MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung ) Skripsi “Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika” oleh: Ida Rufaida 08513058
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung ) Skripsi
“Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika” JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN GARUT 2009
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung )
Skripsi
“Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika”
oleh: Ida Rufaida
08513058
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKASEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GARUT2009
Persembahan
Kepada semua insan yang berkhidmah menyiapkan generasi
yang teguh berakidah, patuh bersyariah dan berakhlakul karimah serta berbakti
kepada orang tua, menghargai ilmu dan menghormati guru
Moto
All the children are our future
Teach them well
And let them lead the way
(Semua anak adalah masa depan kita
Didiklah mereka dengan baik
Biarkan mereka memimpin)
Whitney Houston(1991):
The greatest Love of all
I love how you reach Without to touch
I love how you teach without to rush
(Aku suka caramu anda meraih tanpa menyentuh
Aku suka cara anda mendidik tanpa menghardik)
Odia coates (1982):
The Woman Song
PERNYATAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
“MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA”
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka)
Ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan dari sumber-sumber lain,
telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah pengutipan yang sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku sehingga isi skripsi serta semua kelengkapannya ini
merupakan karya asli. Apabila kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan isi pernyataan saya ini, saya bersedia menerima resiko atau sanksi apa
Kemampuan matematika adalah kemampuan bagi kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu seyogyanya setiap manusia memiliki kemampuan matematika. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit menyebabkan hasrat belajar rendah, akibatnya kemampuan matematika siswa tidak seperti yang diharapkan. Rendahnya hasrat belajar metematika menyebabkan siswa menghindar dari proses penyelesaian masalah matematika, akibatnya kemampuan menyelesaikan masalah matematika tidak terlatih dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan matematika perlu motivasi belajar yang kuat dan untuk memotivasi siswa perlu diterapkan pendekatan yang menimbulkan kesan bahwa matematika tidak sesulit yang diduga. Lingkungan keseharian adalah sumber belajar yang kaya dan murah. Menghadirkan matematika dalam format keseharian yang dekat dengan kehidupan siswa ternyata menyadarkan siswa bahwa matematika memang rumit, tetapi tetap dapat diselesaikan dengan baik. Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mengajak siswa aktif mengamati keseharian dan kaitannya dengan matematika. Keterlibatan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan masalah telah meningkatkan motivasi belajar. Kelas merupakan laboratorium pembelajaran yang sebenarnya, maka penelitian mengenai pembelajaran yang paling otentik adalah penelitian yang dilakukan di kelas. Salah satu penelitian tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian tindakan kelas di kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Peningkatan tersebut antara lain adanya perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir. Pada tes awal nilai minimum 10, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, nilai tertinggi 100 dan nilai rata-rata 80,46.
Kata Pengantar
Segala puji adalah milik Ilahi yang Maha Tinggi. Syukur berbinar terujar
bagi yang Akbar, seraya memijar shabar menjalani alur yang tidak sepanjangnya
datar.
Terima kasih tiada tara dan apresiasi dari lubuk hati dihaturkan dengan
tawadlu kepada segenap insan yang berkenan mendorong, mendukung dan
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah mencatatkan segala
kebaikan tersebut sebagai jariyah dengan pahala menggelagah tiada henti.
Ada banyak alasan mengapa sebuah karya ditulis: Karena subyeknya
sedang menjadi topik yang hangat; Karena materinya enak untuk dijadikan bahan
polemik; Karena topiknya menarik untuk diselidik dan alasan-alasan lainnya.
Alasan penulis memilih tema dan mengangkat problema sebagaimana disebut
pada sampul, karena masalahnya adalah bagian tidak terpisahkan dari diri dan
keseharian penulis.
Siapapun tentu berkehendak melahirkan karya yang sempurna. Tetapi ada
pepatah bahwa bila menunggu kesempurnaan, sebuah buku tidak akan pernah
terbit, karena setiap selesai menulis satu paragrap informasi ada ribuan paragrap
baru yang harus ditulis untuk menyajikan informasi mutakhir. Maka tanpa
menunggu sempurna skripsi ini disajikan apa adanya. Lebih dari itu, skripsi yang
baik adalah skripsi yang selesai, maka dengan disajikannya skripsi maka skripsi
dapat dinyatakan selesai.
Selesainya skripsi sudah tentu berkat dukungan berbagai pihak, untuk itu
sekali lagi disampaikan terimakasih dan penghargaan kepada siapa saja yang
berkenan membantu, diantaranya sosok-sosok tersebut di bawah ini.
Siswa-siswi tercinta yang telah bersedia berperanserta menggiati
pembelajaran baik dalam putaran-putaran penelitian kelas maupun dalam
wawancara serta observasi. Terima kasih tidak sekadar atas perannya dalam
proses penyusunan skripsi, tetapi secara nyata telah menunjukkan sekaligus
menyadarkan mengenai pentingnya perubahan pandangan mengenai eksistensi
peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang sangat menentukan berhasil
tidaknya proses pembelajaran.
Guru, Kepala dan staf pimpinan SMP Negeri 1 Cicalengka yang dengan
penuh kesetiakawanan, di tengah kesibukannya menjalankan tugas,
menyempatkan diri memberi dorongan dan sumbang saran serta membagi
pengalaman baiknya dalam mendukung proses penelitian tindakan kelas sampai
penyusunan laporan menjadi skripsi,
Pimpinan STKIP Garut, khususnya, Ketua jurusan Matematika beserta staf
yang memberikan kemudahan-kemudahan dan arahan baik dalam konteks
akademik maupun administratif.
Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan telaten memberikan arahan
dalam merapihkan pola pikir dan penulisan buah pikir menjadi skripsi. Serta
dosen STKIP yang memperluas wawasan akademik sebagai bekal menjalani
program belajar maupun membangun suasana belajar.
Sekali lagi atas segala kabajikan dan kebijakan yang telah terpancar,
mendapat balasan dari Allah dan menjadi barokah bagi kita semua. Penulis juga
memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak semestinya dikemukakan ternyata
termuat dalam skripsi ini.
Terakhir, penulis bermunajat, semoga semua yang telah berjariah ilmu
baik disampaikan langsung kepada penulis atau penulis kutip pendapatnya dari
buku dan buah tulisan lainnya, diberikan ganjaran yang pantas. Semoga kebaikan
yang telah mereka lakukan dapat penulis teladani.
Garut, 1 Agustus 2009
Penulis
DAPTAR ISI
ABSTRAK vii
KATA PENANGTAR viii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan Masalah 6
C. Rumusan Masalah 7
D. Tujuan penelitian 7
E. Manfaat Penelitian 7
F. Asumsi 8
G. Hipotesis 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 10
A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan 10
B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari 14
C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika 15
D. Pergeseran Konsep Pembelajaran 20
E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and 27
Learning)
BAB III METODE PENELITIAN 37
A. Penelitian Tindakan Kelas 37
B. Variabel Penelitian 47
C. Definisi Operasional
D. Tehnik Pengumpulan Data 51
BAB IV LAPORAN HASIL TINDAKAN KELAS 52
A. Gambaran Penelitian 52
B. Penjelasan Siklus Pertama 54
C. Penjelasan Siklus Kedua 68
D. Penjelasan Siklus Ketiga 86
E. Post Test 97
F. Pembahasan dan Pengambilan Keputusan 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117
DAFTAR PUSTAKA 120
LAMPIRAN-LAMPIRAN 123
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal.
1.1 Standar Kelulusan SMP Tahun Pelajaran 2008/2009 2
2.1 Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional 28
4.1 Deskripsi Kelompok 57
4.2 Nilai Kumulatif Tes Prasyarat 60
4.3 Siswa yang benar menurut butir soal 61
4.4 Siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan 62
4.5 Siswa yang benar prosedurnya tetapi salah dalam operasi
perhitungan
63
4.6 Siswa yang benar dalam operasi perhitungan tetapi salah dalam
menetapkan ukuran
63
4.7 Siswa yang benar dalam mengukur dan menghitung 77
4.8 Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok 78
4.9 Kebutuhan porselin untuk bak air 80
4.10 Nilai Tes Siklus Ketiga per butir soal 93
4.11 Perbandingan Nilai soal nomor 1 dan nomor 2 94
4.12 Daftar hasil kwadrat 96
4.13 Perolehan nilai kumulatif Post Test 99
4.14 Perolehan nilai post test per butir soal 100
4.15 Perolehan nilai penerapan per butir soal 103
4.16 Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal 106
4.17 Tingkat kenaikan nilai Tes prasyarat-Post test 107
4.18 Sikap siswa terhadap pembelajaran 110
4.19 Pandangan siswa mengenai pembelajaran 111
L.1 Validitas Instrumen, Data hasil uji coba 123
L.2 Validitas butir soal 124
L.3 Reliabilitas Instrumen 126
L.4 Indeks Kesukaran 128
L.5 Daya Pembeda 129
DAFTAR GAMBAR
No Nama Gambar Hal.
