Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang. Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rohman pada tahun 2010 menjelaskan bahwa demam tifoid sering terjadi pada anak dalam kelompok umur 5-14 tahun ( 27 %). Lama terjadi antara 1- 14 hari. Gejala pada saluran pencernaan yaitu mual / muntah, dimana frekuensinya sebesar 70%,nyeri perut sebesar 22%, sedangkan untuk test widal frekuensi terjadi pada titer 1: 320 dengan jumlah 52%.
32

demam tifoid

Dec 05, 2014

Download

Documents

Diah Wisda
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: demam tifoid

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang yang

terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization (WHO)

tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia

dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid atau paratifoid

menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun

2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang. Sedangkan berdasarkan

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau paratifoid juga menempati urutan

ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak

41.081 kasus, yang meninggal 274 orang

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rohman pada tahun 2010 menjelaskan bahwa

demam tifoid sering terjadi pada anak dalam kelompok umur 5-14 tahun ( 27 %). Lama

terjadi antara 1-14 hari. Gejala pada saluran pencernaan yaitu mual / muntah, dimana

frekuensinya sebesar 70%,nyeri perut sebesar 22%, sedangkan untuk test widal frekuensi

terjadi pada titer 1: 320 dengan jumlah 52%.

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan

penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi

melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama

masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat kemudian menyusul gejala demam, gangguan

pencernaan dan gangguan kesadaran

Berdasarkan data data maka diatas kami penulis tertarik untuk membahas tentang

perawatan klien dengan demam tifoid sebagai bahan makalah kelompok dengan judul

“Asuhan Keperawatan Pada klien Anak A Dengan Diagnosa Medis Demam Tifoid di Ruang

Tulip Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworedjo.”

Page 2: demam tifoid

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan

dengan demam tifoid

b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan demam tifoid

c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan demam

tifoid

d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan demam tifoid

e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan demam

tifoid

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan

demam tifoid

C. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan

penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur

yang ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.

D. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,

dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi,

patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan

pemeriksaan penunjang.

BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, iagnose, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.

Page 3: demam tifoid

BAB II

KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna

dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan

kesadaran. (Mansjoer, 2009).

Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada

pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005).

Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam

satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007).

Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella

thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan

paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006). Tifoid adalah penyakit

infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para

typhus abdominalis (Seoparman, 2007)

Dari beberapa pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa demam tifoid merupakan

penyakit infeksi pada bagian sistem pencernaan terutama pada usus halus yang disebabkan

oleh kuman salmonella thypi yang biasanya menimbulkan demam lebih dari satu minggu.

B. Etiologi

Menurut Wong (2003) etiologi dari demam tifoid adalah

1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu

getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :

a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)

b. Antigen (flagella)

c. Antigen VI dan protein membran hialin

2. Salmonella paratyphi A

3. Salmonella paratyphi B

4. Salmonella paratyphi C

Page 4: demam tifoid

5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus

Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37oC dan mati

pada suhu 54,4oC (Simanjuntak, C. H, 2009)

C. Patofisiologi

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari

penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.

Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,

buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi

penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan

kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S,

2003)

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)

bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap

dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

Menurut Nursalam dkk (2005) mekanisme masuknya kuman diawali dengan infeksi yang

terjadi pada saluran pencernaa. basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk

kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limpa. basil yang

tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut

akan membesar disertai dengan rasa nyeri diperabaan. Kemudian basil masuk kembali

kedalam darah (bakteriemia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar

limfoid usus halus; sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak

nyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perferasi usus. Gejala demam

disebabkan oleh endotoksit, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh

kelainan pada usus.

D. Tanda dan Gejala

Inkubasi terjadi selama 10 sampai 14 hari. Demam naik secara bertahap, nyeri kepala,

malaise, dan kadang kadang batuk. Gejala abdomen (nyeri, diare, atau konstipasi) jelas

terlihat pada minggu pertama. Sedangkan diare, hepatosplenomengali ringan, dan roseola

Page 5: demam tifoid

(rose spots) (60%) muncul pad minggu kedua. Syok, gangguan ginjal, dan perubahan status

mental, termasuk koma, muncul pada kasus-kasus berat (Davey, P. 2005).

Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1. Demam

Pada kasus–kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.

a. Minggu I

Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut

pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,

muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada

pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

b. Minggu II

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia

relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,

stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang

Indonesia.

c. Minggu III

Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah ditutupi

selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen

mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri

pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan

dapat terjadi diare.

3. Gangguan keasadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis

sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.

Disamping gejala–gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan

gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam

Page 6: demam tifoid

kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan

epistaksis.

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari

penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan

fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan

tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-

negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi)

yang andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi demam tifoid

berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain

kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis

(soegijanto,S, 2002).

