KARAKTERISTIK SARANG DAN TINGKAH LAKU BERTELUR BURUNG MALEO (Macrochepalon maleo Sal Muller 1846) DI HUTAN MALIGANO KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA SKRIPSI Oleh: KABUL BUDIANSYAH NIM. L1A1 12 089 JURUSAN PETERNAKAN - FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2016
65
Embed
KARAKTERISTIK SARANG DAN TINGKAH LAKU BERTELUR …sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/L1A112089_sitedi_skripsi.pdf · Alam Maligano Kabupaten Muna pada bulan Februari sampai April 2016.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
KARAKTERISTIK SARANG DAN TINGKAH LAKU BERTELUR BURUNG
MALEO (Macrochepalon maleo Sal Muller 1846) DI HUTAN
MALIGANO KECAMATAN MALIGANO
KABUPATEN MUNA
SKRIPSI
Oleh:
KABUL BUDIANSYAH
NIM. L1A1 12 089
JURUSAN PETERNAKAN - FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
ii
KARAKTERISTIK SARANG DAN TINGKAH LAKU BERTELUR BURUNG
MALEO (Macrochepalon maleo Sal Muller 1846) DI HUTAN
MALIGANO KECAMATAN MALIGANO
KABUPATEN MUNA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Peternakan untuk memenuhi salah satu syarat untukmemperoleh gelar sarjana pada Jurusan Peternakan
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 maret 1994, di Kendari,
Sulawesi Tenggara. Penulis adalah anak ke dua dari dua
bersaudara, putra dari Bapak Kamal Sumarna dan Ibu Marfuah,
pada tahun 2006 penulis lulus dari sekolah darar SDN Asembu
Mulya, tahun 2009 penulis lulus dari Sekolah Menengah
Pertama MTsN Andoolo, dan pada tahun 2012 penulis lulus dari Sekolah Menengah
Atas MAN Buke. Pada tahun 2012 diterima menjadi mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Halu Oleo melalui jalur SLMPTN. Selama menempuh pendidikan penulis
aktiif dalam bidang seni pernah menjadi juara II lomba teater PORSAF 2013, kaya
tulis penah lolos seleksi proposal Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2014 dan
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2015. Organisasi kemahasiswaan penulis
menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kendari pada tahun 2012
dan menjadi anggota muda Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Halu Oleo
(MAHACALA UHO) angkatan 21. Penulis menerima biasiswa BBM (Semester
IV,V,VI,VII). Biasiswa bebas SPP (Semester VII) dan bebas Kuliah Kerja Nyata
(KKN) Semester VII.
vii
ABSTRACT
Kabul Budiansyah (L1A112089). Characteristics of nest and nesting behavior ofMaleo (Macrocephalon maleo Sal. MULLER 1846) bird in Maligano forest, Sub-District Maligano, Muna Regency. Supervised by La Ode Nafiu as primarysupervisor and Achmad Slamet Aku as secondary supervisor).
Maleo bird is an endemic species in Sulawesi and must be conserved to avoidthe extinction. Maleo has begun to be threatened in existence and even has beendesignated as wildlife appendix 1. he aim of this research was to investigatecharacteristics of nest and nesting behavior of Maleo bird. This study was conductedat Hutan Suaka Alam Maligano, Muna Regency on February to April 2016. Researchwas using direct observation method supported by secondary data collecting throughliterature studies and interview with relevant parties. Variables that observed werecharacteristic of nest and nesting behavior of Maleo. Data that obtained was analyzedby explorative descriptive and percentage. Results showed that characteristics ofMaleo nest in Sub-District Maligano (1) has a conical shape and it was kind ofcommunal nest, soil structure was dominated by sand 68.88% (2) average of the nestdepth was 67.73 cm, (3) average of nest width was 56.2 cm, (4) average of nesttemperature was 35.34°C, (5) average of nest moisture was 67%, and (6) average ofthe soil acidity was 6.06%. Maleo nesting behavior (1) come to the nest location inthe morning at 05:15 and in the afternoon at 15:30, (2) Walking together and lookingfor proper location, (3) dig a hole alternately, (4) female Maleo will go in to the holeto lay their eggs, (5) make some ruse holes to deceive predators. Maleo egg weight inSub-District Maligano ranged between 180–224 g. The results this study concludedthat the Maleo spawn in open sand areas with heat source sunlight, cone-shaped nestswith varied size, behavior nesting begins with came to the nests area, digging, layingeggs, and create a nest indirection.
Keywords: Maleo bird, characteristics of nest, nesting behavior.
viii
ABSTRAK
Kabul Budiansyah (L1A112089) Karakteristik Sarang dan Tingkah Laku BeertelurBurung Maleo (Macroceephalon maleo Sal. MULLER 1846) di Hutan MaliganoKecamatan Maligano Kabupaten Muna (dibimbing oleh La Ode Nafiu sebagaiPembimbing I dan Achmad Selamet Aku sebagai Pembimbing II).
Burung maleo adalah satwa endemik Sulawesi yang harus dilestarikan agartidak punah burung maleo mulai terancam keberadaanya bahkan ditetapkan sebagaisatwa appendix 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang dantingkah laku bertelur butung maleo. Penelitian ini di laksanakan di Hutan SuakaAlam Maligano Kabupaten Muna pada bulan Februari sampai April 2016. Penelitianmenggunakan metode observasi langsung yang didukung dengan pengumpulan datasekunder melalui studi literatur dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Variabelyang diamati yaitu karakteristik sarang dan tingkah laku bertelur burung maleo. Datayang diperoleh dari analisis deskriptif ekploratif dan presentase. Hasil penelitianmenunjukan bahwa karakteristik sarang burung maleo di Kecamatan Maligano (1),memiliki bentuk kerucut dan merupakan jenis sarang komunal struktur tanah didominasi oleh pasir 68.88% (2), kedalaman sarang rata-rata 67.73 cm (3), lebarsarang rata-rata 56.2 cm (4), suhu sarang rata-rata 36.34oC (5), kelembaban sarangrata-rata 67 % dan (6), keasaman tanah dengan rata-rata 6.06%. tingkah laku bertelurburung maleo: (1), Mendatangi lokasi sarang pada pagi hari yakni pukul 05:15 danpada sore hari pukul 15:30. (2), Berjalan beriringan dan mencari lokasi yang sesuai(3), Menggali lubang secara bergantian. (4), Burung maleo betina akan masukkedalam lubang untuk meletakan telurnya. (5) Membuat beberapa lubang tipuanuntuk mengecoh para predator. Berat telur burung maleo di Kecamatan Maliganoberkisar antara 180-224 g. Hasil penelitian disimpulkan bahwa burung maleo bertelurdi areal pasir terbuka dengan sumber panas sinar matahari, sarang berbentuk kerucutdengan ukuran yang berfariasi, tingkah laku bertelur di awali dengan mendatangiareal sarang, menggali, meletakan telur, dan membuat sarang tipuan.
Kata kunci: burung maleo, karakteristik sarang, tingkah laku bertelur.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penulisan yang
berjudul Karakteristik Sarang dan Tingkah Laku Bertelur Burung Maleo
(Macrocephalon maleo SAL. MULLER 1846) di Hutan Maligano Kecamatan
Maligano Kabupaten Muna.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan kepada Bapak Dr.
Ir. La Ode Nafiu, M.Si. sebagai Pembimbing I dan Bapak Achmad Selamet Aku,
S.Pt., M.Si. sebagai Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan dan saran dalam penyusunan hasil
ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S. selaku Rektor Universitas Halu Oleo,
Bapak Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. selaku Dekan Fakultas Peternakan, Bapak
La Ode Arsad Sani, S.Pt., M.Sc. selaku Ketua Jurusan Peternakan yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
di Universitas Halu Oleo.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Harapin Hafid, M.Si. selaku Ketua penguji, Bapak La Ode
Berdasarkan data diatas dari uji laboratorium yang menggunakan 3 sampel
tanah penyusun sarang burung maleo didominasi oleh pasir pada kisaran 63.55-72.26
dengan rata-rata 68.23 ±4.39%, debu 14.79-16.59% dengan rata-rata 15.79 ±0.90%,
kerikil 7.51-13.88 dengan rata-rata 9.87 ±3.49%, liat 4.72-7.54 dengan rata-rata 6.1
±1.41%. tektur tanah penyusun sarang burung maleo di Kecamatan Maligano berbeda
dengan tektur tanah penyusun sarang di TNRAW Nurhalim (2013) menyatakan
bahwa penyusun terbesar tempat bertelur pada lokasi pertama adalah pasir dengan
kisaran 89,23–97,90% dengan rata-rata 92,75%, debu 0,87–7,22% dengan rata-rata
4,76% dan liat 1,23–3,55% dengan rata-rata 2,48%.
