Top Banner
Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2 1 FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 Oleh: Ade Heryana, SST, MKM Email: [email protected] ABSTRAK Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis diabetes yang didapat setelah dewasa yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga disebut DM Tidak Tergantung Insulin (TTIDM). Gejala DM ditandai dengan keadaan hiperglikemia yaitu kondisi kadar glukosa dalam darah seseorang melebihi kadar normal yang diperbolehkan. Kondisi hiperglikemia sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes Melitus. Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan hanya berdasarkan adanya glukosa dalam urine atau glukosuria saja. Terdapat dua keadaan yang berperan dalam patofisiologi DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Upaya pencegahan DM meliputi pencegahan tersier, sekunder, dan primer. Sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM tahun 2006 di Indonesia, prinsip penatalaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu 1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram); dan 2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Overweight, Obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, merokok, dan stress/depresi). Kata kunci: Diabetes Melitus tipe 2, Faktor risiko DM, Penyakit kronis ABSTRACT Type 2 diabetes melitus is one of diabetes that adolescence occured and caused by insulin resistance (Non-Insuline Dependence Diabetes Melitus/NIDDM). The symptom of DM signed by hyperglicemic that the blood glucose level over the normal conditon. Hiperglicemic condition consist of Pre-diabetes and Diabetes melitus statue. The diagnose of DM should based on the measurment of blood glucose, not even glucosuria condition. There are two condition that role ini pathophysiologic of DM i.e insulin resistance and disfunction of beta cell. According to 2006 Indonesian Diabetic Management Concensus, the basic management of DM is increasing the patients quality life. Factors related to DM grouping into two main factors, ie unmodiafiable risk factor (race & ethnicity, age, gender, family history, and lower birth history), and modifiable risk factors (overweight, obesity, sedentary life style, hypertension, dyslipidemia, poor diet, tobacco smoking, and stress/deprecion). Keywords: Type 2 Diabetes Melitus, DM Risk Factors, Chronic disease
21

FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Feb 01, 2018

Download

Documents

dangcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

1

FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2

Oleh: Ade Heryana, SST, MKM

Email: [email protected]

ABSTRAK

Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis diabetes yang didapat setelah dewasa yang

disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga disebut DM Tidak Tergantung Insulin

(TTIDM). Gejala DM ditandai dengan keadaan hiperglikemia yaitu kondisi kadar glukosa

dalam darah seseorang melebihi kadar normal yang diperbolehkan. Kondisi

hiperglikemia sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes Melitus.

Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan hanya

berdasarkan adanya glukosa dalam urine atau glukosuria saja. Terdapat dua keadaan yang

berperan dalam patofisiologi DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta

pankreas. Upaya pencegahan DM meliputi pencegahan tersier, sekunder, dan primer.

Sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM tahun 2006 di Indonesia, prinsip

penatalaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup pasien.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus dapat dikelompokkan

menjadi 2 yaitu 1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis

kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari

2500 gram); dan 2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Overweight, Obesitas,

kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang,

merokok, dan stress/depresi).

Kata kunci: Diabetes Melitus tipe 2, Faktor risiko DM, Penyakit kronis

ABSTRACT

Type 2 diabetes melitus is one of diabetes that adolescence occured and caused by insulin

resistance (Non-Insuline Dependence Diabetes Melitus/NIDDM). The symptom of DM

signed by hyperglicemic that the blood glucose level over the normal conditon.

Hiperglicemic condition consist of Pre-diabetes and Diabetes melitus statue. The

diagnose of DM should based on the measurment of blood glucose, not even glucosuria

condition. There are two condition that role ini pathophysiologic of DM i.e insulin

resistance and disfunction of beta cell. According to 2006 Indonesian Diabetic

Management Concensus, the basic management of DM is increasing the patient’s quality

life.

Factors related to DM grouping into two main factors, ie unmodiafiable risk factor (race

& ethnicity, age, gender, family history, and lower birth history), and modifiable risk

factors (overweight, obesity, sedentary life style, hypertension, dyslipidemia, poor diet,

tobacco smoking, and stress/deprecion).

Keywords: Type 2 Diabetes Melitus, DM Risk Factors, Chronic disease

Page 2: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

2

PENDAHULUAN

Dalam bukunya yang berjudul

“Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu Awal” Suyono (2011)

menggambarkan sejarah atau asal mula

penyakit DM sebagai berikut:

Pada papyrus Ebers di Mesir tergambar

adanya penyakit dengan tanda-tanda

banyak kencing yakni pada kurang

lebih 1500 SM;

Kemudian Celsus atau Paracelsus juga

menemukan penyakit sama pada 30

SM;

Aretaeus (170 SM) menamai penyakit

“aneh” ini dengan nama “Diabetes”

yang diambil dari akar kata “diabere”

yang berarti sifon atau tabung untuk

mengalirkan cairan dari satu tempat ke

tempat lain. Aretaeus menggambarkan

penyakit tersebut sebagai melelehnya

daging dan tungkai ke dalam urin

Pada abad 3 – 6 Masehi, cendekiawan

India dan Cina menemukan penyakit

ini yang ditandai dengan rasa manis

pada urine

Ibnu Sina pada tahun 1000 pertama

kali melukiskan gangren diabetes

Tahun 1674, Willis menyatakan urine

pada penderita penyakit ini

digelimangi madu dan gula, sehingga

sejak itu ditambahi kata “mellitus”

yang artinya madu

Von Mehring dan Minkowski

mendapatkan gejala diabetes pada

anjing yang diambil pankreasnya pada

tahun 1889

Kemudian Frederick Grant Banting

dan Charles Herbert Best pada tahun

1921 menemukan insulin, dan pada

tahun 1923 keduanya mendapat

anugerah Nobel

Tahun berikutnya ditemukan berbagai

macam obat yang dapat meningkatkan

kadar insulin, seperti sulfonilurea

(1954-1956), dan glibenklamid (1969)

Persoalan baru dalam perkembangan

penyakit DM adalah komplikasi jangka

panjang yang sebelumnya tidak

dikenal

Diabetes didefinisikan sebagai

kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena

adanya peningkatan kadar glukosa dalam

darah. Peningkatan kadar glukosa dalam

darah ini disebabkan oleh penurunan

sekresi insulin yang progresif, dilatar

belakangi oleh resistensi insulin (Suyono,

2011).

Terdapat dua jenis DM yakni 1) DM

tipe 1 atau disebut diabetes juvenile yaitu

diabetes yang umumnya didapat sejak masa

kanak-kanak yang disebabkan oleh jumlah

insulin kurang, sehingga disebut DM

Tergantung Insulin (TIDM); dan 2) DM

tipe 2 yaitu diabetes yang didapat setelah

Page 3: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

3

dewasa yang disebabkan oleh resistensi

insulin, sehingga disebut DM Tidak

Tergantung Insulin (TTIDM) (Riskesdas,

2013).

Gejala dan Tanda-Tanda

Gejala dan tanda DM ditandai

dengan keadaan hiperglikemia yaitu

kondisi kadar glukosa dalam darah

seseorang melebihi kadar normal yang

diperbolehkan. Menurut Suyono (2011)

dua hal melatarbelakangi keadaan tersebut

yaitu: 1) jumlah insulin yang kurang; dan 2)

keadaan resistensi insulin atau kualitas

insulinnya tidak baik. Pada keadaan kedua,

meskipun insulin dan reseptor insulin ada,

tetapi karena ada kelainan pada sel organ,

maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam

organ untuk dibakar. Akibatnya glukosa

tetap berada di pembuluh darah, sehingga

kadarnya meningkat dalam darah.

Menurut American Diabetes

Association kondisi glukosa dalam darah

terbagi dua yaitu Normoglycemia (kadar

glukosa dalam darah normal sesuai dengan

standar yang berlaku) dan Hyperglycemia

(kadar glukosa dalam darah melebihi

standar yang berlaku). Kondisi

hiperglikemia sendiri terbagi atas dua

kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes

Melitus. Prediabetes ditandai dengan

kejadian Impaired Glucose Tolerance atau

Gannguan Toleransi Glukosa (GTG), atau

Impaired Fasting Glucose atau Gangguan

Glukosa Puasa. Sedangkan kondisi

Diabetes Melitus meliputi tiga kondisi

yakni 1) tidak membutuhkan insulin; 2)

membutuhkan insulin untuk pengontrolan;

dan 3) membutuhkan insulin untuk

bertahan hidup. Pada DM tipe 1, fase

gangguan kadar glukosa darah

membutuhkan insulin untuk bertahan

hidup, sedangkan DM tipe 2 dan tipe

lainnya, kebutuhan insulin hanya untuk

pengontrolan saja, bahkan beberapa tidak

membutuhkan insulin.

DM tipe 2 disebabkan oleh kondisi

hiperglikemia yang tidak terdeteksi secara

spesifik pada pada gejala awal dan

berkembang secara bertahap. Pada kondisi

ini, pasien mengalami peningkatan risiko

terhadap komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler. Diperkirakan usia penyakit

DM rata-rata mencapai 5-8 tahun saat

seseorang terdiagnosa penyakit tersebut.

Selain DM tipe 1 dan tipe 2,

klasifikasi lainnya menurut Soegondo

(2011) adalah DM Gestasional dan DM tipe

lainnya yang disebabkan antara lain oleh:

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, karena obat/zat kimia,

infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan

DM.

Kondisi bukan DM menurut Nuovo

(2006) disebut juga Pre-diabetes. Kondisi

Page 4: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

4

ini adalah kondisi dimana seseorang

mengalami gangguan toleransi glukosa

akan tetapi tidak menujukkan gejala-gejala

DM. Gangguan Toleransi Glukosa atau

Impaired Fasting Glucose adalah kondisi

seseorang yang memiliki level glukosa

puasa 101 – 125 mg/dL. Seseorang yang

dinyatakan pre-diabetes memiliki risiko

yang relatif tinggi untuk berkembang

menjadi DM. Gangguan Toleransi Glukosa

berhubungan dengan sindrom metabolik

yang meliputi: obesitas, dislipidemia, dan

hipertensi.

Diagnosa

Soegondo (2011) menyatakan

diagnosa DM harus didasarkan atas

pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan

hanya berdasarkan adanya glukosa dalam

urine atau glukosuria saja. Tabel 2.1.

berikut menyajikan pedoman dalam

penyaringan dan diagnosa DM di Indonesia

menurut Perkeni tahun 2006.

Tabel 2.1. Pedoman Penyaringan dan Diagnosa DM sesuai Konsensus Pengelolaan &

Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia menurut PERKENI 2006

(Sumber: disadur dari Soegondo, 2011)

Jenis Kadar Glukosa Asal Spesimen

Darah Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL)

Plasma vena < 100 100-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Catatan:

- Penyaringan diulang 1 tahun sekali, pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan

hasil; dan

- Penyaringan diulang 3 tahun sekali, pada kelompok berusia ≥ 45 tahun tanpa faktor risiko lain.

Pelaksanaan penyaringan/skrining

DM biasanya dilakukan dengan tiga jenis

tes laboratorium yakni Glukosa Darah

Puasa (GDP), Glukosa Darah 2 jam pasca

asupan, dan HbA1C. American Diabetes

Association (ADA) lebih

merekomendasikan menggunakan tes GDP,

karena pelaksanaannya lebih mudah, lebih

cepat diketahui hasilnya, dan lebih murah

(Nuovo, 2006).

Menurut Nuovo (2006), American

Diabetes Association telah menetapkan

kriteria untuk mendiagnosis DM:

a. Terdapat gejala-gejala DM dan level

glukosa sewaktu > 200 mg/dL. Istilah

‘sewaktu’ didefinisikan sebagai waktu

Page 5: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

5

kapan saja dalam sehari, tanpa

berpatokan pada waktu, sejak makan

terakhir. Gejala klasik DM antara lain:

poliuria (banyak buang air kecil),

polidipsia (banyak minum), dan

penurunan berat badan tanpa diketahui

penyebabnya;

b. Glukosa Darah Puasa (GDP) > 126

mg/dL. Definisi ‘puasa’ adalah tidak

ada intake kalori selama 8 jam terakhir;

c. Glukosa Darah 2 jam pasca asupan >

200 mg/dL atau Tes Glukosa Toleransi

(TGT). Tes ini, sesuai pedoman WHO,

dilakukan dengan memberikan asupan

glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrat yang dilarutkan

dalam air.

Patofisiologi

Terdapat dua keadaan yang

berperan dalam patofisiologi Diabetes

Melitus tipe 2 yaitu 1) Resistensi insulin;

dan 2) Disfungsi sel beta pankreas. DM tipe

2 disebabkan oleh gagalnya atau

ketidakmampuan sel-sel sasaran insulin

dalam merespon insulin secara normal,

sehingga bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin. Keadaan tersebut dikenal

dengan Resistensi Insulin. Resistensi

insulin umumnya disebabkan oleh obesitas,

kurangnya aktivitas fisik, dan proses

penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat pula

menghasilkan glukosa hepatik yang

berlebihan, namun hal ini tidak diikuti

dengan perusaka sel-sel beta Langerhans

secara autoimun. Pada penderita DM tipe

2, defisiensi insulin hanya bersifat relatif

dan tidak absolut. Disfungsi sel beta

pankreas terjadi akibat kurang

tertanganinya kondisi kegagalan sekresi

insulin mengkompensasi resistensi insulin.

Keadaan ini terjadi secara progresif dan

sering menyebabkan defisiensi insulin,

sehingga akhirnya penderita memerlukan

insulin eksogen (suntik insulin).

Pencegahan

Seperti halnya penyakit lain, upaya

pencegahan DM meliputi pencegahan

tersier, sekunder, dan primer. Waspadji

(2011) menjabarkan pencegahan pada DM

sebagai berikut:

a. Pencegahan primer, yang bertujuan

mencegah timbulnya penyakit DM;

b. Pencegahan sekunder, yang bertujuan

mencegah timbulnya penyulit,

meskipun telah terjadi penyakit DM;

dan

c. Pencegahan tersier, yang bertujuan

mencegah terjadi kecacatan lebih

kanjut, meskipun telah terjadi penyakit

DM.

Gambar 2.1 berikut menjelaskan

upaya pencegahan yang disesuaikan

dengan riwayat alamiah penyakit DM.

Upaya pencegahan DM dapat

dilakukan dengan:

a. Pendekatan kepada

penduduk/populasi/komunitas.

Pendekatan ini berupaya mengubah

Page 6: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

6

dan memperbaiki gaya hidup agar

menguntungkan, dan mencegah

terhadap timbulnya DM atau penyulit

kroniknya. Pendekatan ini dilakukan

pada pencegahan primer dan sekunder;

dan

b. Pendekatan kepada perorangan.

Pendekatan ini dilakukan pada mereka

yang berisiko tinggi mengidap DM dan

pada pasien/penyandang DM,

dilakukan pada pencegahan primer,

sekunder, dan tersier.

Penyulit kronik DM pada dasarnya

terjadi pada semua pembuluh darah di

tubuh atau disebut angiopati diabetik.

Angiopati ini dibagi menjadi dua yaitu

makroangiopati (makrovaskuler) dan

mikroangiopati (mikrovaskulaer). Penyulit

makrovaskuler meliputi: ginjal (penyakit

ginjal kronik) dan retina mata (terjadi

kebutaan). Sedangkan penyulit

mikrovaskuler meliputi: pembuluh darah

jantung (penyakit jantung koroner),

pembuluh darah kaki (luka sukar sembuh),

dan pembuluh darah otak (stroke).

Keduanya dapat terjadi bersamaan (tidak

saling terpisah) dan bukan berrati tidak

terjadi sekaligus.

Tindakan yang dilakukan untuk

usaha pencegahan primer meliputi

penyuluhan mengenai perlunya pengaturan

gaya hidup sehat sedini mungkin, dengan

memberikan pedoman sebagai berikut:

a. Mempertahankan pola makan sehari-

hari yang sehat dan seimbang, yaitu:

meningkatkan konsumsi sayuran dan

buah, membatasi makanan tinggi

lemak dan karbohidrat sederhana, dan

mempertahankan berat badan

normal/idaman sesuai dengan umur

dan tinggi badan;

b. Melakukan kegiatan jasmani yang

cukup sesuai dengan umur dan

kemampuan; dan

c. Menghindari obat yang bersifat

diabetogenik.

Upaya yang dilakukan pada

pencegahan sekunder antara lain untuk

jangka pendek melakukan deteksi dini

penyakit DM dengan kegiatan penyaringan

(general check up) glukosa darah terutama

pada mereka yang memiliki faktor risiko

tinggi. Usaha ini dilakukan oleh semua

petugas kesehatan pada setiap kesempatan,

atau juga oleh pasien yang berisiko tinggi

atas permintaan yang bersangkutan.

Upaya jangka panjang pencegahan

sekunder adalah mencegah timbulnya

penyulit kronik dalam bentuk

mikroangiopati, makroangiopati, dan

neuropati. Upaya ini dikerjakan bersama-

sama oleh dokter dan para petugas

kesehatan. Namun demikian perlu juga

peran aktif para penyandang DM.

Page 7: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

7

Pencegahan Primer Pencegahan

Sekunder Pencegahan Tersier

Gambar 2.1. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus disesuaikan dengan

Riwayat Alamiah Penyakit

(Sumber: disadur dari Waspadji, 2011)

Mulai dicegah Meninggal

Mulai DM

Penyulit Kronik

Cacat

Faktor risiko: - Obesitas - Nutrisi - Kurang aktifitas

Genetik TGT

Resistensi insulin Hiperinsulinemia H

Hiperglikemia Hipertensi H

Retinopati Nefropati Aterosklerosis Neurofati

Buta Gagal ginjal PJK Amputasi

Page 8: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

8

Penatalaksanaan

Sesuai dengan Konsensus

Pengelolaan DM tahun 2006 di Indonesia,

prinsip penatalaksanaan DM adalah

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun tujuannya terbagi menjadi dua:

a. Tujuan jangka pendek antara lain

menghilangkan keluhan dan tanda DM,

mempertahankan rasa nyaman, dan

tercapainya target pengendalian

glukosa darah;

b. Tujuan jangka panjang antara lain

mencegah dan menghambat

progresivitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati, dan neuropati.

c. Tujuan akhir adalah turunnya

morbiditas dan mortalitas DM.

Adapun penatalaksanaan DM tipe 2

terdiri dari upaya-upaya sebagai berikut:

Diet, Exercise (latihan fisik/olahraga),

Pendidikan kesehatan, dan Pengobatan.

Prinsip pengaturan makan (Diet)

pada penyandang DM adalah makanan

yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

masing individu. Pada pasien diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan,

yang meliptu jadwal makan, jenis dan

jumlah makanan, terutama pada mereka

yang menggunakan obat penurun glukosa

darah atau insulin. Standar yang dianjurkan

adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%,

lemak 20-25% dan protein 10-15%.

Exercise atau latihan fisik

dianjurkan secara teratur 3-4 kali seminggu,

selama kurang lebih 30 menit. Sifat latihan

sesuai dengan prinsip CRIPE yaitu

Continous, Rhythmical, Interval,

Progresive, dan Endurance. Pelaksanaan

training sesuai dengan kemampuan pasien.

Sebagai contoh adalah olah raga ringan

jalan kaki biasa selama 30 menit.

Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang

gerak atau bermalasmalasan.

Pendidikan kesehatan sangat

penting dalam penatalaksanaan DM.

Pendidikan kesehatan merupakan

pencegahan primer yang harus diberikan

kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.

Pendidikan kesehatan sekunder diberikan

kepada kelompok pasien DM. Sedangkan

pendidikan kesehatan untuk pencegahan

tersier diberikan kepada pasien yang sudah

mengidap DM dengan penyulit menahun.

Pengobatan DM diberikan dalam

dua jenis obat yaitu antibiabetik oral dan

insulin. Indikasi antidiabetik oral terutama

ditujukan untuk penanganan pasien DM

tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal

dikendalikan dengan pengaturan asupan

energi dan karbohidrat serta olahraga. Obat

antidiabetik oral ditambahkan bila selama

4-8 minggu upaya diet dan olahraga

dilakukan, kadar glukosa darah tetap di atas

200 mg/dL dan HbA1C di atas 8 mg/dL.

Pemilihan antidiaberik oral bisa dilakukan

dengan satu jenis obat atau kombinasi, yang

Page 9: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

9

disesuaikan dengan tingkat keparahan DM.

Golongan antidiabetik oral antara lain

sulfonilurea, biguanid, inhibtor alfa

glukosidase, dan insulin sensitizing.

Insulin merupakan protein kecil

dengan Berat Molekul (BM) 5.808 pada

manusia, mengandung 51 asam amino yang

tersusun dalam sua rantai. Rantai tersebut

dihubungkan dengan jembatan disulfide.

Fungsi insulin antara lain: menaikkan

pengambilan glukosa ke dalam sel–sel

sebagian besar jaringan, menaikkan

penguraian glukosa secara oksidatif,

menaikkan pembentukan glikogen dalam

hati dan otot, serta mencegah penguraian

glikogen, menstimulasi pembentukan

protein dan lemak dari glukosa. Kombinasi

insulin dengan obat-obat lain efektif untuk

pasien yang tidak terkontrol dengan diet

atau pemberian hipoglikemik oral. Selama

kehamilan, kadang insulin dijadikan pilihan

sementara. Pada pasien DM tipe 2 yang

memburuk, dibutuhkan penggantian insulin

secara total.

FAKTOR RISIKO DIABETES TIPE-2

Kemenkes dalam bulletin Infodatin

tahun 2014 dalam rangka Hari Diabetes

Sedunia menyatakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian Diabetes

Melitus dapat dikelompokkan menjadi 2

yaitu faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis

kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan

riwayat lahir dengan BBLR atau kurang

dari 2500 gram), dan faktor risiko yang

dapat dimodifikasi (Berat Badan berlebih,

Obesitas abdominal/sentral, kurangnya

aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet

tidak sehat/tidak seimbang, dan merokok).

Suyono (2011) menyebut faktor

risiko atau penyebab DM tipe 2 dapat

disebabkan oleh: Faktor turunan, obesitas

terutama yang bersifat sentral (bentuk

apel), diet tinggi lemak dan rendah

karbohidrat, atau pola makan yang salah,

kurang gerak badan, minum obat-obatan

yang dapat menaikkan kadar gula darah,

usia (faktor menua), stress, dan lain-lain.

Sementara itu, faktor risiko DM tipe

2 menurut American Diabetes Association

(ADA) adalah sebagai berikut: Usia ≥ 45

tahun, overweight atau IMT > 25 kg/m2,

riwayat penyakit diabetes pada keluarga,

gaya hidup kurang bergerak, ras/etnis, level

Gangguan Toleransi Glukosa, Riwayat DM

Gestasional atau pernah melahirkan bayi

dengan berat > 9 lbs, hipertensi (> 140/90

mmHg), level HDL Kolesterol < 35 mg/dL,

Polycystic Ovarian Syndrome (PCO), dan

riwayat penyakit kardiovaskular.

Faktor Risiko yang Tidak Dapat

Dimodifikasi

A. Ras dan etnik

Dalam The Sage Dictionary of

Sociology, ras atau etnik adalah

sekelompok orang atau negara yang

Page 10: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

10

menganggap memliki keturunan yang sama

dan biasanya dipersatukan dengan bahasa,

agama, kultur dan sejarah yang sama

(Bruce & Yearly, 2006).

Dalam perspektif kesehatan

masyarakat, ras merupakan konsep yang

penting karena beberapa penyakit

berhubungan erat dengan aspek biologis

dari suatu ras tertentu. Ras berhubungan

dengan interaksi antara gen dan lingkungan

(Last, 2001). Ras juga berhubungan dengan

status ekonomi sosial seseorang yang

berdampak pada akses terhadap layanan

kesehatan, perilaku sehat, diskriminasi, dan

dukungan sosial dalam rangka peningkatan

kesehatan dan penyembuhan penyakit

(Codario, 2011). Konsep ras sering

digunakan dalam penelitian kesehatan

untuk mengetahui faktor risiko suatu

penyakit.

Ras dan etnik berhubungan erat

dengan kejadian DM. Ras Asia lebih

berisiko mengalami DM dibanding Eropa.

Hal ini disebabkan karena orang Asia

kurang sering melakukan aktivitas

dibanding orang Eropa. Kelompok etnis

tertentu seperti India, Cina, dan Melayu

lebih berisiko terkena DM. Pengaruh ras

dan etnis terhadap kejadian DM tipe 2

sangat kuat pada masa usia muda. Pada

berbagai studi, kasus DM tipe 2 pada

pediatrik kebanyakan terjadi pada ras non-

eropa (Nadeau & Dabelea, 2008).

Ras dan etnis minoritas menurut

Cordario (2011) memiliki kecenderungan

lebih jarang (bahkan tidak pernah)

melakukan pengontrolan kadar gula darah.

Kecenderungan tersebut disebabkan oleh

tiga faktor yaitu 1) faktor pasien (kepatuhan

yang rendah, biologis dan genetik, selera,

penolakan pengobatan, hambatan ekonomi,

dan kurangnya akses terhadap jaminan dan

pelayanan kesehatan); 2) faktor dokter

(steretotipe dan bias, managed care, dan

hambatan peresepan obat); dan 3) faktor

sistem kesehatan (bahasa dan budaya,

pembiayaan, dan lingkup jaminan

pemeriksaan laboratorium dan

pengobatan).

B. Umur

Konsep umur/usia menurut WHO

adalah sejumlah waktu yang telah dilalui

seseorang hingga saat ini dengan

menghitung hari/tanggal lahir sebagai

angka nol (Last, 2001).

Fungsi sel beta pada organ pankreas

akan menurun seiring dengan

penambahan/peningkatan usia (Holth &

Kumar, 2003). Pada usia 40 tahun

umumnya manusia mengalami penurunan

fisiologis lebih cepat. DM lebih sering

muncul pada usia setelah 40 tahun

(Yuliasih & Wirawanni, 2009), terutama

pada usia di atas 45 tahun yang disertai

dengan overweight dan obeistas. Penderita

DM di Indonesia sebagian besar pada usia

38-47 tahun dengan proporsi sebesar

Page 11: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

11

25,3%. Risiko DM makin meningkat sesuai

dengan perkembangan usia (Soewondo &

Pramono, 2011). Nainggolan dkk (2013)

dalam studinya menunjukan semakin tua

kecenderungan menderita diabetes semakin

tinggi. Kelompok umur yang paling

berisiko adalah pada usia 55-64 tahun.

Studi Zahtamal dkk (2007)

menunjukkan 84% kasus DM dapat dicegah

dengan memperhatikan faktor risiko umur,

serta probabilitas terjadinya DM pada usia

< 45 tahun dan 45 tahun adalah sekitar 1

berbanding 6.

Sementara Trisnawati dan

Setyorogo (2012) menunjukkan terdapat

hubungan antara umur dengan kejadian DM

tipe 2 dengan risiko pada kelompok usia <

45 tahun 72 persen lebih rendah dibanding

kelompok usia ≥ 45 tahun. Sementara

menurut Nainggolan dkk (2013) kelompok

umur 55-64 tahun memiliki risiko 14 kali

menderita diabetes dibanding kelompok

usia 25-34 tahun.

C. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah penentuan

kesadaran, sikap, dan kepercayaan terhadap

gender laki-laki atau perempuan secara

kultural (Last, 2001). Baik pria maupun

wanita memiliki risiko yang sama besar

mengalami DM. Risiko lebih tinggi dialami

wanita dengan usia di atas 30 tahun

dibandingkan pria.

Sebuah studi yang dilakukan oleh

Soewondo & Pramono (2011)

menunjukkan kejadian DM di Indonesia

lebih banyak menyerang perempuan

(61,6%) dengan jenis pekerjaan terbanyak

adalah ibu rumah tangga (27,3%).

Demikian pula studi yang dilakukan

Nainggolan dkk (2013) perempuan lebih

banyak mengalami diabetes, namun tidak

ada perbedaan risiko antara perempuan

maupun laki-laki.

D. Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian dari

karakteristik status sosial ekonomi (SES)

seseorang. Menurut Cordario (2011) status

ekonomi sosial meliputi pekerjaan,

pendapatan, pendidikan, dan keadilan

sosial-ekonomi. Kondisi status ekonomi

seseorang berdampak pada akses terhadap

layanan kesehatan, perilaku sehat,

diskriminasi, dan dukungan sosial dalam

rangka peningkatan kesehatan dan

penyembuhan penyakit.

Pendidikan menjadi modal yang

baik bagi seseorang untuk meningkatkan

pola pikir dan perilaku sehat, karena itu

pendidikan dapat membantu seseorang

untuk memahami penyakit dan gejala-

gejalanya (Anderson, 2004). Berbagai studi

menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan dengan

kejadian DM tipe 2. Studi yang dilakukan

Soewondo dan Pramono (2011) dan

Mongisidi (2014) menunjukkan proporsi

populasi yang mengalami DM di Indonesia

Page 12: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

12

sebagian besar ada pada orang dengan

pendidikan sekolah menengah (26%).

Penelitian yang dilakukan

Trisnawati dan Setyorogo di Puskesmas

Cengkareng (2012), Mongisidi (2014), dan

Nainggolan dkk (2013) menunjukkan tidak

ada hubungan antara pendidikan dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2.

Sementara penelitian yang dilakukan

Nainggolan dkk (2013) menunjukkan

pendidikan rendah dan menengah lebih

bersifat protektif dibandingkan dengan latar

belakang pendidikan tinggi. Pendidikan

tinggi memiliki risiko 1,43 kali lebih tinggi

dibanding pendidikan rendah.

Pendidikan secara tidak langsung

berhubungan dengan pengetahuan pasien.

Hasil studi menunjukkan terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan

kejadian DM, dan sebagai faktor protektif

terhadap DM (Zahtamal dkk, 2007).

E. Pekerjaan

Pekerjaan menggambarkan secara

langsung keadaan kesehatan seseorang

melalui lingkungan pekerjaan baik secara

fisik dan psikologis (Oakes & Kaufman,

2006 dalam Rothman dkk, 2008). Seperti

halnya pendidikan, pekerjaan

menggambarkan status sosial ekonomi

seseorang yang berdampak pada bagaimana

orang tersebut mendapat akses pelayanan

kesehatan dalam rangka upaya promosi,

preventif dan kuratif. Disamping itu

pekerjaan ada kaitannya dengan tingkat

stress dan tekanan serta gaya hidup yang

menyebabkan kejadian DM tipe 2.

Studi tentang hubungan pendidikan

dengan kejadian diabetes telah banyak

dijalankan, diantaranya yang dilakukan

oleh Soewondo dan Pramono (2011) yang

menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian

besar risiko DM ada pada ibu rumah tangga

(27,3%) dan pengusaha atau penyedia jasa

(20%). Studi Mongisidi (2014)

menunjukkan kejadian diabetes lebih sering

dialami pasien yang tidak bekerja.

Studi yang dilakukan Mongisidi

(2014) menunjukan terdapat hubungan

antara status pekerjaan dengan kejadian

diabetes, dengan tingkat risiko sebesar

1,544.

F. Riwayat keluarga dengan DM

Riwayat keluarga merupakan

kondisi yang merefleksikan genetik dan

lingkungan yang sama pada beberapa orang

(Ahrens & Pigeot, 2005). Riwayat keluarga

turut mempengaruhi kerentanan seseorang

terhadap diabetes. Riwayat keluarga

dengan DM pada level pertama (misalnya:

orang tua) merupakan faktor risiko yang

kuat terhadap kejadian DM pada seseorang

(Holt & Kumar, 2003). Ada dugaan bahwa

gen resesif membawa bakat diabetes pada

seseorang. Artinya hanya orang dengan

sifat homozigot dengan gen resesif tersebut

yang menderita diabetes (Fatimah, 2015).

Berbagai studi menunjukkan

hubungan yang kuat antara riwayat DM

Page 13: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

13

pada keluarga dengan risiko DM tipe 2

terutama pada populasi usia muda. Anak

usia muda memiliki proporsi risiko DM tipe

2 sebesar 45-80% jika paling sedikit salah

satu orangtuanya menderita DM (Nadeau &

Dabelea, 2008). Hal ini didukung studi

Nainggolan dkk (2013) yang menunjukkan

kejadian diabetes lebih tinggi pada orang

dengan riwayat keluarga DM dibanding

yang tidak memiliki riwayat.

Studi yang dilakukan Zahtamal dkk

(2007) terdapat hubungan yang bermakna

antara riwayat keluarga menderita DM

dengan kejadian DM. Probabilitas

terjadinya DM pada orang dengan riwayat

DM dibandingkan orang dengan tidak ada

riwayat DM adalah 1 berbanding 4.

Disamping itu 73% kasus DM dapat

dicegah dengan memperhatikan faktor

riwayat turunan DM. Demikian pula studi

yang dilakukan Najah (2014) terdapat

hubungan antara riwayat keluarga dengan

kejadian diabetes, dengan odd ratio sebesar

4,78.

G. Status Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi

mempengaruhi posisi individu atau

kelompok yang akan berkaitan dengan

struktur masyarakat. Status ekonomi sosial

merupakan salah satu dimensi stratifikasi

sosial dan mekanisme penting untuk

melihat ditribusi sumberdaya dan barang

terakumulasi pada kelompok sosial tertentu

(Boslaugh, 2008). Sebagaimana

disebutkan oleh Cordario (2011), status

ekonomi dan sosial berdampak pada akses

terhadap layanan kesehatan, perilaku sehat,

diskriminasi, dan dukungan sosial dalam

rangka peningkatan kesehatan dan

penyembuhan penyakit.

Beberapa studi dilakukan untuk

membuktikan Social Economic Statue

(SES) berhubungan secara positif dengan

kejadian DM. Makin tinggi status sosial

ekonomi, risiko terkena DM semakin

tinggi. Studi yang dilakukan Soewondo &

Pramono (2011) serta Nainggolan dkk

(2013) menunjukkan bahwa proporsi

penderita DM pada status sosial ekonomi

tinggi lebih tinggi dibanding sosial

ekonomi rendah. Demikian pula studi yang

dilakukan Mongisidi (2014) kejadian

diabetes lebih banyak diderita pasien

dengan pendapatan di atas UMR (Upah

Minimum Regional).

Studi yang dilakukan oleh

Mongisidi (2014) terdapat hubungan antara

pendapatan pasien dengan kejadian

diabetes dengan faktor risiko sebesar 1,440.

H. Riwayat lahir dengan BBLR atau

kurang dari 2500 gram

Menurut WHO (2016), Bayi Berat

Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang

baru lahir dengan berat badan kurang atau

sama dengan 2500 gram. Faktor risiko

BBLR atau Berat Badan Lahir Rendah

terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor

turunan dan lingkungan. BBLR disebabkan

Page 14: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

14

keadaan malnutrisi selama janin di rahim

yang menyebabkan kegagalan

perkembangan sel beta yang memicu

peningkatan risiko DM selama hidup.

BBLR juga menyebabkan gangguan pada

sekresi insulin dan sensitivitas insulin

(Nadeau & Dabelea, 2008).

Malnutrisi intrauterin selama

perkembangan janin secara siginifikan

dapat mempengaruhi metabolisme glukosa,

serta dapat mempengaruhi kegagalan

fungsi sel beta yang berperan dalam sekresi

insulin pada manusia (Cordario, 2011 dan

Laakso, 2008).

I. Riwayat Polycystic Ovarian

Syndrome (PCO)

Polycystic Ovarian Syndrome

adalah gangguan sistem endokrin yang

umumnya menyerang wanita yang

mempengaruhi usia reproduksi. Berbagai

studi menunjukkan hubungan yang kuat

antara PCO dengan kejadian diabetes pada

wanita. Risiko diabetes tipe 2 meningkat

pada hampir ¾ wanita dengan PCO. Studi

lain menunjukkan dari seluruh populasi,

4% penderita DM tipe 2 mengalami

obesitas dan PCO. Onset gangguan gula

darah pada wanita dengan PCO terjadi pada

usia 30-40 tahun. Meskipun wanita dengan

PCO memiliki kadar gula darah yang

normal, namun dengan pengujian yang

detail memperlihatkan adanya gangguan

metabolik yang berkontribusi terhadap

kejadian DM tipe 2 (Kousta & Frank,

2006).

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

A. Overweight

Overweight adalah kondisi tubuh

dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari 25

kg/m2 (Ahrens & Pigeot, 2005).

Risiko DM tipe 2 meningkat

bersamaan dengan peningkatan berat badan

(Nadeau & Dabelea, 2008). Menurut

Infodatin Kemenkes (2014) yang

bersumber dari Riskesdas tahun 2013,

proporsi faktor risiko kegemukan atau berat

badan berlebih (overweight) pada

kelompok usia di atas 16-18 tahun adalah

5,7%, dan 11,5% pada kelompok usia di

atas 18 tahun. Data tersebut juga

menunjukkan proporsi faktor risiko

kegemukan pada penderita DM pada usia di

bawah 15 tahun cukup tinggi yakni sebesar

20,6%.

B. Obesitas

Obesitas adalah kondisi tubuh

dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari 30

kg/m2 (Ahrens & Pigeot, 2005).

Obesitas merupakan komponen

utama dari sindom metabolik dan secara

signifikan beehubungan dengan resistensi

insulin. Pedoman yang dikeluarkan oleh

The National Cholesterol Program-Adult

Treatment Panel (NCEP-ATP III)

menunjukkan seseorang terdiagnosa

sindrom metabolik jika menderita tiga atau

Page 15: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

15

lebih dari lima faktor risiko berikut

(Cordario, 2011):

1. Obesitas abdomen dengan lingkar

pinggang > 102 cm (pria) dan > 88 cm

(wanita);

2. Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl;

3. Kadar HDL < 40 mg/dl (pria) dan 50

mg/dl (wanita);

4. Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg; dan

5. Kadar glukosa puasa ≥ 100 mg/dl.

Risiko penyakit DM tipe 2

meningkat bersamaan dengan peningkatan

indeks massa tubuh, rasio pinggul terhadap

pinggang, dan penimbunan lemak terpusat.

Masalah obesitas bukan hanya terjadi di

negara maju, namun juga di negara

berkembang (seperti Indonesia, India)

terutama pada masyarakat urban. Sebuah

studi di India melaporkan bahwa 18%

populasi usia 13-18 tahun mengalami

overweight, yang behubungan positif

dengan usia dan status sosial ekonomi

(Nadeau & Dabelea, 2008). Sementara

studi yang dilakukan Soewondo dan

Pramono (2011) proporsi penderita DM

yang mengalami obesitas abdominal di

Indonesia sebesar 33,6%. Sementara

proporsi pada obesitas sentral sebesar

40,9%.

Menurut Infodatin Kemenkes RI

(2014) faktor risiko DM akibat obesitas di

Indonesia banyak terjadi pada kelompok

usia di atas 18 tahun (14,8%). Obesitas

sentral merupakan faktor risiko utama

penyebab diabetes yakni mencapai 26,6%

(pada kelompok usia 15 tahun ke atas).

Jenis kelamin perempuan lebih besar

proporsinya (42,1%) dibanding laki-laki

(11,3%).

Studi yang dilakukan Soetiarto,

Roselinda, dan Suhardi (2010)

menunjukkan prevalensi obesitas baik

abdominal atau sentral, mulai meningkat

pada umur ≥ 25 tahun dan mulai menurun

pada usia ≥ 65 tahun sampai dengan usia

75+ tahun . Prevalensi DM mulai

meningkat pada usia ≥ 35 tahun pada

wanita dan menurun di usia 75+ tahun.

Berbeda dengan laki-laki yang mulai

meningkat prevalensi DM pada usia ≥ 45

tahun tetapi makin tinggi sampai usia 75+

tahun. Terlihat bahwa mulainya tinggi

prevalensi obesitas pada usia yang lebih

muda dari pada mulai tingginya prevalensi

DM, ini menunjukkan kejadian obesitas

mendahului terjadinya DM.

Studi Yuliasih dan Wirawanni

(2009) dan Nainggolan dkk (2013)

menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara obesitas abdominal

dengan peningkatan kadar Gula Darah

Puasa dan Gula Darah 2 Jam PP. Studi lain

menunjukkan, wanita dengan indeks massa

tubuh (IMT) di atas 35 kg/m2 memiliki

risiko 40 kali menderita diabetes dibanding

wanita dengan IMT < 23 kg/m2 (Laakso,

2008). Sementara menurut Trisnawati dan

Setyorogo (2012) orang dengan obesitas

Page 16: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

16

memiliki risiko 2,7 kali lebih besar

dibanding yang tidak obesitas. Studi

Nainggolan dkk (2013) juga menunjukkan

bahwa berat badan kurus maupun

kegemukan sama-sama memiliki risiko

diabetes dibandingkan dengan berat badan

normal.

C. Kurangnya aktivitas fisik

Gaya hidup kurang aktivitas fisik

(sedentary life style) turut mempengaruhi

patogenesis kegagalan dalam toleransi

glukosa dan merupakan faktor risiko utama

diabetes (Laakso, 2008). Latihan aerobik

dapat menunda bahkan mencegah

perkembangan diabetes tipe 2, dengan

meningkatkan sensitivitas insulin secara

langsung (Cordario, 2011). Dengan

demikian, kurang aktifitas fisik dapat

menyebabkan risiko DM makin tinggi.

Faktor risiko DM akibat kurang

aktifitas fisik pada populasi usia 10 tahun

ke atas mencapai 26,1% (Kemenkes, 2014).

Studi Soewondo & Pramono (2011)

menunjukkan proporsi penderita DM yang

kurang melakukan aktivitas fisik di

Indonesia sebesar 72,7%.

Menurut Laakso (2008) risiko

wanita yang kurang melakukan aktifitas

fisik lebih tinggi menderita diabetes

dibanding yang aktif berolahraga. Wanita

dengan berolahraga kurang dari 7 jam per

minggu, 39% menderita diabetes lebih

rendah dibanding yang beraktifitas fisik

kurang dari 0,5 jam per minggu.

D. Hipertensi

Hipertensi atau dikenal dengan

“tekanan darah tinggi” adalah kondisi

dimana tekanan darah seseorang terhadap

dinding pembuluh arteri secara konsisten

tinggi, yakni tekanan darah ketika jantung

berkontraksi (sistolik) lebih besar sama

dengan 140 mmHg dan tekanan darah

ketika jantung melemah/menguncup

(diastolik) sebesar lebih besar atau sama

dengan 90 mmHg (Boslaugh, 2008).

Ketidaktepatan penyimpanan garam

dan air serta meningkatnya tekanan dari

dalam tubuh pada sirkulasi darah perifer

merupakan penyebab tekanan darah

berkaitan erat dengan resistensi insulin

sebagai pencetus kejadian diabetes

(Fatimah, 2015).

Hipertensi sangat berhubungan

dengan risiko perkembangan diabetes

melitus tipe 2, serta sebagai prediktor

penting terhadap kejadian nefropati,

retinopati, dan kardiovaskuler yang

menyertai DM. Sebuah studi yang

dilakukan di Osaka (Osaka Health Survey),

risiko relatif (RR) perkembangan diabetes

melitus tipe 2 sebesar 1,76 pada pria

hipertensi dibandingkan sebesar 1,39 pada

pria tensi normal (Cordario, 2011). Studi

Nainggolan dkk (2013) menunjukkan

terdapat hubungan bermakna antara

hipertensi dengan kejadian diabetes,

dengan risiko diabetes pada kelompok yang

memiliki riwayat hipertensi lebih tinggi

Page 17: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

17

dibanding kelompok dengan tensi normal

yaitu 3,41 kali.

Hipertensi dan diabetes merupakan

faktor risiko yang saling berhubungan

(autokorelasi). Insiden hipertensi

meningkat pada pasien diabetes 1,5 – 3 kali

dibanding pasien normal. Sebuah studi

menunjukkan 40% orang dengan diabetes

mengalami hipertensi pada usia 45 tahun,

dan lebih dari 60% pada usia 60 tahun

(Cordario, 2011).

Faktor risiko DM akibat hipertensi

pada populasi usia 18 tahun ke atas

mencapai 25,8% (Kemenkes, 2014).

Namun secara umum proporsi penderita

DM yang menderita hipertensi hampir sama

(Soewondo & Pramono, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh

Trisnawati dan Setyorogo (2012)

menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara tekanan darah dengan

kejadian DM dengan odss ratio 6,85 kali

dibanding orang dengan tensi darah normal.

E. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kondisi

kadar lemak dalam darah tidak sesuai batas

yang ditetapkan atau abnormal (AIHW,

2012). Resistensi insulin berhubungan

dengan ketidaknormalan dan peningkatan

metabolisme asam lemak dan lipoprotein.

Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar

trigliserida dan penurunan kadar kolesterol

HDL, serta peningkatan kadar kolesterol

LDL densiti rendah (small dense LDL)

(Cordario, 2011). Selengkapnya disajikan

pada tabel 2.2 berikut.

Infodatin Kemenkes (2014)

menunjukkan proporsi faktor risiko DM

populasi 15 tahun ke atas akibat

dislipidemia tertinggi akibat kadar

kolesterol pada posisi borderline dan tinggi

yakni sebesar 35,9%. Sementara pada

kondisi lainnya adalah HDL rendah

(22,9%), LDL tinggi (15,9%), dan

trigliserida tinggi (11,9%). Penelitian yang

dilakukan Trisnawati dan Setyorogo (2012)

dan Nainggolan dkk (2013) menunjukkan

adanya hubungan antara kadar kolesterol

dalam darah dengan kejadian diabetes,

dengan risiko sebesar 2,41 kali dibanding

orang dengan kolesterol total normal.

F. Diet tidak sehat/tidak seimbang

Tidak dapat dipungkiri bahwa diet

merupakan salah satu cara yang dapat

dilakukan seseorang untuk meningkatkan

kesehatan. Diet yang sehat dapat

melindungi seseorang dari serangan

penyakit kronis, salah satunya adalah

diabetes. Bukti-bukti epidemiologis

menunjukkan seseorang yang secara rutin

makan buah-buahan dan sayuran memiliki

risiko yang rendah terkena diabetes tipe 2

(AIHW, 2012).

Page 18: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

18

Tabel 2.2. Karakteristik Abnormalitas Lipoprotein pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe-2

1. Peningkatan LDL

2. Peningkatan VLDL

3. Peningkatan residu

4. Penurunan HDL

5. Peningkatan Trigliserida

6. Peningkatan Small dense LDL

7. Peningkatan fungsi glikasi LDL

8. Peningkatan fungsi oksidari LDL

9. Peningkatan pembentukan antibodi yang meningkatkan aterogenesis

10. Peningkatan Trigliserida yang kaya lipoprotein bersamaan dengan

penurunan aktivitas enzim lipase lipoprotein

Sumber: Cordario (2011, hal. 214)

Studi pada wanita dewasa

menunjukkan diet ketat serat, lemak, dan

glukosa menurunkan risiko terhadap

diabetes (Laakso, 2008). Sementara pada

populasi 10 tahun ke atas, proporsi faktor

risiko DM akibat mengkonsumsi

makanan/minuman manis lebih dari 1x/hari

adalah 53,1%. Faktor risiko lainnya adalah

mengkonsumsi makanan/minuman

berlemak lebih dari 1x/hari sebesar 40,7%

dan makanan/minuman asin lebih dari

1x/hari sebesar 26,2% (Kemenkes, 2014).

Hasil studi Zahtamal dkk (2007)

menunjukkan tidak terdapat hubungan

antara pola makan tidak sehat dengan

kejadian DM, dan hanya 6% kasus DM

dapat dicegah dengan menjaga pola makan

yang sehat.

G. Merokok

Perilaku merokok atau daily

smoking merupakan salah satu faktor risiko

perilaku berupa menghirup/menghisap

tembakau atau produk tembakau (meliputi

sigaret, “tingwe”, cigar, dan pipa) yang

dilakukan setiap hari, tidak termasuk

tembakau kunyah atau produk bukan

tembakau yang dihisap (AIHW, 2012).

Kemungkinan terdapat proporsi

yang sama antara prevalensi perokok yang

mengalami diabetes dan non-diabetes.

Merokok dapat mempengaruhi beberapa

faktor yang dapat meningkatkan resistensi

insulin dan berperan terhadap aktivitas

insulin. Merokok juga secara siginifikan

dapat meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskuler, serta terhadap neropati dan

nefropati (Haire-Joshu dkk, 1999).

Faktor risiko DM akibat merokok

setiap hari pada populasi berusia 10 tahun

ke atas adalah 24,3% (Kemenkes, 2014).

Studi yang dilakukan Soewondo &

Pramono (2011) menunjukkan proporsi

penderita DM yang merokok setiap hari

mencapai 18,9%.

Studi Nainggolan dkk (2013)

menunjukkan tidak ada hubungan

Page 19: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

19

signifikan antara perilaku merokok dengan

diabetes, serta proporsi diabetes pada orang

merokok lebih rendah dibanding yang tidak

merokok. Namun menurut Laakso (2008)

merokok lebih dari 14 batang rokok jenis

sigaret per hari meningkatkan risiko

diabetes sebesar 39%.

H. Stress dan depresi

Stress adalah respon fisik dan

psikologis terhadap tekanan (stressor), dan

merupakan faktor risiko yang bisa

mempengaruhi kondisi kesehatan

seseorang. Stress dapat disebabkan oleh

berbagai macam faktor seperti tekanan

pekerjaan, menganggur, masalah keuangan,

penyakit, penyakit pada anggota keluarga,

putus hubungan, dan hadirnya atau

meninggalnya salah satu anggota keluarga

(AIHW, 2012).

Hubungan antara DM tipe 2 dengan

depresi bisa terjadi secara dua arah (saling

mempengaruhi). Beberapa orang dengan

DM tipe 2 mengalami obesitas yang

berperan dalam munculnya depresi

terutama pada anak muda. Orang dewasa

dengan diabetes memiliki risiko mengalami

depresi dua kali lebih besar dibandingkan

kelompok yang non-DM (Nadeau &

Dabelea, 2008). Penelitian yang dilakukan

Trisnawati dan Setyorogo (2012)

menunjukkan ada hubungan antara stress

dengan kejadian diabetes.

Studi Nainggolan dkk (2013)

menunjukkan tidak ada hubungan antara

gangguan emosi dengan diabetes, serta

proporsi penderita diabetes pada orang

dengan gangguan emosional tinggi lebih

rendah dibanding orang dengan gangguan

emosional yang rendah.

KESIMPULAN

1. Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis

diabetes yang didapat setelah dewasa

yang disebabkan oleh resistensi

insulin, sehingga disebut DM Tidak

Tergantung Insulin (TTIDM). Gejala

DM ditandai dengan keadaan

hiperglikemia yaitu kondisi kadar

glukosa dalam darah seseorang

melebihi kadar normal yang

diperbolehkan. Kondisi hiperglikemia

sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu

Pre-diabetes dan Diabetes Melitus.

Diagnosa DM harus didasarkan atas

pemeriksaan kadar glukosa darah,

bukan hanya berdasarkan adanya

glukosa dalam urine atau glukosuria

saja. Terdapat dua keadaan yang

berperan dalam patofisiologi DM tipe

2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi

sel beta pankreas. Upaya pencegahan

DM meliputi pencegahan tersier,

sekunder, dan primer. Sesuai dengan

Konsensus Pengelolaan DM tahun

2006 di Indonesia, prinsip

penatalaksanaan DM adalah

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Page 20: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

20

2. Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian Diabetes Melitus

dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu

1) Faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis

kelamin, riwayat keluarga dengan DM,

dan riwayat lahir dengan BBLR atau

kurang dari 2500 gram); dan 2) Faktor

risiko yang dapat dimodifikasi

(Overweight, Obesitas, kurangnya

aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia,

diet tidak sehat/tidak seimbang,

merokok, dan stress/depresi).

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens, Wolfgang, dan Iris Pigeot (ed.),

Handbook of Epidemiology, Bremen:

Springer, 2005

Aikins, Ama de-Graft, dan Charles Agyemang,

“Introduction: Addressing the Chronic

Non-communicable Disease Burden in

Low-and-Middle-income Countries”,

dalam Ama de-Graft Aikins dan

Charles Agyemang, eds. Chronic Non-

communicable Disease in Low and

Middle-income Countries, London:

CAB Publishing, 2016.

American Diabetes Association, “Diagnosis

and Classification of Diabetes

Mellitus”, Diabetes Care, Vol.27,

Supplement 1, January 2004

Anderson, Norman B (ed.), Encyclopedia of

Health and Behavior 1, California:

Sage publication, 2004.

Australian Institute of Health and Welfare, Risk

Factors Contributing to Chronic

Disease, Canberra: AIHW, 2012

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes RI, Riset

Kesehatan Dasar 2013, Jakarta:

Balitbangkes, 2013

Boslaugh, Sarah (Ed.), Encyclopedia of

Epidemiology 1&2, California: Sage

Publication, 2008

Bruce, Steve dan Steven Yearly, The Sage

Dictionary of Sociology, London: Sage

Publication, 2006.

Codario, Ronald A. Type 2 Diabetes, Pre-

Diabetes, and The Metabolic

Syndrome, 2nd edition, PA: Humana

Press, 2011.

Fatimah, Restyana Noor, “Diabetes Melitus

Tipe 2”, dalam Jurnal Majority volume

4 nomor 5, Februari 2015.

Gakidou et al, “Management of Diabetes and

Associated Cardiovascular Risk

Factors in Seven Countries: a

Comparison of Data from National

Health Examination Surveys”, Bulletin

of World Health Organizatons, Vol.89

No.3, March 2011, diakses tanggal 21

April 2016 dari

http://www.who.int/bulletin/volumes/8

9/3/10-080820/en/

Haire-Joshu, Debra, Russel E. Glasgow, dan

Tiffany L. Tibbs, “Smoking and

Diabetes”, dalam Diabetes Care,

volume 22, nomor 11, November 1999.

Holt, Tim dan Sudhesh Kumar, ABC of

Diabetes 6th edition, NJ: Wiley-

Blackwell, 2003.

International Diabetes Federation, Annual

Report 2014, diunduh tanggal 21 April

2016, dari website

http://www.idf.org/publications/annual

-report,

Kemenkes, Situasi dan Analisis Diabetes,

Jakarta: Pusdatin Kemenkes, 2014

Kousta, Eleni dan Stephen Franks, “Polycystic

Ovary Syndrome and Women with

Diabetes” dalam Diabetes Voice, Issue

4, Volume 51, Desember 2006

Laakso, Markku, “Epidemiology of Type 2

Diabetes”, dalam Barry J. Goldstein

dan Dirk Muller-Wieland (ed), Type 2

Diabetes: Principles and Practice, 2nd

edition, New York: Informa

Healthcare, 2008.

Lapau, Buchari, Metode Penelitian Kesehatan:

Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,

Tesis, dan Disertasi edisi revisi,

Jakarta: Pustaka Obor, 2012

-------------------, Prinsip dan Metode

Epidemiologi, Jakarta: FKUI, 2013

Last, John M. (ed.), A Dictionary of

Epidemiology 4th edition, Oxford:

Oxforf Press, 2001

Martyn, Jeffery, “Hypertension Guidelines:

Revisiting the JNC 7

Page 21: FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 - Catatan …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

Ade Heryana, SST, MKM Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

21

Recommendations”, The Journal of

Lancaster General Hospital, Vo.3 No.3,

Fall 2008

McPherson, Darlene, “Body Mass Index”,

dalam Sarah Boslaugh (eds.)

Encyclopedia of Epidemiology 1&2,

California: Sage Publication, 2008

Mongisidi, Gabby, Hubungan Antara Status

Sosio-Ekonomi dengan Kejadian

Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik

Interna BLU RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandau Manado, Manado: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas

Sam Ratulangi, 2014.

Nadeau, Kristen dan Dana Dabelea,

“Epidemiology of Type 2 Diabetes in

Children and Adolescents” dalam Dana

Dabelea & Georgeanna J.

Klingensmith (ed), Epidemiology of

Pediatric and Adolescent Diabetes,

New York: Informa Healthcare, 2008.

Nainggolan, Olwin, A. Yudi Kristanto, dan

Hendrik Edison, “Determinan Diabetes

Melitus (Analisa Baseline Data Studi

Kohort Penyakit Tidak Menular Bogor

2011)”, dalam Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan, volume 16, nomor 3,

Juli 2013.

Nuovo, Jim, “Type 2 Diabetes”, dalam Jim

Nuovo (eds), Chronic Disease

Management, California: Springer

Science+Business Media, 2007

Rosen, Meghan, “Global obesity rates continue

climb” dalam

http://sciencenews.org/article, diakses

tanggal 21 April 2016

Rothman, Kenneth J., Sander Greenland, dan

Timothy L. Lash, Modern

Epidemiology 3rd edition, Lippincot

William & Wilkins, 2008

Soegondo, Sidartawan, “Diagnosis dan

Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini”,

dalam Sidartawan Soegondo, Pradana

Soewondo, Imam Subekti (editor),

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI,

2011

Soetiarto, Farida, Roselinda, dan Suhardi,

“Hubungan Diabetes Melitus dengan

Obesitas Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh dan Lingkar Pinggang Data

Riskesdas 2007”, Buletin Penelitian

Kesehatan, Vol.38, No.1, Maret 2010.

Soewondo, Pradana, dan Laurentius A.

Pramono, “Prevalence, Characteristics,

and Predictors of Pre-diabetes in

Indonesia”, Medicine Journal

Indonesia, Vol.20, No.4, November

2011.

Suyono, Slamet, “Kecenderungan Peningkatan

Jumlah Penyandang Diabetes”, dalam

Sidartawan Soegondo, Pradana

Soewondo, Imam Subekti (editor),

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI,

2011

-------------------, “Patofisiologi Diabetes

Melitus”, dalam Sidartawan Soegondo,

Pradana Soewondo, Imam Subekti

(editor), Penatalaksanaan Diabetes

Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta:

FKUI, 2011

Trisnawati, Shara Kurnia dan Soedijono

Setyorogo, “Faktor Risiko Kejadian

Diabetes Melitas Type II di Puskesmas

Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat

Tahun 2012”, Jurnal Ilmiah

Kesehatan, Vol.5, No.1, Jan 2013.

Truman, Benedict I, dan Steven M. Teutsch,

“Screening in the Comunity”, dalam

Ross C. Brownson dan Diana B. Petiti,

Applied Epidemiology: Theory and

Practice, New York: Oxford

University Press, 1998.

Waspadji, Sarwono, “Diabetes Melitus:

Penyulit Kronik dan Pencegahannya”,

dalam Sidartawan Soegondo, Pradana

Soewondo, Imam Subekti (editor),

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI,

2011.

World Health Organization, Definition and

Diagnosis of Diabetes Melitus dan

Intermediate Hyperglicemia: Report of

the WHO/IDF Consultation, Geneva:

WHO, 2006

Yuliasih, Wiwi, dan Yekti Wirawanni, Obesitas

Abdominal sebagai Faktor Risiko

Peningkatan Kadar Glukosa Darah,

Semarang: Universitas Diponegoro,

2009

Zahtamal dkk, “Faktor-faktor Risiko Pasien

Diabetes Melitus” dalam Berita

Kedokteran Masyarakat Vol.23 No.3

September 2007.