perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008. 1 MERANCANG MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM PENDIDIKAN JASMANI Oleh: Agus Kristiyanto Lektor Kepala/Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta “Tugas kita bukanlah untuk menyelesaikan masalah-masalah besar, tetapi untuk menyelesaikan masalah- masalah kecil dengan kesungguhan yang besar “ (Mario Teguh) A. Pendahuluan Apakah sebenarnya tugas guru penjas yang memerlukan kesungguhan besar tersebut? Jawabannya adalah : guru penjas bertugas menjadi fasilitator agar para siswanya dapat menjadi insan terdidik penjas. Kharakteristik insan yang terdidik dalam penjas, telah diformulasikan oleh Physical Education Outcome Commitee of The National Association of Physical Education and Sport (NASPE), meliputi: (1) telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat. Renungan kecil kiranya perlu dilakukan sebelum kita mencoba untuk melakukan sebuah rencana perubahan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Renungan kecil merupakan refleksi untuk mengupayakan sebuah pembelajaran yang bermakna dan menarik bagi siswa, guru, dan pencapaian tujuan pendidikan secara umum. Menyajikan sebuah pembelajaran yang bermakna dan menarik merupakan tuntutan moral dari tugas-tugas profesional guru penjas. Kemenarikan dan kebermaknaan suatu matapelajaran sebenarnya bergantung pada dua persoalan sederhana, yaitu (1) kharakteristik mata pelajaran, dan (2) cara mengajar guru. Ditinjau dari persoalan kharakteristik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
1
MERANCANG MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM PENDIDIKAN JASMANI
Oleh:
Agus Kristiyanto Lektor Kepala/Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta
“Tugas kita bukanlah untuk menyelesaikan masalah-masalah besar, tetapi untuk menyelesaikan masalah- masalah kecil dengan kesungguhan yang besar
“ (Mario Teguh)
A. Pendahuluan
Apakah sebenarnya tugas guru penjas yang memerlukan kesungguhan
besar tersebut? Jawabannya adalah : guru penjas bertugas menjadi fasilitator
agar para siswanya dapat menjadi insan terdidik penjas. Kharakteristik insan
yang terdidik dalam penjas, telah diformulasikan oleh Physical Education
Outcome Commitee of The National Association of Physical Education and
Sport (NASPE), meliputi: (1) telah mempelajari berbagai macam keterampilan
yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau
bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas
jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam
aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya
kepada gaya hidup yang sehat.
Renungan kecil kiranya perlu dilakukan sebelum kita mencoba untuk
melakukan sebuah rencana perubahan dalam pembelajaran pendidikan
jasmani. Renungan kecil merupakan refleksi untuk mengupayakan sebuah
pembelajaran yang bermakna dan menarik bagi siswa, guru, dan pencapaian
tujuan pendidikan secara umum. Menyajikan sebuah pembelajaran yang
bermakna dan menarik merupakan tuntutan moral dari tugas-tugas profesional
guru penjas. Kemenarikan dan kebermaknaan suatu matapelajaran sebenarnya
bergantung pada dua persoalan sederhana, yaitu (1) kharakteristik mata
pelajaran, dan (2) cara mengajar guru. Ditinjau dari persoalan kharakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
2
mata pelajaran, penjas memiliki indikator yang jelas sebagai matapelajaran
yang menarik. Penjas merupakan matapelajaran unik yang mengembangkan
potensi lengkap individu melalui medium aktivitas fisik yang sangat menarik.
Dengan demikian, jika matapelajaran penjas menjadi sesuatu yang sama sekali
tidak menarik, maka dapat kita ”vonis” bahwa penyebabnya terletak pada
persoalan cara mengajar guru penjas.
Kemampuan untuk memahami dan menerapkan metode yang
diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani, merupakan kemampuan
integrasi dari berbagai pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu setiap
Guru Penjas dituntut secara intensif terlibat dalam pengalaman-pengalaman
belajar dan berlatih secara terus menerus. Artinya, setiap Guru Penjas memiliki
kewajiban untuk selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pribadi maupun
orang lain yang ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pembelajaran. Itulah hakikat orientasi pengembangan kompetensi guru penjas.
Kompetensi utama Guru Pendidikan Jasmani dapat dikelompokkan ke
dalam kompetensi umum dan kompetensi yang bersifat khusus. Salah satu
kompetensi khusus yang sangat vital untuk dibentuk dan ditingkatkan adalah
berupa kemampuan guru dalam memahami dan menerapkan berbagai metode
yang diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani (Pola Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Studi Pendidikan Jasmani Jenjang
S1, 2003).
Para Guru Pendidikan Jasmani pada umumnya memiliki
kecenderungan menggunakan cara yang sama untuk mengajar Pendidikan
Jasmani. Hal tersebut bukan sekadar menjadikan kesan mengajar Pendidikan
Jasmani sebagai aktivitas rutin yang membosankan, tetapi juga menjauhkan
dari praktek pembelajaran yang bersifat kreatif dan inovatif. Oleh karena itu,
inovasi dan pengembangan kreativitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani
merupakan sebuah tantangan besar bagi setiap guru Pendidikan Jasmani.
Inovasi dan kreativitas tersebut merupakan kata kunci untuk menjadikan
praktek pembelajaran sebagai sesuatu yang menarik dan memiliki manfaat
dalam pencapaian tujuan pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
3
sebenarnya maksud inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran Penjas
tersebut ?
Inovasi memang biasanya selalu terpaut dengan aspek kreativitas.
Namun dalam konteks pembelajaran Pendidikan Jasmani, kreativitas lebih
mengarah pada persoalan ide-ide original guru dalam mengembangkan solusi
menghadapi keterbatasan dan kendala di lapangan. Guru yang kreatif adalah
guru yang mampu mengelola pembelajaran, walau dengan keterbatasan
sarana dan prasarana yang ada. Kreativitas guru juga tampak dari
kemampuannya dalam melakukan modifikasi peralatan, lapangan, atau aturan-
aturan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan para
siswanya.
B. Elaborasi Joyful Learning (PAIKEM) Pendidikan Jasmani
Dewasa ini, para praktisi pendidikan banyak yang berkonsentrasi
mengupayakan proses pembelajaran yang berpihak pada kebutuhan siswa.
Terdapat banyak model pembelajaran yang mungkin bisa diadopsi oleh para
guru penjas agar pembelajaran yang dikelola lebih menarik dan bermakna bagi
siswa. Salah satu bentuk pembelajaran tersebut berkonsep pada Joyful
Learning atau belajar yang menyenangkan. Disain atau rancangan
pembelajaran tersebut kemudian dielaborasi konsepnya menjadi konsep
PAIKEM ( Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Konsep PAIKEM dalam pembelajaran penjas sebenarnya merupakan
pemaknaan tiap guru dalam mengembangkan suatu pembelajaran yang
inovatif. Setiap guru memiliki semacam ”hak prerogratif” agar pembelajaran
yang dikelolanya menjadi sebuah pengalaman yang menarik dan bermakna
bagi siswa-siswanya. Artinya, bahwa PAIKEM dalam pembelajaran penjas
bukan merupakan persoalan mengatur bentuk pembelajaran, melainkan
sebuah ruh atau nafas pembelajaran penjas. Bentuknya boleh bervariasi yang
bergantung pada daya kreasi guru, yang penting ruh pembelajaran hasil kreasi
guru tersebut mengandung unsur Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
4
Unsur Aktif terkait dengan rancangan pembelajaran yang lebih
mengedepankan pada proporsi aktivitas yang lebih banyak kepada siswa.
Pemahaman tentang sebuah makna dan pengalaman belajar ditempuh oleh
siswa melalui aktivitas dengan waktu berpartisipasi secara optimal.
Unsur Inovatif sebenarnya bukan berkonotasi sebagai sesuatu yang
luar biasa, tetapi dipahami sebagai: ”sesuatu pekerjaan yang biasa, tetapi
dilakukan dengan cara yang tidak biasa”. Guru melakukan sesuatu yang
biasa dilakukan, namun dengan cara yang tidak biasa dilakukan. Inovasi
pembelajaran Penjas bukan merupakan sesuatu yang revolusioner, tetapi
pembelajaran yang selalu terbuka secara fleksibel untuk menerima perubahan-
perubahan pada komponen-komponen inti pembelajaran, seperti: komponen
siswa, guru, serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Unsur Kreatif lebih mengarah pada persoalan ide-ide original guru
dalam mengembangkan solusi menghadapi keterbatasan dan kendala di
lapangan. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengelola
pembelajaran, walau dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada.
Kreativitas guru juga tampak dari kemampuannya dalam melakukan modifikasi
peralatan, lapangan, atau aturan-aturan permainan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan keterbatasan para siswanya.
Unsur Efektif terkait dengan persoalan kemampuan rancangan proses
pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran apa
pun bukan merupakan sesuatu yang berguna jika tidak efektif untuk mencapai
tujuan pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran penjas yang efektif mengandung
aktivitas yang bermakna untuk mengantarkan seluruh siswa menjadi insan yang
terdidik secara penjas.
Unsur Menyenangkan sebagaimana telah dijelaskan di depan, lebih
tergantung pada merancang cara mengajar guru. Guru adalah manager, leader,
dan decision maker atau pengambil keputusan. Guru yang bijaksana akan
mengambil keputusan untuk mengembangkan cara mengajar yang
menyenangkan bagi para siswanya. Iklim atau suasana pembelajaran yang
menyenangkan akan meningkatkan partisipasi dan hasil pembelajaran penjas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
5
Selanjutnya, PAIKEM dalam pembelajaran penjas tersebut harus juga
mensertakan berbagai komponen yang bervariasi yang meliputi : (1)
multimedia, (2) multimetode, (3) praktik dan bekerja dalam tim, (4)
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, (5)
kombinasi di dalam dan di luar kelas, dan (6) pengembangan multiaspek dalam
belajar yang meliputi: logika, etika, dan sebagainya.
C. Inovasi Pembelajaran dan Pencapaian Tujuan Penjas
Inovasi pembelajaran Pendidikan Jasmani kendatipun merupakan
sebuah keharusan, namun dalam aplikasinya harus tetap mengarah pada
upaya pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani. Jika inovasi merupakan sebuah
cara, maka cara tersebut tetap berorientasi pada pencapaian tujuan Pendidikan
Jasmani. Antara upaya inovatif dan pencapaian tujuan terjadi sebuah ikatan
yang kuat dan jelas. Inovasi dalam pembelajaran Penjas justru diharapkan
mempertegas dan memperkuat arah menuju pencapaian tujuan Pendidikan
Jasmani tersebut. Formulasi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang relevan perlu
lebih digali dan dipahami oleh guru, untuk mempertegas pengembangan
inovasi pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Berbagai
definisi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang masih relevan dengan situasi
kekinian, dapat disajikan sebagai berikut.
Nixon dan Jewett (1980) berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani
adalah satu fase dari proses pendidikan keseluruhan yang menggunakan
kemampuan gerak individu secara sukarela, tetapi bermakna langsung
terhadap perkembangan mental, emosional, dan sosial. Konsekwensinya,
pendidikan jasmani harus dirancang secara khusus untuk memberikan
pengaruh yang baik terhadap jasmani, emosi, sosial, dan intelektual.
Frost (1975) berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani adalah bagian
integral dari pendidikan secara keseluruhan yang memberikan sumbangan
terhadap perkembangan individu melalui media aktivitas jasmani dan gerak
siswa. Semua urutan pengalaman belajarnya dirancang dengan hati-hati untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan, perkembangan, dan perilaku setiap siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
6
Masih banyak ahli memberikan definisi dan formulasi tujuan Pendidikan
Jasmani, namun semuanya mengarah pada sebuah pengertian bahwa perilaku
fisik dan gerak yang ditunjukkan dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani
sebenarnya sekadar merupakan “alat” untuk mengembangkan potensi siswa
secara keseluruhan yang meliputi fisik, mental-kognitif, dan sosial. Sudahkah
pembelajaran Penjas yang selama ini kita rancang telah mengarah pada
pencapaian tujuan tersebut ? Jika jawabnya belum, maka inovasi pembelajaran
merupakan pilihan untuk lebih memperbaiki keadaan, yakni memfasilitasi para
siswa agar menjadi seorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani.
Karakteristik seseorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani
diuraikan oleh Physical Education Outcomes Committee of The National
Association of Physical Education and Sport (NASPE) sebagaimana telah
dikutip Arma Abdullah dalam Harsuki (2003), memiliki ciri-ciri: (1) Telah
mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan
berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3)
berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi
dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai
aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat.
Struktur belajar dalam pendidikan jasmani berkaitan dengan bagaimana
siswa belajar mencapai tujuan pendidikan melalui medium aktivitas fisik.
Perilaku unit terbentuk karena proses belajar mengakomodasikan respons
psikologis dan fisiologis. Terdapatnya segi-segi keunikan tersebut memberi
konsekuensi pemilihan alternatif gaya mengajar (teaching style). Terkait dengan
gaya mengajar tersebut, Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar
pendidikan jasmani adalah serangkaian usaha yang berhubungan dan
berkesinambungan antara peran yang dimainkan oleh guru maupun siswa.
Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan spektrum gaya
mengajar, yakni suatu rancangan operasional tentang alternatif gaya mengajar
pendidikan jasmani.
Pilihan spektrum gaya mengajar sebagaimana desain dalam Model
Mosston, menyangkut kemampuan mahasiswa dalam merancang peran guru
dan siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
7
Hal ini akan berimplikasi bagi kualitas pembelajaran pendidikan jasmani yang
dikelola. Melalui kemampuan memilih spektrum gaya mengajar yang sesuai,
proses pembelajaran pendidikan jasmani akan menjadi suatu aktivitas yang
bermakna bagi guru maupun siswa.
D. Keunikan Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar pendidikan jasmani
merupakan serangkaian hubungan yang berkesinambungan antara guru dan
siswa. Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan adanya
spektrum gaya pembelajaran. Spektrum ini merupakan rancangan operasional
tentang alternatif gaya mengajar pendidikan jasmani. Selanjutnya, setiap gaya
mengajar (teaching style) memiliki anatomi tertentu yang menggambarkan : (1)
peran guru, (2) peran siswa, serta (3) identifikasi tujuan yang dapat dicapai jika
gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusan-
keputusan (Decisions) yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa didalam
episode belajar.
a. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Mengajar merupakan suatu rangkaian pembuatan keputusan.
Serangkaian perangkat keputusan diorganisasikan kedalam episode-episode
pembelajaran, yang meliputi : (1) pra pertemuan, (2) saat pertemuan, dan (3)
pasca pertemuan (Mosston, 1991).
Keputusan pra pertemuan merupakan keputusan yang harus dibuat
sebelum guru-siswa berhadapan dan berinteraksi secara langsung. Episode ini
meliputi : (1) penentuan sasaran pembelajaran, (2) pemilihan gaya mengajar,
(3) gaya belajar siswa yang diharapkan, (4) siapa yang akan diajar, (5) pokok
bahasan, (6) lokasi pembelajaran, (7) waktu yang dibutuhkan untuk mengajar,
termasuk didalamnya adalah kecepatan pembelajaran dan waktu tenggang
antar tugas, (8) organisasi pelaksanaan, dan (9) materi dan prosedur evaluasi.
Keputusan saat pertemuan (impact) merupakan keputusan-keputusan
yang harus dibuat selama penampilan atau pelaksanaan tugas. Episode ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
8
berisi tentang pelaksanaan keputusan pada pra pertemuan, dan penyesuaian
keputusan-keputusan.
Keputusan pasca pertemuan (past impact) merupakan keputusan yang
dibuat berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan, termasuk tentang pemberian
umpan balik. Episode ini meliputi : (1) pengumpulan informasi tentang
pelaksanaan, (2) penilaian informasi yang diperoleh dengan memanfaatkan
kriteria yang telah ditentukan, (3) pernyataan-pernyataan umpan balik yang
dapat berupa pernyatan korektif, pernyataan penilaian atau sekedar pernyataan
netral, (4) penilaian gaya mengajar, dan (5) penilaian belajar siswa.
b. Gaya Mengajar (Teaching Style)
Sebagai suatu pedoman khusus, gaya mengajar diaplikasikan sekaligus
dikembangkan karena adanya permasalahan disekitar pembelajaran
pendidikan jasmani. Oleh karena itu penerapan suatu gaya mengajar
dimaksudkan untuk hal-hal sebagai berikut :
(1) Mencapai keserasian antara apa yang diniatkan dengan apa yang
seharusnya terjadi;
(2) Memberi solusi terhadap adanya pertentangan dalam memilih metode
mengajar dengan tetap memfokuskan pilihan pada: (a) kebutuhan
siswa, (b) besarnya kelas, (c) fasilitas yang tersedia, (d) perlengkapan
yang dimiliki, (e) tujuan yang ingin dicapai, dan (f) pokok bahasan;
(3) Mengatasi segi-segi keunikan guru yang mempengaruhi arah perilaku
belajar siswa;
(4) Mengoptimalisasikan interaksi pembelajaran dengan pencapaian tujuan.
