PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae Oleh ISRA DHARMA SUYANDRA F34103030 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.)
SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH
Saccharomyces cerevisiae
Oleh
ISRA DHARMA SUYANDRA
F34103030
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.)
SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL
OLEH Saccharomyces cerevisiae
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ISRA DHARMA SUYANDRA
F34103030
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Isra Dharma Suyandra. F34103030. Pemanfaatan hidrolisat pati sagu (Metroxylon sp.) sebagai sumber karbon pada fermentasi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae. Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Dwi Setyaningsih. 2007.
RINGKASAN
Sagu (Metroxylon sp.) merupakan tumbuhan asli Indonesia. Indonesia memiliki luas areal sagu terbesar di dunia dengan luas sekitar 1.128 juta hektar atau 51.2% dari luas areal sagu dunia. Namun, pemanfaatan sagu di Indonesia masih belum optimal yaitu baru sekitar 11% dari total cadangan pati sagu Indonesia (Abner dan Miftahurrohman, 2002). Sagu memiliki kandungan pati yang tinggi (Surapradja et al., 1980). Berdasarkan hasil penelitian Akyuni (2004) sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati sagu. Hidrolisat pati sagu memiliki kandungan gula yang tinggi dengan kandungan gula pereduksi 35.8 (b/v), Ekuivalen Dektrosa (DE) 98.99% dan Derajat Polimerisasi 1.4 sehingga berpotensi dijadikan sumber karbon pada fermentasi etanol.
Permintaan etanol dewasa ini terus meningkat seiring dengan digunakannya etanol sebagai bahan bakar nabati. Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2025 substitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5% (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar alternatif).
Produktifitas fermentasi etanol dipengaruhi antara lain oleh jenis inokulum khamir dan konsentrasi substrat. Khamir yang biasa digunakan sebagai inokulum pada fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae tersedia dalam bentuk kultur murni dan ragi roti. Pembuatan inokulum ragi roti lebih sederhana dibandingkan pembuatan inokulum kultur murni Saccharomyces cerevisiae. Disamping itu, konsentrasi substrat yang optimum akan menghasilkan etanol yang maksimum.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Peneletian utama terdiri dari penentuan jenis konsentrasi substrat dan jenis inokulum terbaik dan fermentasi pada fermentor 2 liter. Pada penelitian pendahuluan dilakukan karakterisasi pati, produksi hidrolisat pati sagu, dan penyiapan inokulum. Analisa terhadap hidrolisat pati sagu yang dilakukan adalah total gula, kadar gula pereduksi, Ekuivalen Dekstrosa (DE) dan derajat Polimerisasi (DP). Pada fermentasi utama dilakukan fermentasi menggunakan dua jenis inokulum khamir berbeda (Saccharomyces cerevisiae dan ragi roti) dan tiga tingkat konsentrasi substrat (8, 14, 20% b/v). Pada fermentasi utama dilakukan analisa kadar etanol, kadar gula pereduksi akhir, pH dan volume CO2. Selanjutnya hasil terbaik pada fermentasi utama dijadikan acuan pada fermentasi pada fermentor 2 L. Analisa yang dilakukan pada fermentasi menggunakan fermentor 2 L adalah etanol, biomassa, kadar gula pereduksi akhir dan volume CO2. Selanjutnya dilakukan perhitungan kinetika fermentasi.
Hasil penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa hidrolisat pati sagu memiliki kandungan gula total 49.69% (b/v), kadar gula pereduksi 35.26 % (b/v), Ekuivalen Dekstrosa (DE) 98.8 % (b/v), dan Derajat Polimerisasi (DP) 1.4. Dari analisa hidrolisat pati sagu ini dapat dilihat bahwa hidrolisat pati sagu mengandung glukosa dan maltosa yang tinggi. Penelitian pendahuluan juga
menghasilkan kesimpulan bahwa inokulum ragi roti yang digunakan adalah sebanyak 0.1 gram/20 ml media air bersuhu 30oC.
Hasil penelitian pada fermentasi utama memperlihatkan sagu berpotensi digunakan sebagai sumber karbon pada fermentasi etanol. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kultur murni Saccharomyces cerevisiae menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dibanding ragi roti. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kadar gula, jenis khamir dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, kadar gula pereduksi, efisiensi pemanfaatan substrat, pH, dan CO2 yang dihasilkan. Kadar etanol yang dihasilkan berkisar antara 2.32%-4.66% v/v dengan nilai gula pereduksi akhir antara 3.0-60.37 g/l, efisiensi pemanfaatan substrart 53.2%-94.71%, dan nilai pH 3.28-3.41. Perlakuan terbaik adalah fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan konsentrasi substrat 14% (b/v) yang menghasilkan kadar etanol sebesar 4.66% (v/v).
Fermentasi pada fermentor 2 L menggunakan inokulum kultur murni Saccharomyces cerevisiae dengan konsentrasi substrat 14% (b/v) menghasilkan kadar etanol 4.91% (v/v). biomassa 4.2 g/l, dan kadar gula pereduksi akhir 3.803 g/l. Saccharomyces cerevisiae selama 54 jam.
Data kinetika yang dihasilkan adalah laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks) 0.18 jam-1
, waktu ganda sel (td) 3.36 jam, Pmaks 4.91% v/v, Xmaks 4.4 g/l, nilai Yp/x = 6.27 g produk/g biomassa, Yp/s = 0.25 gram produk/gram substrat, dan Yx/s = 0.04 gram biomassa/gram substrat.
Isra Dharma Suyandra. F34103030. Utilization of Sago Starch as Carbon Sources in Etanol Fermentation by Saccharomyces cerevisiae. Supervised by Liesbetini Hartoto and Dwi Setyaningsih. 2007.
SUMMARY Sago (Metroxylon sp) is indigenous to Indonesia. It has the biggest sago area
in the world, with total area of 1.128 million hectare or 51.2 % of the world sago area. Sago utilization in Indonesia is limited about 11% (Abner dan Miftahurrohman, 2002). Sago contains high starch (Surapradja et al., 1980). Based on Akyuni (2004) sago can be hydrolysised to sago starch hydrolysate. Sago starch hydrolysat contains of high sugar whith total reducing sugar of 35.8 % (b/v), dextrose equivalent (DE) of 98.99 % and polymerization degree 1.4, so this substance potential to be used as carbon source of ethanol fermentation.
Nowadays, ethanol demands is increasing as biofuel use. Indonesian government is aiming for 5 % oil fuel substitution to biofuel in 2025. Ethanol fermentation productivity is influenced yeast type and substrate concentration. Saccharomyces cerevisiae is usually used as inokulum of ethanol fermentation and available in pure culture and bread yeast. Preparation of bread yeast inokulum is simpler than pure culture Saccharomyces cerevisiae. Besides that, optimum substrate concentration will produce maximum ethanol.
This research consisted of two level, there were preliminary research and primary research. Primary research was conducted to find type of substrate concentration and the best inokulum. Starch characterization, production of sago starch hydrolysate and inokulum preparation done in preliminary reseach. Different type of inokulums (Saccharomyces cerevisiae and bread’s yeast) were used in primary fermentation with different concentration of substrate (8 %, 14 %, 20 % w/v). Analysis in primary research as follows : ethanol content, sugar reduction content, pH, and Volume CO2. Furthermore, the best result from primary research is used to fermentation with 2 L fermentor. Analysis in this step as follows : ethanol content, biomass, last sugar reduction content, and CO2
volume. Using data from this stage, fermentation kinetics calculation is done. Pre research result showed that total sugar content was 49.69 % (w/v),
reducing sugar 35.26 % (w/v), dextrose equivalent (DE) value 98.8 % (w/v), and polymerization degree 1.4. Hydrolysate sago starch analysis showed that it contains high glucose and maltose. Preliminary research result concluded that 0.1 gram/20 ml water bread yeast inokulum was used with temperature 30° C.
Primary research result showed that sago can be used in ethanol fermentation. This result also showed that pure culture Saccharomyces cerevisiae produce higher ethanol content than bread’s yeast. Analysis varian show that sugar content and type of yeast gave significant influence to ethanol content, reducing sugar, substrate efficiency, pH, and production of CO2. Ethanol content produced was 2.32 % - 4.66 % v/v with final sugar reduction content 3.0 – 60.37 g/l, substrate efficiency 53.2 % - 94.71 % and pH 3.28 – 3.41. The best treatment was fermentation with Saccharomyces cerevisiae with 14 % (w/v) substrate concentration that produce 4.66 % v/v ethanol content.
Fermentation with 2 L fermentor produced 4.91 % (v/v) ethanol content, 4.2 g/l biomass, and final sugar reduction content 3.803 g/l. Saccharomyces cerevisiae need 54 hours fermentation sugar to ethanol. Kinetic data show maximum specific grow rate 0.1882/hour, double time (td) 3.36 hour, Pmax 4.91 % v/v, Xmax 4.4 g/l, Yp/x value = 6.275 g product/g biomass, Yp/s = 0.2459 gram product/g substrate, and Yx/s = 0.0386 gram biomass/gram substrate.
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenar-
benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu
(Metroxylon sp.) Sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae” adalah hasil karya asli saya sendiri dengan arahan
dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, September 2007
Yang membuat pernyataan,
Isra Dharma Suyandra
F34103030
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dangung-Dangung Kabupaten Limapuluh Kota,
Sumatera Barat pada tanggal 29 April 1984 dari ayah Dharmawan Dt. Bijo dan
Ibu Suryati SPdI. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 di TK
Restu Ibu Ketinggian. Pada Tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Dasar Negeri 44 Ompek Diateh dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997
sampai 2000 penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Dangung-Dangung, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri I
Guguk dari tahun 2000 sampai 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama menjalankan masa studi penulis aktif berorganisasi baik organisasi
kampus maupun organisasi luar kampus. Oganisasi kampus yang diikuti penulis
adalah Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN-FATETA IPB)
dan Dewan Perwakilam Mahasiswa (DPM FATETA IPB). Pada periode
2005/2006 penulis menjabat sebagai Kepala Departemen HRD (Human Resources
Development) HIMALOGIN. Organisasi luar kampus yang diikuti adalah
Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa
Payakumbuh (IKMP Bogor) dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang Bogor (IPMM
Bogor). Penulis menjabat sebagai Ketua Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa
Payakumbuh (IKMP Bogor) pada masa bakti 2006/2007. Selain itu penulis juga
aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor (HMI Cabang Bogor).
Tahun 2006 penulis melakukan praktek lapang di perusahaan permen
Perfetti van Melle Indonesia Cibinong, Jawa Barat. Penulis mengakhiri masa studi
di IPB setelah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Hidrolisat
Pati Sagu (Metroxylon sp.) Sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol
oleh Saccharomyces cerevisiae”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp.) Sebagai Sumber Karbon pada
Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae” ini dengan baik. Penulis
sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun
materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir.
Dwi Setyaningsih, MSi sebagai dosen pembimbing II atas bimbingan
dan saran-saran yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT, selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran kepada penulis.
3. Surfactan and Bioenergy Research Center (SBRC) yang telah
menyediakan dana penelitian ini.
4. Kedua orang tua penulis atas doa, kasih sayang dan dukungan yang
sangat berarti bagi penulis.
5. Adik-adikku; Yandri, Febri dan Ridha atas kasih sayang dan doanya.
6. Teman-teman anggota Rumah Qita dengan segala kehangatan dan
persahabatan yang tak pernah terlupakan.
7. Teman-teman TIN angkatan 40 atas segala dukungannya.
8. Keluarga Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbuh (IKMP Bogor).
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1
B. TUJUAN ....................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SAGU .......................................................................................... 3
B. HIDROLISAT PATI SAGU .......................................................... 5
C. FERMENTASI ETANOL ............................................................. 7
D. KINETIKA FERMENTASI .......................................................... 13
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT .................................................................... 17
B. METODE PENELITIAN .............................................................. 17
Lampiran 7. Prosedur Pengukuran Kadar Etanol ................................................... 61
Lampiran 8. Neraca Massa Produksi Hidrolisat Pati Sagu .................................... 62
Lampiran 9. Analisa Cairan Fermentasi Pada Penentuan Konsentrasi Substrat dan Jenis Inokulum Terbaik ................................................. 63
Lampiran 10. Analisis Keragaman Terhadap Kadar Etanol .................................... 64
Lampiran 11. Analisis Keragaman Terhadap Kadar Gula Pereduksi ....................... 65
Lampiran 12. Analisis Keragaman Terhadap Efisiensi Pemanfaatan Substrat ......... 66
Lampiran 13. Analisis Keragaman Terhadap Nilai pH ............................................ 67
Lampiran 14. Volume CO2 yang terbentuk selama fermentasi dengan berbagai perlakuan ........................................................................... 68
Lampiran 15. Hasil Analisa Cairan Fermentasi pada Fermentor 2 liter ................... 69
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan
melakukan kajian optimasi proses fermentasi etanol dari hidrolisat pati
sagu, fermentasi menggunakan sistem sinambung dan kajian tekno
ekonomi produksi etanol dari hidrolisat pati sagu.
DAFTAR PUSTAKA
Abner, L. dan Miftahorrahman. 2002. Keragaan Industri Sagu Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol 8 No 1 Juni 2002.
AOAC. 1995. Official Methode of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry, Washington DC. Akyuni, D. 2004. Pemanfaatan Pati sagu (Metroxylon sp.) Untuk Pembuatan
Sirup Glukosa Menggunakan �-amilase dan Amiloglukosidase. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Amerine. dan Cruess. 1960. The Technology of wine making. The Avi Publ, co.
