Presentasi Kasus Demam Tifoid TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID DEFINISI Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch. 1 EPIDEMIOLOGI Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. 2 Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima tahun. 3 ETIOLOGI Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Presentasi Kasus Demam Tifoid
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
DEFINISI
Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit
infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7
hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.1
EPIDEMIOLOGI
Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan
yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan
penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi,
sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid
terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2 Sebagian besar dari
penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima
tahun.3
ETIOLOGI
Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Untuk
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi
Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka
terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C. Manusia merupakan satu-satunya
sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung maupun tidak langsung
dengan seorang penderita demam tifoid atau karier kronis.3
Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam tifoid atau karier
Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang tidak pernah menelan bakteri ini.
Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri
yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang
positif dan bermakna.4
Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen, yaitu:
1
Presentasi Kasus Demam Tifoid
- Antigen O = Somatik antigen (tidak menyebar)
- Antigen H = flagella dan bersifat termolabil.
- Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang melindungi kuman dari fagositosit
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar
dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1
Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000 hingga 1
juta organisme. Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat
bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa serta
melakukan invasi. 5 Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang lapisan Peyer ini
merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan sebagai transpor menuju
jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke dalam folikel limfoid intestinal dan
nodus limfe mesenterik dan kemudian masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan
limpa. Pada keadaan ini terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada
villi, kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6
PATOLOGI
Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase. Keempat fase ini
akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan antibiotik yaitu :
Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid
Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan mukosa dan submukosa
Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan perforasi dan pendarahan
Fase 4 : penyembuhan terjadi pada minggu keempat dan tidak menyebabkan terbentuknya
struktur seperti pada tuberkulosis bowel.7
Ileum merupakan lokasi patologi tifoid klasik, tetapi folikel limfoid pada bagian
traktus gastrointestinal lainnya juga dapat terlibat seperti yeyunum dan kolon ascending.
Ileum biasanya mengandung plaque Peyeri lebih banyak dan luas dibandingkan yeyunum.
Jumlah folikel limfoid akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.7
2
Presentasi Kasus Demam Tifoid
PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai lambung maka
mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya
suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. 8 Ada beberapa faktor yang
menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman
yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.9
Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-109 yang
tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat
multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat.
Pada penderita yang mengalami gastrektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan
mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhi lebih mudah
melewati pertahanan tubuh.8
Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki
mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha
menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh
kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi
pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan
menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di
lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus,
kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan
difagositosis oleh monosit dan makrofag. 9
Kemudian kuman akan masuk kedalam organ–organ system retikuloendotelial (RES)
terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi
bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang
ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu
kuman tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus.
Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang
berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis.1
3
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya
sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu
proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen
yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang
mengakibatkan terjadinya demam.1 Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus.5
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu
pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa
adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan
sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.
Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun
tifoid kongenital.2
Bagan Patofisiologi Demam Typhoid
KUMAN S. TYPHI
Makanan + Minuman
Usus halus
Folikel getah bening intestinum
Multiplikasi Sel PMN
Aliran getah bening Mesenterika
Airan Darah(Bakteremia Primer)
Aliran Darah( Bakteremia Sekunder)
Hidup dan Berkembang Biak
MultiplikasiLokal
Usus
Lambung mati
4
Presentasi Kasus Demam Tifoid
GEJALA KLINIK
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan
asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah
inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan
kesadaran.5
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam
pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam
timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada
akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam
turun perlahan secara lisis. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat
disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan
kesadaran.1
Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan
panas naik turun sejak 7 hari SMRS. Panas timbul mendadak , bersifat naik turun
17
Presentasi Kasus Demam Tifoid
dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai
kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami
penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke Puskesmas dan diberi obat
puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi.
Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan
tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak
sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas dan nyeri
dada.
Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada
muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira
sebanyak ½ gelas aqua (±100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari
SMRS. BAK normal.
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga
dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah
ataupun mengalami sakit serupa.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Orang tua pasien mengatakan pasien tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita seperti pasien.
III. RIWAYAT PASIEN
A. Riwayat Pasien
Pasien adalah anak kelima dari 5 bersaudara.
B. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama hamil ibu pasien tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan
di klinik terdekat. Menurut ibu pasien tidak ada kelainan selama masa
kehamilannya. Pasien lahir spontan, cukup bulan sesuai masa kehamilan,
18
Presentasi Kasus Demam Tifoid
lahir ditolong oleh paraji. Pada saat lahir, pasien enangis kuat. BB lahir
3500gram, PB tidak diketahui.
Kesan : riwayat antenatal care dan persalinan buruk
C. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan
Psikomotor :
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 5 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 1 tahun 3 bulan
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik
D. Riwayat Pemberian Makanan
0 - 4 bulan : ASI
4 - 8 bulan : ASI + bubur susu
8-12 bulan : ASI+ nasi tim
12 - 24 bulan : ASI + menu keluarga
24 - sekarang : menu keluarga.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
E. Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Umur Pemberian (bulan)
BCG -
DPT -
Polio -
Campak -
Hepatitis -
Kesan : Riwayat imunisasi pasien tidak pernah mendapat imunisasi
19
Presentasi Kasus Demam Tifoid
F. Riwayat Tempat Tinggal dan Sanitasi
Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan ketiga kakak nya. Pasien tinggal
disuatu perkampungan yang cukup padat penduduknya. Rumah berdinding
tembok dengan lantai semen, Ventilasi kurang baik, sinar matahari cukup
masuk ke dalam rumah
Kesan : Perumahan dan sanitasi lingkungan kurang
IV. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal : 26 April 2013)
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Berat badan : 44 kg
Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah : 110/ 70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/mnt
Frekuensi nafas : 26 x/mnt
Suhu tubuh : 36,7 0C
Kepala : Normocephali, rambut hitam lurus, distribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-, Reflex cahaya langsung +/+
Reflex cahaya tidak langsung +/+
Telinga : Normotia, Serumen -/-, Sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, Septum deviasi Ө, Sekret -/-
Mulut : Cyanosis Ө, Lidah kotor , Tremor Ө
Tenggorokan : Tonsil T3 – T3 membesar, faring hiperemis
Leher : Trakhea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar,
kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Paru : Vocal fremitus simetris, suara nafas vesikuler, Rhonkhi
-/-, Wheezing -/-
20
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Jantung : S1-S2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen : Datar, supel, Nyeri tekan , Bising usus normal, Hepar
- lien tidak teraba membesar.
Extremitas : Akral hangat, cyanosis Ө, oedem Ө
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (tgl 23 April 2013) :
Nilai
Haemoglobin 10,9 g/dl
Leukosit 6.100/mm
LED 90 /jam
B/E/B/S/L/M 0/1/1/79/14/6
Eritrosit 39 jumlah/mm3
Hematokrit 33,5
Trombosit 244.000/mm
Kimia Darah
Nilai
SGOT 28
SGPT 54
GDS 113
Ureum 26
Creatinin 0,6
Imunoserologi
Serologi Widal
Salmonella Typhi O (+) 1/320
Salmonella Typhi H (-)
xx x
x
x
21
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Salmonella Paratyphi A O (+)1/80
Salmonella Paratyphi A H (-)
Salmonella Paratyphi B O (-)
Salmonella Paratyphi B H (-)
Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80
Salmonella Paratyphi C H (-)
VI. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang ke RSUD
Kabupaten Bekasi dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang
timbul sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun
terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas pasien
kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak serta nyeri dada. Pasien juga
menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira
sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh susah BAB sejak ± 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang
menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering
jajan makanan di luar rumah. Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum
lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis.
Tanda vital :
Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat
Tekanan darah : 110/80 mm Hg
Frekuensi napas : 26x/menit
Suhu tubuh : 36,7ºC
Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian
permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan nyeri tekan (+).
Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 23 April 2013 didapatkan
hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320 , Salmonella Paratyphi
A O (+)1/80 dan Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80.
Diagnosa Kerja
22
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Demam Thypoid
Diagnosa Banding
DHF
Bronkitis
TB paru
Demam paratifoid
Malaria
Pemeriksaan Anjuran :
Kultur darah (gaal)
Kultur feses
Pemeriksaan urine lengkap
Pemeriksaan foto thorax
Tes mantoux
Widal ulang
VII. PENATALAKSANAAN :
- Tirah baring selama ±2 minggu- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat
- IVFD RL 20g tt/mnt
- Ceftriaxone 2x1gr iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1 amp
- Antrain 1cc (bila panas tinggi)
- Gentamisin 2x80 mg iv
- Paracetamol 3x500mg po
VIII. PROGNOSIS
Ad. Vitam : bonam
Ad. Functionam : bonam
Ad. Sanasionam : bonam
23
Presentasi Kasus Demam Tifoid
IX. FOLLOW UP PASIEN
Selama di bangsal:
TANGGAL ANAMNESA TERAPI
24 April 2013 S: Panas badan (+), nyeri
dada (+), Batuk (+).
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
Tensi : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Respi :26x/menit
Suhu : 37,7 ºC
P: Demam Tifoid
- IVFD RL 20g
tt/mnt
- Ceftriaxone 2x1gr
iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1
amp
- Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
- Gentamisin 2x80
mg iv
- Paracetamol
3x500mg po
25 April 2013 S: Panas badan (+),
Batuk(+), Sesak (+).
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
Tensi : 100/60mmHg
Nadi : 72x/menit
Respi :26x/menit
Suhu : 36,7 ºC
P: Demam Tifoid
- IVFD RL 20g
tt/mnt
- Ceftriaxone 2x1gr
iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1
amp
- Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
- Gentamisin 2x80
mg iv
- Paracetamol
3x500mg po
26 september 2012 S: Panas badan (+) naik - IVFD RL 20g
24
Presentasi Kasus Demam Tifoid
turun, nyeri dada (+),
Batuk (+).
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
Tensi : 110/70mmHg
Nadi : 88x/menit
Respi :26x/menit
Suhu : 36,7 ºC
P: Demam Tifoid
tt/mnt
- Ceftriaxone 2x1gr
iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1
amp
- Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
- Gentamisin 2x80
mg iv
- Paracetamol
3x500mg po
- OBH syr 3x Icth
29 April 2013 S: Panas badan (+) naik
turun , sariawan (+),
Batuk (+).
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
Tensi : 1o0/70mmHg
Nadi : 100x/menit
Respi :24x/menit
Suhu : 36,5 ºC
P: Demam Tifoid
- IVFD RL 20g
tt/mnt
- Ceftriaxone 2x1gr
iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1
amp
- Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
- Gentamisin 2x80
mg iv
- Paracetamol
3x500mg po
- OBH syr 3x Icth
30 April 2013 S: Panas badan (-)Batuk
(+) jarang.
- IVFD RL 20g
tt/mnt
25
Presentasi Kasus Demam Tifoid
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
Tensi : 110/70mmHg
Nadi : 88x/menit
Respi :24x/menit
Suhu : 36,7 ºC
P: Demam Tifoid
- Ceftriaxone 2x1gr
iv
- Ondansetron
- Ranitidin 2x1
amp
- Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
- Gentamisin 2x80
mg iv
- Paracetamol
3x500mg po
- OBH syr 3x Icth
ANALISA KASUS
Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang
timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran
pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada
minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari.
Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara
berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis:
Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam
turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas
pasien tidak terganggu)
Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi
26
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas
kebersihannya
Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan :
Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang
sedang, tanpa gangguan kesadaran
Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada
pinggirnya, tremor (-)
Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan (+)
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid dibagi
dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid melalui biakan
kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan
duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen,
(3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi
Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik,
namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah positif pada 40-
60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit, sedangkan biakan feses atau
urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif
pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif.
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor, antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2)
perbandingan volume darah dan media empedu, (3) waktu pengambilan darah.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan pemeriksaan melacak DNA
tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan fasilitas rumah sakit yang terbatas.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil positif
pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar 1/80.
Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam typhoid telah luas
digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan.
27
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini
dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan
kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obat-obatan diberikan
antibiotik ceftriaxone 2x1gr Iv sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan
antipiretik (paracetamol), anti mual (Ranitidin), dan ekspektorant (OBH) sebagai
pengobatan simptomatis.
Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur
darah atau urin atau feses.
Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada
keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan
mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik sampai 5 hari
bebas demam.
DAFTAR PUSTAKA
28
Presentasi Kasus Demam Tifoid
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.367-75.
2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.
3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4.
4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from : http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html ( cited : 2013 May 3th).
5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan Infomedika, 2005: h.592-600.
6. NN. Demam typhoid. Available from : http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (cited : 2013 May 3th).
7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from : http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever ( cited : 2013 May 4th).
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.
9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43.
10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri. September 2006;8(2):118-121.
11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid Fever in Children. February 2002: p.157-159.
12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2013 May 3th).
13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.
14. Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR, Satari HI. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri. 2001;2(4):182-7.
29
Presentasi Kasus Demam Tifoid
15. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB. Pedoman imunisasi di Indonesia, ed 2. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005: h.173-4.
16. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5.
17. World Health Organization. Backgroud Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Geneva: WHO, 2003. Available from: http://www.who.int/vaccines-documents/ (cited : 2013 May 5th).
18. Zulkarnain I. Patogenesis demam tifoid. Jakarta : Pusat informasi & penerbitan bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000: h.3-5.
19. Brusch JL, Garvey T. Penyakit tipus fever. Available from : http://www.medscape.com/files/public/blank.htm (cited : 2013 May 4th).