BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan sehat jasmani adalah keinginan semua orang termasuk
orang perorang, keluarga, kelompok dan seluruh anggota masyarakat.
Kesehatan adalah hasil interaksi dari berbagai faktor dan berkaitan
erat dengan lingkungan, host (pejamu) dan agent (penyebab
penularan). Pelayanan kedokteran keluarga adalah dimana pelayanan
dokter keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan sasaran
utamanya adalah keluarga. Kesehatan merupakan hasil interaksi
berbagai faktor. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
mempunyai peran mempengaruhi kesehatan serta berkaitan erat dengan
host (pejamu) dan agent (penyebab penularan).1Pelayanan yang pada
praktek dokter keluarga banyak macamnya, yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek
dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang
menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan
pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan
rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan
pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga.
Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap,
pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.2. Menyelenggarakan
pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumahPada
bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter
keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan
dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya
dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan
rumah sakit.3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan
dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah
sakit.Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek
dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan
perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah
sakit.1,2Hendrik L. Blum, menggambarkan hubungan antara 4 faktor
yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan
kesehatan.1,2
Gambar 1:Kerangka Blum mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
status kesehatan.
Definisi kesehatan dalam hal ini akan merujuk pada satu
pengertian mengenai kesehatan:1. WHO yaitu suatu keadaan complete
physical, mental, dan social well-being, and not merely the absence
of disease and infirmity.
2. Sosiologi yaitu keadaan kapasitas optimum individu untuk
melaksanakan peran dan tugas yang telah disosialisasikan.3. Blum
yaitu kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling
berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang
dinamakannya kesehatan somatik yang ditandai berlangsungnya fungsi
fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang mengacu pada
berbagai kemampuan seperti kemampuan mengetahui, mengamati,
menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan
kesehatan sosial yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu
dengan anggota lain dalam keluarganya, dengan keluarganya, dan
dengan sistem sosial.3Penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis seperti cacat fisik tetapi
juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi. Penyakit kusta pada
umumnya terdapat di negara- negara yang sedang berkembang sebagai
akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan
yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
sosial ekonomi pada masyarakat.
Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun
2005 adalah sekitar 296.499 jiwa, dari jumlah tersebut paling
banyak terdapat di regional Asia Tenggara (201.635 jiwa), diikuti
regional Afrika (42.814 jiwa), Amerika (41.780 jiwa), dan sisanya
berada di regional lain didunia. Di Indonesia ditemukan kasus baru
kusta pada tahun 2005 sebanyak 19.695 jiwa. Dalam 5 tahun terakhir
(2000- 2005), situasi penyakit kusta di Indonesia tidak mengalami
perubahan, hal ini ditunjukkan pada tahun 2000, jumlah penderita
terdaftar sebanyak 24.125 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak
21.964 jiwa, tahun 2001 jumlah penderita terdaftar sebanyak 17.712
jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak 14.772 jiwa, tahun 2002
jumlah penderita terdaftar sebanyak 19.855 jiwa dan jumlah
penderita baru sebanyak 16.253 jiwa, tahun 2003 jumlah penderita
terdaftar sebanyak 18.337 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak
15.913 jiwa, tahun 2004 jumlah penderita terdaftar sebanyak 19.666
jiwa dan penderita baru sebanyak 16.572 jiwa, tahun 2005 jumlah
penderita terdaftar sebanyak 21.537 jiwa dan penderita baru
sebanyak 19.995 jiwa. Dari data- data ini dapat disimpulkan bahwa
penyakit kusta masih menjadi masalah di Indonesia. BAB IILAPORAN
KUNJUNGAN RUMAHPuskesmas:BatujayaNomor register:203/001Tgl
kunjungan rumah :26 Desember 2012I. Identitas Pasien
a. Nama:Tn. Mb. Umur:30 tahun
c. Jenis Kelamin:Laki-lakid. Pekerjaan : Buruh Pabrik ( sekarang
tidak bekerja
e. Pendidikan : SMP (Tamat)f. Alamat:Dusun Mekarjaya, RT/RW
12/01, Desa Batujaya, Kabupaten KarawangII. Riwayat Biologis
Keluarga
a. Keadaan kesehatan sekarang:Sakitb. Kebersihan
perorangan:Kurangc. Penyakit yang sering diderita:Tidak adad.
Penyakit keturunan:Tidak adae. Penyakit kronis/menular:Tidak
ada
f. Kecacatan anggota keluarga:Tidak ada
g. Pola makan:Kurangh. Pola istirahat:Kurangi. Jumlah anggota
keluarga:8 orang (serumah)III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk:merokok 2 bungkus per harib. Pengambilan
keputusan
:Keluargac. Ketergantungan obat:Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan:Puskesmas e. Pola
rekreasi
:Tidak berekreasiIV. Keadaan Rumah/ Lingkungan
a. Jenis bangunan:Non-permanenb. Lantai rumah:Tanahc. Luas
rumah:40 m2
d. Penerangan:Sangat kurange. Kebersihan:Sangat kurangf.
Ventilasi:Sangat kurangg. Dapur:Ada
h. Jamban keluarga:Tidak ada i. Sumber air minum:Isi ulang
(tanpa merk)j. Sumber pencemaran air:Sawah, limbah rumah tanggak.
Pemanfaatan pekarangan:Tidak adal. Sistem pembuangan air limbah:
Tidak adam. Tempat pembuangan sampah:Tidak adan. Sanitasi
lingkungan:Sangat kurangV. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah:Sedangb. Keyakinan tentang
kesehatan:KurangVI. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan:Kurangb. Hubungan antar anggota
keluarga:Baik
c. Hubungan dengan orang lain:Baik
d. Kegiatan organisasi sosial:Kurang
e. Keadaan ekonomi:KurangVII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh:Sundab. Lain-lain:Tidak ada
VIII. Daftar Anggota Keluarga
NoHubungan dengan PasienUmur
(tahun)Pendidikan
Pekerjaan AgamaKeterangan
1.Ayah56Tamat SDBuruh taniIslamSehat
2.Ibu51Tamat SDBuruh tani IslamSehat
3.Pasien30 Tamat SMPKaryawan / buruh IslamSakit
4.Adik I26Tamat SMPBuruh taniIslamSehat
5.Adik II24Tamat SMPIRTIslamSehat
6.Istri 27Tamat SMPIRTIslamSehat
7.Suami Adik II26Tamat SMPKaryawanIslamSehat
8.Anak I12SDPelajarIslamSehat
9.Anak II6SDPelajarIslamSehat
10.Anak III2 bulanSehat
IX. Keluhan Utama
Wajah, lengan dan tangan kiri bengkak, mati rasa, kaku.X.
