Top Banner
CASE REPORT COMBUSTIO 25% GRADE II Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Pembimbing: dr. Haryono Sp.B Disusun Oleh :
42

Combustio

Jan 18, 2016

Download

Documents

combustio
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Combustio

CASE REPORT

COMBUSTIO 25% GRADE II

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Bedah

Pembimbing: dr. Haryono Sp.B

Disusun Oleh :

Nindya Anggraeni Puspaningrum, S.Ked

J500100085

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Page 2: Combustio

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien :

Nama : Bp. S

Umur : 45

Jenis Kelamin : Laki- laki

Pekerjaan : Buruh pabrik

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Jungke Karanganyar

No RM : 320xxx

Keluhan Utama :

Luka bakar tersiram air panas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 6 November 2014 dengan

keluhan luka bakar pada kedua kaki dan kedua telapak tangan. Luka bakar tersebut

diakibatkan oleh tersiram air panas dari boiler pabrik yang tumpah. Pasien tidak

mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengeluhkan nyeri dan panas pada area

luka bakar. Pusing(-), mual(-), muntah (-), BAB(+), BAK(+) dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

- Riwayat gangguan jiwa : disangkal

Page 3: Combustio

- Riwayat trauma : disangka

Riwayat penyakit keluarga :

- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat gangguan jiwa : disangkal

Riwayat sosial ekonomi :

Pasien bermatapencaharian sebagai buruh pabrik, jadi kesan sosial ekonomi kurang

ANAMNESIS SISTEM

Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), lemah (+), demam (-)

Sistem Cardiovascular Sianosis (-), anemis (-), akral hangat (+)

Sistem Respiratorius Batuk (-), sesak napas (-)

Sistem Genitourinarius BAK sulit (-), sedikit (-), nyeri saat BAK (-)

Sistem Gastrointestinal Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB sulit (-)

Sistem Musculosceletal Badan lemes (+), atrofi otot (-), nyeri sendi (-)

Sistem Integumentum Perubahan warna kulit, sikatriks (-), ekskoriasi (+),

bula (+)

PEMERIKSAAN FISIK

- Status generalis : keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis.

- Vital Sign : TD : 130/80 mmHg

Suhu : 37ºC

HR : 92x/menit

RR : 24x/menit.

- Pemeriksaan kepala :

- Kepala : Normochepal, simetris

Page 4: Combustio

- Mata : Conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik,

reflek cahaya positif, pupil isokor.

- Telinga : otore (-/-), deformitas(-/-), nyeri tekan (-/-)

- Hidung : deformitas (-/-), rinore (-/-)

- Mulut : atrofi papil lidah (-), bibir kering (-)

- Faring : hiperemis (-)

- Pemeriksaan leher :

- KGB : tidak ada pembesaran

- JVP : tidak ada kelainan

- Pemeriksaan thorax :

- Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra

Perkusi :

Batas-batas jantung

- Kanan atas SIC II parasternalis dextra

- Kanan bawah SIC IV parasternalis dextra

- Kiri atas SIC II parasternalis sinistra

- Kiri bawah SIC V linea midclavikula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising (-)

- Pulmo :

Inspeksi : simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Perkusi : sonor

Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (+/+) sama kanan dan kiri

- Pemeriksaan abdomen :

- Inspeksi : sikatrik (-), dinding perut sejajar dinding dada

- Auskultasi : peristaltik (+) N

Page 5: Combustio

- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),splenomegali (-)

turgor elastisitas kulit normal

- Perkusi : ascites (-), pekak beralih (-), nyeri ketok kostovertebra (-)

- Pemeriksaan ekstremitas : udem (-), bula (+) ekstrimitas inferior dextra et

sinistra, ekskoriasi (+) ekstrimitas inferior dextra et sinistra  

- Status lokalis :

- Kepala dan leher : 0 %

- Trunkus anterior : 0 %

- Trunkus posterior : 0 %

- Esktremitas atas kanan : 3 %

- Ekstremitas atas kiri : 3 %

- Ekstremitas bawah kanan : 14,5 %

- Ekstremitas bawah kiri : 4,5 %

- Genitalia : 0 % +

Total : 25 %

Page 6: Combustio

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan Jumlah Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 14,5 g/dl 14,0-18,00

Hematokrit 39,9 % 42,00-52,00

Leukosit 9,63 103/ul 5-10

Trombosit 294 103/ul 150-300

Eritrosit 4,98 106/ul 4,50-5,50

MPV 6,7 fl 6,5-12,00

PDW 16,0 9,0-17,0

MCV 80,1 Fl 82,0-92,0

MCH 29,1 Pg 27,0-31,0

MCHC 36,4 g/dl 32,0-37,0

Limfosit% 40,5 % 25,0-40,0

Monosit% 2,9 % 3,0-9,0

Eosinofil % 2,6 % 0,5-5,0

Basofil % 0,5 % 0,0-1,0

Gran % 53,5 % 50,0-70,0

GDS 135 Mg/100ml 70-150

RESUME

• Dari hasil autoanamnesis didapatkan bahwa pasien mendapatkan luka bakar

akibat tersiram air panas dari boiler pabrik. Pasien dalam kondisi sadar ketika

dibawa ke IGD. Pasien mengeluh nyeri dan rasa panas pada area luka bakar.

• Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan lemah, compos mentis. Vital

sign, TD: 130/70 mmHg, nadi: 92 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu: 37 oC.

