BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA RSU JENDRAL AHMAD YANI METRO PRESENTASI KASUS DENGUE HEMORAGIC FEVER Jumat, 1 Januari 2016 Oleh RESTI RAMDANI 1518012127 Pembimbing : dr. Diah Astika Rini, Sp. A Pendahuluan Melaporkan seorang anak yang datang dengan keluhan demam, demam telah dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluhakan mual dan rasa tidak nyaman dibagian perut. Keluhan batuk dan pilek disangkal oleh pasien. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang sama. Pasien sudah minum obat warung sebelumnya namun demam masih dirasakan. Laporan kasus Penderita adalah seorang anak berusia 12 tahun. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro pada tanggal 23 Januari 2015. Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu, suhu tubuh naik turun. Perut terasa mual dan tidak nyaman serta kepala 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA
RSU JENDRAL AHMAD YANI METRO
PRESENTASI KASUS
DENGUE HEMORAGIC FEVER
Jumat, 1 Januari 2016
Oleh
RESTI RAMDANI
1518012127
Pembimbing : dr. Diah Astika Rini, Sp. A
Pendahuluan
Melaporkan seorang anak yang datang dengan keluhan demam, demam telah dirasakan sejak
3 hari yang lalu. Pasien mengeluhakan mual dan rasa tidak nyaman dibagian perut. Keluhan
batuk dan pilek disangkal oleh pasien. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang
sama. Pasien sudah minum obat warung sebelumnya namun demam masih dirasakan.
Laporan kasus
Penderita adalah seorang anak berusia 12 tahun. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 23 Januari 2015. Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu, suhu
tubuh naik turun. Perut terasa mual dan tidak nyaman serta kepala terasa pusing. Pasien juga
mengeluhkan banyak mengeluarkan keringat, riwayat mimisan atau gusi berdarah disangkal
pasien. BAB dan BAB tidak ada keluhan. Keluhan ini sblmnya belum pernah dirasakan oleh
pasien. Di sekitar rumah disangkal ada yang menderita penyakit DBD. Sebelum masuk ke
ruang anak, pasien sudah di rawat di ruang penyakit dalam B RS Ahmad Yani Metro selama
4 hari yaitu pada tanggal 24 Desember 2015 sampai 27 Desember 2015. Selama di ruang
penyakit dalam B pasien masih mengalami demam yang naik turun namun keluhan semakin
membaik.pada tanggal 28 Desember 2015 pasien dipindahkan ke ruang anak RS Ahmad
Yani Metro. Dan saat dilakukan pemeriksaan ulang pasien mengalami perbaikan dan
1
diperbolehkan pulang. Pasien pulang pada tanggal 30 Desember 2015 dengan diagnosa
Dengue Hemoragic Fever.
Follow up vital sign :
Saat Datang
24/12/15
RPDB
25/12/15
RPDB
26/12/2015
RPDB
28/12/2015
RA
29/12/2015
Tekanan
darah
120/80
mmhg
110/80
mmhg
100/70
mmhg
120/80 mmhg -
HR 90 83 94 76 60
RR 24 20 20 18 20
T 38,0 37,2 38,1 36,5 36,3
Subjektif Demam naik
turun sejak 4
hari yang
lalu, mual,
muntah (-),
BAB cair (-)
nyeri perut
(+), pusing
(+)
Demam (+),
badan terasa
panas, nyeri
perut, batuk
tidak
berdahak,
bab cair 2x
terdapat
ampas
makanannya,
kulit tampak
kemerahan
Demam (+),
nyeri uluh
hati, batuk
tidak
berdahak,
bab cair (+),
kulit tampak
kemerahan.
Batuk tidak
berdahak
Pindahan dari
ruang RPDB
objektif KU : tampak
sakit sedang
Kesadaran :
Compos
Mentis
Kepala :
normochepal,
perbesaran
kelenjar
tiroid (-),
KU : tampak
sakit sedang
Kesadaran :
Compos
Mentis
Kepala :
normochepal,
perbesaran
kelenjar
tiroid (-),
KU : tampak
sakit sedang
Kesadaran :
Compos
Mentis
Kepala :
normochepal,
perbesaran
kelenjar
tiroid (-),
KU : tampak
sakit sedang
Kesadaran :
Compos
Mentis
Kepala :
normochepal,
perbesaran
kelenjar tiroid
(-), sianosis
BB : 51 kg
KU : tampak
sakit sedang
Kesadaran :
Compos
Mentis
Kepala :
normochepal,
perbesaran
kelenjar tiroid
2
sianosis (-),
CA (-/-), SI
(-/-).
