-
TUGAS AKHIR
KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG
Oleh :
Nama Mahasiswa : Rachmad Wirawan
Nim : 140722603742
Mata Kuliah : Praktikum Geologi Dasar
Dosen Pengampu : Purwanto, S.Pd, M.Si.
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
2014
-
ACARA VI
KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengetahui letak geografis dan astronomis daerah
Tulungagung.
Dan juga mahasiswa mampu mengenali dan menganalisis berbagai
macam karakteristik
proses geologi yang berbeda di daerah Tulungagung, serta mampu
membuktikan apa saja
bentukan-bentukan yang dihasilkan oleh proses geologi melalui
pengamatan langsung di
lapangan. Dari data yang diperoleh di lapangan mahasiswa mampu
mendeskripsikan secara
tertulis maupun mempresentasikan pemanfaatan lahan oleh hasil
proses geologi.
II. DIAGRAM ALIR
2.1. Alat dan Bahan
A. Alat
Palu Geologi
Kamera
Alat tulis (Kertas dan bolpoint)
Meteran
GPS via hanphone
B. Bahan kajian
Obyek Geologi di Tulungagung
2.2. Langkah Kerja
1) Menentukan obyek penelitian
2) Mempersiapkan alat dan bahan
3) Mencatat titik koordinat lokasi obyek penelitian
-
4) Mengamati dengan cermat kenampakan geologi yang terjadi pada
obyek
penelitian
5) Menganalisis proses terbentuknya suatu obyek ditinjau dari
kondisi
geologinya
6) Menyusun laporan pengamatan
2.3.Diagram Kerja
III. HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan hasil pengamatan di Tulungagung dapat ditemukan
berbagai karakteristik
dan fenomena geologi yang beragam mulai dari proses fluvial pada
tengah sungai brantas
proses pengangkatan daerah laut yang mengakibatkan adanya
perbukitan karst, proses fluvial
pada daerah sungai pegunungan wilis, dan proses marine yang
berupa kenampakan pantai
molang
Metode pengamatan yang dilakukan adalah proses deskripsi dan
menganalisis hasil bentukan
dari proses geologi dengan menggunakan alat-alat yang sederhana
seperti palu, kamera, alat
tulis, dan GPS melalui handphone.
Menentukan Obyek
Mempersiapkan alat dan bahan
Mencatat titik koordinat obyek
Mengamati kenampakan
geologi
Menganalisi proses geologi
Menyusun laporan
-
VI.KAJIAN PUSTAKA
Kronologi Lapisan Batuan
Selain jenis-jenis batuan stratigrafi atau kronologi lapisan
batuan juga sangat penting
dalam pengkajian geologi. Berikut adalah prinsip-prinsip yang
digunakan dalam penentuan
urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Superposisi
Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat
diendapkannya sedimen, lapisan
yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada
lapisan-lapisan yang
telah mengalami pembalikan.
Gambar 2.1 Umur Relatif Batuan Sedimen
2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)
Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi
oleh gravitasi
akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi
dari pernyataan ini adalah
lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah
proses pengendapan.
Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai,
batugamping, terumbu, dll)
dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli
(Original Dip) dan disebut
Clinoform.
3. Azas Pemotongan (Cross Cutting)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah
berusia lebih muda dari
batuan yang diterobosnya.
4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity)
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan
sampai batas cekungan
sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan
bidang kesamaan waktu atau
merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan
normal suatu lapisan
-
sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba,
kecuali oleh beberapa sebab
yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu :
Gambar 2.2 Menghubungkan Batuan yang Sama
- Pembajian
Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan
sedimentasinya.
Gambar 2.3 Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan
- Perubahan Fasies
Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan
yang sama, atau perbedaan
lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari).
Gamabr 2.4 Penghilangan Lapisan Secara Lateral
- Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan
Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity dimana
urutan batuan di bawah
bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya.
Pemancungan atau
pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang
ketidakselarasan.
Gamba gambar 2.5 Pemancungan
-
- Dislokasi karena sesar
Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang menyebabkan
terjadinya sesar atau
patahan.
Gambar 2.6 Dislokasi
5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions)
Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua
asumsi dalam
evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa
berubah sepanjang waktu dan
perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan
terulang lagi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah
jumlah dari seluruh kejadian
yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah
kenampakan-kenampakan anatomis
dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang
mewakili kondisi primitif
organisme tersebut.
7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism)
Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi The
Present is The Key to The
Past , yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah
cerminan atau hasil dari
kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang
ada sekarang ini, terjadi
dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan
seragam dengan proses-proses
yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian
pegunungan-pegunungan
besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu
malapetaka yang tiba-tiba, akan
tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat
lambat.
A. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL
Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang
terjadi akibat adanya
proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun yang tidak
terkonsetrasi yang berupa
limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air tersebut maka akan
terjadi mekanisme proses
erosi, transportasi, dan sedimentasi. Proses erosi yang
disebabkan oleh aliran air diawali
dengan adanya proses pelapukan, baik pelapukan fisis, khemis
maupun organis akan
-
terpencarkan oleh tetesan air hujan, selanjutnya akan terangkut
oleh aliran permukaan dan
aliran sungai.
Pengangkutan sedimen dalam bentuk : muatan dasar, muatan
suspensi, muatan
terlarut, dan muatan yang mengapung. Pada muatan dasar sedimen
berpindah secara
bergulling (rolling), bergeser (shifting), dan melompat
(saltation), sedangkan pada muatan
suspensi sedimen bergerak secara melayang-layang pada aliran
sungai. Pada aliran yang
relatif cepat, sebagian muatan dasar dapat menjadi muatan
suspensi., sedangkan aliran lambat
sebagian muatan suspensi menjadi muatan dasar. Muatan dasar akan
mengalami sedimentasi,
jika aliran air sudah tidak mampu mengangkutnya lagi. Demikian
juga muatan suspensi, akan
menjadi muatan dasar jika kecepatan aliran, dan selanjutnya akan
mengalami sedimentasi.
Muatan yang mengapung akan terangkut terus hingga tenaga aliran
sudah tidak mampu untuk
mengangkutnya lagi. Mekanisme pengangkutan muatan sedimen
(muatan dasar, muatan
sedimentasi, dan muatan terlarut).
Aliran sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju
bagian hilir. Dalam
proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam
mengangkut sedimen (stream
competention) akan berkurang, hal tersebut ditentukan oleh:
berkurangnya debit aliran,
kemiringan dasar sungai semakin kecil, terjadi penambahan
sedimen yang terangkut, dan
aliran air sungai semakin melebar. Struktur sedimen dapat
dipengaruhi oleh aliran air,
kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang terangkut.
Struktur sedimen yang
dihasilkan dapat berupa struktur horizontal, silangsiur,
struktur delta. Permukaan sedimen
dapat berombak, dengan berbagai macam bentuk. Secara vertikal
sedimen dapat
memiliki sebaran butir, gradasi sangat baik, gradasi baik,
gradasi sedang, gradasi buruk,
dan tidak bergradasi. Secara memanjang sungai sebaran sedimen
dapat terjadi sortasi,
dengan kriteria sortasi sangat baik, baik, sedang, buruk, dan
tidak ada sortasi.
Akibat tenaga pengangkut berkurang, maka akan terjadi proses
sedimentasi.
Sedimentasi ini akan menghasilkan berbagai macam bentuk yang
mempunyai kesamaan
relief, batuan atau struktur, dan proses terbentuknya, dan
dinamakan bentukan asal proses
fluvial.
Berdasarkan kondisi relief dan topografinya maka sungai dapat
dibagi menjadi tiga
penggal yaitu sungai bagian hulu, sungai bagian tengah, dan
sungai bagian hilir. Sungai
bagian hulu merupakan sungai yang menempati daerah pegunungan
atau perbukitan dan
memiliki orde sungai rendah. Karena menempati daerah perbukitan,
maka gradient sungai
-
sangat tinggi sehingga kecepatan aliran sangat besar. Hal ini
mengakibatan daerah tersebut
didominasi oleh erosi vertikalyang menyebabkan pendalaman alur
sungai disbanding dengan
erosi lateral yang mengakibatkan pelebaran alur sungai. Karena
memiliki orde rendah, maka
debit aliran pada umumnya relatif kecil.
Sungai bagian tengah merupakan peralihan antara sungai bagian
hulu dan sungai
bagian hilir. Daerah tersebut memiliki topografi landai sampai
bergelombang. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran sungai sehingga proses
erosi vertical dan erosi
lateral terjadi secara seimbang. Sungai bagian hilir merupakan
sungai yang menempati daerah
dataran yang pada umumnya erosi lateral sangat intensif sehingga
terjadi pelebaran lembah
sungai. Pembentukan meander sering terjadi pada daerah tersebut
dan pada daerah sungai
pada kondisi tertentu akan terbentuk delta.
Pembentukkan pola sungai dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti litologi batuan,
kemiringan lereng, tenaga tektonik dan lainnya. Sungai yang ada
saat ini merupakan proses
yang terus menerus berlangsung dan akan terus berkembang. Tahap
perkembangan sungai
terbagi menjadi 5 stadia yaitu stadia awal, stadia muda, stadia
dewasa, stadia tua dan stadia
peremajaan (rejuvenation)
Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola
aliran yang teratur
seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal umumnya
berkembang di daerah
dataran pantai yang mengalami pengangkatan atau di atas
permukaan lava yang masih baru.
Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya
mengerosi ke arah vertikal. Erosi
tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf "V". Air terjun
dan aliran yang deras
mendominasi tahapan ini. Stadia dewasa dicirikan dengan mulai
adanya dataran banjir (flood
plain) kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran
sungai sudah memperlihatkan
keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral.
Stadia tua dicirikan dengan sungai
yang sudah didominasi oleh meander dan dataran banjir yang
semakin melebar. Oxbow lake
dan rawa mulai terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih
dominan dibanding erosi
vertikal. Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang
kembali didominasi oleh erosi
vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat
terjadinya pengangkatan di daerah
sungai tua sehingga sungai kembali menjadi stadia muda/awal
(rejuvenation). Peremajaan
sungai terjadi ketika tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan
oleh penurunan muka air laut
dan pengangkatan daratan. Keduanya merupakan dampak dari
terjadinya zaman es dan antar
es.
-
Pola Aliran Sungai (Valley Pattern/Drainage Pattern)
T ergantung pada:
a. Letak/kedudukan batuan dasar (bed rock) terhadap sungai.
b. Bentuk lapisan batuan.
c. Kekerasan permukaan tanah.
d. Keberadaan retakan/kekar/patahan.
e. Struktur geologi suatu daerah
Klasifikasi Pola Aliran Sungai
Menurut Lobeck (1939) dibedakan:
a. Pola Dendritis, menyerupai bentuk pohon dengan cabang dan
homogen, misal daerah
aluvial.
b. Pola Rectanguler, anak-anak sungai membentuk sudut 90
terhadap induk sungai:
pada umunya terdapat di daerah patahan/retakan yang berbatuan
kristalin
c. Pola Annular, anak-anak sungai membentuk sudut diagonal
terhadap induk sungai;
terdapat di daerah pegunungan kubah (dome) stadia dewasa.
d. Pola Radial bentuknya menjari. Dibedakan menjadi:
1). Sentrifugal, menjari menjauhi pusat, terdapat di daerah
volkan muda dan kubah muda.
2). Sentripetal, menjari menuju pusat, terdapat di suatu basin,
cekungan atau depressi bagian
terendah).
e. Pola Trellis, menyerupai batang pohon anggur dengan
cabang-cabangnya, terdapat pada
pegunungan lipatan stadia dewasa.
. Topografi sebagai hasil Deposisi aliran/Penimbunan
Proses yang dominan adalah agradasi.
a. Kipas alluvial (alluvial fan), merupakan endapan berbentuk
kipas/kerucut rendah dari
akumulasi kerikil dan pasir, berada pada mulut jeram/lembah
pegunungan yang berbatasan
dengan dataran.
-
Karakteristiknya:
1). Sistem distribusi alur radial;
2). Saluran silang siur (braided) dari apex berupa lembah sempit
dan dalam, sampai di bawah
kipas meluas dan dangkal.
b. Crevasse-Splays, adalah celah yang terisi endapan pada
lengkung luar alur sungat.
c. Tanggul alam (natural Levee), akumulasi sedimen berupa
igir/tanggal memanjang
danmembatasi alur sungai. Struktur tanggal alam berlapis,
terbentuk oleh seseri endapan pada
saat banjir. Materi kasar diendapkan dekat aliran sungai, yang
halus terangkat jauh ke arah
dataran banjir.
d. Point bar, endapan pada lengkung dalam sungai yang mengalami
proses meandering: di
dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diselingi oleh
alur (swales) dengan kedudukan
hampir sejajar satu sama lain; pada swales seeing terisi materi
halus; kelerengan miring ke
arah lengkung luar.
e. Dataran banjir (Fload plain), endapan di kanan-kiri sungai
yang secara periodik digenangi
oleh banjir karena luapan sungai di dekatnya atau dari akumulasi
aliran permukaan
bebas/hujan lokal.
Karakteristik dataran banjir.
1). Tersusun dari timbunan material lepas yang diangkut dari
sungai di dekatnya, yang kasar
di dekat aliran sungai;
2). Topografi datar dengan elevasi rendah;
3). Terletak di kanan-kiri sungai atau dekat pantai;
4). Belum terjadi perkembangan tanah karena sering secara
mendadak mendapat tambahan
material baru.
f. Cekungan fluvial (Fluvial Flood Basin), yaitu cekungan di
belakang tanggal sungai dengan
elevasi sangat rendah.
Karakteristiknya:
1). Ukuran dan bentuknya memanjang sungai;
2). Di daerah tropis selalu tergenang air (permanentlv
inundated);
-
3). Dicirikan oleh tumbuhan air, seperti welingi, enceng gondok,
kangkungan, terate;
4). Merupakan bagian terendah dari dataran banjir.
g. Teras Aluviall (alluvial terraces), adalah teras di tepi
sungai yang dibatasi oleh dinding
berlereng curam disatu sisi dan lereng landai di sisi lain.
Karakteristik teras aluvial:
1). Terjadi pada endapan aluvium yang mengisi dasar lembah;
2). Pada dasar lembah yang lebar terjadi pemotongan ke bawah
(down cutting) oleh sungai
(degradasi)
3). Pada saat yang sama terjadi pemotongan ke samping sehingga
terjadi pemindahan
(shifted) alur sungai ke arah lateral pada dataran banjir,
akibatnya terjadi satu pasang teras;
4). Pendalaman lembah dan perpindahan ke samping berulang-ulang,
terbentuk beberapa
pasang teras sungai;
5). Kadang-kadang bentuk teras sungai disebabkan karena
komposisi batuan (struktur
batuan), disebut scabland dan scab rock.
h. Delta, adalah endapan di muara sungai, terjadi apabila
material yang dihanyutkan sungai
tidak terganggu oleh pengaruh gelombang atau arus sehingga dapat
mengendap di laut/danau.
* Syarat-syarat untuk perkembangan delta:
1). Daerah aliran sungai luas;
2). Debit sungai tinggi;
3). Sedimen yang terangkat banyak;
4). Daerah tropik basah;
5). Dasar laut dangkal;
6). Arus dan gelombang lemah;
7). Topografi pantai landai.
*. Bentuk-bentuk delta:
-
1). Delta berbentuk kipas (Arcuate delta), terjadi dari endapan
sungai yang membawa
berbagai jenis dan kualitas material (kasar, halus, koloid dan
larutan). Delta bersifat porous,
sehingga ciri khasnya adalah braided.
2). Delta Estuari (Estuarine Filling Delta), terdapat di
muara-muara sungai berbentuk corong
(estuarium), terjadi sebagai akibat perbedaan pasang-surut yang
besar. Pada saat pasang
materi kasar-halus seluruhnya terangkut arus laut dan arus
sungai, saat surut materi kasar
diendapkan, materi halus dihanyutkan ke arah laut. Pada saat
pasang berikutnya material
yang sudah mengendap diikat oleh materi halus. Dengan demikian
kanal yang terbentuk
menjadi dalam dan tegas.
3). Delta berbentuk kaki burung (Bird's foot Delta), terjadi
dari endapan material homogen
halus ditambahi dengan lautan kapur. Kanal yang berbentuk
tunggal dan dalam bercabang
apabila suatu titik tertentu aliran air dapat meluap, cabang
tersebut membentuk kanal-kanal
sekunder atau tersier.
i. Sungai Mati dan danau tapal kuda (Oxbow Lake)
1). Sungai mati adalah dasar sungai yang sudah tidak aktif lagi
karena ditinggalkan alur
sungai oleh aliran sungai dan pindah ke tempat lain (proses
meandering).
2). Danau berebentuk tapal kuda (oxbow lake), terjadi karena ada
pemotongan aliran
sehingga yang tertinggal berupa genangan yang bentuknya
melengkung seperti tapal kuda.
Ada tiga cara pemotongan sungai:
a). Chut cut off, sungai memotong sisi terluar meander karena
adanya fluktuasi arus yang
sangat kuat.
b). Neck cut off, sungai memotong meander stadia tua pada bagian
leher karena arus
terhalang oleh endapan pada meander tersebut, sehingga arus
sungai cenderung mencari jalan
pintas.
c). Avulsi, cabang sungai braided tidak memperoleh aliran karena
terhalang endapan
pada pertemuan antara cabang dengan sungai aktif
-
B. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL MARIN
Bentuklahan asal proses marin adalah semua bentuklahan yang
dihasilkan oleh
aktivitas laut yaitu oleh adanya gelombang dan arus laut. Akibat
keberadaan gelombang
(wave) dan arus (current) akan menghasilkan bentuklahan asal
marin baik bentukan erosional
maupun bentukan deposisional. Bentukan erosional dapat berupa
dinding
terjal (cliff) sedangkan bentukan deposisional dapat berupa
delta, betinggisik, sedimen
marin, tombolo, dan spit. Proses marin sering dipengaruhi juga
oleh aktivitas daratan yaitu
aktivitas fluvial sehingga sering disebut sebagai proses
fluvio-marin. Contoh bentuklahan
yang merupakan hasil proses fluvio-marin adalah delta. Daerah
pesisir (coastal area)
merupakan daerah yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin,
berdasarkan morfologinya
daerah pesisir dibedakan menjadi:
a. Pesisir bertebing terjal (cliff)
Pesisir bertebing terjal merupakan bentukan erosional yang
terbentuk akibat oleh proses
abrasi pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus laut.
Akibat adanya proses abrasi
yang intensif daerah tersebut sering terjadi proses gerak masa
batuan yang mengakibatkan
mundurnya garis pantai. Materi penyusun daerah tersebut adalah
material yang kompak
dicirikan oleh kemiringan lereng curam sampai terjal.
b. Pesisir bergisik ( sand beach )
Pesisir bergisik merupakan daerah yang datar sampai landai yang
tersusun atas material
lepas-lepas (pasir) yang merupakan hasil deposisional akibat
aktivitas gelombang atau arus
laut. Keberadaan material pada daerah tersebut dipengaruhi
keberadaan material dari daratan
yang terangkut oleh aliran sungai. Karena sangat dipengaruhi
oleh aktivitas daratan maka
pesisir bergisik sering dijumpai pada daerah sekitar muara
sungai.
c. Pesisir berawa payau (swampy beach)
Pesisir berawa payau berasosiasi dengan daerah deposisional,
sehingga daerah tersebut
merupakan daerah pesisir yang tumbuh (acretion). Pesisir berawa
payau tersusun atas
material yang berbutir halus sehingga memiliki permeabilitas
rendah. Pesisir berawa payau
berkembang pada daerah relief datar-landai terhalang sehingga
aktivitas gelombang kecil.
Daerah tersebut berkembang tumbuhan mangrove yang merupakan
tumbuhan daerah pesisir.
d. Terumbu karang
-
Terumbu karang terbentuk karena aktivitas organisme yang terjadi
pada daerah pesisir
sehingga juga diklasifiksikan ke dalam bentuklahan asal proses
organism
Perkembangan Garis Pantai
1. Perkembangan pantai tenggelam
a. stadia awal (Early Youth), ditandai oleh garis pantai yang
tidak teratur, banyak teluk yang
dipisahkan oleh daratan yang menjorok ke laut (head land).
b. stadia Muda (Youth), tanda-tandanya:
1). Ujung head land mulai terkikis membentuk cliff rendah (nip),
dibawah hill mulai
terbentuk gua;
2).erosi meningkat, menyebabkan gua runtuh membentuk stack dan
arc, dasar laut dangkal
terkikis membentuk wave cut plat forms, hasil erosi diendapkan
membentuk beach;
3). arus sepanjang pantai (longshore current) mengendapkan
materi yang tererosi membentuk
spit dan hook;
4). terbentuk offshore bar;
5). terbentuk laguna.
2. Perkembangan pantai timbul
a. Stadia awal, ditandai oleh garis-garis pantai tidak teratur,
landai dengan laut dangkal, cliff
rendah (nip) .
b. Stadia muda, tanda-tandanya:
1). gelombang mengeruk dasar laut dangkal dan mengangkatnya ke
zone surf membangun off
shore bar;
2) off shore bar muncul membentuk laguna;
3). Pengendapan di laguna membentuk lagunal plain, off shore bar
mulai dirusak gelombang.
c. Stadia dewasa, mulai terbentuk cliff rendah, gelombang
langsung ke darat karena off shore
dirusak dan laguna terendapi.
d. Stadia tua, erosi lanjut sehingga head land terpotong, hasil
kikisan gelombang diendapkan
di teluk-teluk kecil menyebabkan garis pantai lurus.
-
C. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL SOLUSIONAL
Bentuklahan asal proses solusional terbentuk akibat proses
pelarutan batuan
yang terjadi pada daerah berbatuan karbonat tertentu. Tidak
semua batuan karbonat terbentuk
topografi karst, walaupun faktor selain batuan sama. Faktor lain
tersebut adalah terletak pada
derah tropis basah, dengan topografi tinggi dan vegetasi penutup
cukup rapat. Batuan
karbonat yang memiliki banyak diaklas akan memudahkan air untuk
melarutkan CaCO3.
Oleh karena itu batuan karbonat yang sedikit diaklas atau tidak
mempunyai diaklas walaupun
terletak pada wilayah dengan curah hujan tinggi, tidak terbentuk
topografi karst. Vegetasi
rapat akan menghasilkan humus, yang menyebabkan air di daerah
itu mempunyai pH rendah
atau air menjadi asam. Pada kondisi asam, air akan mudah
melarutkan karbonat (CaCO3).
Perpaduan antara batuan karbonat dengan banyak diaklas, curah
hujan dan suhu tinggi, serta
vegetasi yang lebat, akan mendorong terjadinya topografi
karst.
Bentukan hasil proses solusional ini pada dasarnya ada 3 (tiga),
yaitu bentuk solusional,
bentuk sisa (residual), dan bentukan deposisional. Berdasarkan
hasil proses pembentukannya
maka bentuklahan solusional dibedakan menjadi 3 antara lain
:
a. Bentukan sisa (residual form)
1) Kubah Karst
Kubah karst merupakan bentukan menyerupai kubah (dome) yang
terbentuk akibat adanya
sisa proses pelarutan batuan karbonat yang ada disekilingnya. Di
antara kubah karst
dipisahkan oleh cockpit yang satu sama lain saling berhubungan.
Selain dipisahkan oleh
cockpit kubah karst juga dapat dipisahkan oleh dataran aluvial
karst. Ciri-cirinya antara lain
bentukan positif, membulat, dengan ketinggian seragram.
2) Menara Karst
Menara karst merupakan bentukan positif yang merupakan sisa dari
proses solusional.
Menara karst memiliki lereng curam sampai tegak atau vertikal
yang terpisah satu sama lain
dan sebarannya lebih jarang.
b. Bentukan solusional (solusional form)
1) Dolin
-
Dolin merupakan bentukan depresi/cekungaan yang terbentuk akibat
proses pelarutan dengan
ukuran beberapa meter sampai 1km dengan kedalaman beberapa meter
hingga ratusan meter.
Karena bentuknya cekung maka dolin sering terisi oleh air hujan
sehingga menjadi suatu
genangan yang disebut sebagai danau dolin.
2) Uvala
Uvala merupakan cekungan yang cukup luas yang terbentuk oleh
gabungan beberapa danau
doline.
3) Polje
Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang
terbentuk akibat runtuhnya dari
beberapa gua, dan biasanya dasarnya tertutup oleh aluvium.
c. Bentukan deposisional (depositional form)
1) Stalaktit
Stalaktit merupkan bentukan runcing yang menghadap ke bawah dan
menempel pada langit-
langit gua yang terbentukan akibat akumulasi batuan karbonat
yang larut akibat adanya air.
2) Stalakmit
Stalakmit hampir sama dengan stalaktit akan tetapi posisinya
berada di lantai gua menghadap
ke atas.
3) Dataran aluvial karst
Dataran aluvial karst adalah bentukan deposisional dengan relief
datar landai yang terdiri atar
material aluvium.
Menurut tempat terjadinya bentukan solusional dapat dibedakan
menjadi bentukan endokarst
dan eksokarst. Eksokarst terletak di permukaan, kontak langsung
dengan udara luar,
sedangkan endokarst terdapat di dalam gua atau terowongan karst.
Bentuk- bentuk tersebut
adalah sebagai berikut ini:
a. Bentukan Eksokarst:
Dolin, danau dolin, uvala, polje, kubah karst, menara karst,
dataran aluvial karst.
b. Bentukan Endokarst:
-
Gua, stalaktit, stalakmit, kolom, korden.
Stadia karst:
a. Stadia muda, berupa cekungan/torehan seperti bekas roda
pedati, kedalamannya: 10 cm
dengan arah tidak teratur.
b. Stadia dewasa, cekungan semakin melebar dan dangkal.
c. Stadia tua, cekungan tidak jelas bentuknya digantikan oleh
igir-igir rendah yang sempit di
antara dataran luas
V. PEMBAHASAN
1. SUNGAI BRANTAS ( TAMBANGAN PUCUNG)
Sungai brantas merupakan sungai yang bermata air di desa sumber
brantas kota Batu
yang berasal dari simpanan air gununung Arjuno lalu mengalir ke
Malang, Blitar,
Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan bermuara di Kali
porong (Sidoarjo) dan Kali
Mas(surabaya). Sedangkan Sungai brantas yang diteliti di daerah
Tulungagung di kecamatan
kedungwaru tepatnya pada lokasi penambangan Pucung.
Sungai brantas yang diteliti merupakan sungai bagian tengah.
Terletak pada titik
koordinat 8o 31,638 S dan 111
o 57,657 E. Daerah ini dinamakan oleh penduduk sekitar
sebagai daerah Tambangan Pucung. Aliran air cukup deras. Proses
yang dominan terjadi pada
sungai ini adalah proses transportasi material hasil erosi. Air
yang mengalir pada sungai
brantas membawa banyak sekali material seperti batu dan pasir
hasil erosi pada daerah hulu
sungai. Di kanan kiri sungai membentuk dataran banjir yang
terbentuk dari material hasil
-
pengendapan banjir aliran sungai. susunan material dari lahan
sekitar sungainya pun berbeda
dari dataran banjir bagian bawah dekat dengan aliran sungai
materialnya halus lebih dominan
berpasir sedangkan dataran banjir yang berada di atas
materialnya tergolong kasar karna
materi pasir sudah bercampur dengan batuan yang terlarut dan
pecah dan akhirnya bercampur
dengan materi pasir dari dasar sungai brantas sendiri.
Vegetasi pada daerah sekitar sungai semak belukar yang luas
.Pemanfaatan wilayah
digunakan untuk tambang pasir dan jasa transportasi
penyeberangan. Sungai Brantas di
daerah ini termasuk sungai stadia dewasa karena sudah membentuk
adanya dataran banjir
(flood plain) serta meandernya sudah banyak terlihat pada aliran
sesudah dan sebelumnya.
Litologi batuannya di daerah sekitar sungai ini hasil endapan
Gunung kelud berupa kerakal,
kerikil pasir.
GAMBAR OBYEK DI SUNGAI BRANTAS
-
2. SUNGAI PEGUNUNGAN WILIS
Sungai yang diteliti ini adalah sungai dari Pegunungan wilis.
Terletak pada koordinat
7o 5815,18 S & 111o 5113,02 E. Airnya berasal dari mata air
Lawean di daerah hulu.
Sungai ini termasuk sungai yang berstadia muda karena aliran
sungainya lurus. Proses yang
terjadi di sungai ini di dominasi oleh proses transportasi.
Material batuan yang dominan
berupa batu andesit. Dan ditemukan juga endapan lumpur bercampur
dengan pasir besi. Erosi
yang terjadi pada sungai ini adalah erosi horizontal yang
mengakibatkan sungai menjadi
lebar.Sungai ini bermuara ke Sungai Brantas. Vegetasi di daerah
sekitar adalah didominasi
pepohonan dan semak belukar.Pemanfaatan wilayah untuk irigasi
sawah di sekitar dan batu
nya dimanfaatkan warga untuk membangun pondasi rumah.
-
GAMBAR OBYEK SUNGAI PEGUNUNGAN WILIS
-
3. SUNGAI WONOREJO
Sungai Wonorejo terletak pada titik koordinat 8o 02,88 S &
111o 48 48,12 E.
Sungai ini berasal dari Pegunungan Wilis sama seperti sungai di
pegunungungan wilis pada
umumnya. Hanya saja material batuannya didominasi oleh batuan
beku yaitu batu basalt dan
batuan sedimen berupa batuan konglomerat. Erosi yang terjadi
pada sungai ini adalah erosi
vertikal yang mengakibatkan sungai menjadi curam. Sungai ini
termasuk sungai yang
berstadia muda karena sistem aliran sedikit dan dinding lembah
terjal. Pelapukan yang terjadi
pada batuan didominasi pada proses oksidasi dimana batuan
tersebut mengandung unsur Fe
sehingga bila bereaksi dengan oksigen akan teroksidasi dan
kemudian membuat warna batuan
bewarna coklat seperti besi yang berkarat. Vegetasi di daerah
sekitar berupa pepohonan dan
rumput liar. Pada daerah sekitar sungai ini oleh pemerintahan
daerah digunakan sebagai
hutan lindung. sedangkan untuk pemanfaatan sungai ini airnya
untuk mensuplai air pada
bendungan wonorejo. Sedangkan waduk wonorejo sendiri digunakan
untuk mengairi sawah
sawah yang berada di bawah bendungan.
-
OBYEK GAMBAR SUNGAI WONOREJO
-
4. PANTAI MOLANG
Pantai molang terletak pada koordinat 818'45,39"S &
11201'45,49"E . Di pantai
molang pasirnya berjenis kwarsa dan koral. Kwarsa dan koral
merupakan mineral yang
berasal dari batuan yang terkena abrasi air laut, sedang koral
merupakan mineral berasal dari
endapan dari air laut yang terbawa oleh gelombang ke arah pantai
sehingga pasir yang berada
pada pantai tersebut bewarna putih cerah dan agak cokelat.
Disamping itu pengaruh pecahan
rumah siput atau kerang memberikan variasi warna seolah-olah
seperti Kristal.
Pantai molang ini merupakan pantai yang landai dan berpasir.
Pantai ini merupakan sebuah
teluk. Teluk pada pantai molang ini terbentuk akibat adanya
batuan yang resisiten dan tidak
resisten terhadap hantaman gelombang air laut atau ombak yang
sangat kuat di pantai selatan
pulau jawa. Batuan yang resisten terdapat pada sisi kanan dan
sisi kiri sedangkan batuan yang
tidak resisten berada di tengah. Batuan yang tidak resisten
terhadap hantaman ombak lama-
kelamaan akan hancur dan kemudian lama-kelamaan bagian tengah
akan terbentuk cekungan
dan akhirnya menjadi sebuah teluk. Vegetasi pada daerah sekitar
berupa pohon jati dan
semak belukar. Sedangkan pemanfaatannya digunakan sebagai tambak
udang oleh
perusahaan. Dan Pasir pantainya ditambang dan dijual oleh
masyarakat sekitar.
-
GAMBAR OBYEK PANTAI MOLANG
-
5. BUKIT KAPUR
Bukit Kapur berada pada koordinat 8o0738.42 S & 11200704.13
E berada
diperbatasan antara Tulungagung-Blitar merupakan bentuk lahan
Solusional. Dilihat dari
peta geologi daerah tersebut mempunyai tatanan stratigrafi yaitu
Satuan Batu gamping
Terumbu / Formasi Wonosari (Tmwl). Litologi tersusun oleh
batugamping terumbu,
batugamping berlapis, batugamping berkepingan, batugamping
pasiran kasar, batugamping
tufan dan napal, satuan ini berumur miosen tengah-miosen akhir.
Di daerah sekitaran bukit
ini kelihatan kekeringan hal itu dikarenakan Tingginya
permeabilitas batuan karst
mengakibatkan air dipermukaan sangat jarang.
Erosi yang Dominan yang terjadi di daerah ini yaitu erosi percik
karena tidak ada vegetasi
yang menutupi sehingga air hujan langsung jatuh ke tanah.
Vegetasi yang dominan disana adalah pohon untuk tanaman jati
karena memang pohon jati
tahan jika tidak ada air yang banyak pada wilayah itu. dan
pemanfaatan lahan adalah sebagai
tambang batu kapur yang dikelola oleh masyarakat sekitar.
-
GAMBAR OBYEK BUKIT KAPUR DI DAERAH PERBATASAN TULUNGAGUNG-
BLITAR
-
VI. KESIMPULAN
Dari beberapa penelitian di beberapa titik di daerah kabupaten
Tulungagung dapat dikatakan
bahwa kondisi geologi di kabupaten Tulungagung sangat beragam di
bagian utara terdapat
pegunungan wilis. Di wilayah tengah didominasi oleh proses
fluvial dan endapan. Sedangkan
di wilayah selatan dan tenggara dominan bentuk lahan karst.
serta dari setiap wilayah tersebut
dapat diketahui pemanfaatan lahanya sesuai dengan keadaan
morfologis di tempat tersebut.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Herlambang, Sudarno. 2014. Dasar-Dasar Geomorfologi. Fakultas
Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang.
2. Buranda, JP. 2014. Geologi Dasar. Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri
Malang.
3. http://wikipedia.org/sungai-brantas.
4. Peta Geologi Lembar Tulungagung.
5. Google Earth.
-
TABEL PENGAMATAN LAPANGAN
No Lokasi Titik Koordinat Kondisi Morfologi Penutup
Conclusion
Saluran Air Struktur Batuan
(a)
Inte
rnal
/Eks
tern
al
(b)
Po
la
(c)
Ke
pad
atan
(d)
Pen
amp
ang
alir
an
(e)
Ke
tah
anan
(f)
Per
lap
isan
(g)
Ke
tin
ggia
n/K
emir
inga
n
(h)
Eksp
resi
Bat
uan
(i)
Pem
bat
as T
epi
(j)
Mat
eria
l Per
mu
kaan
(k)
Veg
etas
i
(l)
Pen
ggu
naa
n L
ahan
(m)
Per
sen
tase
Pen
ggu
naa
n
Lah
an
(n)
Bu
day
a/P
emuk
iman
(o)
Po
ten
si L
ito
logi
dan
St
rukt
ur
(p)
Ob
serv
asi L
apan
gan
1 Sungai Brantas (tambangan Pucung)
8o 31 38,28 S & 111O 5739,42 E
Ek 4 1 3 3 3 1 4 4 4 2 4 3 1
2 Sungai Peg. Wilis 7o 5815,18 S & 111o 5113,02 E
Ek 1 2 3 4 3 3 6 3 4 4 7 2 1
3 Sungai Wonorejo 8o 02,88 S & 111o 48 48,12 E
Ek 4 1 4 4 3 3 7 1 5 5 7 4 1
4 Pantai Molang 818'45,39"S & 11201'45,49"E.
Ek 4 2 4 2 1 4 5 1 3 3 7 3 1
5 Bukit kapur 8o0738.42 S & 11200704.13 E
In 2 2 - 2 1 4 5 1 3 3 7 3 3
-
Keterangan Pengisian :
Eksternal/Internal :
1. Eksternal (Ek)
2. Internal (In)
Pola :
1. Mengelompok
2. Menyebar
3. Acak
4. Lain-lain
Kepadatan :
1. Tidak Ada
2. Kepadatan Rendah
3. Kepadatan Sedang
4. Kepadatan Tinggi
Penampang Aliran :
1. Dangkal
2. Dalam
3. Berbentuk-U
4. Berbentuk-V
5. Berbentuk-V Tajam
Ketahanan :
1. Sangat Rendah
2. Rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat Tinggi
Perlapisan :
1. Tidak Ada
2. Sangat Keras
3. Menyatu
Ketinggian/Kemiringan :
1. Datar
2. Rendah : 5-29
3. Sedang : 30-59
4. Curam : 60-88
5. Vertikal
Ekspresi Batuan :
1. Tidak Ada
2. Satu Arah
3. Tetap
4. Tidak Tetap
5. Kepadatan Rendah
6. Kepadatan Sedang
7. Kepadatan Tinggi
Pembatas Tepi :
1. Curam
2. Tidak Jelas
3. Tetap
4. Tidak Tetap
Material Permukaan :
1. Tidak Ada
2. Sangat Tipis
3. Tipis
4. Sedang
5. Tebal
Vegetasi :
1. Tidak Ada
2. Jarang/Lenggang
3. Sedang
4. Padat
5. Sangat Padat
Penggunaan Lahan :
1. Kebun (buah-buahan)
2. Tertutupi Terus Menerus
3. Penggunaan Lahan Musiman
4. Padang Rumput
5. Lahan Ditinggalkan
6. Kebun (Anggur)
7. Lain-lain
Persentase Penggunaan Lahan :
1. Tidakada
2. Jarang
3. Sedang
4. Padat
5. Sangatpadat
Budaya/Pemukiman :
1. Tidak Ada
2. Jarang/Lenggang
3. Sedang
4. Padat
5. Sangat Padat
Potensi Litologi dan Struktur
Chek List
-
Observasi Lapangan :
Chek List