Inc., West Port, Connecticut. Amerine dan Ough. 1979. Methode of Analysis of Must and Wines. A Wiley-
Interscience Publication, New York. Bailey, J.E. dan D.F. Ollis. Dasar - Dasar Biokimia. Terjemahan. PAU IPB,
Bogor. Barnett, J.A., R. W. Payne dan D. Yarrow. 2000. Yeast Characteristic and
Identification. Cambridge University Press, New York. Casida, J. R. 1968. Industrial Microbiology. John Wiley and Sons Inc., New York. Chaplin, M.F. dan Buckle. 1990. Enzym Technology. Cambridge University
Press, New York. Clark, T. dan K. L. Mackie. 1984. Fermentation Inhibition in Word Hydrolisates
Derived from the Softwood Pinus radiate. J. Chem. Biotechnol. Vol.34B : 101-110.
Cot, M., Marie . O. L., Jean. F., dan Laurent. B. 2006. Physiological behaviour of
Saccharomyces cerevisiae in aerated fed-batch fermentationfor high level production of bioethanol. FEMS Yeast Res 7 (2007) 22-32.
Cofalec. 2006. General Characteristic of Fresh Baker’s Yeast.
http://www.cofalec.com/cofalecadmin/resources/fichiers/06-07. Daulay, A. M. 1999. Pengaruh Jenis Khamir dan Penambahan Serbuk Kulit Kayu
Pada Onggok Tapioka Terhadap Hasil Fermentasi Etanol. Skripi. Fateta IPB, Bogor.
Flach, M. 1983. Sago Palm. Di dalam Haryanto dan Pangloli, 1992 . Potensi pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Aplikatif. Fajar Grafindo Persada,
Jakarta. Hartoto, L. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi, Depdikbud. PAU
IPB, Bogor. Haryanto, B dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius,
Yogyakarta. Kearsley, M.W dan S.Z. Dzeidzic, 1995. Handbook of Starch Hydrolisis Product
and Their Derivates. Blackie Academic and Profesional, London. Knight, J.W. 1989. The Starch Industry. Pergamons Press, Oxford. Kulp, K. 1975. Carbohydrates. Di dalam G reed. Enzyme in food Processing.
Academic Press, New York. Mangunwidjaja, D dan Suryani.A. 1994. Technology Bioproses, Penebar
Swadaya, Jakarta. Moat, A. G. 1979. Microbiology Physiology. John Willey and Sons Inc, New
York. Nikolov, Z.L. dan P.J Reilly. 1991. Enzymatic Depolimerization of Starch. Di
dalam Dordick,J.S.(eds) Biocatalysts for Industry. Plenum Press., New York.
Oura, E. 1983. Reaction Product of Yeast Fermentation. Di dalam H. Dellweg
(ed). Biotechnology Volume III. Academic Press, New York. Paturau, J. M. 1991. By Product of the cane sugar Industry: and Introduction to
Their Utilization. Elsevier Publ, Co, Amsterdam. Peppler, H.J. dan D. Perlman. 1973. Microbial Techology 2nd edition/Vol I.
Academic Press, New York. Prescot, S. C. dan C. G. Dunn. 1981. Industrial Microbiology. McGraw- Hill
Book Co. Ltd, New York. Reeed, G. dan H.J. Rehm. 1983. Biotechnology Vol III. Industrial Microbiology.
AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Retledge, C dan B. Kristiansen. 2001. Basic Biotechnology. Second Edition.
Cambridge University Press, London.
Rinaldy, W. 1987. Pemanfaaan Onggok Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Sebagai Bahan Pembuatan Etanol. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.
Ruddle, K. Dennis., Patricia K.T dan J. D. Rees. 1978. Palm Sago A Tropical
Starch From Marginal Lands. East-West Center, Honolulu. Rumalu. 1981. Di dalam Haryanto dan Pangloli, 1992 . Potensi pemanfaatan
Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Satrapradja, S., J. Palar M., H. Murni dan J. A. Johar 1980. Palem Indonesia.
Balai Pustaka, Jakarta. Soerjono. 1980. Potensi Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Tjokroadikoesomo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia,
Jakarta. Underkofler, L. A. dan R.J. Hickey. 1954. Industrial Fermentation. Chemical
Publishing Co, New York. Vogel, H.C. 1983. Fermentation and Biochenical Engineering Hand Book. Noyes
Publication. Mill Road Park Ride, New Jersey. Wang, D.I.C., C.L. Conney, A.L. Demain, P. Dunhil. A.E. Humprey dan M. D.