Thorak :
simetris,
sonor (+/+),
vesikuler
(+/+), ronki
(-/-), mengi
(-/-),
BJ1=BJ2,
murmur (-/-),
gallop (-/-).
Abdomen :
simetris,
cembung,
supel,
timpani, BU
(+) normal,
NT
epigastrium
(+).
Ekstremitas :
reflek (+),
palmar
eritema (-).
sianosis (-),
CA (-/-), SI
(-/-).
Thorak :
simetris,
sonor (+/+),
vesikuler
(+/+), ronki
(-/-), mengi
(-/-),
BJ1=BJ2,
murmur (-/-),
gallop (-/-).
Abdomen :
simetris,
cembung,
supel,
timpani, BU
(+) normal,
NT
epigastrium
(+).
Ekstremitas :
reflek (+),
palmar
eritema (-).
sianosis (-),
CA (-/-), SI
(-/-).
Thorak :
simetris,
sonor (+/+),
vesikuler
(+/+), ronki
(+/+), mengi
(-/-),
BJ1=BJ2,
murmur (-/-),
gallop (-/-).
Abdomen :
simetris,
cembung,
supel,
timpani, BU
(+) normal,
NT
epigastrium
(+).
Ekstremitas :
reflek (+),
palmar
eritema (-).
(-), CA (-/-),
SI (-/-).
Thorak :
simetris, sonor
(+/+),
vesikuler
(+/+), ronki
(-/-), mengi
(-/-),
BJ1=BJ2,
murmur (-/-),
gallop (-/-).
Abdomen :
simetris,
cembung,
supel,
timpani, BU
(+) normal,
NT
epigastrium
(-).
Ekstremitas :
reflek (+),
palmar
eritema (-).
(-), sianosis (-),
CA (-/-), SI
(-/-).
Thorak :
simetris, sonor
(+/+),
vesikuler
(+/+), ronki
(-/-), mengi
(-/-), BJ1=BJ2,
murmur (-/-),
gallop (-/-).
Abdomen :
simetris,
cembung,
supel, timpani,
BU (+)
normal, NT
epigastrium
(-),
hepatosplenom
egali (-).
Ekstremitas :
reflek (+),
palmar eritema
(-).
assesme
nt
Obs. Febris
H-4 e/c susp.
tifoid
Dengue fever -
3
Pemeriksaan Penunjang
Saat puskes
24/12
Saat datang
24/12
Hari – 3
27/12
Hari- 4
28/12
Hari- 5
29/12
Hb 12,5 12,2 12,7 12,4 12,4
Ht 39* 37* 39* 37,8* 37*
Leukosit 3,8* 2,93* 6,23 5,9 6,01
Eritrosit -
juta
5,09 juta 5,22 juta 5,11 juta 5,08 juta
Trombosi
t
100.000* 151.000 67.000* 68.000* 93.000*
MCV - 73,7* 74* 75,1* 74*
MCH - 24* 24* 24,3* 24,4*
MCHC - 32 32 31,8* 32,5
GDS - 125 - -
Ig-G +
Ig-M -
basofil 0
eosinofil 1,6
batang 0,0
segmen 53,3
limfosit 32,3
monosit 12,8
Diagnosa kerja dan diagnosa banding
Berdasarkan data-data diatas penderita dibuat diagnosa sebagai berikut:
Diagnosa kerja : DHF derajat Ii tanpa peningkatan HT atau DHF dengan warning sign
4
Penatalaksanaan
24-12-2015 26-12-2015 28-12-2015
Infus RL 20 tpm
Cefotaxime
2x1gr
Ranitidine 2x1
amp (25mg/ml)
Paracetamol
2x500mg
Infus PCT bila
suhu diatas 38oc
Asering 1000
cc/hari (guyur 2
kolf)
OMZ 1x ½
ampul ( 40
mg/ml)
Imunoz 1x1
Infus RL 15 tpm
Asering 1500
cc/hari
OMZ 1x½
ampul
Imunoz 1x1
Resume
Penderita adalah seorang anak berusia 12 tahun. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 23 Januari 2015. Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu, suhu
tubuh naik turun. Perut terasa mual dan tidak nyaman serta kepala terasa pusing. Pasien juga
mengeluhkan banyak mengeluarkan keringat, riwayat mimisan atau gusi berdarah disangkal
pasien. BAB dan BAB tidak ada keluhan. Keluhan ini sblmnya belum pernah dirasakan oleh
pasien. Di sekitar rumah disangkal ada yang menderita penyakit DBD. Sebelum masuk ke
ruang anak, pasien sudah di rawat di ruang penyakit dalam B RS Ahmad Yani Metro selama
4 hari yaitu pada tanggal 24 Desember 2015 sampai 27 Desember 2015. Selama di ruang
penyakit dalam B pasien masih mengalami demam yang naik turun namun keluhan semakin
membaik.pada tanggal 28 Desember 2015 pasien dipindahkan ke ruang anak RS Ahmad
Yani Metro. Dan saat dilakukan pemeriksaan ulang pasien mengalami perbaikan dan
diperbolehkan pulang. Pasien pulang pada tanggal 30 Desember 2015.
Pada pemeriksaan yang telah dilakukan sampai hari ke 3 perawatan pasien masih mengalami
demam yang naik turun. Pasien juga masih mengeluhkan nyeri pada bagian perut, mual dan
pusing sudah tidak dirasakan oleh pasien, pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak
5
pada hari ke 2 perawatan. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan kulit yang tampak
kemerahan, hepatomegali tidak di temukan pada pasien ini. Nyeri tekan epigastrium positif .
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 24 desember 2015 pemeriksaan di
puskesmas pada pemeriksaaan Ig-G (+) dan Ig-M (-), hasil HT turun 39%, leukosit menurun
3,8 rb/ul, trombosit turun 100.000. Pada tanggal 24 desember 2015 pemeriksaan di UGD RS
Ahmad Yani Metro didapatkan HT turun 37% , leukosit turun 2,93 rb/ul dan trombosit yang
meningkat 151.000. Pada tanggal 27 desember 2015 didapatkan hasil HT turun 39%, dan
trombosit yang turun hingga 67.000. Pada tanggal 28 desember 2015 didapatkan HT turun
37,8% dan trombosit yang mulai meningkat menjadi 68.000, pada tanggal 29 desember 2015
didapatkan ht 37% dan trombosit yang meningkat hingga 93.000. Terapi yang diberikan
kepada pasien ini antara lain infus RL, Asering, OMZ, PCT, dan imunoz.
Pembahasan dan diskusi
1. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus diatas ?
2. Apakah penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai ?
1. Bagaimanakah penegakan diagnosis pada kasus diatas ?
Penderita adalah seorang anak berusia 12 tahun. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 23 Januari 2015. Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu, suhu
tubuh naik turun. Perut terasa mual dan tidak nyaman serta kepala terasa pusing. Pasien juga
mengeluhkan banyak mengeluarkan keringat, riwayat mimisan atau gusi berdarah disangkal
pasien. BAB dan BAB tidak ada keluhan. Keluhan ini sblmnya belum pernah dirasakan oleh
pasien. Di sekitar rumah disangkal ada yang menderita penyakit DBD. Sebelum masuk ke
ruang anak, pasien sudah di rawat di ruang penyakit dalam B RS Ahmad Yani Metro selama
4 hari yaitu pada tanggal 24 Desember 2015 sampai 27 Desember 2015. Selama di ruang
penyakit dalam B pasien masih mengalami demam yang naik turun namun keluhan semakin
membaik.pada tanggal 28 Desember 2015 pasien dipindahkan ke ruang anak RS Ahmad
Yani Metro. Dan saat dilakukan pemeriksaan ulang pasien mengalami perbaikan dan
diperbolehkan pulang. Pasien pulang pada tanggal 30 Desember 2015 dengan diagnosa
Dengue Hemoragic Fever.
6
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Demam
dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan
DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan
flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus. Dalam
laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan
toxorhynchites.
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi
di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada
tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh
Indonesia.
Masa inkubasi penyakit berkisar antara 1 hingga 4 hari, timbul demam. Sehari sebelum
demam atau H-1 dengan teknik diagnosis deteksi NS1, maka antigen virus telah bisa di
deteksi. Sebelumnya deteksi atau diagnosis DBD mendasarkan kepada antigen-antibodi yang
baru bisa di deteksi pada hari ke 3 atau 4 setelah demam berlangsung, atau hari ke-7 setelah
infeksi berjalan.
7
Patogenesis DHF gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis
dan keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi
memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya mengaktivasi
sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi endotelial
menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian menyebabkan
perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang
untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan permeabilitas vaskular meningkat.
Menurut IDAI (2012), patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang
mendukung seperti heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis
yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue
pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu
6 bulan sampai 5 tahun. Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah
penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD.
Menurut hipotesis infeksi sekunder diatas, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan
proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena
bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus
dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
8
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan
dalam rongga serosa.
Diagnosis Menurut WHO 1997 yang dikutip dari IDAI 2012, kriteria diagnosis DBD
ditegakkan melalui 2 kriteria :
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari
2. Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
Petekie,
Ekimosis
Purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
perdarahan dari tempat lain
Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan tekanan
nadi (=20 mm H g), tek anan d arah m enur un (tekanan sistolik =80 mm Hg)
disertai kulit yan g teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombosit penia (=100.000/ ul )
2. Terdapat peningkatan hematokrit = 20% dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen.
3. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah
cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Tes serologis, kultur viral dari plasma (50%
sensitif pada ke 5), pemeriksaan IgM dengan ELISA, titer antibodi IgG yang meningkat 4
kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap virus dengue dapat membantu penegakan
diagnosa pasien DBD. Pada penderita DBD dengan enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF
untuk membantu diagnosa. Pemeriksaan Kadar AST dan ALT juga diperlukan karena
berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi
kadar AST dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi
9
dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1. Pada beberapa kasus dapat ditemukan
leukopenia .
WHO (1975) membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat :
Derajat 1Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi klinis adalah uji turniket (+)
Derajat 2 Derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdaran lain.
Derajat 3 Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien
menjadi gelisah.
Derajat 4 Syok berat, nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Berdasarkan kelemahan dari kriteria sebelumnya maka WHO pada tahun 2009 mengeluarkan
klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu kriteria probable dengue,
warning sign dan kriteria severe dengue :
10
WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase :
1. Fase Demam,
2. Fase Kritis,
3. Fase Recovery.
A. Fase I – Fase Demam
Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema kulit,
nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki
gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan
muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal.
Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi
perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi)
dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan gastrointestinal
dapat terjadi. Hati dapat membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam.
Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue. Tanda dan gejala
ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu
monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis.
11
B. Fase II – Fase Kritis
Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun temperatur sedikit
menurun yaitu 37.5 – 38oC atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang meningkat. Periode kebocoran plasma
berlangsung selama 24 – 48 jam . Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung
trombosit mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki keadaan
tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan ascites
dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma tersebut. Maka foto
thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat bantu diagnosa. Kadar hematokrit
yang melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan
kebocoran plasma. Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan
sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan hipoperfusi
12
organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC).
C. Fase III – Fase Penyembuhan/Recovery
Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi reabsorpsi
cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan membaik, nafsu makan
bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi.
Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau
menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami
peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory
distress akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang
berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang dapat dikaitkan dengan edema paru
atau gagal jantung kongestif .
Pada balita, anak – anak dan dewasa yang pertama kali terinfeksi virus dengue (mis. infeksi
dengue primer) akan menimbulkan gejala demam yang tidak dapat dibedakan dari infeksi
virus lainnya. Ruam makulopapular dapat timbul bersamaan dengan demam ataupun setelah
demam turun. Ruam yang bersamaan dengan demam hanya berbentuk makula, bersifat
menyeluruh dan berubah pucat jika ditekan sedangkan ruam setelah demam turun bersifat
makulopapular pada seluruh tubuh dan tidak terdapat pada telapak tangan dan kaki. Gejala
ISPA dan GI sangat umum terjadi pada penderita ini. Lelah, sakit pada retro– orbital,
mialgia, dan atralgia juga dirasakan pada penderita DBD.