C. Satwa lain yang ada di habitat burung maleo
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian satwa lain yang sering
terlihat pada lokasi bertelur burung maleo sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
31
Tabel 3. Pengamatan satwa lain yang terdapat di sekitar lokasi sarang burung maleoNo Nama satwa1 Biawak (Varanus salvator)2 Kadal (Eutropis rudis)3 Elang sulawesi (Spizeatus ianceolatus)4 Burung rangkong (Rhyticeros cassidix)5 Elang bandol (Haliastur indus)6 Babi rusa (babyrousa celebensis)7 Semut8 Ular sanca (phyton raticulatus)9 Monyet (macaca nigra)11 Jingjing batu (hemipus hirundinaceus)
Tabel 3. Menunjukan bahwa terdapat satwa lain yang beraktivitas di lokasi
sarang burung maleo. Saat pengamatan berlangsung terlihat beberapa jenis satwa liar,
satwa liar yang peneliti temui tidak memiliki interaksi langsung dengan burung maleo
beberapa diantaranya bahkan justru tidak menunjukan interaksi sama sekali.
Visualisasi satwa lain di lokasi penelitian di Kacamatan Maligano dapat dilihat pada
Gambar berikut 7-14.
Gambar 7. Babi rusa (Babyrousa celebensis) pemangsa telur burung maleo (fotopenelitian).
32
Gambar 8. Biawak (Varanus salvator) pemangsa telur burung maleo (fotopenelitian).
Gambar 9. Monyet (Macaca nigra) (foto penelitian).
Gambar 10. Jingjing batu (Hemipus hirundinaceus) (foto penelitian).
33
Gambar 11. Caladi balacan (Picoides canicapillus) (foto penelitian).
Gambar 12. Burung rangkong (Rhyticeros cassidix) (foto penelitian).
Gambar 13. Kadal (Eutropis rudis) (foto penelitian).
33
Gambar 11. Caladi balacan (Picoides canicapillus) (foto penelitian).
Gambar 12. Burung rangkong (Rhyticeros cassidix) (foto penelitian).
Gambar 13. Kadal (Eutropis rudis) (foto penelitian).
33
Gambar 11. Caladi balacan (Picoides canicapillus) (foto penelitian).
Gambar 12. Burung rangkong (Rhyticeros cassidix) (foto penelitian).
Gambar 13. Kadal (Eutropis rudis) (foto penelitian).
34
Pengamatan yang dilakukan terhadap satwa lain yang hidup di lokasi sarang
burung maleo tidak menunjukan interaksi antara burung maleo dan satwa lain,
predator seperti babi rusa dan biawak beraktivitas di areal sarang hanya saat burung
maleo telah meninggalkan lokasi sarang. Sedangkan satwa lain seperti monyet,
kadal, jingjing batu, burung rangkong dan caladi balacan tidak berinteraksi sama
sekali dengan burung maleo mereka hanya beraktivitas di pepohonan dan disekitar
lokasi sarang burung maleo. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhalim (2013)
bahwa keberadaan predator ini sama sekali tidak mengganggu aktivitas burung maleo
saat sudah berada di lokasi bertelur. Akan tetapi, saat maleo masih melakukan
pengintaian dan melihat keberadaan biawak di lokasi penelurannya, maleo akan tetap
berada di atas pohon dan hanya akan turun saat merasa aman.
Menurut Addin (1992) dari beberapa jenis satwa liar yang dijumpai pada
lokasi bertelur burung maleo hanya tiga jenis yang diduga mempunyai interaksi
dengan burung maleo, yaitu babi hutan (Sus scrofa), biawak (Varanus salvator) dan
elang bondol (Haliastur Indus) sedangkan jenis-jenis satwa liar lainnya belum
diketahui secara pasti.
D. Tingkah Laku Bertelur Burung Maleo di Areal Sarang
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada lokasi penelitian dapat diketahui
bahwa tingkah laku bertelur burung maleo dimulai dengan mendatangi lokasi sarang
pada pagi hari umumnya pada pukul 05:15 dan pada sorehari umumnya pada pukul
15:30. Burung maleo berjalan beriringan dan mencari lokasi yang sesuai untuk
35
dijadikan sarang. Burung maleo jantan lebih aktif dalam mencari lokasi sarang di
bandingkan dengan burung maleo betina. Setelah mendapatkan lokasi yang sesuai
burung maleo akan menggali lubang secara bergantian, pada saat burung maleo
melakukan penggalian maka pasanganya akan melakukan pengawasan di sekitar areal
sarang, penggalian lubang dilakukan kurang lebih selama 30 menit.
