BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau hewan air lainnya atau tanaman air (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2010). Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapan. Oleh karena itu, nelayan memerlukan teknologi penangkapan yang efektif dalam rangka memaksimalkan hasil tangkapan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Sumberdaya ikan yang memiliki potensi dan nilai ekonomis cukup tinggi di Aceh Barat di antaranya adalah ikan pelagis, dimana nelayan di Kabupaten Aceh Barat menggunakan teknologi alat bantu rumpon. Penggunaan teknologi rumpon dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Sebagaimana yang dijelaskan Taquet (2011) dalam Konferensi Internasional di Tahiti “Tuna fisheries and FADs”, program rumpon (Fish Aggregating Device/FAD) memiliki manfaat seperti 1) meningkatkan efisiensi penangkapan; 2) meningkatkan Catch Per Unit Effort (CPUE); 3) meminimumkan biaya penangkapan (terutama bahan bakar minyak). 1
67
Embed
repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan atau hewan air lainnya atau tanaman air (Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, 2010). Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh
hasil tangkapan. Oleh karena itu, nelayan memerlukan teknologi penangkapan yang
efektif dalam rangka memaksimalkan hasil tangkapan sehingga dapat meningkatkan
taraf hidup nelayan.
Sumberdaya ikan yang memiliki potensi dan nilai ekonomis cukup tinggi di
Aceh Barat di antaranya adalah ikan pelagis, dimana nelayan di Kabupaten Aceh
Barat menggunakan teknologi alat bantu rumpon. Penggunaan teknologi rumpon
dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Sebagaimana yang dijelaskan Taquet (2011)
dalam Konferensi Internasional di Tahiti “Tuna fisheries and FADs”, program
rumpon (Fish Aggregating Device/FAD) memiliki manfaat seperti 1) meningkatkan
efisiensi penangkapan; 2) meningkatkan Catch Per Unit Effort (CPUE); 3)
meminimumkan biaya penangkapan (terutama bahan bakar minyak).
Pemanfaatan rumpon oleh nelayan PPI Ujong Baroh sebagai alat bantu
penangkapan ikan seperti dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine), payang
maupun alat tangkap pasif seperti pancing.
Nelayan di PPI Ujong Baroh masih didominasi oleh nelayan skala kecil.Menurut
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 57 Tahun 2014, nelayan kecil adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling
besar 5GT.
Pendapatan nelayan diperoleh melalui dua cara yaitu sistem upah dan sistem bagi
hasil. Pemberlakuan kedua sistem ini ditentukan oleh adat, kebiasaan setempat dan
pemilik kapal. Pada sistem upah, pendapatan nelayan cenderung cukup baik pada saat
1
musim panen ataupun musim paceklik (musim angin barat). Menurut nelayan sistem
upah memiliki keuntungan yaitu nilai pendapatan yang tetap dan tidak mengalami
perubahan pada saat musim paceklik. Kerugian yang didapat nelayan dengan sistem
upah adalah pendapatan cenderung tetap pada saatharga ikan tinggi (Muhartono et
al., 2007).
Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian yang sediakan dalam usaha penangkapan
ikan, menurut perjanjian tersebut masing-masing menerima bagian dari hasil usaha
berdasarkan imbangan yang telah disetujui sebelumnya. Menurut Muhartono et al.,
(2007) bagi hasil yang terjadi selama ini adalah setiap pembagian hasil usaha dari
tahun petama sampai tahun terakhir, dimana proporsi tingkat pendapatan nelayan
cenderung sangat kecil bila dibandingkan dengan pendapatan juragan. Hal ini tidak
sesuai atau tidak sebanding dengan usaha keras yang dilakukan nelayan.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk
mengkaji pendapatan dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan
alat bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah yang muncul adalah:
1. Bagaimanakah tingkat pendapatan nelayan pukat payang yang menggunakan alat
bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat?
2. Bagaimanakah sistem pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan
alat bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui tingkat pendapatan nelayanpukat payang yang menggunakan alat
bantu rumpondi PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.