Diagnosa banding demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang
luas. Pada hari – hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune
Thrombocytopenic Purpura (ITP) yang disertai demam. Diagnosa banding DBD juga dapat
dilihat terhadap kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan
leptospirosis.
13
Penatalaksanaan pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini
terhadap tanda – tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian. Pada
fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat.
Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis,
perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian
cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada
pasien demam dengue. Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik,
sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan
gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang
harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan seperti
gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika
ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya
dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan
uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet
(+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap
hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila
jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri
nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke
rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut .
14
Tatalaksana tersangka DBD
Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia dan
muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam
pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 ml/kgBB dalam 24
jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan antikonvulsif selain diberi antipiretik.
Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala untuk monitor hasil pengobatan
sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
15
Tabel Kebutuhan cairan rumatan (IDAI, 2012)
Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000+50xkgBB(diatas 10 kg)
>20 1500+50xkgBB(diatas 20 kg)
Indikasi diberikan cairan intravena apabila:
a) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
b) Nilai hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala.
Pemberian cairan pengganti volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti dapat
mengakibatkan edema paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan
tetap diberikan. Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah larutan ringer Laktat
(RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Kemudian cairan koloid
seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah, Fresh Frozen Plasma, dan komponen
darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen,
memberikan faktor pembekuan untuk mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung
glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik. Pada pasien DBD derajat I dan
II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi. Perhatikan tanda syok, raba hati setiap
hari untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan
berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati perbaikan klinis dan
laboratoriu m, anak dapat pulang jika memenuhi kriteria.
16
Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II
17
Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokons entrasi = 20% .
Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan dengan menggunakan
masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahsn yang
nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walau diberikan
cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan
konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk
pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan
18
masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok
berat sebaiknya dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC.
Tatalaksana DBD derajat III & IV.
Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC hingga
resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan kurang dari
sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik
kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan ireversibel. Cairan
kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan
darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid apabila normotensi
diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati
19
>1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan, apabila <1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi
pemberian kristaloid kemudian dilakukan pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP
dilakukan ketika volume yang diberikan lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama
untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan
resusitasi cairan dapat diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard
atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload
ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi
seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida, atropin, atau
dobutamin.
Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam
selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis,
hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung
meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis). Pemberian cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar
40%. Jumlah urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi
membaik. Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan
hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi jaringan
membaik.
Pencegahan DHF Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi
penyebaran penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam
tinggi disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia sehingga
dilakukan tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes sp.. Ada beberapa
cara yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat
pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan sampah di
sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah. Depkes sendiri telah menetapkan 5 kegiatan
pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus
secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan
pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik – jentiknya), kemitraan dalam wadah
POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam
gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme
pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
2008). Kegiatan yang paling utama dalam menanggulangi peningkatan kasus adalah program
20
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras – Menutup –
Mengubur). Program ini kemudian berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan
digunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk.
2. Apakah penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai ?
Bila melihat dari bagan penatalaksaan yang dilakukan pada DHF derajat II tanpa disertai
dengan peningkatan HT maka penatalaksaan yang sesuai yaitu hanya dengan terapi cairan.
Disamping terapi cairan pasien diberikan terapi yang bersifat simtomatik. Pada keadaan
dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat
diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama
kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 ml/kgBB dalam 24 jam
berikutnya. Jenis cairan yang direkomendasikan WHO adalah larutan RL atau Dextrose 5%
dalam RL. Ringer Asetat atau dextrose 5% dalam RA, NaCL 0,9% atau dextrose 5% dalam
larutan NaCL 0,9%. Sedangkan larutan koloid adalah dextran 40 dan plasma darah.
Tabel Kebutuhan cairan rumatan (IDAI, 2012)
Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000+50xkgBB(diatas 10 kg)
>20 1500+50xkgBB(diatas 20 kg)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
2. World Health Organization. 2009. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment,