LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien Nama : Tn. MA No. Rekam Medik : 652386 Usia : 61 tahun Tgl. MRS : 14 maret 2014 II. Anamnesis Keluhan utama: BAB bercampur darah Riwayat penyakit sekarang : dialami sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien selama ini bisa defekasi, tetapi hanya berupa feses campur lendir dan terkadang campur darah, kadang- kadang menetes setelah BAB. Pola defekasi berubah hanya satu kali dalam dua hari. Pasien mengeluh bila buang air besar membutuhkan waktu yang lama dan harus mengedan kuat, namun kotoran yang keluar hanya sedikit seperti kotoran kambing sehingga pasien merasa tidak puas setelah BAB. Susah BAB juga disertai dengan rasa nyeri. Sifat nyeri hilang timbul, dirasakan pada perut kiri bawah. Nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Pasien tidak memiliki riwayat muntah. Sudah 2 bulan pasien mengkonsumsi obat pencahar, namun tidak ada perubahan. Pasien merasa perut 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. MA
No. Rekam Medik : 652386
Usia : 61 tahun
Tgl. MRS : 14 maret 2014
II. Anamnesis
Keluhan utama: BAB bercampur darah
Riwayat penyakit sekarang : dialami sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien
selama ini bisa defekasi, tetapi hanya berupa feses campur lendir dan
terkadang campur darah, kadang-kadang menetes setelah BAB. Pola
defekasi berubah hanya satu kali dalam dua hari. Pasien mengeluh bila
buang air besar membutuhkan waktu yang lama dan harus mengedan
kuat, namun kotoran yang keluar hanya sedikit seperti kotoran
kambing sehingga pasien merasa tidak puas setelah BAB. Susah BAB
juga disertai dengan rasa nyeri. Sifat nyeri hilang timbul, dirasakan
pada perut kiri bawah. Nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Pasien tidak memiliki riwayat muntah.
Sudah 2 bulan pasien mengkonsumsi obat pencahar, namun tidak ada
perubahan. Pasien merasa perut terasa penuh jika makan sehingga pasien
mengalami penurunan berat badan 6 kg dalam beberapa bulan terakhir.
Riwayat penyakit dahulu : pasien tidak pernah mengalami susah buang air
besar sebelumnya.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : Tidak ada riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga
Riwayat kebiasaan : pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak dan
jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah
Pasien merokok sejak ± 30 tahun, 1 bungkus rokok/ hari , namun 1
bulan terakhir berhenti karena penyakitnya.
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal
1
III. Pemeriksaan Fisis
Kesan umum: Tampak sakit sedang/gizi cukup/sadar
Tanda vital:
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.8ºC
Status lokalis
a. Pemeriksaan kepala
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
Bibir : sianosis -/-
b. Pemeriksaan leher
Limfadenopati : -
DVS : R + 1 cmH2Opada posisi duduk (450)
c. Pemeriksaan dada
Inspeksi : Normochest, pergerakan gerak napas simetris.
Palpasi : Massa tumor (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi utama :Bronkovesikuler
Bunyi tambahan :Wheezing (-/-), Rhonki ¿
d. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tdak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : Linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II,regular
Bising (-)
2
e. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Palpasi : Hepar : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Massa tumor (-)
f. Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : Edema pretibial (-/-)
Palpasi : Akral hangat
g. Pemeriksaan rectal toucher
- Sphincter longgar, ampulla kosong,mukosa licin, teraba massa arah jam
8-10-14, terfiksir, berbenjol-benjol, ± 4cm dari anal verge.
-Handscoen : Darah (+), feses (-), lendir (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan 29/12/2013
WBC 8 x 103
RBC 3,88 x 106
HB 11,2
HCT 33%
PLT 433.000
GDS 110
Ur/Cr 14/0,7
GOT/GPT 18/18
CT 8’00
BT 3’
PT/APTT 12,8/24
3
Na/K/CL 137/3,8/99
Albumin 1,9
Hbs Ag Non Reactive
Anti HCV Non Reactive
CEA 7,84
USG Abdomen (24/02/2014):
- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal,
permukaan reguler, tepi tajam, tidak tampak SOL, tidak tampak
dilatasi vaskular dan bile duct
- GB : tidak menebal, tidak tampak echo batu
- Pankreas : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak
tampak dilatasi duktus pankreatik, tidak tampak mass/ cyst
4
- Lien : ukuran membesar, echo parenkim dalam batas normal.
Tidak tampak mass/cyst
- Loop-loop usus yang terscan tidak dilatasi, gerakan peristaltik
normal, tidak tampak gambaran pseudo kidney pada daerah lesi
- Ren: ukuran, bentuk, dan kapsula baik.echo korteks/sinus
normal, tak tampak echo batu didalamnya. Tak tampak tanda-
tanda bendungan pada pelviocalyceal sistem
- VU : dinding tidak menebal, reguler. Tidak tampak echo
batu/mass
- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta
KESAN: Sugestive massa rectosigmoid
CT Scan abdomen (27/02/2014):
Tampak massa sirkuler pada rektum bagian distal, batas tidak tegas yang
menginfiltrasi ke jaringan perirektal.loop-loop usus bagian proksimal lesi
sedikit dilatasi.