Keluhan Tambahan
Tungkai dan kaki kiri nyeri dan tidak bertenaga. XI. Riwayat
Penyakit SekarangLaki-laki, 30 tahun mengeluh pergelangan, pungung,
jari-jari, dan telapak tangannya bengkak, kaku, serta mati rasa.
Keluhan dirasakan sepanjang hari dan hanya pada sisi kiri. Pasien
menambahkan, lengan, tangan dan jari-jarinya juga terasa
cekot-cekot pada malam hari tapi tidak mengganggu tidurnya. Keluhan
bengkak pada wajah sudah berkurang sejak mendapat obat dari
puskesmas, namun bercak-bercak merah pada wajah dan tangan belum
hilang. Tungkai dan kaki kiri juga masih terasa nyeri dan tidak
bertenaga.1 minggu yang lalu, pasien datang ke puskesmas dengan
keluhan wajah, pergelangan, punggung , jari-jari, dan telapak
tangan sebelah kiri bengkak serta tidak dapat digerakkan karena
kaku dan terasa tidak bertenaga. Keluhan dirasakan terus-menerus
(sepanjang hari) selama + satu bulan. Pasien merasa tebal dan mati
rasa pada daerah yang bengkak serta cekot-cekot pada malam hari.
Awalnya muncul beberapa bercak bulat kemerahan berdiameter 3-5 cm
berbatas tegas dan tidak tegas serta terasa gatal. Bercak muncul
pertama di wajah, lalu muncul di tangan serta di punggung tangan.
Pasien juga mengeluh kaki dan tungkai kirinya mulai terasa nyeri
dan kurang bertenaga. Sejak mengalami keluhan ini, pasien berhenti
bekerja. Untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti menimba air
untuk mandi harus dibantu oleh orang lain.1 tahun yang lalu, pasien
pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya namun hilang setelah
berobat ke puskesmas dan menggunakan ramuan tradisional setempat
(daun-daunan). Pasien menyangkal ketika ditanya tentang riwayat
pengobatan kusta sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasan merokok
setidaknya 2 bungkus dalam sehari, tidak minum alkohol, tidak
pernah menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien tidak memiliki
riwayat batuk-darah / flek paru, darah tinggi, kencing manis, sesak
nafas maupun alergi pada obat atau makanan tertentu. Pada keluarga
pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa. Sebelum ke
puskesmas pasien belum pernah berobat ke tempat lain.XII. Riwayat
Penyakit Dahulu
Tidak jelasXIII. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan Umum:Baik
Kesadaran:Compos mentis
Keadaan gizi: Cukup
Tekanan Darah: 120/ 80 mmHg
Nadi:90 kali / menit
Pernapasan:23 kali / menit
Suhu: 36,5 o C Berat badan:57 kg
Tinggi badan:165 cm Status Gizi
= 57 = 20,93
(1.65)2 QUOTE
IMT normal : 18,522,9 kg/m2 Status gizi= sedang
Kepala:normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut.
Kulit: sawo matang (status lokalis) Wajah: facies leonina (-)
Mata:konjungtiva an-anemis, sklera an-ikterik, RCL dan RCTL +/+,
pupil bulat, isokor, gerak bola mata normal, lagofthalmus (-),
madarosis (-) Telinga:bentuk simetris, cuping telinga kiri agak
menebal, serumen -/-, membran timpani sulit di nilai.
Hidung:bentuk normal (hidung pelana -), deviasi septum (-),
mukosa tidak hiperemis, sekret (-), nafas cuping hidung (-),
epistaksis (-).
Mulut:bibir tidak pucat, sianosis (-), mukosa bibir basah.
Tenggorokan:faring tidak hiperemis, uvula di tengah, tonsil
T1-T1 tenang, tidak terdapat bercak putih, suara sengau (-)
Leher: tidak teraba kelenjar getah bening.
Thoraks: Paru
Inspeksi:simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi.
Palpasi:tidak teraba massa. fremitus kanan = kiri. Perkusi:Sonor,
batas paru hepar ICS VI midclavicula line sinistra. Peranjakan hati
2-3 cm. Auskultasi: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi:pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi:iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi:redup Auskultasi: BJ I > II reguler, murmur (-),
gallop (-) - Abdomen
Inspeksi:cembung, sikatriks (-)
Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali
(-)
Perkusi:timpani
Auskultasi:bising usus (+)
- Ekstremitas: akral hangat, pitting edema (+/-), functio laesa
(+/-), makula plaque eritematous (+)
Motorik:
+1+5
+4+5
Sensorik:
-+
++
Status LokalisGambar 2. Lesi yang ditemukan pada Pasien
Facialis : UNILATERAL ( SINISTRA : makula plaque eritematous (+)
> 5 dengan anestesi berbatas tegas dan tidak tegas, punch-out
lession (-), central healing lession (tidak khas), nodul (-), sisik
(-). Auricula:Cuping telinga menebal dan anestesi, permukaan tidak
bersisik, simetris bilateral Pectoralis:ginekomastia - Skapula:-
Lumbalis:- Dorsum pedis sinistra : - II.2.6. Pemeriksaan
Tambahan
Fungsi saraf tepi
Sensorik : sensasi raba, sensasi nyeri dan sensasi suhu
terganggu pada lesi. Motorik : lagophthalmus tidak ada, kaku pada
jari, pergelangan tangan kiri, functio laesa. Otonom : kulit tidak
tampak kering, ekstremitas superior (unilateral = sinistra) tampak
edema.Pemeriksaan BTA : Belum dilakukanXIV. Diagnosis Penyakit
Morbus Hansen Tipe PB dengan cacat tingkat 1.XV. Diagnosis
Keluarga
Tidak adaXVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit : Promotif
:Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakit kusta, komplikasi penyakit, dan pencegahan cacat.
Preventif :Mencegah agar pasien tidak sampai terganggu
produktivitasnya secara permanen, mencegah/ meminimalkan kecacatan
lebih lanjut, serta tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain.
Kuratif :
a. Farmakologis:Pengobatan Bulanan : Hari Pertama ( Dosis
Supervisi)
2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan Harian : Hari 2-28
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
1 Blister untuk I bulan
Lama pengobatan: 6 Blister diminum selama 6 - 9 bulanb.
Non-farmakologis: Menjelaskan kepada pasien bahwa penyaki ini bisa
disembuhkan tetapi pengobatan akan berlangsung lama antara 12-18
bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di uskesmas dan
tidak boleh putus berobat.
Jika dalam masa pengobatan tiba-tiba badan pasien menjadi demam,
nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan bertambah
banyak maka harus segera berobat ke pelayanan kesehatan.
Menjelaskan kepada pasien penyakit ini dapat menyebabkan
kecacatan karena gangguan saraf, dan kecacatan tersebut dapat
dicegah dengan cara :
Kulit kaki dan tangan harus selalu dalam keadaan bersih dan
dijaga kelembapannya
Periksa kaki dan tangan secara teratur apakah terdapat nyeri,
kemerahan atau luka. Bila terdapat nyeri, kemerahan atau luka
segera periksakan ke pelayanan kesehatan terdekat.
Biasakan menggunakan alas kaki dan sarung tangan XVI.
Prognosis
Penyakit:dubia Keluarga:dubia Masyarakat:dubiaXVII. Resume
Laki-laki, 30 tahun mengeluh pergelangan, pungung, jari-jari,
dan telapak tangannya bengkak, kaku, serta mati rasa sejak satu
bulan yang lalu. Keluhan dirasakan sepanjang hari dan hanya pada
sisi kiri. Lengan, tangan dan jari-jarinya juga terasa cekot-cekot
pada malam hari tapi tidak mengganggu tidurnya. Keluhan bengkak
pada wajah sudah berkurang sejak mendapat obat dari puskesmas,
namun bercak-bercak merah pada wajah dan tangan belum hilang.
Tungkai dan kaki kiri juga masih terasa nyeri dan tidak bertenaga.
Awalnya muncul beberapa bercak bulat kemerahan berdiameter 3-5 cm
berbatas tegas dan tidak tegas serta terasa gatal. Bercak muncul
pertama di wajah, lalu muncul di tangan serta di punggung tangan.
Sejak mengalami keluhan ini, pasien berhenti bekerja. Untuk
melakukan kegiatan sehari-hari seperti menimba air untuk mandi
harus dibantu oleh orang lain. 1 tahun yang lalu, pasien pernah
mengalami hal seperti ini sebelumnya namun hilang setelah berobat
ke puskesmas dan menggunakan ramuan tradisional setempat
(daun-daunan). Pasien menyangkal ketika ditanya tentang riwayat
pengobatan kusta sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasan merokok
setidaknya 2 bungkus dalam sehari.Rumah pasien tergolong rumah yang
tidak sehat dilihat ventilasi tidak memadai. Penerangan dan
kebersihan rumah kurang baik, kondisi rumah berantakan dan
memprihatinkan. Terdapat dapur di belakang rumah yang terpisah dari
ruang keluarga. tidak ada ruang makan, hanya ada dipan di dapur
yang sekaligus dipergunakan untuk mengganti fungsi ruang makan.
Jamban dan kamar mandi tidak permanen, tidak tertutup kurang layak
yang letaknya diluar rumah. Untuk MCK digunakan air dari rembesan
sawah. Air rembesan sawah ditampung pada galian tanah yang dalamnya
kurang dari 2 meter dan jaraknya ( kurang dari 5 m) tidak jauh dari
jamban/ kamar mandi. Sudah hampir 2 tahun air PAM tidak lagi
mencapai desa tempat pasien tinggal. Pasien dan keluarganya
menggunakan air isi ulang tanpa merk sumber air minum. Ditemukan
sumber pencemaran air berupa limbah rumah tangga dan sawah. Tidak
terdapat pembuangan sistem pembuangan air limbah dan tempat
pembuangan sampah di belakang rumah pasien.Ditinjau dari spiritual
keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang cukup taat
beribadah beragama Islam. Keluarga pasien juga merupakan keluarga
yang kurang sadar akan kesehatan. BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kusta (Lepra, Morbus Hansen) ialah penyakit infeksi kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular
obligat. Bakteri ini memiliki afinitas pertama yaitu saraf perifer,
lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat menyebar ke organ lain kecuali susunan saraf pusat
(SSP).ETIOLOGI
Kuman penyebab kusta ialah Mycobacterium leprae yang ditemukan
oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M.leprae berbentuk
basil dengan ukuran 3-8 Um x 0.5 Um, tahan asam dan alkohol serta
Gram-positif.
Cara penularan kuman ini belum diketahui secara pasti. Selama
ini hanya diketahui anggapan klasik yaitu penularan melalui kontak
langsung antara kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah
melalui inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup beberapa hari di
dalam droplet.
Hingga saat ini kuman M.leprae ini belum juga dapat dibiakkan
dalam media artifisial. Sebagai sumber infeksi hanyalah melalui
manusia, meskipun masih diteliti adanya kemungkinan di luar
manusia. Penderita yang mengandung M.leprae sampai 103 per gram
jaringan, memiliki angka penularan hingga 3 sampai 10 kali lebih
besar dibandingkan dengan penderita yang hanya mengandung 107 basil
per gram jaringan.
PATOGENESIS
Pada tahun 1960, Shepard berhasil menginokulasikan M. leprae
pada kaki mencit, sehingga berkembang biak di sekitar lokasi
suntikan. Dari berbagai macam spesimen, bentuk lesi maupun negara
asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar dapat
tumbuh diperlukan jumlah minimum M. leprae yang disuntikkan dan
jika melampaui jumlah maksimum bukan berarti perkembangbiakan nya
akan meningkat.Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya
invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih
banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat
terjadi sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang
menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh, yang
dapat sembuh sendiri atau progresif. Gejala klinisnya lebih
sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas
infeksinya. Oleh karena itu penyakit kusta ini disebut juga sebagai
penyakit imunologik.EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi Penyakit Kusta
Sampai saat sekarang epidemiologi penyakit kusta belum
sepenuhnya diketahui secara pasti dan untuk ini akan dibahas
situasi penyakit kusta di dunia dan di Indonesia serta beberapa
hasil penelitian sebagai berikut :
Distribusi Penyakit Kusta Menurut Waktu dan Tempat
a. Situasi Kusta di Dunia
Penyakit kusta terbesar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98
negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate <
1/10.000 penduduk. Lebih dari 10.000.000 penderita telah
disembuhkan dengan MDT pada akhir tahun 1999 dan 641.091 kasus
masih dalam pengobatan pada tahun 2000. Di antara 11 negara
penyumbang penderita kusta di dunia, Indonesia menempati urutan ke
4 setelah India, Brazil, dan Myanmar. Situasi Kusta di
Indonesia
Untuk menetapkan suatu wilayah sebagai low endemic kusta,
digunakan indikator penemuan kasus baru dimana angka tersebut harus
di bawah 0,5 per 10.000 atau < 5/100.000 penduduk dengan catatan
bahwa angka tersebut berada di kisaran nilai stabil selama 3 tahun
berturut-turut.