Page 7: demam tifoid

E. Pathway

Kontaminasi salmonela typhi pada makanan / minuman

Dimusnahkan oleh asam lambung

Page 8: demam tifoid

F. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada pasien dengan demam tifoid adalah

1. Medis

a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :

1) Klorampenicol

2) Amoxicilin

3) Kotrimoxasol

4) Ceftriaxon

5) Cefixim

b. Antipiretik (Menurunkan panas) :

1) Paracetamol

2. Perawatan

a. Observasi dan pengobatan

b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih

dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya

komplikasi perforasi usus.

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahss pada

waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.

e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi

konstipasi dan diare.

3. Diet

a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim

d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari

(Smeltzer & Bare. 2002).

G. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dibagi dalam :

1. Komplikasi Intestinal

a. Pendaraha usus

Page 9: demam tifoid

b. Perforasi usus

c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ektra-intestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah. Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru. Pneumonia, emfiema, dan pleuritis

4. Komplikasi hepar dan kandung empedu, Hepatitis dan kolesistitis

5. Komplikasi ginjal. Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

6. Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer,

sindrom, katatoni (Widodo, D. 2007).

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang

terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan

limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada

kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada

batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak

berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt

Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal

setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah

negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan

hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal

ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu

Page 10: demam tifoid

pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat

bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama

dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan

darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi

dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah

negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

5. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan

typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan

pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella

thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh

kuman).

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel

kuman).

c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai

kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella

typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada

Page 11: demam tifoid

pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali

pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam

tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum

menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian

antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan

tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid

diklasifikasikan atas:

1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala

demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan

hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya

dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta

didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O

> 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).

3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan

ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali

lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada

pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007).

I. Pengkajian

a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang

menderita demam tifoid)

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah,

epistaksis, perdarahan gusi

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah

sakit) : kapan mulai panas ?

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang

pernah diderita oleh pasien)

4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang

pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak)

Page 12: demam tifoid

5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ?

6) Riwayat imunisasi

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan,

usia)

2) Pemeriksaan persistem

a) Sistem persepsi sensori :

Penglihatan : edema palpebra, air mata ada / tidak, cekung / normal

Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, lidah lembab / kering

b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing

c) Sistem pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem

pulmo, krakles

d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary refill

lambat, akral hangat / dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada

e) Sistem gastrointestinal :

Mulut : membran mukosa lembab / kering, lidah kotor, perdarahan gusi

Perut : turgor, kembung / meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut.

Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi,

darah, melena

f) Sistem integumen : RL test (+), petekie, ekimosis, kulit kering / lembab,

perdarahan bekas tempat injeksi ?

g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria

d. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi

2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah

3) Pola eleminasi

a) BAB : frekuensi, warna (merah, hitam), konsistensi, bau, darah

b) BAK : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir, oliguria, anuria

4) Pola aktifitas dan latihan

5) Pola tidur dan istirahat

6) Pola kognitif dan perceptual

Page 13: demam tifoid

7) Pola toleransi dan koping stress

8) Pola nilai dan keyakinan

9) Pola hubungan dan peran

10) Pola seksual dan reproduksi

11) Pola percaya diri dan konsep diri

J. Diagnosa

1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan metabolisme,

aktivitas yang berlebih, dehidrasi

2. Nyeri akut berhubungan dengan: agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),

kerusakan jaringan

3. Konstipasi berhubungan dengan fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik

tidak mencukupi, perilaku defekasi tidak teratur, perubahan lingkungan, Fisiologis:

perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas gastrointestnal,

dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan psikologis : usia tua, kecemasan, agen

biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.

Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi

(depresan, stimulan),kebisingan. Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.

Page 14: demam tifoid

K. Intervensi

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermia

Berhubungan dengan :

Penyakit/ trauma

Peningkatan metabolisme

Aktivitas yang berlebih

Dehidrasi

DO/DS:

Kenaikan suhu tubuh diatas

rentang normal

Serangan atau konvulsi

(kejang)

Kulit kemerahan

Pertambahan RR

Takikardi

Kulit teraba panas/ hangat

NOC:

Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x 24 jam

pasien menunjukkan :

Suhu tubuh dalam batas normal

dengan kreiteria hasil:

Suhu 36 – 37C

Nadi dan RR dalam rentang

normal

Tidak ada perubahan warna

kulit dan tidak ada pusing,

merasa nyaman

NIC :

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb, dan Hct

Monitor intake dan output

Berikan anti piretik:

Kelola Antibiotik

Selimuti pasien

Berikan cairan intravena

Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Tingkatkan sirkulasi udara

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor hidrasi seperti turgor kulit,

kelembaban membran mukosa)

Page 15: demam tifoid

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan:

Agen injuri (biologi, kimia, fisik,

psikologis), kerusakan jaringan

DS:

Laporan secara verbal

DO:

Posisi untuk menahan nyeri

Tingkah laku berhati-hati

Gangguan tidur (mata sayu,

tampak capek, sulit atau

gerakan kacau, menyeringai)

Terfokus pada diri sendiri

Fokus menyempit

(penurunan persepsi waktu,

kerusakan proses berpikir,

penurunan interaksi dengan

orang dan lingkungan)

Tingkah laku distraksi,

contoh : jalan-jalan,

menemui orang lain dan/atau

NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Setelah dilakukan tinfakan

keperawatan selama 3x 24 jam

Pasien tidak mengalami nyeri,

dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri, mencari

bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

NIC :

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas

dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/

dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri seperti

Page 16: demam tifoid

aktivitas, aktivitas berulang-

ulang)

Respon autonom (seperti

diaphoresis, perubahan td,

perubahan nafas, nadi dan

dilatasi pupil)

Perubahan autonomic dalam

tonus otot (mungkin dalam

rentang dari lemah ke kaku)

Tingkah laku ekspresif

(contoh : gelisah, merintih,

menangis, waspada, iritabel,

nafas panjang/berkeluh

kesah).

Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang

normal

Tidak mengalami gangguan

tidur

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari

prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah

pemberian pertama kali

Page 17: demam tifoid

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Konstipasi berhubungan dengan

Fungsi:kelemahan otot

abdominal, Aktivitas fisik

tidak mencukupi

Perilaku defekasi tidak

teratur

Perubahan lingkungan

Toileting tidak adekuat:

posisi defekasi, privasi

Psikologis: depresi, stress

emosi, gangguan mental

Farmakologi: antasid,

antikolinergis,

antikonvulsan, antidepresan,

kalsium karbonat,diuretik,

besi, overdosis laksatif,

NSAID, opiat, sedatif.

Mekanis: ketidakseimbangan

elektrolit, hemoroid,

NOC:

Bowl Elimination

Hidration

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x 24 jam

konstipasi pasien teratasi dengan

kriteria hasil:

Pola BAB dalam batas normal

Feses lunak

Cairan dan serat adekuat

Aktivitas adekuat

Hidrasi adekuat

NIC :

Manajemen konstipasi

Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan

konstipasi

Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis

Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan

pada pasien

Konsultasikan dengan dokter tentang

peningkatan dan penurunan bising usus

Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi

yang menetap

Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan

serat) terhadap eliminasi

Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan

laxative dalam waktu yang lama

Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat

dan cairan

Dorong peningkatan aktivitas yang optimal

Sediakan privacy dan keamanan selama BAB.

Page 18: demam tifoid

gangguan neurologis,

obesitas, obstruksi pasca

bedah, abses rektum, tumor

Fisiologis: perubahan pola

makan dan jenis makanan,

penurunan motilitas

gastrointestnal, dehidrasi,

intake serat dan cairan

kurang, perilaku makan yang

buruk

DS:

Nyeri perut

Ketegangan perut, Anoreksia

Perasaan tekanan pada

rectum, Nyeri kepala

Peningkatan tekanan

abdominal, Mual

Defekasi dengan nyeri

DO:

Feses dengan darah

segar,Perubahan pola BAB

Feses berwarna gelap,

Page 19: demam tifoid

Penurunan frekuensi BAB

Penurunan volume feses

Distensi abdomen, Feses

keras

Bising usus hipo/hiperaktif,

Teraba massa abdomen atau

rektal

Perkusi tumpu, Sering flatus,

Muntah.

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Page 20: demam tifoid

Gangguan pola tidur

berhubungan dengan:

Psikologis : usia tua,

kecemasan, agen biokimia,

suhu tubuh, pola aktivitas,

depresi, kelelahan, takut,

kesendirian.

Lingkungan : kelembaban,

kurangnya privacy/kontrol

tidur, pencahayaan, medikasi

(depresan,

stimulan),kebisingan.

Fisiologis : Demam, mual,

posisi, urgensi urin.

DS:

Bangun lebih awal/lebih

lambat

Secara verbal menyatakan

tidak fresh sesudah tidur

DO :

Penurunan kemempuan

fungsi

NOC:

Anxiety Control

Comfort Level

Pain Level

Rest : Extent and Pattern

Sleep : Extent ang Pattern

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam

gangguan pola tidur pasien teratasi

dengan kriteria hasil:

Jumlah jam tidur dalam batas

normal

Pola tidur,kualitas dalam batas

normal

Perasaan fresh sesudah

tidur/istirahat

Mampu mengidentifikasi hal-

hal yang meningkatkan tidur

NIC :

Sleep Enhancement

Determinasi efek-efek medikasi terhadap

pola tidur

Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas

sebelum tidur (membaca)

Ciptakan lingkungan yang nyaman

Kolaburasi pemberian obat tidur

Page 21: demam tifoid

Penurunan proporsi tidur

REM

Penurunan proporsi pada

tahap 3 dan 4 tidur.

Peningkatan proporsi pada

tahap 1 tidur

Jumlah tidur kurang dari

normal sesuai usia


Related Documents