2
2. Mengetahui pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat bantu
rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi nelayan
pukat payang yang menggunakan alat bantu rumpon untuk mengembangkan unit
usaha penangkapan ikan.
2. Hasil penelitian diharapkan bisa memberi gambaran mengenai kondisi
pendapatan dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat
bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumpon
Penggunaan rumpon tradisional di Indonesia banyak ditemukan di daerah
Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur, rumpon banyak digunakan di Indonesia
pada tahun 1980 dan negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,
Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia (Monintja, 1992).
Rumpon merupakan salah satu alat bantu penangkapan yang digunakan oleh
nelayan di Aceh Barat. Istilah lain rumpon dikenal di Meulaboh dengan nama unjam,
sedangkan fungsi dari rumpon ini untuk memikat ikan agar berkumpul di satu daerah
penangkapan.
Rumpon ialah alat bantu penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan
agar berkumpul di wilayah penangkapan ikan dimana rumpon tersebut dipasang.
Tujuan pemasangan rumpon yaitu untuk memikat ikan agar singgah dan berkumpul
di sekitar rumpon sehingga dapat mempermudah nelayan untuk menentukan wilayah
atau daerah penangkapannya (Jungjunan, 2010).
Menurut Jungjunan (2010) menyatakan bahwa manfaat penggunaan rumpon
sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah mengurangi waktu dan bahan bakar
dalam pengejaran kelompok ikan, meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya
penangkapan, meningkatkan hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran.
Efektivitas rumpon diukur dengan jumlah hasil tangkapan dimana penangkapan
ikan di sekitar rumpon tergolong baik, hal ini dikarenakan terhadap hasil tangkapan
nelayan dengan menggunakan rumpon umumnya lebih banyak dibandingkan dengan
nelayan yang tidak mengunakan rumpon (Jeujanan, 2008).
Jenis-jenis rumpon terdiri atas rumpon hanyut dan rumpon menetap (Jeujanan,
2008):
4
1. Rumpon hanyut adalah rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi
dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.
2. Rumpon menetap adalah rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan
menggunakan jangkar atau pemberat, yang terdiri dari:
- Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan
atraktor yang ditempatkan dipermukaan perairan untuk mengumpulkan ikan
pelagis.
- Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor
yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.
Ada beberapa asumsi atau teori mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon
(Wahyudin, 2007):
1. Rumpon tempat berkumpulnya plankton dan ikan kecil lainnya sehingga
mengundang ikan-ikan yang lebih besar untuk tujuan feeding.
2. Merupakan suatu tingkah laku dari berbagai jenis ikan untuk berkelompok
disekitar kayu terapung seperti jenis-jenis tuna dan cakalang. Dengan demikian,
tingkah laku ini dimanfaatkan untuk tujuan penangkapan.
Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan berdasarkan
buih atau gelembung-gelembung udara yang timbul di permukaan air, warna air yang
gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan kecil yang bergerak di
sekitar rumpon (Wahyudin, 2007).
MenurutWahyudin (2007) tujuan penggunaan rumpon adalah:
1. Meningkatkan produksi perikanan.
2. Meningkatkan produksi perikanan komersial.
3. Lokasi produksi akuakultur.
4. Lokasi rekreasi pancing.
5. Mengontrol daya recruitment sumberdaya ikan.
5
Gambar 1. Rumpon (Boa, 2013)
2.2. Alat Tangkap yang Menggunakan Rumpon
Zulkarnain (2002) menyatakan bahwa jenis rumpon terdiri dari rumpon laut
dangkal dan rumpon laut dalam. Alat tangkap yang digunakan untuk rumpon laut
dangkal adalah pukat payang, gillnet (jaring insang). Jenis ikan yang tertangkap di
rumpon laut dangkal adalah ikan-ikan pelagis kecil. Sedangkan alat tangkap yang
digunakan untuk rumpon laut dalam adalah rawai tuna, pole and line, pancing ulur,
dan pukat cincin. Adapun jenis ikan yang tertangkap di rumpon laut dalam adalah
jenis-jenis ikan pelagis besar.
2.2.1. Pukat Payang
Payang termasuk kedalam klasifikasi pukat kantong. Payang adalah pukat
kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong, badan/perut dan
kaki/sayap. Payang mempunyai bagian atas mulut jaring yang menonjol kebelakang.
Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya untuk menangkap jenis-jenis ikan
pelagis yang biasanya hidup dibagian atas air yang mempunyai sifat cenderung lari
kelapisan bawah bila telah terkurung jaring. Pada bagian bawah kaki atau sayap dan
mulut jaring diberi pemberat, sedangkan pada bagian atas pada jarak tertentu diberi
pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan dibagian tengah
6
mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan taki panjang
yang umumnya tali selambar (Siska, 2011). Desain alat tangkap payang dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Pukat payang (Subani dan Barus, 1989 diacu dalam Siska, 2011)
Penangkapan dengan pukat payang dapat dilakukan baik pada malam maupun
pada siang hari. Pada malam hari terutama hari-hari gelap (tidak dalam keadaan
terang bulan), penangkapan ikan dibantu menggunakan lampu petromak. Sedangkan
penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon.
Namun, penangkapan ikan kadang kala tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara
menduga-duga ditempat banyaknya ikan/mencari gerombolan ikan (Subani dan
Barus, 1989 diacu dalam Siska, 2011).
Hasil tangkapan payang terutama jenis-jenis ikan pelagis kecil, seperti ikan
layang, selar, kembung, lemuru, tembang dan japuh. Hasil tangkapan sangat
tergantung pada keadaan daerah dan banyak sedikitnya ikan yang berkumpul di
sekitar rumpon (Siska, 2011). Menurut Siska (2011) jenis ikan yang menjadi tujuan
penangkapan dengan payang adalah ikan yang hidup bergerombol pada lapisan
permukaan perairan, baik yang bergerombol dalam jenis yang sama ataupun dalam
jenis berbeda ukuran sama.
7
2.3. Metode dan Teknik Pengoperasian Pukat Payang
2.3.1. Metode Pengoperasian
Payang berbadan jaring panjang dioperasikan melingkari gerombolan ikan yang
berada dipermukaan perairan dengan menggunakan tali selambar yang panjang.
Penarikan tali selambar dengan tujuan untuk mengangkat dan menarik pukat kantong
payang keatas geladak kapal. Penarikan selambar dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan mesin penangkapan (fishing machinery). Pengoperasian pukat kantong
payang dilaksanakan dengan tidak menghela (dragging) payang dibelakang kapal
atau tidak secara penghelaan (SNI, 2005).
2.3.2. Teknik Pengoperasian
1. Penurunan jaring (setting)
Berdasarkan SNI (2005) teknik penurunan jaring (setting) pukat payang
adalah:
Penurunan jaring dilaksanakan dari salah satu sisi lambung bagian buritan
kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran yang bertujuan
melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar (50m-100m)
dengan kecepatan kapal anatar 1 knot-1,5 knot. Penggunaan sayap jaring atau
tali selambar yang panjang dengan tujuan untuk memperoleh lingkaran payang
yang besar, dan jarak liputan/tarikan payang yang panjang.
2. Penarikan dan pengangkatan jaring (hauling)
Berdasarkan SNI (2005) teknik penarikan dan pengangkatan jaring (hauling)
pukat payang adalah:
Penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan dari sisi lambung kapal
atauburitan kapal tanpa atau dengan menggunakan mesin bantu penangkapan
(fishing machinery) dan kedudukan kapal berlabuh jangkar atau kedudukan
kapal terapung (drifting), agar supaya tidak terjadi gerakan mundur kapal yang
8
berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan kapal yang lambat,
sesuai beban/kecepatan penarikan payang.
2.4. Nelayan
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan
pekerjaan seperti membuat jaring mengangkut alat-alat perlengkapan kedalam
perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak
yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan walaupun
mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan (Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, 2010).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2010) nelayan dapat
diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
operasi penangkapan:
1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainya/tanaman air.