Pada pertengahan tahun 2000, Indonesia telah mencapai eliminasi
kusta sesuai target WHO. Pada tahun 2003, distribusi kusta menurut
tempat dan waktu ialah penderita kusta yang terdaftar di Indonesia
pada akhir Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita yang terdiri
dari 2.814 PB dan 15.498 MMB dengan Prevalens Rate 0,86 per 10.000
penduduk terdapat di 10 propinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi
Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Distribusi Penyakit Kusta Menurut Orang
a. Distribusi Menurut Umur
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Angka kejadian
(Insidence Rate) penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak
umur 10-20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensi juga meningkat
sesuai dengan umur dengan puncak umur 30-50 tahun dan kemudian
secara perlahan-lahan menurun.b. Distribusi Menurut Jenis
Kelamin
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan kecuali di Afrika dimana perempuan lebih banyak dari pada
laki-laki.
Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta
faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis
penyakit kusta.Faktor-Faktor Yang Menentukan Terjadinya Sakit
Kustaa. Penyebab
Mycobacterium leprae pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen pada tahun 1873. M. leprae hidup secara intraseluler dan
mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel
dari sistem retikuloendotelial.
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh
manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9
hari (Leprosy Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal dari kuman kusta
adalah pada suhu 27o-30oC.b. Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini dianggap sebagai
sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armadillo,
Simpanse dan pada telapak kaki tikus putih
c. Cara Keluar Dari Pejamu (Host)
Luka di kulit dan mukosa hidung telah lama dikenal sebagai
sumber dari kuman. Mukosa hidung pasien lepromatous leprosy
mengandung banyak sekali M. leprae. Telah terbukti bahwa saluran
nafas bagian atas dari penderita tipe Lepromatous merupakan sumber
kuman yang terpenting di dalam lingkungan.
d. Cara Penularan
Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga
bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M.leprae yang solid
keluar dari tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang
lain.
Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit
kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara
kontak yang intim dan lama dengan penderita. Yang jelas seseorang
penderita yang telah minum obat sesuai dengan regimen WHO tidak
menjadi sumber penularan kepada orang lain.e. Cara Masuk ke Dalam
Pejamu (Host)
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini
belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui
saluran pernafasan bagian atas namun diduga dapat juga melalui
kulit yang luka.
f. Pejamu (Host)
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak
dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas.
Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk ke dalam salah
satu dari tiga kelompok berikut ini, yaitu :
1. Host yang mempunyai kekebalan tubuh yang tinggi merupakan
kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap
kuman kusta.
2. Host yang mempunyai kekebalan tubuh yang rendah terhadap
kuman kusta, mungkin menderita penyakit kusta yang ringan (tipe
PB)
3. Host yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta
merupakan kelompok terkecil dan mudah menderita kusta yang stabil
dan progresif.
Oleh karena M. leprae termasuk kuman intraseluler maka sistem
imun yang efektif adalah imun seluler. Tidak semua penderita yang
memiliki banyak M. leprae yang hidup, sehingga hanya kira-kira
5-15% dari penderita kusta yang hidup yang dapat menularkan
penyakit. Di lain pihak, manusia sebagian besar kebal (95%) tehadap
kusta, hanya sebagian kecil yang dapat ditulari (5%). Dari sebagian
kecil ini, 70% dapat sembuh dan hanya 30% yang dapat menjadi
sakit.
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Kusta
Upaya Pemberantasan atau Pemutusan Mata Rantai Penularan
Penentuan kebijaksanaan dan metoda pemberantasan penyakit kusta
sangat ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan
perkembangan ilmu dan teknologi di bidang tersebut
Kondisi sosial ekonomi diperkirakan memainkan peranan penting
dalam upaya pemberantasan kusta. Meskipun faktor-faktor yang
mendukung penurunan ini tidak diketahui, kondisi perumahan, jumlah
manusia dalam satu rumah tangga, dan jumlah anggota keluarga
diperkirakan merupakan faktor-faktor yang penting.
Upaya pemutusan mata rantai penularan dapat dilakukan melalui
:
1. Pengobatan MDT pada penderita kusta
2. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak
dianjurkan karena penderita yang sudah berobat tidak akan
menularkan penyakitnya ke orang lain.
3. Vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita penyakit
kusta.
Dari hasil penelitian di Malawi pada tahun 1996 didapatkan bahwa
pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan
sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis dapat meberikan
perlindungan terhadap kusta sampai mencapai 80%. Namun demikian
vaksinasi pada kontak serumah masih memerlukan penelitian lebih
lanjut, karena di beberapa negara memberikan hasil yang
berbeda.
Berikut ialah bagan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan intervensi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya penyakit kusta dalam rangkan memutuskan mata rantai
penularan.DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan
disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang
saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf
pusat. 1,5DiagnosisAtas dasar definisi tersebut maka untuk
mendiagnosa kusta dicari kelainan-kelainan yang berhubungan dengan
gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada
kulit.Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari
tanda-tanda utama atau Cardinal Sign, yaitu :
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputihan
(hipopigmentasi) atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa
(anestesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi
saraf
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan
kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini
bisa berupa :a. Gangguan fungsi sensoris:mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris:kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralisis)
c. Gangguan fungsi otonom :kulit kering dan retak-retak.
3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif).
Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang
meragukan. Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana
terdapat satu dan tanda-tanda utama diatas.Tanda-tanda tersangka
kusta (Suspek)
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak kelainan kulit yang merah atau putih di bagian
tubuh
b. Kulit mengkilap
c. Bercak yang tidak gatal
d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak
berambut
e. Lepuh tidak nyeri2. Tanda-tanda pada saraf
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan
atau muka.
b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
c. Adanya cacat (deformitas)
d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh
Tanda-tanda tersebut diatas jangan digunakan sebagai dasar
diagnosis penyakit kusta tetapi harus diperiksa lebih lanjut untuk
menemukan adanya tanda pasti penyakit kusta, karena diagnosis
penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan Cardinal sign
(Gejala-gejala utama).Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis,
bakterioskopis dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis
kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut
:
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi
tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi
dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau
nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf
tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga
merupakan tanda kusta.
2. BTA positif
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dan kerokan
jaringan kulit.Untuk mendiagnosis penyakit kusta pada seseorang,
paling sedikit harus ditemukan satu Cardinal Sign. Tanpa menemukan
suatu Cardinal Sign, kita hanya boleh mendiagnosis menyatakan
pasien sebagai tersangka (suspek) kusta. Penderita perlu diamati
dan diperiksa ulang setelah 3- 6 bulan sampai diagnosis kusta dapat
ditegakkan atau disingkirkan.Dalam pelaksanaan program P2 Kusta,
diagnosis kusta cukup didasarkan atas gejala klinik (bercak mati
rasa dan kerusakan saraf dengan gangguan fungsi). Hanya dalam kasus
yang meragukan dilakukan pemeriksaan BTA.KlasifikasiSetelah
seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya rang
perlu dilakukan adalah menentukan tipe penyakit kusta yang
diderita. Penemuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita
disebut kiasifikasi penyakit kusta.
