MODEL INSTRUMEN PENGUKURAN KINERJA UNTUK GURU-GURU PASCASERTIFIKASI DENGAN SCIENTIFIC AND FINANCIAL PERFORMANCE MEASURE (SFPM) Disusun oleh: Rachmad Resmiyanto (Pusat Studi Pendidikan) Wahyu Mar’atus Sholihah (FKIP) Nuriyati (FKIP) PUSAT STUDI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN 2009 (Simposium Nasional Hasil Penelitian dan Inovasi Pendidikan Tahun 2009, Jakarta, 4-6 Agustus 2009, Puslitjaknov Balitbang Depdiknas)
31
Embed
225 Rachmad Resmiyanto Model Instrumen Pengukuran Kinerja
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODEL INSTRUMEN PENGUKURAN KINERJA UNTUK GURU-GURU
PASCASERTIFIKASI DENGAN SCIENTIFIC AND FINANCIAL
PERFORMANCE MEASURE (SFPM)
Disusun oleh:
Rachmad Resmiyanto (Pusat Studi Pendidikan)
Wahyu Mar’atus Sholihah (FKIP)
Nuriyati (FKIP)
PUSAT STUDI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2009
(Simposium Nasional Hasil Penelitian dan Inovasi Pendidikan Tahun 2009, Jakarta, 4-6
Agustus 2009, Puslitjaknov Balitbang Depdiknas)
i
ABSTRAK
Dalam program sertifikasi seorang guru harus memenuhi 10 komponen portofolio
untuk dapat lolos sertifikasi. Setelah guru lolos sertifikasi, guru akan mendapat
tunjangan profesi. Kinerja guru pascasertifikasi selama ini belum diukur, padahal
para guru pascasertifikasi mendapat tunjangan profesi.
Model yang diajukan dalam makalah ini merupakan pengembangan Scientific and
Financial Performance Measure (SFPM). Model instrumen ini berusaha untuk
mengukur kinerja guru pascasertifikasi dengan tetap berpedoman pada komponen
portofolio. Untuk melenyapkan unsur subjektivitas selama pengukuran maka
model berbasis pada capaian luaran ilmiah guru. Kinerja guru akan dinilai
menjadi kinerja ilmiah dan kinerja finansial. Kinerja finansial merupakan konversi
ekonomi dari kinerja ilmiah sehingga tunjangan profesi dapat dilihat tingkat
manfaatnya dalam peningkatan kinerja guru pascasertifikasi. Dari simulasi model
yang dilakukan menunjukkan bahwa guru-guru yang aktif menghasilkan luaran
ilmiah akan memiliki angka/indeks kinerja yang baik. Model juga dapat
mengakomodasi penggunaan tunjangan profesi untuk kinerja ilmiah. Dalam
menghasilkan luaran ilmiah, seorang guru mungkin membutuhkan sejumlah uang
atau bahkan tidak sama sekali. Pengukuran yang dilakukan dengan model ini
menunjukkan bahwa kinerja ilmiah yang dilakukan oleh guru benar-benar dapat
dikonversi nominal uangnya dalam persentase. Oleh karena itu, model ini dapat
digunakan oleh pemerintah untuk mengukur kinerja guru pascasertfikasi.
Kata kunci: kinerja guru, SFPM, luaran ilmiah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
adalah melalui program sertifikasi guru. Dalam program ini, seorang guru dapat
mencapai derajat profesional ketika ia dinyatakan lulus sertifikasi. Sampai saat
ini, instrumen yang digunakan untuk penilaian dalam sertifikasi guru adalah 10
komponen portofolio.
Sebagai kompensasi atas derajat profesional guru, maka kemudian guru-
guru yang telah lolos sertifikasi berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi
pendidik (TPP) sebanyak satu kali gaji pokok setiap bulan. Diharapkan dengan
diberikannya tunjangan profesi ini maka kinerja guru akan meningkat sehingga
secara tidak langsung mutu pendidikan juga akan meningkat.
Sejauh ini pemerintah sedang menyusun kriteria kinerja guru
pascasertifikasi, sehingga pemerintah bisa dikatakan belum melakukan evaluasi
kinerja setelah guru-guru lolos sertifikasi (Pers Depdiknas, 2009). Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian kinerja guru yang telah mendapat sertifikat profesi dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja guru sehingga peningkatan mutu
pendidikan dapat dipantau secara massif.
Untuk mengukur kinerja guru yang telah lolos sertifikasi maka diperlukan
sebuah perangkat/instrumen pengukuran kinerja. Selama ini yang terjadi adalah
guru akan mendapat sertifikat profesi sejauh guru tersebut dapat menunjukkan 10
komponen portofolio. Bagi pihak guru, untuk mengumpulkan 10 komponen
portofolio tersebut jelas diperlukan peningkatan kinerja dibanding biasanya.
Dengan demikian, dalam sertifikasi guru 10 komponen portoflio digunakan
sebagai instrumen penilaian kelayakan seorang guru untuk mendapat sertifikat
profesi. Namun, setelah para guru mendapat sertifkat profesi, pemerintah belum
2
melakukan pengukuran kinerja guru-guru yang telah lolos sertifikasi tersebut.
Padahal, negara memberikan kompensasi bagi guru-guru pascasertfikasi untuk
mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok. Tunjangan ini akan sia-
sia jika ternyata para guru memacu kinerjnya hanya demi mengejar lolos
sertifikasi, dan setelah mendapat tunjangan profesi kinerjanya kembali biasa dan
tidak ada peningkatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diurai di muka, maka masalah
yang akan dikaji dalam makalah ini adalah model instrumen yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja guru pascasertifikasi sebagai perangkat untuk
mengetahui seberapa besar kinerja guru setelah mendapat tunjangan profesi.
Kinerja guru dapat dilihat dari sisi ilmiah dan keuangan/finansial.
Kinerja ilmiah merupakan ukuran kinerja dari sisi keilmuan. Sedangkan kinerja
finansial merpakan ukuran kinerja yang beusaha untuk menominalkan kinerja
ilmiah guru. Ini penting sebab guru mendapat tunjangan profesi pendidik sehingga
perlu juga dilihat aspek finansial dari kinerja guru.
Oleh karena itu, rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah
ini adalah bagaimanakah model instrumen pengukuran kinerja guru-guru
pascasertifikasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah mencari model pengukuran kinerja guru
yang tepat untuk guru pascasertifikasi sehingga dapat diketahui kinerja guru
pascasertifikasi.
Manfaat penulisan karya tulis ini adalah dapat mengukur tingkat kinerja
guru pascasertifikasi berdasarkan luaran ilmiah sesuai dengan komponen-
komponen dalam portofolio.
3
D. Uraian Gagasan Inovatif
Gagasan model pengukuran kinerja guru untuk guru-guru yang lolos
sertifikasi ini merupakan pengembangan dari (Scientific and Financial
Performance Measure (SFPM) (Handoko, 2005a,b,c). Model ini diajukan sebagai
model pengukuran kinerja guru pascasertifikasi dengan tetap berpedoman pada
komponen-komponen portofolio dalam sertifikasi guru.
Makalah ini juga dilengkapi dengan simulasi pengukuran kinerja ilmiah
guru pascasertifikasi sehingga dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang
jelas dari kegunaan model instrumen ini.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam proses sertifikasi, guru wajib menyerahkan dokumen fisik yang
berupa portofolio sebagai bukti kinerja yang menggambarkan capaian pengalaman
berkarya selama menjalankan tugas profesi guru. Portofolio merupakan bukti
pengalaman, karya dan prestasi guru yang meliputi 4 kompetensi, yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Empat macam kompetensi ini terkandung dalam 3 unsur
dan 10 komponen portofolio.
Tiga unsur yang dimaksud adalah unsur kualifikasi dan tugas pokok, unsur
pengembangan profesi dan unsur pendukung profesi. Tiga unsur ini kemudian
dijabarkan dalam 10 komponen portofolio yaitu kualifikasi akademik, pengalaman
mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidikan dan pelatihan,
penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan
profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi dalam bidang
kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dalam bidang pendidikan.
Setelah guru lolos sertifikasi, maka guru berhak mendapat tunjangan
profesi pendidik (TPP) sebesar satu kali gaji pokok. Tunjangan ini diberikan
setiap bulan, sehingga guru-guru yang telah lolos sertifikasi akan menerima 2 kali
gaji pokok tiap bulannya. Diharapkan dengan adanya tunjangan profesi pendidik
ini kinerja guru kian meningkat sehingga diharapkan akan terjadi efek tetesan air
(multiplier effect) yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap mutu
pendidikan.
Namun demikian, sampai saat ini Depdiknas belum memiliki instrumen
kebijakan yang akan memantau kinerja guru pascasertifikasi. Instrumen ini sangat
penting sebab jika tunjangan profesi pendidik tidak diimbangi dengan peningkatan
kinerja guru, maka sertifikasi guru hanya akan menjadi ladang penghambur-
hamburan uang negara. Sejauh ini, Depdiknas baru menyusun kriteria kinerja guru
untuk guru-guru yang telah lolos sertifikasi (Dirjen Dikti, 2008).
5
Setiawan (2008) mencoba mengajukan model audit kinerja guru dengan
mendeskripsikan secara mendalam atas karakteristik statik/dinamik yang
berkaitan dengan program sertifikasi guru yang berdampak pada pembayaran
tunjangan fungsional.
Metode pelaksanaan audit kinerja guru yang diterapkan Setiawan (2008)
adalah sebagai berikut: (a) metode pengujian kepatuhan (kepatuhan peraturan,
kesesuaian profesi, praktik yang sehat); (b) metode pengujian substantive
(pengujian analitis, pengujian detail atas pernyataan kompetensi pendidik,
prosedur audit); (c) metode sampling pengujian; dan (d) metode pembuatan
pernyataan pendapat audit kinerja guru.
Untuk melakukan audit kinerja guru pascasertifikasi diperlukan adanya
penilaian kinerja guru tersebut yang berdasarkan kriteria kinerja tertentu. Sejauh
ini, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
(Dirjen PMPTK) sudah berencana menyusun kriteria kinerja guru. Kriteria kinerja
guru ini akan dijadikan indikator untuk melakukan pembayaran tunjangan profesi
guru serta untuk mengevaluasi kemampuan profesional guru bagi yang telah
mendapatkan sertifikat profesi (Pers Depdiknas, 2009).
Nulhakim (2007) memaparkan bahwa kinerja guru merupakan kegiatan-
kegiatan dalam proses belajar yang dilaksanakan secara profesional. Untuk
mengetahui tingkat kinerja guru diperlukan sebuah instrumen pengukuran yang
sahih (valid) dan handal (reliable) sehingga dapat dijadikan bahan penetapan
penilaian kinerja standar yang kemudian dikompensasikan pada tunjangan profesi
guru.
Yusrizal (2008) telah mengusulkan untuk merancang form alternatif
penilaian kinerja guru yang disebut Daftar Penilaian Kinerja Guru (DPKG).
DPKG berisi penilaian indikator ketercapaian dari masing-masing aspek yang
sudah terlaksana/dikerjakan para guru. Indikator itu dalam bentuk operasional
agar memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Setiap indikator ditetapkan
memiliki rentang nilai tertentu sehingga nilai akhir dapat menunjukkan pada
6
tingkat mana kinerja seorang guru berada, misalnya berkinerja tinggi, sedang atau
rendah. Namun Yusrizal (2008) mengakui bahwa untuk merancang dan
mengembangkan format alternatif penilaian kinerja guru tersebut masih
diperlukan diskusi khusus.
Dalam 10 komponen portofolio progam sertifikasi guru, beberapa
komponen merupakan komponen yang berbasis luaran ilmiah. Namun, aspek
luaran ilmiah ini belum mendapatkan perhatian yang lebih jika melihat usulan-
usulan dari Setiawan (2008), Yusrizal (2008), dan Nulhakim (2007).
Terkait dengan luaran ilmiah sebagai bukti hasil kinerja, L.T. Handoko
(2005a, 2005b, 2005c) mengajukan usulan model SFPM (Scientific and Financial
Performance Measure) untuk mengevaluasi kinerja suatu lembaga yang berbasis
luaran ilmiah. Model SFPM ini berlaku umum untuk kinerja lembaga-lembaga
yang biasanya dilihat dari luaran ilmiah yang dihasilkan. Model SFPM dapat
menghitung kinerja ilmiah dan kinerja finansial untuk lembaga-lembaga yang
menhasilkan luaran ilmiah di bidang ilmu sains dan teknik, sosial dan humaniora,
dan seni.. Ini sangat menguntungkan sebab selama ini luaran ilmiah sulit untuk
dikuantisasikan baik secara kinerja ilmiah maupun kinerja finansialnya. Secara
sederhana model SFPM dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
on
i
oiP
Tp
iQxSxPn
SP1
)()(1
(2.1)
on
i i
iiP
T
E
No
QxS
B
CFP
1
0
)(
)()(
(2.2)
Keterangan:
SP : kinerja ilmiah
no : jumlah luaran ilmiah yang didefinisikan untuk suatu bidang
SP : poin ilmiah untuk suatu luaran ilmiah
np : jumlah peneliti pelaksana
PT : batas poin ilmiah total untuk satu peneliti
7
Qo : jumlah suatu luaran ilmiah
FP : kinerja finansial
BT : total anggaran pada satu tahun anggaran
CE : koefisien ekonomi (finansial)
No : No urut suatu luaran ilmiah
Model ini menggunakan 3 (tiga) asumsi yang bertujuan untuk
meminimkan unsur subjektivitas dalam penilaian kinerja lembaga-lembaga yang
berbasis luaran ilmiah. Tiga asumsi tersebut adalah (1) pengukuran hanya
berbasis luaran ilmiah tanpa melihat proses di dalamnya, (2) berbasis evaluasi
tahunan per tahun anggaran, dan (3) setiap luaran ilmiah diurutkan berdasarkan
tingkat kesulitan pencapaian serta diberi poin (skor) berdasar muatan ilmiah.
Nomor urut (NO) seluruh luaran ilmiah yang relevan harus berurutan, tidak boleh
melompat dan ganda. Sebaliknya poin ilmiah (SP) bisa sama dengan satu atau
lebih luaran ilmiah lain yang berurutan, namun harus lebih kecil (besar)
dibandingkan dengan luaran ilmiah dengan poin ilmiah yang berbeda diatas
(dibawah)nya. Penentuan urutan dan poin luaran ilmiah bisa berbeda antara
bidang yang satu dengan yang lain. Asumsi selanjutnya adalah adanya parameter
poin ilmiah maksimal (PM), tingkat penurunan poin ilmiah (PD, dalam persen) dan
batas poin ilmiah total perpeneliti (PT). Ketiga parameter ini dapat dibuat sama
untuk semua bidang ilmu.
8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Model
Untuk membangun model instrumen penilaian kinerja guru-guru
pascasertfiikasi maka diperlukan beberapa asumsi yang kemudian akan digunakan
sebagai dasar dalam penyusunan model ini. Sepuluh (10) komponen portofolio
yang digunakan sebagai syarat kelulusan guru dalam program sertifikasi tetap
digunakan dalam model ini. Bahkan, model ini hanya berpijak pada 10 komponen
tersebut. Hanya saja, tidak semua komponen yang ada dalam portofolio kemudian
diakomodasi dalam model.
Secara umum model ini menggunakan 3 (tiga) asumsi yang bertujuan
untuk sedapat mungkin menghilangkan unsur subjektivitas dalam penilaian
kinerja guru pascasertifikasi. Tiga asumsi tersebut adalah:
(1) pengukuran hanya berbasis luaran ilmiah yang dihasilkan guru tanpa
melihat proses di dalamnya,
(2) berbasis evaluasi tahunan per tahun anggaran dengan melihat seluruh
luaran ilmiah pada tahun anggaran terakhir, dan
(3) setiap luaran ilmiah diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan
pencapaiannya serta diberi poin (skor) berdasar muatan ilmiahnya.
Tiga asumsi ini akan dijelaskan secara lebih detil dalam uraian selanjutnya.
Asumsi 1: pengukuran hanya berbasis luaran ilmiah yang dihasilkan guru tanpa
melihat proses di dalamnya
Komponen-komponen portofolio yang akan digunakan dalam model ini
hanyalah komponen-komponen yang menunjukkan luaran ilmiah. Pilihan ini
berdasarkan kenyataan bahwa tunjangan profesi pendidik (TPP) merupakan
bentuk tunjangan yang diberikan kepada guru supaya dapat meningkatkan kinerja
9
profesinya. Kinerja guru benar-benar akan terasa hasilnya jika guru dapat
menghasilkan produk yaitu suatu luaran ilmiah. Selama guru tidak bisa
menghasilkan suatu luaran ilmiah, maka guru tersebut belum dapat dikatakan
telah meningkat kinerjanya.
Dalam model ini, luaran ilmiah sendiri didefinisikan sebagai luaran suatu
kegiatan ilmiah yang sudah diakui oleh pihak ketiga independen dalam bentuk
dokumen ilmiah maupun keguatan riil lainnya.
Tabel 3.1. Unsur dan komponen portofolio
No
Unsur
Komponen
1
A. Unsur Kualifikasi dan
Tugas Pokok
1. Kualifikasi akademik
2. Pengalaman mengajar
3. Perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran
2
B. Unsur Pengembangan
Profesi
1. Pendidikan dan pelatihan
2. Penilaian dari atasan dan pengawas
3. Prestasi akademik
4. Karya pengembangan profesi
3
C. Unsur Pendukung Profesi
1. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
2. Pengalaman organisasi dalam bidang
kependidikan dan sosial
3. Penghargaan yang relevan dalam
bidang pendidikan
Unsur A, yaitu unsur kualifikasi dan tugas pokok, sebenarnya bukan
merupakan unsur yang kelak ditunjang dengan TPP, tetapi sudah diberikan
“kompensasi” dalam bentuk gaji pokok guru. Dengan demikian hanya unsur B
10
dan unsur C (unsur pengembangan profesi dan unsur pendukung profesi) yang
akan dimasukkan dalam model.
Unsur B (pengembangan profesi) memiliki 4 komponen yaitu pendidikan
dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik dan karya
pengembangan profesi. Dari 4 komponen tersebut 2 komponen pertama yaitu
komponen pendidikan dan pelatihan dan unsur penilaian dari atasan dan pengawas
dengan sendirinya gugur dalam model. Dua komponen ini bukan merupakan
komponen yang menunjukkan suatu luaran ilmiah sebagai produk kinerja guru.
Komponen pendidikan dan pelatihan merupakan pengalaman dalam
mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan
dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik,
baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun
internasional. Pendidikan dan pelatihan memang akan meningkatkan kinerja guru,
tetapi komponen ini baru sebatas “tenaga pemicu” saja. Selama guru tidak
menggunakan apa yang sudah didapat dari pendidikan dan pelatihan untuk unjuk
kinerja, maka pendidikan dan pelatihan yang pernah dilakukannya akan sia-sia
saja, sebab hanya berhenti dalam dirinya. Pendidikan dan pelatihan yang diikuti
guru baru bermakna jika guru melakukan sesuatu yang nyata sehingga lingkungan
sekolah dan lingkungan pendidikan merasakan hasilnya, yaitu dalam bentuk
luaran ilmiah.
Komponen penilaian dari atasan dan pengawas merupakan penilaian
atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek: