[2] [3] [1] HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan FTIP001640/020 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tebu Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman tahunan dari family Gramineae (keluarga rumput) yang sudah dibudidayakan sejak lama di daerah asalnya yaitu, Papua Nugini. Tanaman tebu memiliki kemiripan bentuk fisik dengan tanaman jagung dan sorgum. Tanaman tebu dikembangkan sebagai salah satu sumber gula komersil sejak tahun 1800an dan menjadi sumber ekonomi utama dari gula bersama gula bit. Tanaman tebu diklasifikasikan dalam divisi Maqnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Cyperales, family Poaceae (Gramineae) (Barnes 1973). Tanaman ini dapat tumbuh di daerah beriklim tropik dan subtropik dengan kelembaban tahunan minimum 600 nm. Tanaman tebu termasuk tanaman yang paling efisien dalam berfotosintesis dimana hanya membutuhkan 2% saja dari energi matahari untuk dikonversi menjadi biomassa (Sharpe 1998). Perkembangan produksi tebu di Indonesia selama tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 produksi tebu (setara gula) mencapai 2,55 juta ton dan turun 8,53% pada tahun 2009 menjadi sebesar 2,33 juta ton. Pada tahun 2010 produksi tebu kembali mengalami penurunan sekitar 2,39% atau menjadi 2,28 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Perkembangan produksi tebu Indonesia tahun 2008 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
18
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKAmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2008/240210080006_2_3078.pdf · Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/020
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Tebu
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman tahunan dari
family Gramineae (keluarga rumput) yang sudah dibudidayakan sejak lama di daerah
asalnya yaitu, Papua Nugini. Tanaman tebu memiliki kemiripan bentuk fisik dengan
tanaman jagung dan sorgum. Tanaman tebu dikembangkan sebagai salah satu sumber
gula komersil sejak tahun 1800an dan menjadi sumber ekonomi utama dari gula
bersama gula bit. Tanaman tebu diklasifikasikan dalam divisi Maqnoliophyta, kelas
Liliopsida, ordo Cyperales, family Poaceae (Gramineae) (Barnes 1973). Tanaman ini
dapat tumbuh di daerah beriklim tropik dan subtropik dengan kelembaban tahunan
minimum 600 nm. Tanaman tebu termasuk tanaman yang paling efisien dalam
berfotosintesis dimana hanya membutuhkan 2% saja dari energi matahari untuk
dikonversi menjadi biomassa (Sharpe 1998).
Perkembangan produksi tebu di Indonesia selama tiga tahun terakhir terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2008 produksi tebu (setara gula) mencapai 2,55
juta ton dan turun 8,53% pada tahun 2009 menjadi sebesar 2,33 juta ton. Pada tahun
2010 produksi tebu kembali mengalami penurunan sekitar 2,39% atau menjadi 2,28
juta ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Perkembangan produksi tebu Indonesia tahun
2008 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/021
7
Tabel 1. Perkembangan Produksi Gula Tebu di IndonesiaTahun Jumlah (ton) Pertumbuhan200820092010
2.551.5132.333.8852.278.127
-2,75-8,53-2,39
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Bagian dari tanaman tebu yang diambil untuk pembuatan gula adalah
batangnya. Batang tebu diekstrak untuk memperoleh sukrosa. Batang tebu berdiri
tegak dengan diameter 3-4 cm dan tinggi 2-5 meter serta tidak bercabang (Soebroto
1983). Batang terdiri dari ruas-ruas dan dibatasi dengan buku-buku, dimana setiap
buku terdapat mata ruas. Gambar tanaman dan batang tebu disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman dan Batang Tebu(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Tanaman tebu dipanen pada usia 8-12 bulan. Pemanenan merupakan tahapan
penting dalam penanganan tebu. Makin mendekati umur panen, kadar sukrosa dalam
batang tebu semakin meningkat dan setelah melampaui umur panen terjadi penurunan
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/022
8
kadar sukrosa yang diikuti peningkatan kadar glukosa dan fruktosa. Penurunan kadar
sukrosa tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim invertase dalam batang tebu yang
meningkat aktivitasnya. Peningkatan aktivitas invertase dalam jaringan tanaman
disebabkan karena adanya signal kebutuhan energi bagi tanaman untuk metabolisme
selanjutnya (Foyer et al. 1997). Energi tersebut dapat diserap tanaman dalam bentuk
gula sederhana (glukosa dan fruktosa) sehingga aktivitas invertase pada sukrosa
terpacu untuk bekerja.
2.2. Nira Tebu
Nira tebu adalah suatu ekstrak cairan yang berasal dari batang tebu,
mengandung kadar gula relatif tinggi dan dijadikan bahan baku pembuatan gula
kristal. Dalam pabrik gula, proses ekstraksi nira tebu dari batangnya dilakukan
dengan cara pemecahan dan penggilingan.
Komposisi nira tebu tidak akan selalu sama, tergantung pada jenis tebu,
kondisi geografis, tingkat kematangan serta cara penanganan selama penebangan dan
pengangkutan (Reece, 2003). Umumnya nira terdiri atas 73-76% air, 11-16% serat,
dan 11-16% padatan-padatan terlarut dan tersuspensi (James dan Chen 1985).
Nira tebu segar berwarna coklat kehijau-hijauan dengan pH 5,0-6,0 (Goutara
dan Wijandi 1975). Menurut Gillet (1965) zat warna yang terdapat dalam nira tebu
adalah klorofil yang berasosiasi dengan xantofil, karoten, antosianin, tannin dan
sakretin, sedangkan warna coklat timbul akibat reaksi pencoklatan enzimatis dan
polifenol. Beberapa jenis polisakarida lain juga terdapat dalam nira tebu sebagai hasil
metabolisme tanaman seperti dextran, levan, pektin, selulosa, hemiselulosa, pati dan
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/023
9
gum (Cuddihy et al. 2000). Semua bahan selain sukrosa dapat memberikan efek
negatif terhadap proses pertumbuhan gula kristal, seperti memberi kesempatan
mikroorganisme untuk tumbuh, mempersulit proses pemurnian dan menghambat
proses kristalisasi. Keberadaan pati yang relatif tinggi pada nira akan menyebabkan
filtrasi berjalan lambat dan larutan tampak lebih keruh. Komponen kimia pada nira
metabolit dan menghambat reaksi enzimatis. Sedangkan proses pengecilan unkuran
bertujuan untuk meningkatkan proses ekstraksi selanjutnya dengan sampel yang lebih
homogen, meningkatkan luas permukaan dan memfasilitasi penetrasi pelarut ke
dalam sel.
Metode ekstraksi yang sederhana dan banyak digunakan adalah metode
maserasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau
dengan beberapa kali pengocokan pada suhu ruang (Singh, 2008). Ekstraksi akhirnya
berhenti ketika keseimbangan terjadi antara konsentrasi metabolit dalam ekstrak dan
bahan tanaman. Setelah ekstraksi, sisa bahan tanaman harus dipisahkan dari pelarut
dan senyawa yang diektrak dipisahkan lebih lanjut dari pelarutnya (Seidel, 2006,
dalam Sarker, 2006). Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
rotary evaporator pada suhu 30 - 40º C (Harborne, 1987).
Proses ekstraksi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis pelarut, suhu,
rasio pelarut dan bahan baku serta ukuran partikel. Jenis pelarut mempengaruhi
senyawa yang tersaring, jumlah solut yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Secara
umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam pelarut.
Sedangkan rasio pelarut yang semakin besar akan memperbesar pula jumlah senyawa
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/035
21
yang terlarut. Faktor lain seperti ukuran partikel akan meningkatkan laju ekstraksi
apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil (Lansida, 2011, dikutip Wulandari,
2011).