Interaksi ini merupakan perpaduan unit pedagogis. Rancangan gaya
mengajar didasarkan dari adanya interaksi perilaku guru, perilaku siswa,
dan tujuan;
(5) Menggunakan perilaku guru sebagai ide pengatur, karena bagaimanapun
juga guru adalah pengambil keputusan (Agus Kristiyanto, 1997).
Setiap gaya mengajar memiliki anatomi tertentu yang menggambarkan :
(1) peran guru, (2) peran siswa, serta (3) identifikasi tujuan yang dapat dicapai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
9
jika gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusan-
keputusan yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa di dalam episode belajar.
E. Susunan Spektrum Gaya Mengajar
Spektrum gaya mengajar adalah suatu konsepsi teoritis, sekaligus
suatu rancangan operasional mengenai alternatif atau kemungkinan dari suatu
gaya mengajar. Spektrum tersebut menggambarkan adanya suatu pergeseran
atau penyebaran peran guru dan siswa kaitannya dengan pencapaian tujuan
pembelajaran.
Pada gaya mengajar yang paling minimal, peran siswa juga minimal,
sebaliknya peran yang diberikan guru maksimal. Pada gaya mengajar yang
berspektrum tinggi, peran siswa maksimal, sedangkan peran guru minimal.
Ilustrasi spektrum adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Spektrum gaya mengajar dan pergeseran
peran guru-siswa (Mosston, 1991)
Spektrum gaya mengajar model Mosston tersusun menjadi dua
kelompok gaya mengajar, yaitu : (1) gaya A – E, dan (2) gaya F – H. Kedua
kelompok tersebut berbeda dalam perilaku guru, perilaku siswa, dan sasaran.
Gaya A – E berhubungan dengan penampilan kegiatan-kegiatan yang telah
Theoretical limits
Minimum Maksimum The target : An independent
individual
Sty
le
A B C D E F G H
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
10
dikenal, sedangkan gaya F – H lebih menekankan pada eksplorasi aktivitas-
aktivitas baru.
Termasuk dalam kelompok gaya mengajar A – E adalah : (1) gaya A
atau komando, (2) gaya B atau latihan, (3) gaya C atau resiprokal, (4) gaya
D atau self-check, dan (5) gaya E atau gaya cakupan/Inklusi.
Termasuk dalam kelompok gaya mengajar F – H adalah : (1) gaya F
atau penemuan terpimpin, (2) gaya G atau divergen, dan (3) gaya H atau going
beyond.
F. Anatomi Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani
Terjadinya spektrum berimplikasi antara gaya mengajar satu dengan
yang lainnya berbeda secara anatomis. Guru dan siswa memiliki peran yang
berbeda pada setiap episodenya tergantung pada gaya mengajar yang dipilih.
Episode tersebut meliputi : pra pertemuan, saat pertemuan, dan pasca
pertemuan. Berikut ini merupakan peta ringkasan pergeseran peran guru dan
siswa untuk tiap-tiap episode berdasarkan gaya mengajar yang dipilih :
Tabel 1. Episode Pembelajaran dan Spektrum Gaya Mengajar
EPISODE
GAYA MENGAJAR
(Teaching Style)
A B C D E F G H
PRA G G G G G G G S
SAAT G S S S S G
S S
G
S
PASCA G G SP S S S
G
G
S
G
S
Keterangan :
G = peran guru; S = peran siswa; SP = peran siswa pengamat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
11
Komponen kunci tiap-tiap gaya mengajar dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Gaya A (Gaya Komando) :
1) Semua keputusan diambil oleh guru pada setiap episode pembelajaran.
2) Sasaran dan target tercapai dengan mengandalkan kepatuhan siswa,
meliputi : keseragaman penampilan, pencocokan penampilan, dan
menirukan contoh yang diberikan.
3) Urutan kegiatan : peragaan, penjelasan, pelaksanaan, dan penilaian.
4) Gaya ini akan menghasilkan tingkat kegiatan yang tinggi dan penguatan
disiplin, karena pemberlakuan komando atau perintah yang “memaksa”.
b. Gaya B (Gaya Latihan) :
1) Pada episode saat pertemuan terjadi pergeseran peran guru ke siswa.
Pergeseran ini mengakibatkan pengalihan tanggung jawab yang baru
kepada siswa.
2) Peran guru : memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri, umpan
balik secara pribadi, memberi peran baru kepada siswa.
3) Urutan kegiatan : penyampaian tugas oleh guru melalui peragaan dan
penjelasan; siswa membuat keputusan sambil menjalankan tugas; guru
melakukan pengamatan dan memberi umpan balik.
4) Menggunakan lembaran tugas, atau kartu tugas yang sudah diputuskan
guru pada episode pra pertemuan.
c. Gaya C (Gaya Resiprokal) :
1) Tanggung jawab pemberian umpan balik bergeser dari guru (G) ke siswa
pengamat (SP). pergeseran tersebut memungkinkan : peningkatan
interaksi sosial antar teman sebanya, serta umpan balik langsung dari
teman.
2) Guru membuat keputusan pra pertemuan dalam bentuk lembaran kriteria
yang akan digunakan oleh siswa pengamat (SP) lembaran kriteria meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
12
: uraian tugas khusus, sketsa ilustrasi tugas, dan contoh perilaku verbal
untuk dipakai sebagai umpan balik.
3) Peranan siswa (S) sebagai pelaku sama dengan gaya latihan, peran siswa
pengamat (SP) memberikan umpan balik kepada siswa pelaku (S); guru
mengamati siswa (S) dan siswa pengamat (SP) namun hanya
berkomunikasi dengan siswa pengamat (SP).
d. Gaya D (Gaya Self-Check) :
1) Keputusan pasca pertemuan bergeser dari peranan siswa pengamat (SP)
ke siswa pelaku (S). artinya, siswa diberi peran untuk menilai
penampilannya sendiri dengan kriteria yang telah ditetapkan guru.
2) Siswa memberi penilaian sendiri pada pasca pertemuan terutama
mengenai : penampilannya sendiri, belajar menerima keterbatasannya, dan
belajar bersikap obyektif atas penampilannya.
e. Gaya E (Gaya Cakupan/Inklusi) :
1) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada
hakikatnya tiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam
melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk
memulai dari tingkat kemampuannya sendiri.
2) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang
disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus
memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit.
f. Gaya F (Gaya Konvergen) :
1) Gaya penemuan terpimpin ini sudah memasuki spektrum yang memberi
penekanan pada sasaran kognitif.
2) Guru menyusun serangkaian pertanyaan yang jawabannya sudah
ditentukan. Jawaban bersifat konvergen dengan satu kemungkinan
jawaban benar. Respon siswa mengarah pada penemuan terpimpin
mengenai suatu konsep, prinsip, serta gagasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
13
g. Gaya G (Gaya Divergen) :
Siswa diarahkan untuk mengembangkan alternatif pemecahan masalah secara
individu.
h. Gaya H (Gaya Going Beyond) :
1) Siswa merancang permasalahan pada pra pertemuan, sedangkan pada
episode saat pertemuan siswa diarahkan untuk menemukan solusi dari
masalah yang dirumuskan sendiri.
2) Siklus kegiatan mencakup :
a) Pada episode pra pertemuan, siswa menyusun semua keputusan yang
berupa rancangan permasalahan.
b) Pada episode saat pertemuan, siswa berupaya menemukan solusi dan
menampilkan gerakan dengan mengacu pada rancangan masalah yang
sudah diputuskan sebelumnya.
c) Pada episode pasca pertemuan, siswa melakukan evaluasi dengan
memanfaatkan pengalaman dari gaya-gaya sebelumnya, yaitu gaya A
sampai G.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Sekolah , Banjarmasin Kalsel 27 Nopember 2008.
14
DAFTAR PUSTAKA
Agus Kristiyanto, (1997). “Spektrum Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani”.