Klasifikasi berdasarkan Ridley dan Jopling adalah tipe TT
(tuberku1oid), BT (borderline tuberculoid), BB (mid borderline), BL
(borderline lepromatous), dan LL (lepromatosa), sedangkan
Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi
tipe menjadi tipe Pause Basiler (PB) dan Multi Basiler (MB).
Perbedaan kedua tipe ini dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel
2.
Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang
cukup menyulitkan, misalnya Klasifikasi Madrid. Ada pula
klasifikasi Ridley Jopling dan klasifikasi WHO. Untuk kepentingan
pemberantasan penyakit kusta nasional maupun global, kita cukup
menggunakan kiasifikasi menurut anjuran WHO tahun 1982.
Klasifikasi WHO (1982 kemudian disempurnakan pada tahun
1997)
Klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun
1982 dan khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan.
Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2
tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar
dan klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan asam
(BTA) dalam skin smear. Terkadang, pada kondisi lapangan,
klasifikasi hanya didasarkan pada gambaran klinik dan penyakit
kusta yang diderita.Tabel 1. Klasifikasi PB dan MB menurut
P2MPLPKelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologistipe pbtipe
mb
1. Bercak (makula)
a. Jumlah
b. Ukuran
c. Distribusi
d. Permukaan
e. Batas
f. Gangguan sensibiltas
g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada
bercak1-5
Kecil dan besar
Unilateral atau bilateral simetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan jelas
Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercakBanyak
Kecil-kecil
Bilateral, simetris
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah
lanjutBercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
2. Infiltrat
a. Kulit
b. Membrana mukosa (hidung tersumbat perdarahan)
Tidak ada
Tidak pernah adaAda, kadang-kadang tidak ada
Ada, kadang-kadang tidak ada
3. NodulusTidak adaKadang-kadang ada
4. Penebalan saraf tepiLebih sering terjadi dini,
asimetrisTerjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan
simteris
5. Deformitas (cacat)Biasanya asimeteris terjadi diniTerjadi
pada stadium lanjut
6. Sediaan apusBTA negatifBTA positif
7. Ciri-ciri khusus
Central healing / penyembuhan di tengahPunched out lesion (lesi
seperti kue donat, madarosis, ginekomastia, hidung pelana, suara
sengau
Tabel 2.Klasifikasi PB dan MB berdasarkan WHOTipe PBTipe MB
1. Lesi kulit
(makula datar, papul yang meninggi, nodus) 1-5 lesi
Hipopigmentasi/ eritema
Distribusi tidak simetris
Hilang sensasi yang jelas 5 lesi
Distribusi lebih simetris
Hilangnya sensasi
2. Kerusakan saraf
(hilangnya sensasi/ kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena) Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
Catatan:
Setiap penderita dengan hasil bakterioskopik positif tanpa
melihat gambaran klinisnya diobati dengan regimen MDT WHO untuk
MB.PENGOBATAN
Tujuan Pengobatan
Melalui pengobatan penderita diberikan obat-obat yang dapat
membunuh kuman kusta. Dengan demikian, pengobatan akan:
Memutus mata rantai penularan
Menyembuhkan penyakit penderita
Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahbnya cacat yang
sudah ada sebelum pengobatan.
Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta
sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda
penyakit menjadi kurang aktif sampai akhimya hilang. Dengan
hancurnya kuman maka sumber penularan dan penderiita terutama tipe
MB ke orang lain terputus.
Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan
hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut.
Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman
kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala
baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan. Disinilah
pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur. Selama dalam
pengobatan penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja
seperti biasa.Obat-Obat yang Dipergunakan Dalam Pengobatan
Penderita Kusta
1. DDS (Dapsone)
a. Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfoneb. Bentuk obat berupa
tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet
c. Sifat bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan
kuman kusta.
d. Dosis dewasa 100 mg/hari, anak 10-14 th 50 mg/hari
e. Efek samping,
1. Manifestasi kulit (alergi) seperti halnya obat lain,
seseorang dapat alergi terhadap obat ini. Bila hal ini teiadi harus
dipeniksa dokter untuk dipertimbangkan tindakan selanjutnya, obat
harus dihentikan.
1. Anemia Hemolotik, bila Hb sangat rendah, hentikan pemberian
DDS dan perbaiki keadaan umum penderita.
1. Manifestasi saluran pencemaan makanan: anoreksi, nausea.
muntah, hepatitis
1. Manifestasi urat saraf; neuropati perifer, sakit kepala,
vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psikosis2. Lamprene (B663)
juga disebut Clofazimine
a. Bentuk kapsul, warna coklat, dengan takaran 50 mg/kapsul dan
100 mg/kapsul
b. Sifat
2. Bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta,
bakterisid lemah
2. Anti reaksi (menekan reaksi sebagai anti inflamasi)
c. Cara Pemberian
Secara oral, diminum sesudah makan untuk menghindari gangguan
gastrointestinal. Pengobatan reaksi akan diuraikan pada materi
reaksi.
d. Efek samping
2. Warna kulit, terutama pada infiltrat berwama ungu sampai
kehitam-hitaman yang dapat hilang setelah beberapa bulan pemberian
obat Lamprene dihentikan. Kulit kering dan pecah-pecah (ichtiosis)
di daerah tungkai bagian depan.
2. Gangguan pencernaan berupa mual, muntah, diare, nyeri
lambung, sampai kolik perut. Bila gejala ini menjadi berat,
hentikan pemberian lampren.3. Rifampicin
a. Bentuk: kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan
600 mg.
b. Sifat :
mematikan kuman kusta secara cepat (bakteriosid), 99% kuman
kusta mati dalam satu kali pemberian
c. Dosis:
untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi, lihat pada
regimen pengobatan MDT. Untuk anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg
berat badan
d. Cara pemberian obat:
cara oral, bila diminum setengah jam sebelum makan, penyerapan
lebih baik
e. Efek samping:
3. Dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal. Dengan
pemberian Rifampicin 600 mg/bulan tidak berbahaya bagi hati dan
ginjal (kecuali ada tanda-tanda penyakit sebelumnya). Sebelum
pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi hati, apabila ada
gejala-gejala yang mencurigakan. Pengobatan rifampicin supaya
dihentikan sementara bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan
dapat dilanjutkan kembali bila fungsi hati sudah normal.
3. Bila gangguan fungsi hati terjadi memang disebabkan oleh obat
ini, maka rifampisin tidak lagi diberikan.
3. Bila terjadi efek samping yang ringan seperti munculnya
gejala influensa (flu syndrome) yaitu badan panas, beringus, lemah
dan lain-lain yang akan hilang bilamana di berikan obat
simptomatis.
3. Perlu diberitahukan kepada penderita bahwa air seni akan
berwama merah4. Obat anti reaksi terdiri dari :
a. Prednison
Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi. Mengenai
cara pemberiannya, lihat pada materi reaksi.b. Lamprene
Obat ini dipergunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi ENL
yang berulang-ulang. Mengenai cara pemberiannya, lihat pada materi
reaksi.
c. Talidomid tidak dipergunakan dalam program.5. Vitamin
(Roboransia)a. Sulfat Ferrosus. Obat tambahan untuk yang anemia
berat
b. Vitamin A. Untuk penyehatan kulit yang bersisik
(ichthiosis)Regimen Pengobatan
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen
pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Penderita Pauci Baciler (PB)
a. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 1. Diberikan dosis tunggal
ROMrifampicinofloxacinminocyclin
Dewasa 50-70 kg600 mg400 mg100 mg
Anak 5-14 tahun300 mg200 mg51 mg
1) Obat ditelan di depan petugas
2) Anak 15 tahunket
RifampicinBerdasarkan berat badan300 mg/bln450 mg/bln600
mg/blnMinum di depan petugas
DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum
di depan petugas
DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum
di rumah
Tabel 4. Dosis MDT untuk Kusta MB Menurut Umur
jenis obat< 5 tahun5-9 tahun10-14 tahun> 15 tahunket
RifampicinBerdasarkan berat badan300 mg/bln450 mg/bln600
mg/blnMinum di depan petugas
DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum
di depan petugas
DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum
di rumah
DDSBerdasarkan berat badan100 mg/bln150 mg/bln300 mg/blnMinum di
depan petugas
ClofazimineBerdasarkan berat badan50 mg, 2xseminggu50 mg,
3xseminggu50 mg/hariMinum di rumah
Rifampisin
: 10-l5mg/kgBB
DDS
: 1-2 mg/kg BB
Clofazimine
: 1 mg/kgBBGambar 4. Kemasan Blister MB dan PB
Penderita dengan keadaan khusus
a. Kehamilan: regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya
b. Tuberkulosis: bila seseorang menderita tuberkulosa dan kusta,
maka pengobatan anti tuberkulosa dan MDT dapat diberikan
bersamaan,.dengan dosis Rifampisin sesuai dosis untuk
tuberkulosis.
a. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB Pengobatan
kustanya cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin
sudah diperoleh dan obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan
jangka waktu pengobatan PB.
b. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB, pengobatan
kusta cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah
diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan
jangka waktu pengobatan MB. Catatan: Jika pengobatan TB sudah
selesai maka pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT.
c. Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti
dengan lampren dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.
d. Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya
dengan dua macam obat saja. (Rifampisin dan Lampren) sesuai dosis
dan jangka waktu pengobatan MB.
Efek Samping Obat-Obat MDT dan Penanganannya
Walaupun dari pengalaman lapangan penderita kusta jarang
mengalami efek samping dari obat-obat kusta yang diberikan, namun
petugas perlu mengetahui efek samping berbagai obat kusta yang
digunakan agar dapat memberikan penjelasan yang tepat kepada
penderita dan bertindak secara tepat apabila menghadapi keadaan
tersebut
Bila terjadi efek samping seperti: mual, gatal-gatal, timbul
kemerahan (alergi), sindroma pernapasan, dan lain-lain, pengobatan
dihentikan & segera lapor ke dokter puskesmas.
Monitoring dan Evaluasi Hasil Pengobatan
a. Release From Treatment/RFT ( Selesai Pengobatan = Sembuh)
Penderita PB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan
6-9 bulan, tanpa harus pemeriksaan laboratorium
Pendenta MB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan 12
dosis dalam waktu 12-18 bulan, tanpa harus pemeriksaan
laboratorium.
Masa pengamatan Pengamatan dilakukan secara pasif Tipe PB selama
2 tahun dan MB selama 5 tahun tanpa pemeriksaan laboratorium.
b. Default (= Penderita ambil obat tidak teratur)
Setiap penderita PB tidak ambil obat 4 bulan selama pengobatan
dan setiap penderita MB tidak ambil obat 7 bulan selama pengobatan,
dinyatakan Default. Penderita yang Default agar dicari penyebabnya
dan diberi penjelasan agar menyelesaikan pengobatannya.
Default penting untuk melihat kinerja petugas dan ini dapat
dilihat pada kartu monitoring pengobatan.c. Out Of Control (OOC =
Hilang)
Setiap penderita PB maupun MB, bila 12 bulan berturut-turut
tidak ambil obat dinyatakan hilang (OOC). Penderita yang OOC bila
kembali ke puskesmas agar diperiksa, diberi MDT MB dan awal menurut
regimen WHO bila ditemukan salah satu kelainan berikut :
Kemerahan pada lesi kulit.
Lesi kulit baru sejak pemeriksaan terakhir.
Kelainan saraf tepi baru sejak pemeriksaan terakhir.
Nodul-nodul baru
Tanda-tanda ENL atau reaksi reversal.d. Relaps/Kambuh
Bila setelah dinyatakan RFT timbul tanda-tanda utama baru atau
aktif kembali (bercak di kulit, nodul atau kerusakan saraf). Untuk
menyatakarn relaps harus dikonfirmasikan ke bagian rujukan (Petugas
kusta Kabupaten/propinsi). Bila setelah dikonfirmasi dinyatakan
relaps, maka penderita diobati MDT ulang. Penderita PB setelah
relaps dinyatakan sebagai MB, dan diberi MDT tipe MB.
REAKSI KUSTA
II.9.1 Pengertian
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam
perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi
kekebalan (seluler respons) atau reaksi antigen-antibodi (Humoral
respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf
tepi yang rnenyebabkan gangguan fungsi (cacat).
Reaksi ini dapat terjadi pada penderita sebelum mendapatkan
pengobatan pada saat pengobatan maupun sesudah pengobatan. Namun
sering terjadi pada bulan sampai setahun sesudah mulai
pengobatan.
Reaksi dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan,
dapat disertai kecacatan permanen (Claw hand, Drop foot, dan
lain-lain) bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Hal-hal yang mempermudah (pencetus) terjadinya reaksi kusta,
misalnya
1. Penderita dalam keadaan kondisi lemah
2. Kehamilan, setelah melahirkan (masa nifas)
3. Sesudah mendapat imunisasi
4. Terinfeksi penyakit seperti malaria, infeksi pada gigi,
bisul, cacingan,dll.
5. Kurang gizi
Perlu memperhatikan faktor-faktor pencetus diatas dengan
penangangan yang benarJenis ReaksiJenis reaksi sesuai proses
terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu: reaksi tipe 1 dan reaksi
tipe 2.
1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi
borderline)
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya
kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran
tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya tidak diketahui secara
pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.
a. Gejala
Gejala reaksi dapat dilihat pada perubahan lesi kulit, neuritis
(nyeri tekan pada saraf), gangguan fungsi saraf tepi dan
kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita.
b. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi kusta tipe I ini dapat
dibedakan: reaksi ringan dan reaksi berat.
c. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6-12 minggu atau
lebih. Klasifikasi reaksi tipe I secara garis besar dapat dilihat
pada tabel sedangkan perbedaannya dengan relaps dijabarkan pada
tabel.Tabel 5. Klasifikasi reaksi Tipe I
gejalareaksi ringanreaksi berat
Lesi kulitTambah aktif, menebal merah, teraba panas, dan nyeri
tekan. Makula yang menebal dapat sampai membentuk plaqueLesi
membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas,dan nyeri
tekan. Ada lesi kulit baru, tangan dan kaki bengkak, serta
sendi-sendi sakit
Saraf tepiTidak ada neuritis (tidak ada penebalan saraf dan
gangguan fungsi)Ada neuritis (nyeri tekan, dan/atau gangguan fungsi
misalnya kelemahan otot
Keadaan umumTidak ada demamKadang-kadang ada demam ringan
Tabel 6. Perbedaan reaksi Tipe I dan relapsgejala dan
tandareaksi tipe I (reversal)relaps
Interval waktuUmumnya muncul selama masa pengobatan atau pada
kurun waktu 6 bulan setelah penghentian pengobatanBiasanya muncul
lama sesudah pengobatan dihentikan. Umumnya sesudah interval 1
tahun
Timbul gejalaMendadakPelan-pelan
Gangguan sistemDapat disertai deman dan perasaan kurang
enakTidak pernah disertai demam dan perasaan kurang enak
Lesi lamaBeberapa lesi atau seluruhnya menjadi eritem, mengkilat
dan bengkakHanya pinggiran sebagian lesi menunjukkan eritem dan
infiltrat
Lesi baruPemunculan lesi baru sangat sedikitBeberapa lesi baru
muncul
UlserasiLesi sering pecah dan terjadi ulserasiJarang terjadi
ulserasi
Peredaan/penyembuhanDisertai deskuamasiTidak ada deskuamasi
Keterlibatan sarafBanyak saraf dapat terlibat dengan nyeri tekan
dan gangguan motorisDapat terjadi hanya pada satu saraf dan
gangguan motoris muncul perlahan-lahan
Respons terhadap steroid (prednison)Sangat baikTidak jelas
Sumber : dikutip dari Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta
(1999)
2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi
humoral dimana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi
antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai
respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara
antigen, antibodi, dan komplemen.
Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk
nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata
(iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan
disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta
komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stress
fisik (kondisi lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan,
pembedahan, sesudah mendapat imunisasi, dan malaria) dan stres
mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu.
Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.Tabel 7.
Klasifikasi reaksi Tipe II
gejalareaksi ringanreaksi berat
Lesi kulitENL yang nyeri tekan berjumlah sedikit, biasanya
hilang sendiri dalam 2-3 hariENL nyeri tekan, ada yang sampai pecah
(ulseratif), jumlah banyak, berlangsung lama
KonstitusiTidak ada demam atau ringanDemam ringan sampai
berat
Saraf tepiTidak ada neuritis (nyeri tekan atau gangguan
fungsi)Ada neuritis (nyeri tekan dan gangguan fungsi)
Organ tubuhTidak ada gangguanTerjadi peradangan pada organ-organ
tubuh, yaitu mata ( iridosiklitis), testis (epididimorkitis),
ginjal (nefritis), sensi (artitis), kel.limfe (limfadenitis),
gangguan pada tulang, hidung, dan tenggorok
Tabel 8. Perbedaan reaksi Tipe I dan Tipe II
no.gejala/tandareaksi ringanreaksi berat
1.Keadaan umumUmumnya baik, demam ringan (sub febril) atau tanpa
demam)Ringan sampai berat disertai kelemahan umum dan demam
tinggi
2.Peradangan kulitBercak kulit lama menjadi lebih meradang
(merah), dapat timbul bercak baruTimbul nodul kemerahan, lunak, dan
nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah
(ulserasi)
3.SarafSering terjadi, umumnya berupa nyeri tekan saraf dan/atau
gangguan fungsi sarafDapat terjadi
4. Peradangan pada organ lainHampir tidak adaTerjadi pada mata,
kelenjar getah bening, sendi, ginjal, testis, dll
5.Waktu timbulnyaBiasanya segera setelah pengobatanBiasanya
setelah mendapatkan pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6
bulan
6.Tipe kustaDapat terjadi pada kusta tipe PB maupun MBHanya pada
kusta tipe MB
KECACATAN KUSTAProses Terjadinya Cacat Kusta
Fungsi saraf ada 3 macam:
Fungsi motorik memberikan kekiatan pada otot
Fungsi sensonk memberi rasa raba
Fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar sebum.
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana
yang rusak.
Kecacatan pada kusta dapat terjadi lewat 2 proses :
1. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ
(misalnya mata).
2. Melalui reaksi kusta.
Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang
terkena. Apakah sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi antara
ketiganya.
Tingkat Cacat Menurut WHO
Untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang
dilakukan oleh petugas, maka semua pasien kusta dinilai tingkat
cacatnya sesuai dengan petunjuk WHO.
Kualitas penemuan penderita juga dapat dinilai dengan melihat
proporsi tingkat cacat 2 di antara penderita baru.
Ini suatu sistem untuk mengukur cacat akibat kerusakan saraf,
sebagai resiko penyakit kusta. Cacat yang terjadi bukan akibat
kusta, tidak dihitung.
Mata diperiksa apakah kelopak mata sulit menutup,
Tangan diperiksa apakah ada lunglai, mati rasa pada telapak,
luka atau ulkus akibat mati rasa, pemendekan jari atau kelemahan
otot.
Kaki diperiksa apakah ada lunglai (semper), mati rasa pada
telapak kaki, luka, atau pemendekan jari.Gambar 5.Proses Terjadinya
Cacat Kusta
Tabel 9. Kerusakan saraf akan mengakibatkan cacat pada tempat
tertentusarafmotoriksensorikotonom
FascialisKelopak mata tidak bisa menutup
UlnarisJari tangan ke 4 dan ke 5 lemah/lumpuh/kitingMati rasa
telapak tangan bagian jari ke 4 dan 5Kekeringan dan kulit retak
akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah
MedianusIbu jari, jari ke2,dan ke 3 lemah/lumpuh/kitingMati rasa
telapak tangan bagian ibu jari, jari ke 2 dan 3Kekeringan dan kulit
retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran
darah
RadialisTangan lunglaiKekeringan dan kulit retak akibat
kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah
PeroneusKaki semperKekeringan dan kulit retak akibat kerusakan
kelenjar keringat, minyak dan aliran darah
Tibialis posteriorJari kaki kitingMati rasa telapak
kakiKekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat,
minyak dan aliran darah
Tabel 10.Tingkat cacat menurut WHOtingkatreaksi ringanreaksi
berat
0Tidak ada kelainan pada mata akibat kustaTidak ada anestesi
atau cacat akibat kusta
1Ada kelainan mata akibat kusta tetapi tidak kelihatan. Visus
sedikit berkurang akibat kustaAda anestesi tetapi tidak ada cacat
atau kerusakan yang kelihatan akibat kusta
2Ada lagophtalmus, visus sangat terganggu akibat kustaAda
cacat/kerusakan yang kelihatan akibat kusta misalnya ulkus, jari
kiting, kaki semper
Yang tidak termasuk hitungan ialah semua cacat atau kelainan
pada kulit saja atau yang terjadi bukan akibat penyakit kusta,
yaitu: luka biasa (pada tangan atau kaki yang tidak mati rasa),
alis mata menipis (madarosis), hidung pelana, mati rasa selain pada
telapak (pada kulit umum atau pada bercak); kiting, kelemahan otot
atau kehilangan jari yang disebabkan oleh kecelakaan.
Tingkat cacat umum berarti nilai cacat yang paling tinggi di
antara mata, tangan dan kaki, dan nilai itulah yang diisi di
laporan bulanan
Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dan mata,
tangan dan kakii sehingga dapat gambaran yang lebih jelas mengenai
keadaan penderita itu yang sebenarnya.PENCEGAHAN CACAT &
PERAWATAN DIRIProgram pencegahan cacat sebenarnya sudah dimulai
sejak dari penemuan penderita.
Berikut adalah komponen kegiatan pencegahan cacat:
1. Penemuan dini penderita sebelum cacat
2. Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT
3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi
saraf secara rutin
4. Menangani reaksi
5. Penyuluhan
6. Perawatan diri
7. Menggunakan alat bantu untuk mencegah bertambahnya kecacatan
yang terlanjur diderita.
8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi)
Penderita harus mengerti bahwa pengobatan MDT sudah (atau akan)
membunuh bakteri kusta. Tetapi cacat pada mata, tangan atan kakinya
yang terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidupnya, sehingga dia
harus bisa melakukan perawatan diri dengan rajin agar cacatnya
tidak bertambah berat.Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada
dasarnya adalah 3 M:
1. Melindungi mata, tangan dan kaki dan trauma fisik
2. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
3. Melakukan perawatan diri
RUJUKAN UNTUK OPERASI / OPERASI REKONSTRUKSIIndikasi untuk
rujukan operasi meliputi:
Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dan 1
tahun
Borok yang disertai dengan osteomyelitis
Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki
semper, dan mata yang tidak dapat menutup.
Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra
syarat yang harus dipenuhi sebelum operasi dilaksanakan, antara
lain :
1. Usia produktif dan bersedia dioperasi.
2. Mengerti apa manfaat dan batasan operasi
3. RFT dan BTA negatif
4. Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan.
5. Cacat sudah menetap (lebih dan 1 tahun)
6. Tidak ada kekakuan sendi/kontraktur pada jari-jari
7. Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi.
8. Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr %.
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh
beberapa unsur yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan
keturunan. Dimana unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dan
saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan
mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya
sendiri. Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien
mempunyai penyakit Morbus Hansen / kusa tipe PB dengan cacat
tingkat 1. Pasien berpola hidup kurang sehat sehingga memacu
perburukkan penyakit. Pasien mengaku kesulitan berobat karena
masalah ekonomi dan kebiasaan merokok yang suit ditinggalkan
(menurut pasien lebih baik tidak makan dari pada tidak
merokok).Dilihat dari hasil kunjungan rumah pasien, didapatkan
bahwa tempat tinggal pasien, termasuk dalam kategori kurang/ tidak
sehat sebab kebersihan sangat kurang, ventilasi dalam rumah sangat
kurang, pencahayaan di dalam sangat kurang, pembuangan sampah
kurang, sumber air bersih sangat kurang. (dapat dilihat di
lampiran).
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa
unsur-unsur yang disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai
dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas, sebaiknya dapat
memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan untuk
memperbaiki pola hidup pasien.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN1. KesimpulanDari hasil pemeriksaan saat
kunjungan rumah pada Rabu 26 Desember 2012 didapatkan bahwa pasien
adalah penderita Morbus Hansen / Kusta tipe PB dengan cacat tingkat
1. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga
melakukan pola hidup yang salah dan kebiasaan merokok (2 bungkus
per hari minimal). Rumah pasien tergolong rumah yang sehat dilihat
dari ventilasi udaranya, sumber air bersih, pembuangan sampah,
serta penerangan dalam rumah baik. Untuk mencegah jatuhnya
seseorang ke dalam tingkat kecacatan lebih lanjut maupun perburukan
kualitas hidup / produktivitas, perlu kedisiplinan terutama dalam
hal kepatuhan minum obat. Edukasi dari dokter kepada pasien
sangatlah penting terutama mengenai komplikasi dan pola /gaya hidup
yang sehat.
2.SaranBagi pasien disarankan:
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyaki ini bisa disembuhkan
tetapi pengobatan akan berlangsung lama antara 12-18 bulan, untuk
itu pasien harus rajin mengambil obat di uskesmas dan tidak boleh
putus berobat.
Jika dalam masa pengobatan tiba-tiba badan pasien menjadi demam,
nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan bertambah
banyak maka harus segera berobat ke pelayanan kesehatan.
Menjelaskan kepada pasien penyakit ini dapat menyebabkan
kecacatan karena gangguan saraf, dan kecacatan tersebut dapat
dicegah dengan cara :
Kulit kaki dan tangan harus selalu dalam keadaan bersih dan
dijaga kelembapannya
Periksa kaki dan tangan secara teratur apakah terdapat nyeri,
kemerahan atau luka. Bila terdapat nyeri, kemerahan atau luka
segera periksakan ke pelayanan kesehatan terdekat.
Biasakan menggunakan alas kaki dan sarung tangan
Keterangan :
I = indeterminate
TT = tuberkuloid
BT = borderline tuberculoid
BB = mid borderline
BL = borderline lepromatous
LL = lepromatosa
2