Setelah penggalian selesai barulah burung maleo betina akan masuk kedalam
lubang untuk meletakan telurnya. Setelah burung maleo betina selesai meletkan
telurnya maka burung maleo jantan akan menutup lubang. Kemudian burung maleo
akan membuat beberapa lubang tipuan untuk mengecoh para predator. Setelah semua
proses pembuatan sarang selesai burung maleo berjalan menjauhi lokasi sarang.
Burung maleo di Kacamatan Maligano bahkan tidak terbang ketika melihat ada
manusia di sekitar lokasi sarang. Proses penggalian lubang sarang burung maleo
dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Proses penggalian lubang pada areal sarang (foto penelitian).
Hal ini berbeda dengan pernyataan Nurhalim (2013) bahwa ketika burung
maleo di atas pohon (habitatnya), pengintaian dilakukan dengan cara berpindah dari
pohon ke pohon serta mengeluarkan suara atau bunyi yang sangat khas. Sekitar 30
36
menit melakukan pengintaian, burung maleo akan turun dari atas pohon, dimana
biasanya maleo betina turun terlebih dahulu dan maleo jantan tetap mengawasi
keadaan di sekitar lokasi peneluran atau turun secara bersama-sama.
E. Ukuran Telur
Telur burung maleo memiliki bentuk oval dengan dengan perbandingan 4-5
kali berat telur ayam kamung. Telur burung maleo berwarna coklat keputih putihan
dengan tekstur kerabang yang agak kasar. Menurut Nurhalim (2013), ukuran telurnya
bervariasi berdasarkan lokasi peneluran. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
habitat yang menunjang proses pembentukan telur tersebut. Makanan adalah faktor
terpenting yang dapat menentukan hal tersebut, ukuran telur burung maleo di
Kecamatan Maligano dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Ukurang telur burung maleo di Kecamatan Maligano
Rata-rata 205.78(±16.08) 9.86(±0.43) 5.77(±0.30) 58.62(±4.20)Data diatas menunjukan bahwa berat telur burung maleo berkisar antara 180-
224 g dengan rata-rata 205.75(±16.08) g, panjang telur berkisar antara 9.2-10.4 cm
dengan rata-rata 9.86(±0.43) cm, lebar telur berkisar antara 5.1-6.1 cm dengan rata-
37
rata 5.77 (±0.30) cm. indeks telur berada pada kisaran 50.50-64.21 % dengan rata-rata
58.62(±4.20) %. Ukuran telur di Kacamatan Maligano masih tergolong seragam.
Ukuran telur burung maleo di Kacamatan Maligano lebih kecil dari ukuran telur
burung maleo yang berada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW)
Nurhalim (2013) menyatakan bahwa telur burung maleo beratnya berkisar antara
250–255 gram dengan rata-rata 252,6 gr yang 4 kali lipat lebih berat dari telur ayam.
Sementara panjang telur burung maleo berkisar antara 110–112 mm (110,6 mm)
dengan lebar berkisar 63–66 mm (64,33 mm). Pengukuran telur burung maleo
menggunakan jangka sorong dan timbangan analitik untuk mengukur berat telur.
Proses pengukuran telur burung maleo dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Pengukuran telur burung maleo di Kecamatan Maligano (foto penelitian).
Menurut Gunawan (1993), musim bertelur maleo di hutan berlansung antara
Oktober–April setiap tahun dan di pantai berlangsung antara Juni-September. Diduga
musim tersebut merupakan kondisi terbaik untuk penetasan dimana hujan tidak
38
banyak turun dan sinar matahari di pantai cukup terik sehingga memberikan kondisi
pengeraman yang optimal.
F. Kondisi Masyarakat
Prilaku masyarakat belum sejalan dengan usaha konservasi burung maleo,
pengetahuan yang kurang tentang siklus hidup burung maleo menjadi faktor utama
tidak terjaganya habitat alami burung maleo. Hal tersebut diindikasikan masih adanya
masyarakat yang mengambil telur, memasang jerat untuk induk burung maleo,
mengambil hasil hutan seperti bamboo, rotan dan kayu sehingga dapat mengganggu
habitat burung maleo.