1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas 45
2 Kuis Matematik, Denah Tanah 69
3 Kuis Matematik Segitiga bertumpuk 87
4 Segitiga samasisi 88
5 Kuis Matematik, 4 segitiga samasisi 89
6 Limas 93
7 Prisma 93
8 Persegi & Persegi Panjang 136
9 Segitiga Siku-siku, Samasisi dan Samakaki 136
10 Balok dan Kubus 148
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A: Uji Validitas Instrumen 123
1 Data hasil uji coba 124
2 Validitas butir soal 125
3 Reliabilitas instrumen 127
4 Indeks Kesukaran 129
5 Daya Pembeda 130
6 Analisis validitas 131
Lampiran B: Instrumen Penelitian 134
1 Tes prasarat 135
a Soal tes prasarat 135
b Pedoman penilaian 136
c Lembar jawab prasarat 137
d Kunci jawaban 138
2 Tugas Kelompok 141
a Lembar tes keelompok 141
b Lembar jawab/pelaporan tes kelompok 149
3 Post Test 150
a Soal post test 150
b Lembar jawab post test 153
c Pedoman penilaian 154
d Kunci jawaban post test 155
4 Kuisioner 1 158
5 Kuisioner 2 160
6 Lembar pengamatan dinamika kelompok 162
Lampiran C: Distribusi Hasil Tes 163
1 Nilai Tes Prasarat 164
a Nilai kumulatif 164
b Nilai Gambar nomor 1 dan 2 165
c Nilai Gambar nomor 3 166
d Nilai Gambar nomor 4 167
e Nilai Gambar nomor 5 168
2 Nilai Tes Siklus 3 169
a Nilai kumulatif 169
b Nilai soal nomor 1 170
c Nilai soal nomor 2 171
3 Nilai Post Test 172
a Nilai Kumulatif 172
b Nilai soal nomor 1 173
c Nilai soal nomor 2 174
d Nilai soal nomor 3 175
e Nilai soal nomor 4 176
LAMPIRAN D: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 177
1 Silabus 178
2 RPP Balok dan Kubus 179
3 RPP Limas dan Pisma 182
4 Materi Pelajaran 185
LAMPIRAN E: SURAT-SURAT PENELITIAN 197
1 Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing 198
2 Surat Permohonan Izin Penelitian 199
3 Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian 200
4 Keterangan Supervisi Kepala SMP N 1 Cicalengka 201
5 Kartu Bimbingan 202
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 203
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran di SMP adalah upaya untuk mengembangkan potensi,
kecakapan dan kepribadian siswa. Perkembangan aspek-aspek pada siswa tersebut
tidak diberikan oleh guru, tetapi siswa sendiri yang berusaha mengembangkan
dirinya. Fungsi guru hanyalah menciptakaan situasi, memberikan dorongan,
arahan, bimbingan dan kemudahan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan
dirinya. Dalam proses pembelajaran, interaksi siswa dipengaruhi berbagai faktor,
antara lain: Karakteristik dan perkembangan siswa; Intelektual dalam belajar;
Transfer dalam belajar dan Penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan
intelektual.
Sejak awal millennium III telah terjadi upaya-upaya peningkatan kualitas,
baik pada tataran konsep dan strategi pendidikan; kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan; Manajemen; Sarana & Prasarana; Buku dan teknologi
pembelajaran; Anggaran pendidikan dan kebijakan lain yang mendukung.
Sekolah Gratis yang dikampanyekan, antara lain oleh Utomo Danandjaya, pada
tahun 2008 telah terealisasi sampai tingkat SMP.
Peningkatan mutu tersebut diikuti dengan terus meningkatnya standar
kelulusan sekolah sejak SD hingga SMA/SMK. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 78 Tahun 2008, menetapkan Standar Kompetensi Lulusan dan
Kemampuan yang di uji sebagai mana dipresentasikan pada tabel di bawah.
Tabel 1.1
Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMP & Madrasah Tsanawiyah
NoStandar Kompetensi
LulusanKemampuan yang diuji
Menggunakan
Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali
dan bagi pada bilangan bulat.
konsep operasi
hitung dan sifat-
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bilangan pecahan.
sifat bilangan,
perbandingan,
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
skala dan perbandingan.
1. aritmetika
sosial,barisan
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
jual beli.
bilangan, serta
penggunaannya
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
perbankan dan koperasi.
dalam pemecahan
masalah .
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
barisan bilangan.
Mengalikan bentuk aljabar.
Memahami operasi
bentuk aljabar,
Menghitung operasi tambah, kurang, kali, bagi
atau kuadrat bentuk aljabar.
konsep persamaan
dan pertidaksamaan
Menyederhanakan bentuk aljabar dengan
memfaktorkan.
linier, persamaan
garis, himpunan,
Menentukan penyelesaian persamaan linier satu
variabel.
2 relasi, fungsi, sistem
persamaan linier
serta menggunakan-
Menentukan irisan atau gabungan dua himpunan
dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan irisan atau gabungan dua himpunan.
nya dalam
pemecahan masalah.
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
relasi dan fungsi.
Menentukan gradien, persamaan garis dan
grfiknya.
Menentukan penyelesaian sistem persamaan linier
dua variabel.
Menyelesaikan soal dengan menggunakan
teorema Pythagoras.
Menghitung luas bangun datar.
Memahami bangun
datar, bangun ruang,
Menghitung keliling bangun datar dan
penggunaan konsep keliling dalam kehidupan
sehari-hari.
garis sejajar, sudut, Menghitung besar sudut pada bidang datar.
3 serta menggunakan-
nya dalam peme-
cahan masalah.
Menghitung besar sudut yang terbentuk jika dua
garis berpotongan atau garis sejajar berpotongan
dengan garis lain.
Menghitung besar sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran.
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep kesebangunan.
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep kongruen.
Menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi datar.
Menentukan jaring-jaring bangun ruang.
Menghitung volume bangun ruang sisi datar dan
sisi lengkung.
Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi
datar dan sisi lengkung.
4
Memahami konsep
dalam statistika, serta
menerapkannya
Menentukan ukuran pemusatan dan menggunakan
dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
dalam pemecahan
masalah.
Menyajikan dan menafsirkan data.
Merujuk kepada kisi-kisi di atas, Standar Kompetensi Lulusan dalam mata
pelajaran matematika semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Oleh
sebab itu guru seyogianya menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan
ceria sehingga siswa bersemangat melakukan penyelesaiaan soal-soal metematika
sebagai upaya meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu guru
juga harus berupaya menghubungkan matematika dengan masalah-masalah
kehidupan nyata. Hal ini penting mengingat matematika merupakan mata
pelajaran yang akan dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan.
Memiliki kemampuan memecahkan soal matematika akan menjadi bekal
bagi siswa untuk melakukan pemecahan maslah dalam menjalani kehidupan saat
ini dan nanti. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan keseharusan
atau harapan. Pemecahan Masalah adalah upaya untuk menemukan alternatif bagi
penyelesaiannya.
Bangun datar adalah bagian paling dasar dalam geometri yang lahir dan
berkembang di Mesir dan Babilonia. Geometri merupakan sebuah temuan yang
didorong oleh ambisi para pemimpin pemerintahan pada masa itu untuk dapat
mendirikan bangunan yang besar dan kokoh serta untuk mengusai tanah bagi
kepentingan pendapatan pajak.
Berbagai fakta tentang Geometri Bangun datar termuat dalam Ahmes
Papirus yang ditulis pada tahun 1650 SM yang ditemukan pada abad ke Sembilan.
Dalam Papyrus terdapat formula tentang perhitungan luas persegi panjang,
segitiga siku-siku, trapezium dengan kaki tegak lurus dan luas lingkaran. Pakar
yang memberikan kontribusi antara lain: Thales (640-546 SM), matematikawan
yang selalu ingin melakukan pembuktian atas teori-teori geometri; Pythagoras
(528-507 SM), yang menemukan teori panjang garis miring suatu segitiga siku-
siku sebagai akar dari penjumlahan kuadrat kedua sisi yang lain. Teori-teori
tersebut kemudian dikembangkan oleh Euclid dalam buku Element.
Bangun datar merupakan teori dasar bagi penyelesaian persoalan-persoalan
bangun ruang sebagai kelanjutan atau perkembangan berikutnya. Bangun ruang
merupakan kombinasi dari bangun datar, anatara lain: pasangan-pasangan empat
persegi panjang menjadi balok dan kotak; persegi menjadi kubus; segitiga menjadi
limas; segitiga dan persegi pajang atau persegi menjadi prisma dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun siswa telah mengusai masalah bangun datar, ketika
harus menyelesaikan masalah bangun ruang sebaagian bersar siswa menghadapi
kesulitan. Hal ini bukan saja dipengaruhi oleh stigma bahwa matematika pelajaran
yang sangat sulit juga masih kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya
matematika bagi kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran konsteksual (Teaching Learning consteksual) menurut
Sukmadinata, (2004:196) merupakan suatu sistim atau pendekatan pembelajaran
yang bersifat holistic (menyeluruh). Menurut Johnson (2002:210): pembelajaran
konsteksual sekurang-kurangnya memiliki tiga prinsip, yaitu: interpendence
(kesaling-tergantungan); diferensiasi dan self organization (pengorganisasian
diri). Adapun komponen-komponen pembelajaran konsteksual adalah: hubungan
bermakna, mengerjakan pekerjaan penting, belajar mengatur diri sendiri,
bekerjasama, berpikir kritis, bimbingan individual, pencapaian standar tinggi dan
menggunakan penilaian otentik.
Penulis sangat tertarik untuk mengimplementasikan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran matematika karena CTL memberikan
kesempatan yang sangat luas kepada pembelajar untuk bekerjasama, berfikir kritis
dan mengkaitkan materi ajar dengan latar belakang individual, sosial dan kultural
sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful).
Dengan latar belakang di atas maka diajukan penelitian tindakan kelas
dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika “
B. Pembatasan Masalah
Pendidikan adalah upaya mewariskan dan mengembangkan nilai, oleh
sebab itu memiliki komponen dan faktor yang kompleks. Untuk menegaskan arah
dan keluaran hasil yang ingin dicapai, maka penelitian dibatasi pada hal-hal
berikut:
1. Dalam upaya mencapai prestasi terbaik akan selalu ada hambatan yang
dihadapi, termasuk dalam hal prestasi belajar. Dengan demikian siswa
harus melakukan upaya yang dapat mengatasi hambatan belajar,
khususnya matematika, sehingga siswa dapat meraih prestasi terbaik.
2. Guru sebagai fasilitor memberikan dukungan dengan cara antara lain:
membangun suasana belajar yang menyenangkan; menyajikan materi
pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan keseharian siswa;
menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks yang
dihadapi.
3. Suasana belajar yang kondusif dapat menolong siswa melakukan upaya
mengatasi kesulitan/hambatan serta persoalan yang dihadapi berkaitan
dengan belajar matematika. Dalam suasana yang ceria dan partisipatif
siswa tidak merasa tertekan dan dapat melakukan eksplorasi sehingga
inspirasi untuk melahirkan solusi bagi penyelesaian masalah mengalir
dengan lancar.
4. Dengan keterlatihannya dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan secara
berkelanjutan, siswa menjadi terlatih dalam melakukan penyelesaian
masalah. Kemampuan melakukan secara terus menerus akan mendorong
siswa meraih prestasi puncak.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah: Adakah
peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika
melalui pembelajaran kontekstual?
D. Tujuan penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk:
Mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan
masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Bagi penulis sebagai penguatan kompetensi kependidikan dan pematangan
profesi keguruan.
2. Bagi siswa sebagai pengalaman terstruktur dalam mengikuti metode
pembelajaran yang variatif , sehingga siswa termotivasi dan merasa senang
dalam belajar matematik.
3. Bagi guru sebagai bagian dari brainstorming (curah gagasan) dan sharing
pengalaman untuk pengayaan metode pembelajaran.
4. Bagi sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran
dalam memenuhi standar pelayanan minimum , sekurang-kurangnya
dalam hal mutu guru dan proses pembelajaran.
5. Bagi STKIP Garut menjadi salah satu data penelitian yang dapat
dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti lain untuk lebih didalami atau
dikembangkan lebih luas.
6. Bagi dunia pendidikan menjadi salah satu materi untuk bahan studi
kependidikan dan pengayaan proses pendidikan.
F. Asumsi
Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa: pembelajaran kontekstual
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis berasal dari dua kata yaitu hypo (di bawah) dan thesa
(kebenaran). Menurut Rahadi (2003:3), Hipotesis adalah jawaban sementara yang
sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang telah disusun dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis:
Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan
masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Untuk melahirkan manusia berprestasi ada banyak metode dan
pendekatan, salah satu diantaranya pola dasar system dengan menerapkan lima
disiplin, yaitu: Personal Mastery; Team Learning; Shared Vision; Mental Model
dan System Thinking. (diadaptasi dari Peter M Senge, 1990) dalam The Fifth
Discipline, The Art and Practice of the Learning Organization).
1. Personal Mastery
Personal mastery, adalah upaya melahirkan kader-kader yang memiliki
kompeten dan kompetitif berbasis kecerdasan. Menurut Shepard, (2001):
Kecerdasan tidak dapat diukur dengan angka. kecerdasan adalah Ability to
solve Problem or Fashion Product. Kecerdasan adalah kemampuan
menggunakan keterampilan, menciptakan sesuatu dan mengatasi masalah
sesuai budaya komunitas. Shepard mengidentifikasi kecerdasan sebagai
berikut:
a. Interpersonal intelligence, kecerdasan antarpribadi, kemampuan
memahami orang lain dan tampil dalam kemampuannya berinteraksi
dengan baik dengan orang lain- dapat melakukan komunikasi dengan
orang lain.
b. Logical Intelligence, Kecerdasan Logika/Matematika, kemampuan
kuantitatif, kemampuan memproses sesuatu secara analitis dan
sistematis.
c. Spatial Intelligence, Kecerdasan Spatial/Visual, kemampuan
membangun gagasan atau model, membayangkan penerapan dan
mengubahnya yang semua ini dilakukan dalam pikirannya.
d. Musical Intelligence, Kecerdasan Musik, kepekaan terhadap
irama, melodi dan nada baik sebagai pelaku maupun pendengar.
e. Verbal Intelligence, Kecerdasan Verbal berbahasa/berbicara.
Kemampuan mengekspresikan pikiran-pikirannya dengan jernih baik
melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
f. Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan intrapersonal, kemampuan
berinteraksi dengan diri sendiri, introspeksi, refleksi dan kontemplasi
melalui renungan.
g. Kinesthetic intelligence, Kecerdasan kinestik/tubuh, kemampuan
gerakan fisik, menari, berolah raga, berkelahi, melempar, memotong.
Keterampilan mengubah suatu obyek /memanipulasi obyek dinamakan
Tactile.
Goldman (1997) merumuskan kecerdasan sebagai berikut:
a. Emotional Intelligence, Kecerdasan Emotional, kemampuan
mengenali situasi emosi diri sendiri dan kondisi emosi orang lain.
b. Natural Intelligence, Kecerdasan terhadap Alam, kemampuan
menikmati hidup dan berinteraksi serta menyatu dengan alam.
c. Exisistential Intelligence, Kecerdasan memahami hidup dan
kehidupan.
Sternberg memperkenalkan Triarchic Theory
a. Componential Intelligence, Kemampuan menganalisis,
membandingkan dan mengevaluasi (Analyse, Compare & Evaluate).
b. Creative Intelligence, Kemampuan menciptakan, menemukan dan
merancang (Create, Invent & Design).
c. Contextual Intelligence, Kemampuan menggunakan dan
menerapkan (use and apply) secara praktis.
2. Team Learning
Dalam satu kelompok yang aktif setidaknya ada 5 hal yang dapat
dipelajari, yaitu:
a. Learning To Know (Belajar Untuk Mengetahui)
Mengetahui apa yang harus dilakukan dan untuk apa.
b. Learning To Do (Belajar Untuk Bisa Melakukan)
Memahami apa yang harus dilakukan, kemampuan apa yang harus
dimiliki.
c. Learning To Be (Belajar Untuk Dapat Menjadi Seseorang)
Menjadi seseorang yang berkarakter sangatlah penting agar dapat
bersikap dan bertindak dengan nyaman dan mendorong orang lain
untuk menjadi seseorang.
d. Learning How To Learn (Belajar Bagaimana Belajar)
Bisa jadi kita telah cukup banyak belajar tetapi sedikit sekali yang
menjadi pelajaran. Bergegaslah untuk memahami bagaimana mestinya
kita belajar.
e. Learning Live Together (Belajar Hidup Berdampingan)
Belajar berkontribusi dan apresiatif agar orang lain berpartisipasi secara
optimal.
3. Shared Vision
Memasyarakatkan visi atau dalam konteks pembelajaran
mengkhalayakkan target yang ingin dicapai dari proses belajar sangatlah
penting. Bila siswa mengetahui apa target yang ingin dicapai dan manfaat apa
yang dapat diperoleh dari pembelajaran maka siswa akan lebih semangat
dalam menjalani pembelajaran.
4. Mental Model
Pembinaan dengan menggunakan pemodelan mental, yaitu bagaimana
seseorang dibiasakan dalam kondisi tertentu sehingga menjadi seperti itu
selama hidupnya. Mental model akan terjadi di lingkungan keluarga, sekolah,
organisasi dan masyarakat secara luas.
5. System of Thinking.
Senge,– (1994) dalam The Leader,s New Work: Building Learning
Organization & Managing Learning menjelaskan adanya 10 tahapan system
berfikir yang dapat menyederhanakan pola kerja, yaitu: Fixes that fail & fight
back fire ( memperbaiki kegagalan); Shifting the Burden (pengalihan beban);
Shifting the burden to the intervenor (pengalihan beban kepada pihak lain);
Eroding goals (pengikisan sasaran); Limits to growth (batas-batas
pertumbuhan); Growth and Underinvestment (pertumbuhan dan investasi yang
rendah); Success to successful (keberhasilan berangkai); Escalation
(Peningkatan); Tragedy of the Commons (nestapa yang merata); Balancing
with delay (penyeimbangan dengan penundaan).
Kelima disiplin di atas pada dasarnya berkehendak melahirkan manusia-
manusia yang memiliki penalaran melalui proses pembelajaran. Belajar
matematika merupakan proses yang paling erat kaitannya karena penalaran atau
kemampuan berfikir logis merupakan inti dari pembelajaran matematika. Berfikir
logis dalam matematika merupakan salah satu tujuan matematika yang
dirumuskan dalam Kurikulum 2004.
B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari
Semua ilmu dan pengetahuan berkembang dan dikembangkan dari
pengalaman dan realitas. Karena manusia berkomunikasi menggunakan bahasa
maka dikembangkan teori-teori tenang bahasa. Karena ada yang suka berpidato
maka dikembangkan teori tentang berpidato. Karena ada orang yang suka
menyanyi maka dikembangkan teori-teori seni suara. Karena manusia bercocok
tanam maka dikembangkan ilmu pertanian. Demikian juga dengan teori
konstruksi, perikanan, transportasi, komunikasi dan lain-lain.
Matematika juga sama, ia berkembang karena kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Menghitung, mengukur dan menakar telah menjadi bagian kehidupan
sejak zaman Nabi Adam Alaihissalam. Ketika Habil dan Qobil diperintahkan
untuk berqurban. Nabi Adam menyebutkan jumlah dan takaran yang harus
diqurbankan. Demikian juga jarak ke tempat pelaksanaan qurban.
Bilangan adalah materi paling dasar dalam matematika. Pada mulanya
orang membandingkan jumlah dengan istilah lebih banyak dan lebih sedikit.
Tetapi ketika sistem kepemilikan mulai melekat dalam masyarakat maka jumlah
mulai disebut dengan angka-angka. Konsep bilangan pada awalnya hanyalah
untuk kepentingan menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun para ahli
matematika menambahkan perbendaharaan simbol.dan kata-kata yang tepat untuk
mendefinisikan bilangan. Dari bilangan berkembang ilmu yang lain yaitu
aritmetika dan aljabar.
Demikian halnya dengan geometri. Karena orang harus mengukur luas
tanah dan benda lainnya maka maka dikembangkan ilmu untuk mengukur bangun
datar. Kemudian ketika manusia mulai menempati bangunan yang dibuat, bukan
lagi di lapangan, pohon atau goa, maka mulai dirasakan kebutuhan menghitung
volume dan hal-hal yang berkaitan dengan bangun ruang.
Cara mengukur luas dan keliling Segiempat merupakan pengetahuan yang
pertama kali dikembangkan, selanjutnya segitiga. Dari teori-teori yang berkaitan
dengan segiempat dan segitiga dikembangkan teori-teori untuk mengukur segi
lainnya, termasuk lingkaran. Dengan dasar pengetahuan bangun datar dua dimensi
maka dikembangkan pengetahuan untuk mengukur bangun ruang tiga dimensi.
C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Hudiono (2008), masalah utama yang dihadapi siswa SMP adalah
lemahnya daya representasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Padahal sasaran pembelajaran matematika di antaranya adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).
Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami
konsep yang dipelajari dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi.
Ada lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman
matematika dan kompetensi matematika yang perlu dimiliki siswa yaitu: problem
solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation
(National Council of Teachers of Mathematics. (2000) Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, VA, NCTM p. 29.
Kemampuan representasi matematika yang dimiliki seseorang, selain
menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan
pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan
kompleks, bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi
matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Kemampuan
representasi yang pada akhirnya menjadi kemampuan melakukan pemecahan
masalah matematika terkait erat dengan kemampuan berfikir logis.
Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan
karakteristik matematika adalah berfikir logis, karena matematika dipahami
melalui penalaran atau berfikir logis dan penalaran dipahami serta dilatih melalui
belajar matematika. Kemampuan penalaran atau berfikir logis perlu
dikembangkan karena dapat meningkatkan kemampuan dalam matematika, dari
sekadar mengingat kepada kemampuan pemahaman. Audiblox (2006)
menyatakan, … logical thinking: helping children to become smarter. (berfikir
logis membantu anak menjadi lebih cerdas). Namun demikian di sekolah terdapat
banyak kelainan yang menyebabkan kemampuan siswa dalam hal berfikir logis
masih jauh dari memuaskan.
Menurut Saragih (2008), hasil belajar matematika siswa sampai saat ini
masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang
tua siswa maupun oleh pakar pendidikan matematika itu sendiri. Hasil penelitian
yang dilakukan Suyanto dan Somerset di beberapa Propinsi di Indonesia,
menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa SMP sangat rendah,
terutama pada soal aplikasi matematika.
Suryadi (2005) dalam thesisnya menemukan bahwa siswa kelas dua SMP
di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam mengajukan
argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.
Priatna (2003) melakukan penelitian di Kota Bandung menemukan
kenyataan sebagai berikut: Setelah mendapat penjelasan mengenai segitiga sama
sisi dan segitiga sama kaki, dimana guru mengungkapkan bahwa semua segitiga
sama sisi adalah segitiga sama kaki. Ketika diberikan soal dengan diketahui
panjang salah satu sisi dan dua buah sudut, banyak siswa yang mempersepsi
segitiga sama kaki semua sisinya sama sehingga menghitung keliling dengan
mengalikan tiga panjang sisinya. Kemampuan Secara umum kesulitan siswa
dalam aspek kemampuan berfikir logis berturut-turut pada kemampuan berfikir
deduktif (aspek silogisma dan aspek kondisional) dan kemampuan berfikir
induktif (aspek generalisasi dan aspek analogi).
Rendahnya hasil belajar di atas merupakan hal yang wajar jika dikaitkan
dengan proses pembelajaran di kelas selama ini menggunakan metode kuliah,
dimana guru sekadar menyampaikan informasi dan siswa sekadar mendengar serta
menyalin. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Pada akhir
pembelajaran guru menjelaskan cara mengerjakan contoh soal dilanjutkan dengan
memberi soal latihan untuk dikerjakan kemudian guru memberikan penilaian.
Soal latihan umumnya bersipat rutin dan kurang melatih daya nalar. Siswa
menjadi robot yang harus mengikuti aturan dan prosedur dalam kegiatan
pembelajaran yang mekanistik. Rendahnya pemahaman konsep matematika
menyebabkan siswa tidak dapat menggunakannya ketika diberi permasalahan
yang agak kompleks.
Menyikapi permasalahan di atas Cooney menyarankan reformasi
pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghapal) ke belajar
pemahaman yang berlandaskan pada konsep knowing mathematics is doing
mathematics. Pembelajaran lebih menekankan kepada doing atau proses
dibanding knowing that. Perubahan di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih
memfokuskan pada proses yang menggiatkan siswa untuk menemukan kembali
(reinventing) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan
aplikasi.
Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa
diperlukan pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang disesuaikan dengan
tingkat kognitif siswa, serta menggunakan metode evaluasi yang terintegrasi pada
proses pembelajaran, tidak hanya tes pada akhir pembelajaran, formatif atau
sumatif. Matematika merupakan kegiatan manusia, oleh karenanya salah satu
alternatif yang sesuai dengan tuntutan perubahan adalah diterapkannya
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang lebih menekankan aktivitas siswa
untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang
diperlukan.
Ruseffendi (2001) menyatakan bahwa membudayakan berfikir logis atau
kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses pembelajaran dapat
dilakukan dengan Pendekatan Matematika Realistik. PMR secara garis besar
memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)
menggunakan model, (3) kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses
pembelajaran dan (5) menerapkan berbagai teori pembelajaran yang relevan,
saling terkait dan terintegrasi dengan topik.
Menurut Sabandar (2001), kontekstual memainkan peranan utama dalam
semua aspek pendidikan, yaitu dalam pembentukan konsep, pembentukan model,
aplikasi dan dalam mempraktekkan keterampilan. Dalam pelaksanaan di kelas,
konteks digunakan sejak awal dan terus menerus untuk membangun pemahaman
siswa melalui learning trajectory dalam suatu proses pembelajaran.
Proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan
model. Pemodelan berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan
matematika tidak formal dan metematika formal dari siswa. Siswa
mengembangkan model tersebut dengan model-model matematika (formal dan
tidak formal) yang telah diketahuinya dengan menyelesaikan soal kontekstual dari
situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan model dari
bentuk informal kemudian menemukan model dalam bentuk formal. Akhirnya
siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk matematika yang standar.
Terciptanya keragaman pemodelan dari masalah kontekstual sangat
penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan
bagian-bagian dari masalah kontekstual melalui penskemaan, perumusan dan
visualisasi sekaligus sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan.
Menurut Ruseffendi (1979) ada tiga macam model yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, yaitu: model kongkrit, model diagram dan model abstrak
atau symbol.
D. Pergeseran Konsep Pembelajaran
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SMP membawa
konsekuensi dalam bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model
pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based
program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based
program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses
pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan
kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan
kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran
yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal
ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada
pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal
demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar
mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks
pembelajaran menuntut perubahan, antara lain: (a) peranan guru sebagai penyebar
informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing,
penasehat, dan pendorong; (b) peserta didik adalah individu-individu yang
kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu
yang berbeda pula; (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada belajar
daripada mengajar (Laster, 1985).
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan
pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) Cara pandang guru terhadap
siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa
sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapat
berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks
pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan (b) Guru
diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan
masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat.
Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang
sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada
akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai
tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian
dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.
1. Prinsip Pembelajaran Kompetensi
Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai keefektifan
dan efisiensi pengelolaan pembelajaran di SMP, antara lain:
a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya siswa
menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak
sama perlu diperhatikan.
b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan
pembelajaran dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran
yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu
tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.
c. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki
peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual.
d. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu
pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah.
Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu
kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.
e. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil
pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di
masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
f. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui
pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan
belajar tertentu.
g. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan.
2. Belajar aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.
Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan
tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by
doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar
dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang
menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa perlu
terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan hal-
hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam
suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan
sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru
dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk
menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan, serta pengalaman. Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas
belajar dan potensi yang dimilikinya.
Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar
secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang
dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai
pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki
kemampuan:
a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya
secara optimal dalam proses pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru.
c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang
diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di
masyarakat.
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata
pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam
masyarakat.
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku siswa secara bertahap dan utuh.
f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan
belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya
yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan
untuk membina profesionalisme guru.
3. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh
keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta
merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran
dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor (Reiser Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif:
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt
o Kompleks bukan sederhana
o Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b. Kriteria Pembelajaran Efektif:
o Kecermatan penguasaan
o Kecepatan unjuk kerja
o Tingkat alih belajar
o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)
4. Perencanaan Pembelajaran
Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan
Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara
implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan
pada kondisi pembelajaran yang ada.
Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan
pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan
siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan
sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana
membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan
demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi
pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan
bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar
dapat berfungsi secara optimal.
Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pembelajaran diselenggarakan dengan
pengalaman nyata dan lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan
untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar
untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan
nyata) secara maksimal.
b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan
dengan karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai
mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan
rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
c. Menyediakan media dan sumber belajar yang
dibutuhkan. Ketersediaan media dan sumber belajar yang
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh
guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar
siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan
secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman
belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar
sepanjang hayat (life long contiuning education).
E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal,
harus dikonstruksikan pengetahuan dalam benak siswa.
Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan
sendiri, bukan dari apa kata guru.
1. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional
Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran
konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam
tabel berikut.
Tabel 2.1
Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual
Menyandarkan pada
hafalan.
Menyandarkan pada
memori spasial.
Pemilihan informasi
ditentukan oleh guru.
Pemilihan informasi
berdasarkan kebutuhan individu
siswa.
Cenderung terfokus pada
satu bidang tertentu.
Cenderung
mengintegrasikan beberapa
bidang.
Memberikan tumpukan
informasi kepada siswa sampai
pada saatnya diperlukan.
Selalu mengkaitkan
informasi dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa.
Penilaian hasil belajar
hanya melalui kegiatan
akademik berupa ujian ulangan.
Menerapkan penilaian
auntentik melalui penerapan
praktis dalam pemecahan
masalah.
2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika
menerapkan komponennya, dalam pembelajaran Pendekatan kontekstual
memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment).
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas dan tidak sekonyong-
konyong. (Bukan seperangkat fakta, konsep, kaidah untuk diingat).
b. Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan + ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri
melalui: observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan
penyimpulan.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, menimbang
dan menilai kemampuan berfikir siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama, melalui:
1) Pembentukan kelompok kecil.
2) Pembentukan kelompok besar.
3) Mendatangkan ahli ke kelas.
4) Bekerja dengan kelas sederajat.
5) Kerja kelompok dengan kelas di atasnya.
6) Bekerja dengan masyarakat.
e. Pemodelan (Modelling)
Pembelajaran atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru, misalnya cara melempar bola, contoh karya tulis, cara
menghafalkan bahasa Inggris, guru memberi contoh mengerjakan sesuatu,
cara memerlukan kata kunci dalam bacaan. Artinya ada model yang ditiru
dan diambil siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.
Guru bukan satu-satunya model.
f. Refleksi (Refection)
Cara berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di
masa lalu.
g. Penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment)
3. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis
besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
4. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual
siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan
pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental siswa (developmentally appropriate).
b. Membentuk group belajar yang saling ketergantungan
(interdependent learning group).
c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
(self regulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran
berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa (multiple intelligences),
Pendekatan penelitian naturalistik, yang berupaya mencari pengetahuan
dengan cara menggali pengetahuan baru dari kompleksitas suatu tatanan
komunitas ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
keamanan, dsb.
Pendekatan penelitian tindakan atau action research, yang merupakan
pendekatan penelitian untuk menggunakan/memanfaatkan pengetahuan
dalam dunia nyata.
Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu pendekatan
yang digunakan dalam penelitian untuk memahami realita. Penelitian tindakan
berpijak pada pendekatan yang yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian
tindakan relatif baru, ia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan
penelitian konvensional yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.
Pendekatan penelitian tindakan ini mulai banyak digunakan dalam
berbagai profesi, termasuk dalam profesi pendidikan. Penelitian pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. Dalam melakukan penelitian pendidikan terhadap praktek
pembelajaran di persekolahan, dapat digunakan berbagai pendekatan dan model
penelitian. Salah satu model penelitian yang tepat untuk meneliti dan sekaligus
memperbaiki pembelajaran di sekolah adalah model penelitian tindakan kelas
(classroom action research).
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
D. Hopkins (1993:44) memberikan definisi tentang action research
sebagai berikut:
… a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out.
Secara singkat penelitian tindakan menurut Hopkins dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk pengkajian yang bersifat reflektif oleh
pelaku tindakan (partisipan), dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan)
dalam upaya untuk meningkatkan kemantapan rasional dan keadilan dari: (a)
praktek sosial atau pendidikan mereka, (b) pemahaman mereka terhadap
praktek tersebut, dan (c) memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan.
Stringer (1996:15) mengemukakan definisi tentang action research
sebagai berikut:
… is a collaborative approach to inquiry or investigation that provides people with the means to take systematic action to resolve specific problems. This approach to research favors consensual and participatory procedures that enable people (a) to investigate systematically their problems and issues, (b) to formulate powerful and sophisticated accounts of their situations, and (c) to devise plans to deal with the problems at hand.
Jadi menurut Stringer penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan
kerja sama (kolaboratif) dalam penelitian atau pengkajian yang menyediakan
sarana bagi seseorang untuk melakukan tindakan sistematis dalam
memecahkan masalah-masalah khusus. Pendekatan penelitian ini lebih
menyenangi prosedur kesepakatan dan partisipatif yang memungkinkan orang
untuk (a) meneliti masalah-masalah mereka secara sistematis, (b) merumuskan
catatan situasi mereka secara berkekuatan dan canggih, dan (c)
mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang dekat
tersebut.
Dengan melihat definisi di atas, maka penelitian tindakan bukan
sekedar kegiatan meneliti untuk meneliti, atau sekedar menemukan
pengetahuan baru, melainkan lebih diarahkan pada tindakan praktis, yakni
untuk menentukan suatu tindakan guna memecahkan masalah tertentu.
Penelitian tindakan ini membantu seseorang menemukan masalahnya secara
sistematis sampai kemudian membuat perencanaan untuk mengatasi masalah
tersebut. Penelitian tindakan dapat diterapkan oleh para praktisi di berbagai
bidang seperti praktisi pendidikan, kesehatan, pekerja sosial, pengembang
ekonomi, pembangunan organisasi, dan sebagainya.
Grundy dan Kemmis (Zuber-Skerritt, 1996:5) menyatakan:
Action research is research into practice, by practitioners, for practitioners…In action research, all actors involved in the research process are equal participants, and must be involved in every stage of the research…The kind of involvement required is collaborative involvement. It requires a special kind of communication…which has bee described as ‘symmetrical communication’…which allows all participants to be partners of communication on equal terms…Collaborative participation in theoretical, practical and political discourse is thus a hallmark of action research and the action researcher.
Dalam pandangan ini penelitian tindakan ditekankan sebagai sebuah
kegiatan penelitian untuk keperluan praktis (terapan) yang dapat dilakukan
oleh para praktisi dan untuk para praktisi. Dalam penelitian tindakan, semua
aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses penelitian adalah partisipan yang
sederajat, karakteristik utamanya adalah adanya keterlibatan secara kolaboratif
atau kerjasama antara yang meneliti dengan yang diteliti.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan (action research) adalah penelitian yang berkaitan
dengan manusia; dengan kata lain, penelitian yang meneliti manusia. Menurut
Guba (Stringer, 1996:ix) suatu penelitian yang meneliti manusia perlu
memenuhi tiga karakteristik, yaitu: desentralisasi, deregulasi, dan kerjasama
dalam pelaksanaannya.
Desentralisasi diartikan sebagai suatu perpindahan dari upaya untuk
menemukan “kebenaran” yang tergeneralisasi ke arah suatu penekanan pada
konteks lokal. Desentralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
antara hukum-hukum yang umum dengan aplikasi yang khusus. Dengan
pengetahuan yang mendalam tentang konteks lokal, seseorang diharapkan
dapat menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah local. Oleh karena
itu penelitian didesentralisasi pada konteks lokal.
Deregulasi merupakan langkah penelitian yang mencoba lepas dari
Dalam setiap siklus, siswa menunjukkan partisipasinya secara
sungguh-sungguh. Dengan keterlibatan siswa tersebut materi pelajaran tidak
disampaikan dalam bentuk sebuah produk tetapi disajikan sebagai proses.
Pembelajaran kontekstual telah menghadirkan hal-hal yang baru bahkan di
luar dugaan, seperti contoh benda-benda yang memiliki bangun ruang balok,
kubus, limas dan prisma demikian beragam. Kreativitas siswa dalam
menyelesaikan masalah telah mendorong guru dan siswa secara bersama-
sama mengeksplorasinya. Contoh yang ditemukan dan disajikan siswa lebih
real. sehingga guru mengurungkan pemanfaatan media buatan yang telah
disiapkan.
Sebagaimana diuarai di atas, bahwa ilmu sebaiknya disajikan sebagai
proses bukan diberikan sebagai produk. Oleh sebab itu penyikapan terhadap
siswa juga seyogianya berubah. Siswa adalah individu yang sejak lahir diberi
kekayaan dalaman yang harus dikembangkan.
Dulu ada anggapan bahwa bahwa siswa adalah kertas kosong yang
harus diisi oleh guru. Pandangan “Deficit hypothetics” tersebut sekarang
bergeser kepada anggapan bahwa setiap siswa punya kompeten dan talenta
yang berbeda “Variability concept”
3 Sikap dan pandangan siswa terhadap pembelajaran
Ketika materi pelajaran masih pada tataran rumus-rumus baku
matematika, siswa nampak serius tetapi kurang bergairah. Dalam
mengerjakan tes dengan sketsa bangun ruang masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan. Setelah kepada siswa ditunjukkan benda-benda
berbentuk kubus, balok prisma dan limas siswa mulai meningkat aktivitas dan
gairah belajarnya. Gairah tersebut semakin tinggi manakala siswa diminta
mengukur dan menghitung benda-benda secara nyata.
Secara umum siswa memandang proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Suasana pembelajaran: Ceria, menyenangkan, tidak membosankan dan
dinamis.
b. Sikap dan perilaku siswa: Apa adanya, mau berperan serta dan
melakukan tugas baik masing-masing maupun berkelompok.
c. Materi pelajaran: Sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Rumit tetapi
bisa diikuti.
d. Tingkat kesulitan tes: Tes sangat rumit, tetapi karena memahami
caranya maka tes tersebut dapat diselesaikan.
e. Penampilan guru, demokratis tetapi terkesan tidak tegas.
Berikut ini disajikan tabel mengenai sikap dan pandangan siswa
mengenai proses pembelajaran
Tabel 4. 18
Sikap siswa terhadap pembelajaran
Pernyataan Sl S Sk Sp TS
Siswa terlibat dalam pembelajaran
22 24 1 1 0
Siswa menyimak penjelasan dari guru
14 28 4 2 0
Siswa menyimak pendapat dari teman sesama siswa
11 26 7 2 2
Siswa menanggapi penjelasan guru
10 20 4 6 8
Siswa menyimak penjelasan atau pendapat teman sesama kelompok
18 23 3 2 2
Siswa menyimak penjelasan atau pendapat teman dari kelompok lain
12 17 11 5 3
Siswa memberikan tanggapan atas pernyataan sesama siswa
9 12 11 11 5
Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan sesama siswa
10 16 12 6 4
Siswa menyampaikan laporan kesimpulan diskusi kelompok di hadapan seluruh siswa
3 17 17 8 3
Siswa berbagi tugas dalam kerja kelompok
32 15 1
Siswa terlibat dalam kerja kelompok
28 15 5
Siswa berkompetisi dengan kelompok lain
31 14 3
Siswa berkompetisi dengan sesama anggota kelompok
16 14 12 4 2
Guru memimpin pembelajaran dengan otoriter
6 4 11 13 14
Guru membangun suasana pembelajaran dengan tegas
5 4 18 11 10
Siswa minta bantuan teman untuk menjelaskan soal
8 15 10 8 7
Siswa minta bantuan teman mengenai rumus untuk menyelesaikan soal
2 9 15 14 8
Siswa minta bantuan teman untuk mengerjakan soal
2 12 12 22
Sl= Selalu, Sr= Sering, Sk= Sekali-kali, Sp= Sempat, TS tidak sempat
Tabel 4. 19
Pandangan siswa mengenai pembelajaran
Pernyataan SS S TS STS
Proses belajar ceria 16 29 3 4
Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku 17 27 2 2
Siswa merasa bebas untuk berekspresi selama mengikuti proses pembelajaran
15 28 3 2
Proses pembelajaran memberi kesempatan siswa untuk berperan serta secara aktif
18 25 2 3
Proses pembelajaran mendorong siswa melakukan kegiatan
18 24 4 2
Siswa merasa tertekan dalam mengikuti pembelajaran
3 27 18
Materi pelajaran membosankan 3 24 21
Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan sehari-hari
16 25 3 2
Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari
21 23 3 1
Tugas yang diberikan kepada siswa terasa berat
3 4 26 15
Tugas yang diberikan kepada siswa rumit 29 13 4 2
Tugas yang diberikan kepada siswa dapat dilaksanakan
28 15 2 3
Soal yang diberikan kepada siswa sulit 2 3 29 14
Soal yang diberikan kepada siswa rumit 29 15 2 2
Soal yang diberikan kepada siswa dapat diselesaikan
29 13 3 3
SS sangat setuju, S setuju TS tidak setuju STS sangat tidak setuju
4 Tanggapan guru terhadap pembelajaran
a. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit
Adanya anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran
yang sulit telah menyebabkan guru matematika menghadapi kesulitan
tambahan. Kesulitan pertama adalah membimbing siswa menggiati
pembelajaran secara sungguh-sungguh. Kesulitan berikutnya
membuktikan bahwa pelajaran matematika tidaklah sulit, atau menguatkan
rasa percaya diri dan keberanian siswa untuk menghadapi kesulitan. Siapa
yang dapat belajar matematika maka ia dapat belajar apapun dengan lebih
siap.
Membuktikan bahwa matematika tidak sulit, tidak dapat
diceramahkan. Demikian juga menunjukkan bahwa mengapa matematika
sulit, karena matematika adalah modal untuk menjalani kehidupan sehari-
hari. Mari kita tanya setiap orang, siapa yang mengatakan bahwa hidup
pada saat ini tidak sulit? Oleh karena itu, hadapi matematika, maka kita
akan siap menghadapi kehidupan.
Dengan mengajak siswa mengenal penerapan matematika dalam
kehidupan sehari-hari secara bertahap, siswa menjadi tersadarkan bahwa
matematika tidak sesulit yang dibayangkan. Lebih dari itu matematika
sangat bermanfaat untuk menghadapi hidup, kehidupan dan penghidupan
yang semakin sulit. Apa komentar siswa setelah bersama-sama menggiati
pembelajaran matematiuka? Bahwa matematika itu rumit, memang
senyatanya. Tapi matematika sulit? Siapa takut
b. Menghargai potensi meningkatkan kompetensi
Pada bagian awal batang-tubuh Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, yaitu BAB I Pasal 1 ayat 1)
ditegaskah bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jadi yang paling penting dalam mencampai keberhasilan
pendidikan adalah menciptakan suasana belajar dan mendorong peserta
didik giat mengembangkan potensi dirinya. Agar peserta didik mau
mengembangkan potensinya maka peserta didik harus disadarkan bahwa
dirinya punya potensi dan dapat meningkatkan kompetensi sehingga siap
berkompetisi. Cara yang paling sederhana menyadarkan potensi peserta
didik adalah dengan menghargai potensi tersbut. Adapun cara menghargai
adalah mendorong peserta didik menunjukkan potensi dengan melakukan
aktivitas penyelesaian masalah mulai dari tingkat yang paling sederhana
hingga yang paling rumit.
Pembelajaran yang akatif adalah pembelajaran yang mendorong
siswa berpartisipasi. Balasan atas partisipasi yang paling efektif dan
efisien adalah apresiasi (penghargaan). Pengalaman penelitian selama
beberapa bulan telah menguatkan keyakinan, bahwa semua siswa punya
potensi yang siap berkembang. Tinggal bagaimana pendidik memahami
potensi tersebut agar dapat mendukung proses perkembangan secara tepat.
c. Mendorong kemauan menyelesaikan masalah
Hidup adalah rangkaian kesulitan dan kemudahan, barang siapa
menghadapi kesulitan ada celah-celah kemudahan di dalamnya (innamaal
‘usyri yusyro). Seamakin sering menghadapi masalah atau kesulitan
semakin terlatih menemukan kemudahan atau jalan keluar. Sebaliknya
barang siapa selalu menghindar dari masalah atau kesulitan, maka semakin
jauh dari ranah kemudahan.
Siswa SMP Kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka telah
membuktikan, bahwa sebenarnya kesulitan itu kerumitan yang belum
terurai. Begitu kita mengurainya maka kesulitan itu jadi mengasyikan.
Siswa tersebut menyadari bahwa rumus-rumus matematika bukan sekadar
teori-teori yang abstrak, tetapi panduan untuk menjalani kehidupan
keseharian.
Mungkin rumitnya memahami luas selimut limas dan volumenya
akan berbuah kesuiloitan bila yang dipikirkan melulu yang abstrak-
abstrak. Tetapi dengan menyentuhkan langsung teori ke dalam kancah
keseharian, matematika menjadi sesuatu yang diperlukan dan kita harus
memerlukan untuk itu.
d. Lingkungan keseharian sebagai sumber belajar
Mengajar hanya dapat dilakukan bila ada yang diajari, tetapi
belajar dapat dilakukan dengan atau tanpa didampingi pengajar. Belajar
dapat dilakukan di mana saja dan dari berbagai sumber. Lingkungan dan
keseharian adalah sumber belajar yang selalu terbarui (updatable) oleh
karenanya tidak akan pernah habis dan kadaluwarsa. Menjadikan
lingkungan dan keseharian sebagai sumber bel;ajar adalah upaya efektif
dan efisien bagi peningkatan mutu pendidikan, peserta didik dan tentu
saja pendidiknya. Belajar matematika dengan media yang bersumber dari
lingkungan keseharian terbukti lebih cepat difahami, bukan saja beragam
tetapi sangat mudah untuk menyentuh dan mengukurnya.
e. Strategi dan metodologi pembelajaran
Apa bila diberi ruang dan peluang, peranserta siswa dalam
pembelajaran akan membangkitkan potensi dan mengembangkannya
secara sertamerta. Apapun namanya, strategi dan metodologi
pembelajaran yang akrab dengan konteks keseharian akan mendorong
siswa dan guru untuk meningkatkan kemampuannya.
f. Kelas sebagai laboratorium pembelajaran
Belajar dapat dilakukan di mana saja, tetapi dalam konteks
pendidikan persekolahan, kelas menjadi sentra proses pembelajaran. Kita
mengenal apa yang disebut Pusat Laboratorium Forensik; Laboratorium
Biologi, Laboratorium pertanian bahkan Laboratorium Politik.
Pembelajaran sebagai elemen terpenting pendidikan juga memiliki
laboratorium, yaitu kelas.
Sebagai laboratorium pembelajaran maka kelas menjadi tempat
yang layak untuk melakukan percepatan (akselerasi) pembelajaran;
mengembangkan rekayasa teknik dan media fisik pembelajaran dan
dalam konteks saat ini adalah penelitian. Tidak aka nada akselerasi tanpa
inovasi dan tidak aka nada inopasi tanpa penelitian. Oleh sebab itu,
mengakselerasi pembelajaran harus disertai dengan inovasi yang
dilahirkan lewat inovasi melalui tahapan penelitian. Karena kel;as
laboratorium pembelajaran, maka penelitian tindakan kelas merupakan
usaha perubahan yang pada tempatnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa aktif mencari dan menemukan
cara untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Materi pelajaran berkaitan
sekali dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasakan langsung
manfaatnya. Media belajar dan sumber belajar yang dapat diperoleh dari
lingkungan keseharian menyebabkan siswa bergairah untuk mencari dan
menemukannya.
Kemauan siswa untuk menghadapi masalah meningkat kemampuan
melakukan pemecahan masalah. Siswa yang mau berperanserta dalam
pembelajaran matematika secara bertahap meningkat kemampuannya. Suasana
pembelajaran yang dinamis, partisipatif dan ceria menyebabkan siswa belajar
tanpa tekanan, sehingga kerumitan yang dihadapi dipandang sebagai tantangan
untuk dihadapi. Belajar berkelompok mendorong siswa lebih terbuka dan berani
untuk saling belajar dari sesama teman. Matematika memang rumit, akan tetapi
setelah dihadapi secara berkelanjutan, kerumitan tersebut menjadi tantangan yang
menggairahkan. Terkikisnya anggapan bahwa matematika sebagai pelajaran yang
sulit mendorong siswa untuk belajar dengan antusias.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
mendorong siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan melakukan pemecahan masalah matematika.
Aktivitas pembelajaran tersebut secara langsung berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar. Pada tes pertama nilai minimum 10 dan nilai tertinggi 80
dengan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran
kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, dan nilai
tertinggi 100 dengan nilai rata-rata 80,46. Adapun ketuntasan belajar dapat dilihat
dari hasil tes setiap siklus. Hasil tes siklus I/ tes prasarat, siswa yang mencapai
nilai ≥65 ada 17 orang (35,42%); pada tes siklus II 34 orang (70,83%); pada siklus
III ada 33 orang (68,75%) dan pada tes akhir, yang mencapai nilai 65 ke atas
sebanyak 37 siswa (77,08%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
melakukan pemecahan masalah matematika.
B. SARAN
Saran acap terkesan sebagai nasihat, oleh karena itu penulis sekadar
menyampaikan ajakan dan himbauan. Berangkat dari kesimpulan dan selaras
dengan tuntutan-undang-undang, maka penulis mengajak untuk mengelola elemen
terpenting, yaitu pembelajaran. Bagi orang yang menghargai pembelajaran,
belajar dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Penghargaan akan muncul
apabila ada suasana nyaman dalam proses pembelajaran.
Siswa adalah subyek yang menentukan berhasil tidaknya pembelajaran.
Oleh karena itu keperansertaan siswa sangat penting. Belajar dengan aktif dan
partisipatif di sekolah akan menambah bekal dalam mengembangkan potensi
kreatif di luar sekolah. Demikian juga pengembangan kreativitas di dalam
pergaulan dan lembaga pendidikan selain sekolah akan mengakselerasi
peningkatan kompetensi belajar.
Kepada para siswa, tanamkan itikad untuk beribadah. Beribadah
memerlukan ilmu dan ilmu dapat diperoleh secara formal di sekolah atau melalui
pengalaman terstruktur dalam pergaulan yang baik. Secara paralel menuntut ilmu
atau belajar merupakan ibadah. Belajarlah dari lingkungan dan teman-temanmu.
Guru hanya salah satu sumber belajar dan sekolah hanya salah satu tempat belajar.
Alam adalah sumber dan tempat belajar yang sangat kaya dan luas.
Kepada rekan-rekan pendidik dan tenaga kependidikan, yang paling
penting untuk ditingkatkan adalah kemampuan guru membangun suasana
pembelajaran yang ceria dan penuh keperansertaan. Tugas kita bukan sekadar
berbicara dengan baik dan bermakna, tetapi juga dimengerti oleh siswa. Yang
paling penting bukan materi apa yang telah disampaikan oleh guru, tetapi materi
apa yang telah difahami oleh siswa.
Agar siswa memahami apa yang kita sampaikan maka siswa harus
berkenan menyimaknya. Jadi berbicara yang baik adalah berbicara yang menarik
siswa untuk menyimak. Lebih dari itu, seorang guru bukan sekadar berbicara
kepada siswa tetapi juga mendorong siswa mau berbicara kepada gurunya. Pada
saat yang sama guru mau mendengarkan dengan empatik. Untuk membangun
suasana seperti itu, maka dibutuhkan kesiapan kita sebagai pendidik. Kesiapan
tersebut adalah berpikir posistif tentang siswa, mendorongnya berkembang dan
memberi kesempatan untuk berperanserta kemudian menunjukkan respect yang
tulus.
DAFTAR PUTAKA
Audiblox (2006). Logical Thinking: Helping Children to Become Smarter. [Online]. Tersedia: http://www.audilblox.com/math problems. html[06 Februari2006]
Badrudin, Ahmad. 2007. Pendidikan Alternatif Qoryah Thoyibah. Yogyakarta, LKiS, 270 halaman
Craig, Ribert L., (Ed) 1996. The ASTD Training and Delopment Handbook, New York, McGraw Hill & American Society for Training and Development 1071 halaman
Dania, Dadan. 2006 Membangun Dinamika Kelas melalui Pembelajaran Berbasis Keperansertaan Siswa, Kompilasi Materi Pelatihan Bagi Guru SMP & SMA Bina Muda Cicalengka, di LEC Cicalengka tahun 2006
Dania, Dadan. 2002. Kumpulan Modul, Pelatihan Pemandu Pesantren Liburan Bagi Guru. KB PII & Kandep DIKBUD Kota Bandung
Dania, Dadan & Nia Kurnia Solihat (et. al.) 1997. Pembelajaran Hadap Masalah dalam Mata Pelajaran Sejarah SLTP, Buku Pedoman Guru, Bandung, PT Mizan 78 halaman
Dahar, Ratna Willis, 1996. Teori-teori Belajar. Bandung, Penerbit Erlangga
Depdikbud 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Jakarta.
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning Unleashing the Genius in You, terjemah Alawiyah Abdurrahman. Bandung. KAIFA, 356 halaman
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences: The Trheory in Practice, New York, Basic Books
Goldman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta, Gramedia, 386 halaman
Harefa, Andreas. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta, KOMPAS-GRAMEDIA
Hudiono, Bambang Peran Pembeajaran Diskursus terhadap Pembangunan Daya Representasi. Bandung Mimbar Pendidikan vol.XXXII No. 4 Tahun 2008 hal. 16
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : A Sage Publications Company.
Laster, Lan. 1985. The School of the future: some teachers view on education in the year 2000. UK.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics Reston, VA:NCTM.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Reigeluth, C.M. 1983. Instruction design theories and models, an overview of their current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Resnick, L.B., & Ford, W.W. (1981). The psychology of mathematics for instruction. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Ruseffendi, E.T. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap Kritis dan Kreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan pada Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Saha, M. Ishom El. 2008, The Power of Santri’s Civilization: Melejitkan Daya Tawar Pesantren. Jakarta, Pustaka Mutiara, 276 halaman
Saragih, Sahaat Pengaruh pendekataan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Berfikir Logis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung vol. XXXII No. 1 2008 hal. 4
Senge, Peter M. 1994. The Leader’s New Work: Building Learning Organization & Managing, New York. McGraw Hill, 482 halaman
Shepard, Peter. 2001. Multiple Intelligence. Jakarta. Rajawali. 336 halaman
Sudjana, Nana. 1992. Metoda Statistik. Bandung, Penerbit Tarsito
Sugiono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Penerbit ALFABETA, 390 halaman
Suharsimi, Arikunto. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta, PT Bina Aksara
Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta
Sukmadinata, Syaodih.Nana, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung. Kesuma Karya 311 Halaman
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Wahyudin, dan Sudrajat, 2003. Ensiklopedi Matematika untuk SLTP. Jakarta. CV Tarity Samudra Berlian. 298 halaman
Yunus, Firdaus M. 2005, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta, Logung Pustaka
Zohar, Danah dan Marshal, Ian. 2002, SQ: Spiritual Intelligence, Terjemah Rahmani Astuti dkk. Bandung, PT Mizan
c. Luas dinding persegi panjang = 0,7 X 0,6 = 0,42 m2
d. Luas alas miring = 0,7 X 1 = 0,70 m2
e. Luas kebutuhan papan = 1,60 m2
Harga papan terpasang per m2 = Rp. 50.000,-
Harga tanjakan = 1,60 m2 X Rp. 50.000,- = Rp. 80.000,-
Penyelesaian Soal nomor 4
a. Benteng
Panjang alas benteng & pilar = 5 mPanjang alas benteng = 5 – 0,3 m = 4,7 mTinggi benteng = 2,50 mLebar benteng = 0,16 m Tinggi penutup benteng (prisma) = 0,06 m
Hypotenusa
= 0,10 m
Luas segitiga prisma = ½ X 0,16 X 0,06 = 0,0048 m2
Permukaan Benteng
Luas permukaan yang menempel = 2 X (2,5 X 0,16) = 0,80 m2
Luas Permukaan Benteng = 4,7 X 2,50 m = 11,75 m2
Permukaan Prisma = 4,7 X 0,1 = 0, 47 m2
Luas yang harus dicat = 2 X (11,75 + 0,47) = 24,44 m2
b. Pilar
Panjang sisi alas pilar = 0,3 mTinggi pilar = 2,5 + 0,1 = 2,6 mTinggi penutup pilar (limas) = 0,2 m
Hypotenusa
Permukaan Pilar
Luas Permukaan Pilar = 4 X (0,3 X 2,60 m) = 3,12 m2
Luas permukaan yang menempel = 0,80 + (2 X 0,0048) = 0,896 m2
Permukaan terbuka = 3,12 – 0,896 = 2,224 m2
Luas selimut limas = 4 X ½ X 0,3 X 0,25 = 0,150 m2
Luas yang harus dicat = 2,224 + 0,15 = 2,374 m2
Harga cat per m2 = Rp 20.000,-Biaya pengecatan = Rp. 20.000,- X (24,44 + 2, 374) =
= Rp. 20.000,- X 26,814 = Rp. 536.280,-
SILABUS
SEKOLAH : SMPN 1 Cicalengka
Kelas / Semester : VIII / 2
Mata Pelajaran : Matematika
Standar kompetensi : GEOMETRI DAN PENGUKURAN
5. Memahami sifat-sifat kubus , balok, prisma dan limas dan bagian – bagiannya, serta menentukan ukurannya
Kompetensi Dasar
Materi Pokok/Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu
Sumber BelajarTehnik Bentuk
InstrumenContoh Instrumen
5.3. Menghitung luas permukaan dan volume kubus bal0k, prisma dan limas
Kubus, balok, prisma tegak dan limas
Mencari rumus luas permukaan kubus, balok, prisma tegak dan limas
Menemukan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma tegak dan limas
KuisTes lisanPenugasanTes tulis
Uraian 1. Sebutkan rumus luas permukaan kubus jika rusuknya x cm
2. Sebutkan rumus luas prisma yanga alasnya segitiga siku-siku yang sisi siku-sikunya a cm ,b cm dan tinggi prisma t cm
2x40 mnt Buku teks, model bangun ruang dan datar; Handout, Lingkung-an sekolah
Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan
Menghitung luas permukaan kubus,
KuisTes
Uraian Suatu prisma tegak beralas segitiga samasisi
2 x 40 mnt
kubus, bslok, prisma tegak dan limas
Blok, prisma dan limas
lisanPenugasanTes tulis
mempunyai panjang rusuk 6 cm dan tinggi 8 cm. hitung luas permukaan prisma
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SMP N 1 Cicalengka
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : VIII /2
Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,
Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan
Ukurannya
Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,
kubus, prisma dan limas
Indikator : Menghitung luas permukaan Balok, dan kubus
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
1. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar balok dan
kubus
2. Materi Pembelajaran
Luas permukaan kubus dan balok
3. Metoda / Tehnik
Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan
4. Langkah – langkah Kegiatan
a. Kegiatan Pendahuluan
Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: Persegi
panjang dan persegi
Motivasi, Bangun ruang Balok dan Kubus merupakan bentuk yang paling
banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang dan
bangunan. Apabila materi ini di kuasai, banyak manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari
b. Kegiatan Inti
1) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran
tanah berbentuk bangun datar segitiga dan persegi panjang
2) Siswa melakukan brainstorming mengenai pengerjaan kuis
3) Siswa menyimak uraian guru mengenai balok dan kubus
4) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan
maupun pernyataan
5) Siswa mengeluarkan alat-alat, dus kemasan dan benda lainnya yang
dibawa dari rumah, kemudian memisahkan yang berbentuk balok dan
kubus masing-masing satu buah
6) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi balok dan kubus di atas
kemudian menghitung luas permukaan balok dan kubus tersebut
7) Siswa secara berkelompok melakukan pengukuran dan penghitungan
ukuran ruang dan barang di tempat yang berbeda
8) Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi
c. Kegiatan penutup
1) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang
telah dilakukan
2) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai
persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya
3) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan
salam
5. Sumber Belajar
a. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar
b. Handout materi mengenai balok dan kubus
c. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah
6. Media Belajar
a. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem
dan alat tulis.
b. Barang berbentuk Balok dan Kubus, Dus kemasan yang berbentuk balok
dan kubus, Gambar peraga Balok dan Kubus ukuran Plano
7. Penilaian
a. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok.
b. Bentuk : esay terstruktur
c. Instrumen :
1) Kuis
2) Tugas perorangan & Tugas Kelompok
3) Lembar pengamatan dinamika kelompok
(terlampir)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SMP N 1 Cicalengka
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : VIII /2
Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,
Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan
Ukurannya
Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,
kubus, prisma dan limas
Indikator : Menghitung luas permukaan Limas dan Prisma
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
8. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar limas dan
prisma
9. Materi Pembelajaran
Luas permukaan limas dan prisma
10. Metoda / Tehnik
Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan
11. Langkah – langkah Kegiatan
d. Kegiatan Pendahuluan
Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: segitiga
dan teorema Pitagoras
Motivasi, Bangun ruang Limas dan Prisma merupakan bentuk yang
paling banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang
dan bangunan, terutama benda-benda aksesoris. Apabila materi
ini di kuasai, banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
e. Kegiatan Inti
9) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran
dan penghitungan bangun datar segitiga dan persegi panjang
10) Siswa menyimak uraian guru mengenai Limas dan Prisma
11) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan
maupun pernyataan
12) Siswa secara berkelompok mencari benda berbentuk limas dan prisma
yang ada di sekitar sekolah. Jika dapat dibawa maka dibawa ke kelas,
jika tidak dapat dibawa maka dibuat gambaran dan ukurannya
13) Perwakilan kelompok menyampaikan laporan dan tanggapan
mengenai proses pencarian benda berbentuk Limas dan Prisma
14) Siswa mengumpulkan barang-barang hasil pencariannya, kemudian
memisahkan yang berbentuk Limas dan Prisma masing-masing satu
buah
15) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi Limas dan Prisma di atas
kemudian menghitung luas permukaan Limas dan Prisma tersebut
16) Siswa melakukan brainstorming mengenai tugas pencarian,
pengukuran serta penghitungan Limas dan Prisma
17) Siswa mengerjakan soal tes tulis sebanyak dua butir
f. Kegiatan penutup
4) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang
telah dilakukan
5) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai
persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya
6) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan
salam
12. Sumber Belajar
d. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar
e. Handout materi mengenai Limas dan Prisma
f. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah
13. Media Belajar
c. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem
dan alat tulis.
d. Barang berbentuk Limas dan Prisma, Dus kemasan yang berbentuk Limas
dan Prisma, Gambar peraga Limas dan Prisma ukuran Plano
14. Penilaian
d. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok, Tes tulis
e. Bentuk : esay terstruktur
f. Instrumen :
4) Kuis, Lembar tugas dan Lembar Tes tulis
5) Lembar Pengamatan dinamika kelompok dan Angket
Kuisioner 1
Petunjuk
1. Tidak perlu menyebutkan nama
2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan aktivitas
siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun ruang
3. Isikan pada kolom Sl bila selalu melakukan; Sr bila sering melakukan; Sk bila
sekali-kali melakukan; Sp bila sempat melakukan dan TS bila tidak sempat
melakukan
No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
1. Terlibat dalam pembelajaran secara aktif
2. Menyimak penjelasan guru
3. Menyimak pendapat dari teman sesama siswa
4. Menanggapi penjelasan guru
5. Menyimak penjelasan atau pendapat teman
sesama kelompok
6. Menyimak penjelasan atau pendapat teman
dari kelompok lain
7. Memberikan tanggapan atas pernyataan
sesama siswa
No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
8. Memberikan jawaban atas pertanyaan sesama
siswa
9. Menyampaikan laporan kesimpulan diskusi
kelompok di hadapan seluruh siswa
10. Berbagi tugas dalam kerja kelompok
11. Terlibat dalam kerja kelompok
12. Berkompetisi dengan kelompok lain
13. Berkompetisi dengan sesama anggota
kelompok
14. Guru memimpin pembelajaran dengan
otoriter
15. Guru membangun suasana pembelajaran
dengan tegas
16. Minta bantuan teman untuk menjelaskan soal
17. Minta bantuan teman mengenai rumus untuk
menyelesaikan soal
18. Minta bantuan teman untuk mengerjakan soal
Kuisioner 2
Petunjuk
1. Tidak perlu menyebutkan nama
2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan sikap dan
pandangan siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun
ruang
3. Isikan pada kolom SS bila sangat setuju; S bila setuju; TS bila tidak setuju dan
STS bila sangat tidak setuju dengan pernyataan yang ada pada kolom di
sebelah
No Pernyataan SS S TS STS
1. Proses belajar ceria
2. Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku
3. Siswa merasa bebas untuk berekspresi selama
mengikuti proses pembelajaran
4. Proses pembelajaran memberi kesempatan
siswa untuk berperan serta secara aktif
5. Proses pembelajaran mendorong siswa
melakukan kegiatan
6. Siswa merasa tertekan dalam mengikuti
pembelajaran
No Pernyataan SS S TS STS
7. Materi pelajaran membosankan
8. Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan
sehari-hari
9. Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari
10. Tugas yang diberikan kepada siswa terasa berat
11. Tugas yang diberikan kepada siswa rumit
12. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat
dilaksanakan
13. Soal yang diberikan kepada siswa sulit
14. Soal yang diberikan kepada siswa rumit
15. Soal yang diberikan kepada siswa dapat
diselesaikan
LEMBAR PENGAMATAN KEGIATAN SISWA
1. Pembentukan kelompok
a. Menawarkan untuk berkelompok
b. Memilih teman kelompok
c. Mengatur pembagian kelompok
d. Mengikuti kebijakan teman
2. Pembagian tugas kelompok
a. Menawarkan siapa mau jadi apa
b. Meminta teman untuk memegang tugas dalam kelompok
c. Memilih tugas untuk dirinya
d. Mengikuti kebijakan teman
3. Jabatan dalam kelompok
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Pemberi Penjelasan
d. Anggota
4. Keterlibatan dalam kelompok
a. Menawarkan siapa mau mengerjakan apa
b. Meminta pekerjaan untuk dirinya
c. Meminta teman mengerjakan soal tertentu
d. Mengikuti kebijakan kelompok
5. Keterlibatan dalam kelompok
a. Memberikan penjelasan
b. Menanyakan hal yang belum jelas
c. Mencatat apa yang disampaikan anggota kelompok
d. Memperhatikan aktivitas teman kelompok
6. Tanggung jawab kelompok
a. Melaksanakan pekerjaan sambil melayani pertanyaan anggota
kelompok
b. Melaksanakan pekerjaannya terlebih dulu baru menjawab pertanyaan
teman
c. Memberikan penjelasan dan menangguhkan pekerjaannya
d. Meminta teman menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya
7. Keterlibatan dalam diskusi
a. Menawarkan siapa yang mau menyampaikan gagasan
b. Memberikan penjelasan
c. Menyampaikan pertanyaan
d. Memperhatikan pembicaraan anggota kelompok
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : IDA RUFAIDA
2. Tempat / Tanggal lahir : Bandung, 21 Januari 1961
3. Agama : Islam
4. Alamat Rumah : Jln. Dewi Sartika No. 110 RT. 02/ RW 04
Cicalengka Kab. Bandung
5. Alamat Pekerjaan : SMP Negeri 1 Cicalengka,
Jl. Dipati Ukur 34 Cicalengka Kabupaten
Bandung. 40395
II. Pendidikan
1. SDN Cicalengka V, lulus tahun 1972
2. SMP Negeri Cicalengka, lulus tahun 1976
3. SMA Negeri Cicalengka, lulus tahun 1980
4. Diploma I Jurusan Matematika IKIP Bandung, lulus tahun 1981
5. Dip[loma III Jurusan Matematika UT, lulus tahun 1997
6. Tahun 2008 samapi sekarang (2009) melanjutkan studi S I, pada