DIAGNOSIS

Page 7: Combustio

Combustio 25% derajat II

TERAPI

1. Medikasi

2. Terapi cairan 4 ml x 58 kg x 25% = 5800

8 jam ke I = ½ X 5800 = 2900 ml

8 jam ke II = ¼ X 5800 = 1450 ml

8 jam ke III = ¼ X 5800 = 1450 ml

9 Medika mentosa:

a. Inj. Biocef/12jam

b. Inf. Metronidazole 500mg/8jam

c. Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam

d. Inj. Antrain 1 amp/ 8 jam

BAB II

Page 8: Combustio

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,

dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan

mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)

sampai fase lanjut.

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun

tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan

rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan

kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya

luka bakar dapat dibagi menjadi:

Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,

dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat

membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami

memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik

cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan

berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda

panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang

mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat

rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin

lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.

Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola

Page 9: Combustio

luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola

percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada

kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas

dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.

Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari

uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap

panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan

oklusi jalan nafas akibat edema.

Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.

Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang

menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka

bakar tambahan.

Zat kimia (asam atau basa)

Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu

tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung

menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju

yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti

nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu

menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

Page 10: Combustio

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka

bakar derajat I, II, atau III:

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak

jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya

sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya

tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau

hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih

terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.

Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat,

dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut,

luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa

gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena

perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar

derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan

Page 11: Combustio

penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-

thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau

jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang

dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan

kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai

justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit

yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

Page 12: Combustio

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan

kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma

inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.

Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka

bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu

jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan

viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya

cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang

hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan

laju metabolik dan energi metabolisme.

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya

meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar

dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat

untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:

Page 13: Combustio

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas

telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar

hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,

punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,

paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri

masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini

membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang

dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan

kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.

Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,

dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Page 14: Combustio

Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di

kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas

permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas

permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan

dengan usia:

o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.

Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap

tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai

nilai dewasa.

Page 15: Combustio

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area

affected by burns in children.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia

50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir

pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas

luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

Page 16: Combustio

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III

kurang dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa >

40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak

mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,

tangan, kaki, dan perineum

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh

kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang

ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya

permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak

elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.

Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan

yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II,

dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh

masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik

dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan

cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan

Page 17: Combustio

terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang

tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas

karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya

dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,

stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan

mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat

oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.

Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO,

penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai

dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan

medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi

ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang

mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau

antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit

penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi

kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya

karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi

kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin

protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya

pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa

penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama

dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Page 18: Combustio

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas

dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang

kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi

nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi

kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan

menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman

dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian

disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus

atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah

(bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan

kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh

dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen

epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,

atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan

parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat

III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di

persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,

peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,

peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala

yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan

protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme

tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori

Page 19: Combustio

tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari

pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus,

otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar

menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar

menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat,

penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar

ditentukan oleh luasnya luka bakar.

FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka

bakar, yaitu:

1. Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran

nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar

melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi

seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut

Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome

(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal

ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase

pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis

luka)

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.

Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,

kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau

struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Page 20: Combustio

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis

Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)

akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini

mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut

juga sebagai zona nekrosis.

2. Zona statis

Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di

daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan

trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow

phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi

lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin

berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemi

Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa

vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan

umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan

spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk

dirawat inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,

genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk

masalah kosmetik dan kecacatan fungsi

Page 21: Combustio

4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor

lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

6. Adanya trauma inhalasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan

MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung

sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka

bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas.

Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian

cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea

dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal

yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada

pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena

itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan

menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa.

Page 22: Combustio

Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan

adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi

juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan

radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu

mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas

dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer

pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas

dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan

manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai

fasilitas pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan

menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan

bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan

intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan

nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen

dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan

terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

Page 23: Combustio

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan

nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi

inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah

dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan

khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium

bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki

kompliansi paru

b. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan

seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan

tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat

meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi

status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal

dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik

dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan

seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat.

Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi

pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan

menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada

beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Page 24: Combustio

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan

hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan

hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan

sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka

pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan

sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.

Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan

mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian

nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin

dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2

mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10

mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus

Page 25: Combustio

untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau

dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine

sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke

5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan

berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah

sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran

darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan

tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut.

Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu

yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –

komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan

nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang

menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini

mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.

Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –

organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar

yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan

melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II

Page 26: Combustio

dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin

grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak

akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria

penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih

dari 3 minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang

timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh

posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka

lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah

(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau

Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan

luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong

jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas.

Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari

seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan

hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian

larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-

hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah

didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian

dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah

yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai

lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan

Page 27: Combustio

penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat

yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong

“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,

endpoint yang lebih mudah ditentukan

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada

saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari

eksisi

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode

ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka

bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit

manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal

dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa

digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik

mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness

skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut

adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan

penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan

dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan

perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini

disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang

akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya

pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat

Page 28: Combustio

dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau

Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga

vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari

eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah

dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,

pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau

dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan

grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka

bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut

hipertrofik dan kontraktur.

Page 29: Combustio

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,

editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2005. h. 73-5.

2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,

Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed.

USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon

JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com. 5 juli 2014

5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 5 juli 2014.