Tampak pembesaran KGB parainguinal
Hepar: ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi duktus pankreatikus. Tidak tampak SOL
5
Lien: ukuran seidkit membesar, densitas parenkim dalam batas normal,
Tidak tampak SOL
Ren: ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi PCS, tidak tampak densitas batu mass/cyst.
VU: dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak densitas batu
atau massa didalamnya
Densitas cairan bebas pada kedua cavum pleura
Osteofit pada vertebra lumbalis (spondilosis lumbalis)
KESAN :
- Massa rectal yang menginvasi ke jaringan perirectal disertai
lymphadenopathy (DUKES C)
- Slight splenomegaly
V. Diagnosis
Karsinoma rektum 1/3 distal
Vi. Penatalaksanaan
- Diet tinggi serat rendah lemak
- Abdominal perineal resection (Miles procedure)
6
DISKUSI
Seorang laki-laki berusia 61 tahun dengan diagnosis Karsinoma rektum
1/3 distal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis yang menunjang diagnosis adaalah perubahan pola buang
air besar (change of bowel habits), ada rasa tidak puas setelah BAB (tenesmus),
perdarahan per anum, faktor resiko (faktor genetik), kebiasaan makan (rendah
serat banyak lemak), penurunan berat badan, dan riwayat merokok. Dari
pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan abdomen tidak ditemukan kelainan tetapi
dari pemeriksaan rectal toucher didapatkan adanya massa tumor padat, keras ± 4
cm dari anal verge. Pasien ini sudah dilakukan CT Scan abdomen dengan hasil
massa rectal yang menginfiltrasi ke jaringan perirectal disertai lymphadenopathy
(DUKES C).
Pasien ini akan dilakukan operasi Abdominal perineal resection (Miles
procedure) karena tumor/ lesi terletak di 1/3 distal sehingga mengharuskan
pembuatan kolostomi permanen. Dimana dari hasil pemeriksaan rectal toucher
massa teraba ± 4cm dari anal verge.
7
KARSINOMA REKTUMI. Pendahuluan
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara
tumor ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari
rektum. Salah satu pemicu kanker rectal adalah masalah nutrisi dan kurang
berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat
sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Namun, penyakit ini
bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi
secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen.1
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko
tiga kali dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan
saluran cerna berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kolorektal.1
Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor
ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok
dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.2
II. Anatomi rektum
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebra sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian
ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada
rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang
dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis
(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.
8
Gambar 1. Anatomi Anus dan Rektum.
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.Arteri
hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior
cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari 2 plexus
hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup
sehingga tekanan dalam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.
Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna
dan sistem vena kava. Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus
halus yang mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya
mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal
dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rektum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan lanjut ke
kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Persarafan rektum terdiri atas sistem
simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus
inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air
mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini
mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam
jaringan.1,2,5,11
9
III. Etiologi dan epidemiologi
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum
sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor
predisposisi munculnya karsinima rektum adalah poliposis familial, defisiensi
imunologi, colitis ulseratifa, granulomartosis dan colitis. Faktor predisposisi
penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat
yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki
insiden yang cukup tinggi.1
Burkitt (1971) yang kutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa
diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora
feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein
dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah
serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses
yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya
kontak zat yang berpotensi karsinogenik engan mukosa usus bertambah lama.1
Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya, dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. sepertiga kasus
ini terjadi di kolon dan 2/3 di rectum. Adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak
(98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan sarcoma (0,3%).
Insiden karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi demikian juga
angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak
pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat,
perbandingan insiden pria: wanita = 3:1 dan kurang dari 50% ditemukan di
rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaaan colok
dubur merupakan penentu karsinoma rectum. 2,4
10
Gambar 2. Insidensi kanker tertinggi di Indonesia pada tahun 2002 berdasarkan
WHO, 2008
IV. Patogenesis. 5,6
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan faktor lingkungan. Factor genetik mendominasi yang lainnya pada
kasus sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan
Herditer Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC), kanker kolorektal yang
sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat
faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang
menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal tidak muncul secara mendadak
melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon.
Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari. Pada
adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan
maturasi sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous
polyposis coli (APC) yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan
peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi
K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan
memperpanjang hidup sel.
11
V. Faktor resiko. 1,2,7,8
Etiologi dari kanker rektum belum diketahui, tetapi beberapa faktor resiko
dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa resiko yang dapat
berperan dalam terjadinya karsinoma rekti antara lain :
o Faktor genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP), hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).
o Riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.
Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal
mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali
lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki
riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.
o Riwayat polip rektum, kanker ovarium, endometriosis, dan kanker
payudara.
- Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk
menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan
sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel
mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju
transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi
tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan
perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan
displasia dan invasif karsinoma
Gambar 3. Sekuens Adenoma Karsinoma
12
o Umur di atas 50 tahun.
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko
kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker
kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan
wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen
kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun
o Inflamatory bowel disease seperti penyakit crohn, kolitis ulseratifa.
o Diet tinggi lemak rendah serat.
Serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan
bakteri di dalam tractus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air
di dalam colon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan
merangsang syaraf pada rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk
defekasi. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah
dieliminir atau dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara
masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak
dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang pendek,
menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa colorectal
menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di colon
dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam
empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang
mukosa colorectal, sehingga timbulnya karsinoma colorectal dapat
dicegah.
VI. Diagnosis 9,10
a. Anamnesa
Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun
konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),
penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam