subset

1 2 3

Duncana 3 3 6.00

1 3 7.33 7.33

2 3 8.67

4 3 15.67

Sig. .141 .141 1.000