Metode pemisahan secara ektraksi ini membutuhkan pelarut sebagai media
perpindahan komponen sehingga disebut solvent extraction. Jika produk yang
dihasilkan akan digunakan dalam produk pangan maka harus menggunakan pelarut
yang sesuai dengan aturan. Menurut European Union and Governmental regulations,
pelarut yang diperbolehkan adalah air dan pelarut lein seperti propane, butane, etil
asetat, etanol, CO2, N2O dan aseton (Bart, 2011). Pelarut yang dipilih harus
memenuhi syarat sebagai seperti tidak mudah bereaksi, tidak beracun, tidak mudah
terbakar, ekonomis dan mudah didaur ulang dengan metode evaporasi (Seidel, 2006,
dalam Sarker, 2006).
2.7. Pelarut Etanol
Etanol atau etil alkohol yang memiliki rumus kimia CH3CH2OH adalah salah
satu senyawa organik yang mengandung oksigen paling serba guna karena kombinasi
yang unik dari sifat-sifat etanol sebagai pelarut, obat penghilang kuman penyakit,
minuman, antibeku (antifreeze), bahan bakar, obat penenang dan terutama sebagai
bahan kimia lanjutan untuk pembuatan bahan kimia organik lainnya (Tau, Elango dan
Joseph, 1994 dikutip Wulandari, 2011).
Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, encer serta
tidak berwarna (Widyawati, 2005). Sifat kimia dan fisik etanol terutama bergantung
pada gugus hidroksilnya. Gugus hidroksil ini memberi polaritas terhadap molekul dan
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/036
22
meningkatkan ikatan hidrogen antar molekul (Tau, et al., dikutip Wulandari, 2011).
Kepolaran relatif dari etanol lebih kecil yaitu sebesar 0,654.
Menurut Tau, et al. (1994) dikutip Wulandari (2011), menyatakan bahwa
dalam lingkungan industri, etanol bukan merupakan bahan kimia yang
membahayakan bagi kesehatan. Jika dalam lingkungan industri terdapat ventilasi
yang sesuai, maka sedikit kemungkinan bahwa penghirupan uap dari etanol tidak
akan membahayakan. Nilai ambang batas dari uap etanol di udara adalah 1000 rpm
selama 8 jam, tetapi jika konsentrasinya mencapai 5000-10000 rpm akan
menyebabkan iritasi mata dan selaput lendir dari sistem pernafasan bagian atas. Sifat
fisik etanol ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat Fisik EtanolSifat Jumlah
Titik beku (°C)Titik didih (°C)Densitas (g/mL)Viskositas (mPa.s=scP) pada 20°CPanas spesifik pada 20°C (J/(g.°C))Konduktivitas thermal pada 20°C (W(m.K))Momen dipole cairan pada 25°C (C.m)Konstanta dielektrik pada 20°C
-114,178,32
0,78931,172,42
0,1705,64 x 10-30
25,7Sumber : Tau, et al. (1994) dikutip Wulandari (2011)
Menurut Morris, et al. (1993) dikutip Wulandari (2011), beberapa kegunaan
dari etanol yang tampak secara ekonomis adalah sebagai bahan kimia lanjutan dalam
industri untuk pembuatan bahan kimia lainnya seperti asetildehida, asam asetat, etil
asetat dan dietil eter. Etanol juga dapat dijadikan sebagai pelarut untuk berbagai
substansi kimia serta komponen bahan baku untuk farmasi, parfum, flavor dan lain
sebagainya.
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/037
23
Menurut Lewis (1989) dikutip Wulandari (2011), penggunaan etanol dalam
makanan digunakan sebagai antimikrobial dan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi.
Etanol sebagai pelarut merupakan bahan pengawet kedua setelah air. Kebanyakan
etanol yang digunakan sebagai pelarut adalah 95% etanol dan 5% H2O. Sedangkan
etanol murni (100%) dapat diperoleh dari proses distilasi azeotropik dengan
menggunakan benzene atau diperoleh dari perlakuan menggunakan kalsium oksida.
Alkohol murni ini disebut sebagai etanol mutlak atau absolute etanol (Spangler, 1980