Table 5. Prilaku masyarakat terhadap burung maleo
No Uraian BanyaknyaPresentase
(%)1 Latar belakang pendidikan
Tidak tamat SD 3 30SD 4 40SMP 3 30SMA - 0
2 Mengetahui keberadaan maleo 10 1003 Mengetahui bahwa maleo dilindungi 8 804 Mengetahui lokasi sarang maleo 10 1005 Mengambil induk 3 306 Mengambil telur 10 100
Dikonsumsi 6 60Dijual 4 40
Dari data diatas masyarakat mengetahui keberadaan burung maleo dari 10
responden sebanyak 100% mengetahui keberadaan burung maleo di Kacamatan
Malogano, namun tidak semua masyarakat mengetahui bahwa burung maleo
39
dilindungi hanya 80% masyarakat yang mengetahui, mengetahui lokasi sarang
burung maleo 100%, mengambil induk burung maleo 30%, mengambil telur burung
maleo 100% masyarakat mengambil telur burung maleo dengan alasan dijual 40%
dan dikonsumsi 60%. Mengambil telur burung maleo bukanlah pekerjaan utama hal
ini dilakukan karena harga jual telur burung maleo di Kecamatan Maligano cukup
tinggi yaitu Rp. 50.000,-/butir hasil penjualan telur cukup menggiurkan bagi mereka.
Tanari (2007) menyatakan bahwa kegagalan utama konsevasi didominasi oleh
kerusakan hutan, alih fungsi lahan yang bahkan mengarah ke hilangnya habitat,
kesadaran masyarakat yang rendah terhadap konservasi burung maleo.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sarang Burung Maleo berada disekitar aliran sungai berpasir, yang lebih
tinggi dari aliran sungai, memiliki sumber panas, pada areal yang terbuka dan
terpapar sinar matahari langsung tanpa terhalang pepohonan, dengan ukuran yang
tidak seragam. Keasaman tanah (pH) pada lubang bertelur berkisar 6-7 dengan.
Kelembaban 60-80%.
Tingkah laku bertelur burung maleo yaitu mendatangi lokasi sarang pagi hari
umumnya pada pukul 05:15 dan pada sore hari umumnya pada pukul 15:30, mencari
lokasi yang sesuai, menggali lubang secara bergantian, meletakan telurnya dan
membuat beberapa lubang tipuan untuk mengecoh para predator, berat telur berkisar
antara 180-224 g. yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain.
B. Saran
Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah populasi,
habitat, daerah penyebaran serta peranan masyarakat dalam menjaga serta
melestarikan flora dan fauna di sekitar hutan Maligano. Selain itu Guna menjaga
kelestarian burung maleo, diperlukan upaya pengamanan dengan melakukan
penangkaran di habitat alami burung maleo.
41
DAFTAR PUSTAKA
Addin, A, 1992. Karakteristik mikro habitat tempat bertelur burung maleo(Macrocephalon maleo SAL. Muller 1846) pada habitat alami dalam upayapenangkaran di Suaka Margasatwa Buton Utara Sulawesi Tenggara. SkripsiFakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Argeloo M, 1994. The Maleo Macrocephalon maleo: New information on thedistribution and status of Sulawesi's Endemic Megapode, Bird ConservationInternational / Volume 4 / Issue 04 / December 1994, pp 383 - 393DOI:10.1017/S0959270900002896, Published online: 11 May 2010,http://journals.cambridge.org/BCI.
Asmara, IY, 2002. Karakteristik Fisik Sarang Burung Maleo (Macrocephalon Maleo)di Suaka Marga Satwa Pinjani-Tanjung Matop, Sulawesi Tengah. JurnalFakultas Peternakan, UNPAD, Bandung.
Buchart, S.H.M, Backer Gillian C,. 1999. Priority Sites For Conservation Of Maleos(Macrocephalon Maleo) In Central Sulawesi, Department of Zoology,Downing Street, Cambridge CB2 3EJ, UK, 102a Chester Terrace, BrightonBN1 6GD, UK, Biological Conservation 94 (2000) 7991.
Bulletin Rimbawan, 2011. Suara maleo. Edisi 1/Maret. Hal 07. Sulawesi Tengah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupatan Muna, 2015. Statistik Daerah KecamatanMaligano 2015, No. Publikasi: 7402111.1502 Katalog BPS:1401001.7402111, Muna.
Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora,2012. Appendices I, II and III, valid from 3 April 2012, Unep.
Dekker, R.W.R.J, 1990. the distribution and status of nesting grounds of the maleomacrochepalon maleo in sulawesi, indonesia, institute of taxonomiczoology, University of Amsterdam.
Gorog, J.A, Pamungkas, Bhayu, J. Lee, Robert, 2005. Nesting ground abandonmentby the maleo (Macrocephalon Maleo) in north Sulawesi: IdentifyingConservation Priorities for Indonesia’s Endemic Megapode, BiologicalConservation 126 (2005) 548–555.
Gunawan, H, 1994. Karakteristik lapangan peneluran alami burung maleo(macrocephelon maleo) di taman nasional dumoga Bone, Sulawesi Utara.Jurnal penelitian kehutanan 7(1): 176-188.
Gunawan, H, 2000. Strategi burung maleo (Macrocephalon maleo SALL. MULLER1846) dalam seleksi tempat bertelurnya di Sulawesi. Tesis. Programpascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hermansyah, L.O, 2011. Kajian Potensi Kawasan Hutan Suaka Margasatwa ButonUtara dan Keterkaitannya Dengan Masyarakat. Universitas Indonesia.Tesis. Program Studi Kajian Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana.Jakarta. Juli 2011.
Irwanto, 2006. Rencana Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca Bencana AlamGunung Meletus. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 21.30 WIB.
MacKinnon, John, 1981. Methods for the Conservation of Maleo Birds,Macrochephalon Maleo on the Island of Sulawesi, Indonesia.
Nurhalim, 2013. Karakteristik Habitat dan Tingkah laku Bertelur Burung Maleo(macrocephalon maleo sal. Muller 1846) di Blok Hutan Pampaea TamanNasional Rawa Aopa Watumohai, Skripsi, Jurusan Peternakan, FakultasPeternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 1999. Nomor 7 Tahun 1999 tentangPengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa, Presiden Republik Indonesia.
Ruddiah, 2012. Kajian Tentang Respon Fisiologis Burung Maleo (MacrocephalonMaleo) Balai Penelitian Daerah, Sulawesi Tengah.
Saerang J.L.P., Vonny R.W.R., dan Lucia L.,2011. Teknologi penetasan burungmaleo (Macrocephelon maleo) sebagai upaya untuk mengatasi kepunahan.Univerrsitas Sam Ratulangi. Manado.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan, 1991. Nomor: 301/kpts-ii/1991, TentangInventarisasi Satwa yang Dilindungi Undang-Undang Dan Atau Bagian-Bagiannya yang Dipelihara Oleh Perorangan.
43
Surat Keputusan Menteri Kehutanan, 1992. Nomor 882/KPTS-II/1992 Tahun 1992Tentang Penetapan Tambahan Beberapa Jenis Satwa Yang DilindungiUndang-Undang Disamping Jenis-Jenis Satwa yang Telah Dilindungi.
Surat Keputusan Mentri Pertanian, 1970. Nomor. 421/kpts/Um/8/1970 tentangTambahan Ketentuan Dierenschbechermings Ordonatie 1931 Jo,Dierenschbechermings Verordening 1931, Melindungi Jenis-Jenis BinatangLiar Yang Dilindungi.
Tanari, M, Rusiyantono, Y, Hafsah, 2008. Teknologi Penetasan Telur Burung Maleo(Macrocephalon Maleo Sal. Muller 1846) Sebagai Upaya Konservasi.Jurnal Agroland 15 (4) : 336 - 342.
Tanari Mobius. 2007. Karakteristik Habitat, Morfologi dan Genetik SertaPengembangan Teknologi Penetasan Ex Situ Burung Maleo(macrocephalon maleo Sal Muller 1846) Sebagai Upaya MeningkatkanEvektivitas Konservasi, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Institut PertanianBogor, Bogor.
Undang Undang No. 5 Tahun 1990, Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayatidan Ekosistemnya, 10 Agustus 1990, LN 1990/49; TLN NO. 3419, Jakarta.
Yuliani, N. 2008. Burung Maleo ( Macrocephalon maleo) Salah Satu SatwaEndemikSulawesi yang Terancam Punah. Jurnal Nusa Sylva. Vol. 8: 24–30.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan
Pengamatan karakteristik sarang burung maleo.
46
Pengamatan tingkah laku bertelur burung maleo.
Wawancara dengan warga
47
Lampiran 2. Data pengukuran karakteristik sarang burung maleo.