2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan utuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan
kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.
Menurut Sujarno (2008) faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi
faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal, jumlah perahu,pengalaman melaut,
jarak tempuh melaut, jumlah tenaga kerja. Dengan demikian pendapatan nelayan
berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang
lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi
selain tersebut diatas.
9
Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau
pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian
hasil laut dan tinggal didesa-desa pantai atau pesisir (Sujarno, 2008).
Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut (Sujarno,
2008):
1. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya
berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang menjadikan
perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
2. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong.
Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat
untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan
pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau
tanggul penahan gelombang di sekitar desa.
3. Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat
namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan sederhana.
Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan
oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional.
2.5. Pendapatan Nelayan
Pendapatan masyarakat nelayan bergantung terhadap pemanfaatan potensi
sumberdaya perikanan yang terdapat di lautan. Pendapatan masyarakat nelayan secara
langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena
pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan
satu-satunya bagi mereka, sehingga besar kecilnya pendapatan akan sangat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka, terutama terhadap kemampuan
mereka dalam mengelola lingkungan tempat hidup mereka (Hakim, 2011).
Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu, pendapatan dari usaha
penangkapan ikan dan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan. Sumber
pendapatan utama bagi nelayan yaitu berasal dari usaha penangkapan ikan sedangkan
10
pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan, biasanya lebih rendah (Fantony,
2014).
Pola perekonomian masyarakat nelayan dapat dikatakan masih berada pada
ambang tradisional, mereka masih menggunakan cara-cara tradisional dalam melaut.
Pendapatan nelayan adalah hasil yang diperoleh oleh nelayan berupa hasil penjualan
produk tangkapan dilaut atau bagi hasil penangkapan ikan (Fantony, 2014).
Pendapatan nelayan ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan ikan. Pendapatan
disebut juga dengan income yaitu imbalan yang diterima oleh seluruh rumah tangga
pada lapisan masyarakat dalam suatu negara atau daerah, dari penyerahan faktor-
faktor produksi atau setelah melakukan kegiatan perekonomian (Tito, 2011).
Dengan kata lain pendapatan secara lebih fokus yaitu hasil pengurangan antara
jumlah penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, pendapatan total diperoleh dari
merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan yang hasil usaha yang dilakukan.
Menurut Sumiyati (2006) terdapat hubungan yang positif antara hasil produksi yang
dipasarkan dengan pendapatan, artinya semakin besar produksi yang dipasarkan,
semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.
Pendapatan nelayan rumpon yang diterima tergantung pada hasil tangkapan atau
produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat menentukan
terhadap hasil usaha diantaranya perlengkapan yang digunakan dalam operasi
penangkapan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), cuaca saat penangkapan
dan efektifitas alat tangkap yang digunakan (Muhartono et al., 2007).
Berdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi
usaha perikanan tangkap di Indonesia yaitu sebesar 97,02%. Hal ini dibuktikan dari
555.950 unit jumlah kapal perikanan yang menangkap ikan di laut, 539.380 unit
merupakan kapal yang berukuran <10 GT.
2.6. Pola Bagi Hasil
Menurut Muhartono et al., (2007) sistem bagi hasil adalah sistem perjanjian yang
disediakan dalam usaha penangkapan ikan, menurut perjanjian tersebut masing-
11
masing menerima bagian dari hasil usaha berdasarkan imbangan yang telah disetujui
sebelumnya berdasarkan (UU No.16 Tahun 1964). Bagi Hasil yang terjadi selama
iniadalah setiap pembagian hasil usaha dari tahun pertama sampai tahun terakhir,
dimana proporsi tingkat pendapatan nelayan cenderung sangat kecil bila
dibandingkan dengan pendapatan juragan. Hal ini tidak sesuai atau tidak sebanding
dengan usaha keras yang dilakukan nelayan (Muhartono et al., 2007).
Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan
atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Sistem bagi
hasil tangkapan dilakukan pada saat setelah penyortiran dan pengemasan ikan
kedalam styrofoam. Ikan-ikan hasil tangkapan akan dipisahkan sebagian untuk dijual
dan sebagian untuk dibagikan kepada tiap-tiap ABK, dan setiap akhir bulan akan
dilkukan perhitungan ongkos dan jumlah pemasukan oleh nahkoda kapal selaku
bendahara dalam usaha tersebut, setelah mengakumulasi jumlah pendapatan
dan jumlah pengeluaran maka nahkoda tersebut akan membagi jumlah pendapatan
separuh bagian untuk para nelayan dan separuh bagian untuk pemilik kapal
(Muhartono et al., 2007).
Panglima laot (2005) diacu dalam Hafinuddin (2010) menyebutkan bahwa dari
awal kegiatan melaut dengan adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup
nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan
bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian boat melaut. Modal
melaut dipinjamkan oleh toke bangku kepada nelayan untuk memenuhi modal kerja
melaut, dengan keharusan hasil tangkapan nelayan tersebut akan dibeli oleh toke
bangku dengan keuntungan yang diperoleh toke bangku sebesar 5% dari total
keuntungan hasil tangkapan dan ditambah dari pemotongan dari biaya belanja
melaut. Pemotongan biaya melaut akan digulirkan kembali kedalam siklus
sebagaimodal melaut. Dan setiap akhir bulan akan dilakukan perhitungan ongkos.
Skema penghitungan modal kerja melaut dapat dilihat pada gambar 3.
12
Gambar 3. Skema perhitungan modal kerja melaut (Hafinuddin, 2010)
2.7. Analisis Usaha
2.7.1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan satu kali dalam satu periode
proses produksi untuk memperoleh berapa kali manfaat secara ekonomis yang
dikeluarkan pada awal kegiatan melakukan operasi penangkapan ikan (Napasau et al.,
2015).
2.7.2. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam menjalankan usaha
penangkapan ikan hingga mencapai targetusia ekonomi suatu usaha, meliputi biaya
pembuatan unit rumpon, biaya perawatan, dan biaya penyusutan, dengan kisaran
harga yang relatif sama antara rumpon (Napasau et al., 2015).
13
B. Hasil penjualan
C. [(5%×B) + A
Toke Bangku
E. Modal kerja selanjutnya (E=A)
F. Laba (5%× B)
D. [95%× B) - A
G. Toke Boat (50%×D)
H. Nelayan (50%×D)
A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)
Pemodal/Toke Bangku
2.7.3. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap dalam menjalankan kegiatan usaha penangkapan adalah
biaya yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha rumpon tersebut, diantaranya
yang terdiri dari bahan bakar minyak (BBM), es, oli, air bersih, dan konsumsi. Biaya-
biaya ini digunakan untuk menunjang kebutuhan kegiatan operasi penangkapan ikan
yang menggunakan rumpon (Napasau et al., 2015).
2.7.4. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan adalah
biaya penurunan nilai alat tangkap dan alat bantu rumpon yang di akibatkan oleh
menurunnya kualitas alat. Penurunan biaya tersebut akibat adanya keausan atau
turunnnya kualitas barang atau adanya penemuan barang atau alat model terbaru
(Napasau et al., 2015).
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober-November 2015 di PPI Ujong Baroh
Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif dan pembahasan secara deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu
proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini,
peneliti membuat suatu gambaran kompleks, wawancara, laporan terinci dari
pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Afriani, 2009).
Metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian
fenomena serta mengembangkan dan menggunakan model matematis berdasarkan
objek yang diteliti (Sugiyono, 2008).
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei.
Penggunaan survei sebagai metode penelitian sehingga melibatkan sejumlah
responden yang merupakan stakeholder atau responden yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan, metode penelitian survei menggunakan instrumen
berupa kuisoner untuk meminta tanggapan dari responden dalam wawancara.
Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada gambar 4.