Lily. 1979. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons Inc, New York.
Whitaker, J.R. 1972. Principles of Enzymology for the Food Science. Marcel
Dekker, Inc., New York. Wirakartakusumah, M.A., A. Apriyantono, M.S. Maarif, Suliantri, D. Muchtadi
dan K. Otaka. 1986. Isolation and Characterization of Sago Starch and its utilization for production of Liquid Sugar. Di dalam FAO (eds) The Development of the Sago Palm and its Product. Reports of the FAO/BPPT Consultation, Jakarta, Januari 16-21.
Wyman, E. Charles. 2001. Handbook on Bioethanol Production and Utilization.
Taylor and Francis, New York.
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Produksi Etanol (Wyman, 2001)
Karbohidrat
Hidrolisis
Fermentasi
Distilasi
Dehidrasi
Etanol (+/- 10 % v/v)
Etanol (+/- 80 % v/v)
Etanol (+/- 80 % v/v)
Lampiran 2. Prosedur Karakterisasi Pati Sagu
a. Analisa kadar air (SNI 01-2891-1992)
Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, diisi
sebanyak 2 ml sampel lau ditimbang (W1) kemudian dimasukkan ke
dalam oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel
yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian
ditimbang. Ulangi pemanasan sampai dihasilkan bobot konstan (W2). Sisa
contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar
air.
b. Analisa Kadar Abu (AOAC, 1995)
Sebanyak 2 gram contoh ditimbang dalam cawan porselin yang telah
diketahui bobotnya (A), kemudian diarangkan menggunakan pemanas
bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselin yang berisi
contoh (B) yang sudah diarangkan kemudian dimasukkan ke dalam tanur
600oC untuk mengubah arang menjadi abu (C). Cawan porselin yang
berisi abu kemudian dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang
sampai bobotnya konstan.
c. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)
Sebanyak 2-4 gram contoh dihilangkan lemaknya dengan cara ekstraksi
menggunakan soxlet atau diaduk, mengenaptuangkan contoh dengan
pelarut organik sebanyak 3 kali. Contoh dikeringkan dan ditambahkan 50
ml larutan H2SO4 1.25% kemudian didihkan selama 30 menit dengan
pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 3.254% dan
Kadar Air = (W1 – W2) x 100% W1
Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B
didihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas cairan disaring
dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman
yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan pada kertas
saring berturut-turut dicuci dengan H2SO4 1.25% panas, air panas, dan
etanol 96%. Kertas saring dan isinya diangkat dan ditimbang, lalu
keringkan pada suhu 105oC sampai bobotnya konstan. Bila kadar serat
kasar lebih dari 1% kertas saring beserta isinya diabukan dan ditimbang
hingga bobotnya konstan.
d. Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Sebanyak 2 gram contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik
heksan dalam alat Soxlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan
dengan cara diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu
105oC. Contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga
diperoleh bobot tetap.
e. Analisa Pati (AOAC 1995)
Pembuatan pereaksi tembaga sulfat yaitu dengan melarutkan 28 gram
Na2HPO4 anhydrous dan 4 gram sodium potasim tartarat dalam 700 ml
air, ditambahkan 100 ml NaOH 1 N sambil diaduk kemudian ditambahkan
80 ml Kuprisulfat 10% (w/v) dan 180 g Na2SO4 anhydrous, kemudian
larutan diendapkan menjadi 1 liter. Larutan dibiarkan selama satu malam,
kemudian supernatan jernih didekantansi atau disaring.
a. Kertas saring <= 1%
Kertas saring+ contoh kering – kertas saring kosong x 100%
Bobot Contoh
b. Serat kasar > 1%
Kertas saring + contoh kering – kertas saring kosong – bobt abu x 100%
Bobot Contoh
Kadar Lemak = Bobot lemak x 100% Bobot contoh
Pereaksi arsenomolibdat, yaitu dengan melarutkan 25 gram amonium
molibdat dalam 450 ml air ditambahkan 21 ml H2SO4 pekat lalu dicampur
hingga merata. Sebanyak 3 gram Na2H2SO4.7H2O yang sudah dilarutkan
dalam 25 ml air ditambahkan dalam campuran. Kemudian diaduk dan
diinkubasi pada 37oC selama 24-48 jam serta disimpan dalam botol botol
coklat di dalam lemari.
Pembuatan laruran glukosa standar, yaitu dengan melarutkan glukosa
standar 1% (w/v) dalam asam benzoat jenuh yang diencerkan sehingga
diperoleh larutan glukosa standar dengan konsentrasi masing-masing 50,
150 dan 300 µg/ml.
Sebanyak 2 ml larutan sampel jernih yang bebas impuritas dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 ml pereaksi tembaga sulfat.
Tabung reaksi ditutup dan ditempatkan dalam penangas air 100oC selama
10 menit. Kemudian didinginkan selama 5 menit dalam air mengalir.
Selanjutnya ditambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat dan dicampur
merata. Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 500 dan 520 nm
(absorbansi maksimum pada 660 nm). Blanko dibuat sama seperti di atas
kecuali sampel diganti air.
f. Analisa Amilosa (AOAC 1995)
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan dipanaskan
dalam air mendidih selama kurang lebih 1O menit sampai semua bahan
membentuk gel. Setelah itu didinginkan dan dipindahkan seluruh
campuran ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar
tersebut ditambahkan 2 ml larutan asam asetat 1 N masing-masing 0.2,
0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml, lalu ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 gram iod
dan 2 gram KI dilarutkan dalam 100 ml air). Larutan dibiarkan selama 20
menit. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 625 nm.
Sebanyak 100 mg sampel dalam bentuk tepung (sampel sebagian besar
terdiri dari pati, jika mengandung komponen lainnya ekstrak dulu patinya
baru dianalisa kadar amilosanya) dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N dan
dipanaskan dalam air mendidih selama kurang lebih sepuluh menit sampai
terbentuk gel. Seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kocok
tepatkan sampai tanda tera. Larutan tersebut dipipet 5 ml dan dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N
dan 2 ml larutan iod tera dengan air, kocok dan diamkan selama 20 menit.
Lampiran 3. Pengukuran Aktivitas Enzim
Enzim �-amilase dan amiloglukosidase merupakan enzim yang bekerja
memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Aktivitas enzim diukur
menggunakan metode DNS. Enzim diencerkan dengan buffer fosfat sitrat (BSF),
untuk �-amilase BSF pH 6.2 dan amiloglukosidase pH 4.5. Pengenceran enzim
dilakukan 100-1000 kali. Enzim yang telah diencerkan diambil 1 ml lalu
diinkubasi selama 5 menit, untuk �-amilase suhu 90oC dan amiloglukosidase
60oC. Setelah diinkubasi ditambahkan 2 ml larutan soluble starch 2% dan
diinkubasi selama 30 menit. Sebelumnya, sampel diambil pada menit ke-0. Enzim
yang telah selesai diinkubasi kemudian diinaktivasi dengan NaOH 2N satu tetes.
Pembuatan larutan soluble starch 2% (b/v) dilakukan dengan melarutkan soluble
starch sebanyak 2 gram dalam 100 ml BSF (�-amilase BSH pH 6.2 dan
Amiloglukosidase BSF pH 4.5).
Hasil inkubasi yang diperoleh diukur gula pereduksinya dengan pereaksi
DNS. Prosedur analisa sama dengan pengukuran gula pereduksi (Apriyantono et
al., 1989). 1 unit enzim merupakan 1 µmol produk yang terbentuk dalam 1 menit.
Satuan untuk aktivitas enzim yaitu U/ml.
Aktivitas enzim = gula pereduksi (µg/ml) BM glukosa (µg/ml) x waktu inkubasi
Lampiran 4. Proses Hidrolisis Pati Sagu (Akyuni, 2004).
Amiloglukosidase
Suspensi pati sagu 30%
Pencampuran Air CaCO3
200 ppm
Pati sagu
Pengaturan pH 6.2 NaOH
Gelatinisasi (105oC, 5 menit)
α-amilase
Likuifikasi (90oC, pH 6,2, 210 menit)
Sakarifikasi (60oC, pH 4,5, 48 jam)
Penyaringan
Hidrolisat pati sagu
Lampiran 5. Prosedur Analisa Hidrolisat Pati Sagu
1. pH
Pengukuran pH dilakukan sebelum dan sesudah fermentasi
menggunakan pH meter.
2. Kadar Gula Pereduksi Metode DNS (Miller, 1959)
Sebanyak 10,6 gram asam 3,5 dinitrosalisitat dan 19,8 gran NaOH
dilarutkan dalam 1416 ml air. Ke dalamnya ditambahkan 306 gram
NaK-Tartat, 7,6 ml Fenol yang telah dicairkan pada suhu 105oC dan
8,3 gram Na-metabisulfit. Bahan-bahan tersebut dicampurkan hingga
larut merata. Keasaman dari pereaksi DNS yang dihasilkan ditentukan.
Sebanyak 3 ml larutan DNS dititrasi dengan HCL 0,1 N menggunakan
indikator fenoftalein. Banyaknya titran berkisar 5-6 ml. Untuk setiap
kekurangan HCL 0,1 N pada titrasi ditambahkan 2 gram NaOH.
3. Total Gula Metode Fenol H2SO4 (Dubois et al., 1956)
Sebanyak 2 ml larutan contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
lalu tambahkann 1 ml larutan fenol 5%, kocok kedua larutan.
Tambahkan 5 ml asam sulfat pekat dengan cepat secara tegak lurus ke
atas permukaan larutan. Biarkan selama 10 menit, kemudian kocok
dan tempatkan dalam penangas air selama 15 menit. Ukur total gula
pada panjang gelombang 490 nm. Bila diperlukan, contoh diencerkan
agar dapat terukur pada kisaran 20-80%T (Transmitan). Pembuatan
kurva standar sama dengan prosedur pengukuran sampel, hanya
sampel diganti dengan larutan glukosa standar sebesar 0, 10, 20, 30,
40, 50, dan 60 µg glukosa.
4. Ekuivalen Dekstrosa
Ekuivalen dekstrosa diperoleh dengan membagi nilai gula pereduksi
sampel dengan nilai pereduksi hidrolisat pati hidrolisis sempurna.
Hidrolisat pati dari hidrolisis sempurna didapatkan dengan
menambahkan enzim berlebih. Suspensi pati 30% ditambahkan �-
amilase sebesar 10 U/g pati, likuifikasi selama 3,5 jam. Turunkan pH,
tambahkan AMG dengan dosis 10 U/g pati, sakarifikasi selama 24-72
jam.
5. Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi (DP) yaitu jumlah unit monomer dalam suatu
polimer. Derajat polimerisasi diperoleh dengan membagi nilai total
gula (fenol sulfat) dengan nilai pereduksi sampel.
6. Efisiensi Pemanfaatan Substrat
Keterangan :
A = Kadar gula pereduksi awal
B = Kadar gula pereduksi akhir
Efisiensi pemanfaatan substrat (%) = B – A X 100%
A
DE = Kadar gula pereduksi sample x 100% Kadar gula pereduksi hidrolisis sempurna
Lampiran 6. Prosedur Pengukuran Biomassa (Pons et al., 1990)
Sebanyak 1,5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya. Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13.000 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya. Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 1,5 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali.
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan, kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam. Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal
Bobot sel kering (g/l) = Bobot Biomassa Kering ml sampel
Lampiran 7. Prosedur Analisa kadar etanol (% v/v) Metoda Spesific Gravity)
(Sjamsuriputra et al., 1986).
Setelah fermentasi berakhir, medium diaduk sampai homogen dan
sebanyak 25 ml diukur dengan teliti kemudian dinetralkan dengan NaOH 1,0 N
dan ditambah dengan aquades hingga volume 50 ml. Campuran didestilasi hingga
diperoleh destilat sebanyak 23 ml.
Piknometer volume 25 ml dibersihkan dan dikeringakan dengan tisu.
Kemudian diisi dengan aquades sampai penuh dan ditimbang dengan teliti. Cairan
yang menempel pada dinding piknometer dikeringkan dengan kertas tisu dan
ditimbang dengan teliti.
Piknometer yang sama dikeringkan dan diisi dengan destilat yang
mengandung etanol dan ditutup dengan baik. Cairan yang menempel pada dinding
piknometer dikeringkan dengan tisu dan ditimbang dengan teliti.
Kadar etanol hasil fermentasi dapat dihitung menggunakan ”Apparent
spesific gravity” menggunakan Tabel Hubungan Volume Etanol (%v/v) dengan
Apparent Spesific Gravity pada berbagai suhu (AOAC, 1999).
Berat air = (bobot piknometer berisi aquades – bobot piknometer kosong)
Berat sampel = (bobot piknometer berisi sampel – bobot piknometer kosong)
Apparent Spesific Gravity = (Berat sampel / berat air)
Lampiran 8. Neraca Massa Produksi Hidrolisat Pati Sagu
Pencampuran
Mpati sagu = 100 g MCaCo3 = 0.067 g
Makuades= 261.71 g MNaOH = 0.001 g
Likuifikasi
Sakarafikasi
MHidrolisat Pati Sagu = 307.778 g
Malfa-amilase = 1.88 g Makuades = 0.06 g
MH2O = 3.23 g
MH2O = 13.55 g MAMG = 1.660 g MHCL = 0.002 g
Lampiran 9. Analisa Cairan Fermentasi Pada Penentuan Konsentrasi Substrat dan
Jenis Inokulum Terbaik
Perlakuan Kadar etanol (%v/v)
Gula Pereduksi Akhir (g/l)
Efisiensi Pemanfaatan Substrat (%)
pH
8 S 2.76 3.00 94.7 3.38 8 R 2.32 3.20 94.4 3.41 14 S 4.66 25.00 75.1 3.28 14 R 3.91 38.05 62.1 3.30 20 S 3.18 60.37 57.5 3.29 20 R 2.65 66.35 53.2 3.33
Keterangan :
8 S : Konsentrasi gula 8% (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8% (b/v) menggunakan Ragi roti
14 S : Konsentrasi gula 14% (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae 14 R : Konsentrasi gula 14% (b/v) menggunakan Ragi roti 20 S : Konsentrasi gula 20% (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 R : Konsentrasi gula 20% (b/v) menggunakan Ragi roti
Lampiran 10. Analisis Keragaman Terhadap Kadar Etanol
Fhitung > Ftabel atau Signifikan < 0.05 maka jenis starter dan konsentrasi substrat memberikan perbedaan yang berbeda nyata terhadap kadar etanol. Uji Duncan pada interaksi konsentrasi substrat dan jenis inokulum terhadap kadar etanol Interaksi Rata-rata Kelompok Duncan
(� = 0.05)*
14S 4.65 A 14R 3.90 B 20S 3.10 C 20R 2.65 C D 8S 2.52 C D 8R 2.32 D
Keterangan : * : Berpengaruh sangat nyata 8 S : Konsentrasi gula 8 % (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae
14 S : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 S : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8 % menggunakan Ragi roti 14 R : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Ragi roti 20 R : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Ragi roti
Lampiran 11. Analisis Keragaman Terhadap Kadar Gula Pereduksi
F hitung > Ftabel atau Signifikan < 0.05 maka jenis starter dan konsentrasi
substrat memberikan perbedaan yang berbeda nyata terhadap gula pereduksi
Uji Duncan pada interaksi konsentrasi substrat dan jenis inokulum terhadap gula pereduksi Interaksi Rata-rata Kelompok Duncan
(� = 0.05)*
20R 66.35 A 20S 60.37 B 14R 38.05 C 14S 25.00 D 8R 3.20 E 8S 3.00 E
Keterangan : * : Berpengaruh sangat nyata 8 S : Konsentrasi gula 8 % (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae
14 S : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 S : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8 % menggunakan Ragi roti 14 R : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Ragi roti 20 R : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Ragi roti
Lampiran 12. Analisis Keragaman Terhadap Efisiensi Pemanfaatan Substrat
F hitung > Ftabel atau Signifikan < 0.05 maka jenis starter dan konsentrasi substrat memberikan perbedaan yang berbeda nyata terhadap efisiensi pemanfaatan substrat Uji Duncan pada interaksi konsentrasi substrat dan jenis inokulum terhadap efisiensi pemanfaatan substrat Interaksi Rata-rata Kelompok Duncan
(� = 0.05)*
8S 94.71 A 8R 94.35 B 14S 75.15 C 14R 62.18 D 20S 57.45 E 20R 53.24 E
Keterangan : * : Berpengaruh sangat nyata 8 S : Konsentrasi gula 8 % (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae
14 S : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 S : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8 % menggunakan Ragi roti 14 R : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Ragi roti 20 R : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Ragi roti
F hitung > Ftabel atau Signifikan < 0.05 maka jenis starter dan konsentrasi substrat memberikan perbedaan yang berbeda nyata terhadap nilai pH. Uji Duncan pada interaksi konsentrasi substrat dan jenis inokulum terhadap nilai pH Interaksi Rata-rata Kelompok Duncan
(� = 0.05)*
8R 3.41 A 8S 3.38 B
20R 3.30 C 20S 3.29 C 14R 3.28 C 14S 3.28 C
Keterangan : * : Berpengaruh sangat nyata 8 S : Konsentrasi gula 8 % (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae
14 S : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 S : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8 % menggunakan Ragi roti 14 R : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Ragi roti 20 R : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Ragi roti
Lampiran 14. Volume CO2 yang terbentuk CO2 selama fermentasi dengan
Keterangan : * : Berpengaruh sangat nyata 8 S : Konsentrasi gula 8 % (b/v) menggunakan Saccharomyces cerevisiae
14 S : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 20 S : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Saccharomyces cerevisiae 8 R : Konsentrasi gula 8 % menggunakan Ragi roti 14 R : Konsentrasi gula 14 % menggunakan Ragi roti 20 R : Konsentrasi gula 20 % menggunakan Ragi roti
Lampiran 15. Hasil Analisa Cairan Fermentasi pada Fermentor 2 L