BAB I
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap: Ny. Siti MaemunahJenis kelamin: Perempuan
Usia: 25 tahunSuku bangsa: Jawa
Status perkawinan: MenikahAgama: Islam
Pekerjaan: Ibu rumah tanggaPendidikan: tamat SD
Alamat: Pringkumpul Tanggal masuk RS: 28 Mei 2014
ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 28 Mei 2014 di IGD rawat
inap puskesmas pringsewu pada pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama: Demam tinggi kurang lebih sejak 5 hari sebelum
masuk IGD puskesmas.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD puskesmas pringsewu dengan keluhan demam
tinggi sejak 5 hari sebelum masuk puskesmas. Demam disertai sakit
kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah sejak 3 hari. Muntah setiap
kali makan berisi cairan dan makanan. Demam tidak disertai dengan
batuk, pilek, dan sesak nafas. Demam dirasakan menetap dan disertai
keringat dingin pada kedua kaki, os menyangal adanya menggigil, os
menyangkal demam timbul sore hari.
Os mengeluh lemas, nafsu makan berkurang, pegal-pegal dan timbul
bintik-bintik pada tungkai. Os menyangkal adanya keluar darah dari
hidung, gusi dan BAB berwarna hitam. Os menyangkal adanya diare
atau pun konstipasi. Os juga menyangkal nyeri saat berkemih. Di
dalam keluarga tidak ada yang menderita hal serupa seperti os
tetapi os mengatakan tetangga os sedang di rawat akibat DBD. Os
belum pernah berobat untuk mengobati keluhannya.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit darah tinggi, jantung, asma, alergi makanan
serta obat-obatan juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus serta asma disangkal.
Alergi makanan ataupun alergi obat-obatan juga disangkal
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Tinggi Badan: 160 cm
Berat Badan : 61 kg
Tanda Vital:
Tekanan darah: 100/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Suhu: 37,5 C
Pernapasan: 20 x/menit
Keadaan Gizi(IMT): 23,8 Cukup
Kepala : Normocephali
Mata : conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, RCL/RCTL
+/+
Hidung: tidak terdapat deformitas, sekret (-)
Mulut : tidak tampak sianosis, bibir tidak kering, mukosa dan
faring tidak hiperemis, lidah tidak kotor dan tremor, tidak tampak
perdarahan gusi, higiens mulut cukup baik.
Leher: Dalam batas normal. Tidak terdapat pembesaran kelenjar
getah bening di supraklavikula, submandibula, dan cervical.
Thoraks
Inspeksi: Tidak tampak deviasi trakhea
Tidak terlihat adanya spider navi
Pernapasan terlihat reguler
Palpasi: Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
(aksila).
vocal fremitus sama kuat
Gerakan nafas sama kuat
Perkusi: Bunyi sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi:
Kiri: Suara dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Kanan: Suara dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Cardio
Inspeksi: Tidak terlihat pulsasi iktus kordis
Palpasi: Iktus kordis teraba pada ICS V pada lateral
midclavicula sinistra.
Perkusi: Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral
midclavicula sinistra.
Batas atas terletak pada ICS III parasternal sinistra
Batas kanan ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II terdengar reguler, tidak
didapatkan adanya murmur ataupun gallop.
Abdomen
Inspeksi: Perut cembung, tidak ada smiling umbilicus
Palpasi: Pada perabaan didapatkan perabaan supel, tidak ada
nyeri tekan pada abdomen, hepar, ginjal dan lien tidak teraba.
Perkusi: timpani.
Auskultasi: Bising usus + , tidak terdengar bruit maupun
friction rub.
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat ekstremitas dan tidak
ditemukan edema pada keempat ekstremitas, didapatkan petekie pada
ekstremitas bagian bawah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM RUTIN (28 Mei 2014)
Hematologi
Hasil
Normal
Hb
14,6 g%
12-16 g %
Lekosit
3.300
5.000-10.000
Eritrosit
5,35 jt
4-6 jt
Trombosit
39.000 u/l
150.000-450.000
Hematokrit
44,2%
37-48 %
Malaria
(-) negatif
Negatif
Imunoserologi
Widal H
1/80
Negatif
AH
( - ) negatif
Negatif
BH
( - ) negatif
Negatif
CH
( - ) negatif
Negatif
O
1/80
Negatif
AO
( - ) negatif
Negatif
BO
1/160
Negatif
CO
1/80
Negatif
Darah rutin serial
Darah Rutin
28/05/2014
29/05/2014
30/05/2014
31/05/2014
Hb
14,6g/dl
Ht
44,2%
47,9%
47,2%
43,6%
Leukosit
3.300 u/l
14.300 u/l
Trombsoit
39.000
41.000
45.000
52.000
RESUME
Pasien datang ke IGD puskesmas pringsewu dengan keluhan demam
tinggi sejak 5 hari sebelum masuk puskesmas. Demam disertai mual
dan muntah sejak 3 hari, muntah cair setiap kali makan dan nyeri
pada ulu hati. Demam dirasakan menetap dan disertai keringat
dingin, os menyangkal demam disertai menggigil. Os mengeluh lemas,
nafsu makan berkurang, pegal-pegal dan timbul bintik-bintik pada
tungkai. Os menyangkal adanya keluar darah dari hidung dan BAB
berwarna hitam. Os menyangkal diare atau pun konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, TD
: 100/80 mmHg, suhu 37,5C. Pada ekstremitas bawah di temukan
bintik-bintik merah yang tidak hilang pada penekanan.
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin
didapatkan leukopenia dan trombositopenia
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
Demam Dengue
Dasar diagnosis :
Demam tinggi
Nyeri kepala
Nyeri sendi
Manifestasi perdarahan spontan berupa ptekhie di tungkai
Trombositopenia
Leukopenia
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS DAN DASAR DIAGNOSIS:
Demam typhoid
Dasar yang mendukung diagnosis :
Adanya mual dan muntah
Demam
Nyeri kepala
Dasar yang menyangkal diagnosis :
Perdarahan spontan di tungkai
Trombositopenia
Widal negatif
RENCANA PENGELOLAAN
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Injeksi ranitidin 2x1 ampul
Omeprazole 1x1 tab
Imboost force 1x1 tab
Sari kurma 1x1 C
Paracetamol 3x1tab
Non medikamentosa
Tirah baring
Asupan cairan
Diet lunak
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (Dengue Hemmoragic Fever) adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan
ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian.
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.
DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus
dengue. 1
Demam Dengue (DD) adalah demam virus akut yang disertai sakit
kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang, penurunan jumlah sel darah
putih dan ruam-ruam. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai
pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
B. ETIOLOGI
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di
Indonesia dan paling banyak berkaitan dengan kasus berat. Terdapat
reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus lainnya.
Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas
seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe
lain.
C. EPIDEMIOLOGI
Epidemik DHF merupakan masalah mayor kesehatan di negara-negara
sub-tropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Latin, dan Amerika
Tengah. Diperkirakan setiap tahun terdapat 500.000 kasus DHF yang
membutuhkan penanganan di rumah sakit, sebagian besar adalah
anak-anak. Tanpa penanganan yang tepat, kasus kematian pada DHF
dapat mencapai 20%, tetapi dengan terapi suportif intensif modern,
angka tersebut dapat turun hingga kurang dari 1% saja (WHO, 2009).
2
Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan di Surabaya
pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada
tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai
daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia,
kecuali Timor Timur, telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate
(IR) = 35, 19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001);
19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD
di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%). Kasus tertinggi
terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR
tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). 3
D. PENULARAN
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang sebenarnya sudah menggigit orang yang
terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-tempat dengan
ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi
nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada
tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang
telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada
orang yang sehat.
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi dengue,
virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7
hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut
disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam
akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus dengue dapat
bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti
lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan
terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah
masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.
E. PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi
tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus.
Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody
(kompleks virus antibodi) yang tinggi. 2
Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut:
1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi system komplemen,
berakibat dilepaskannya anafilaktosin C3a dan C5a. C5a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat
berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5
menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada
masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya
anafilaktosin dalam jumlah besar, walaupun plasma mengandung
inactivator ampuh terhadap anafilaktosin,C3a dan C5a agaknya
perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses
inaktivasi tersebut. Anafilaktosin C3a dan C5a tidak berdaya untuk
membebaskan histamine dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar
histamine yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan
mengalami metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan
metamorphosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotel dengan
berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan
agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamine dan
serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravascular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat
akhir terjadinya pembekuan intravascular yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilaktosin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin
degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang system
kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah.
DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu
diantara hari ke-3 dan hari ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan
dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis yang dasarnya
sebagai berikut:
1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit,
histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama
terjadinya infeksi virus dengue.
2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi
maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukleus.
3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit
mononukelus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan
terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.
4. Meningginya permeabilitas kapiler dinding pembuluh darah dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat
dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang
terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain
yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang
memungkinkan terjadinya DIC. 4
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita
dan anak-anak kecil biasanya berupa demam yang dapat meningkat
hingga 38-40C dan dapat berlangsung 2-7 hari. Demam akan turun
setelah beberapa hari dan kembali meningkat 12-24 jam kemudian
(pola saddleback). Dapat pula dilihat adanya bradikardia relative
terhadap demam. Demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada
anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam
ringan, atau demam tinggi (> 39C) yang tiba-tiba dan berlangsung
2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata,
nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. Terkadang
dilaporkan adanya konstipasi, diare dan gejala respiratorik sangat
jarang dan mungkin disebabkan infeksi konkuren.
Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang
disertai bintik-bintik perdarahan di faring dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu
hati, nyeri di tulang rusuk kanan, dan nyeri di seluruh perut.
Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang
demam pada balita.
*DHF Grade III and IV are also called as Dengue Shock
Syndrome
Tabel : Perjalanan penyakit demam berdarah dengue
Setelah demam 2 - 7 hari, penurunan suhu biasanya disertai
dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat,
gelisah, tangan dan akinya dingin dan ngalami rubahan ekanan arah n
denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini
hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan.
Hepatomegali umum dijumpai namun tidak selalu ada. Hepatomegali
disertai nyeri merupakan tanda klinis yang sering dijumpai dan
terlihat pada 30 % pasien. Penemuan ini sering berkaitan dengan
DBD, terutama infeksi oleh seotipe DEN-1 dan DEN-3. Namun, tingkat
keparahan hepatomegali tidak berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit.
Flushing atau erythematous mottling dapat terjadi bersamaan atau
sesaat sebelum timbulnya demam dan menghilang 1-2 hari setelah
munculnya gejala. Ruam kedua bervariasi dari skarlatiniform hingga
makulopapular, dapat timbul pada hari-2 hingga ke-6. Ruam biasanya
muncul pada batang tubuh dan menyebar ke muka serta tungkai. Durasi
timbul ruam kedua ini rata-rata 2-3 hari.
Menjelang akhir fase demam atau saat suhu sudah kembali normal,
peteki dapat muncul; yang dapat tersebar atau konfluen. Manifestasi
perdarahan pada demam Dengue tidak jarang terjadi dan dapat
bervariasi dari ringan hingga berat. Perdarahan kulit seperti
peteki dan purpura merupakan manifestasi yang tersering, diikuti
dengan perdarahan gusi, epistaksis, menorrhagia dan perdarahan
saluran cerna. Terkadang dapat timbul hematuria ikterus jarang
timbul.
Demam Dengue umumnya self-limiting dan jarang menjadi fatal.
Fase akut penyakit berlangsung 3-7 hari, namun masa konvalesen
dapat memanjang dan dapat disertai kelemahan tubuh dan depresi,
terutama pada dewasa. Tidak ada sekuele permanen yang dikaitkan
dengan demam Dengue.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis DBD ditegakan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut
:
- Kriteria klinis
* Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
* Terdapat manifestasi perdarahan: uji torniquet positif,
petekie, ekimosis, epistakis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau
melena
* Hepatomegali
* Syok
- Kriteria laboratories
* Trombositopenia (trombosit = 100.000 mm3)
* Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit sampai 20% menurut
standar umur dan jenis kelamin)
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria: 2 (dua)
kriteria klinis pertama ditambah dengan ditemukannya
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada DBD harus dinilai derajat
penyakit, karena membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda. 5
Uji laboratorium meliputi :
1. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
- biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.
Pertumbuhan virus ditunjukkan dengan adanya antigen yang
ditunjukkan dengan imunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic
effect) pada biakan jaringan manusia.
- Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
Pertumbuhan virus ditunjukkan dengan adanya antigen dengue pada
kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
2. Pemeriksaan Serologi
- Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
- Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
- Uji Netralisasi (Neutralization Test)
- Uji Mac Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent
assay)
- Uji IgG Elisa indirek
Gambar: peningkatan antibody IgM dan IgG pada pasien demam
berdarah dengue
H. PENATALAKSANAAN
Kriteria rawat inap
Ada kedaruratan:
- Syok
- Muntah terus menerus
- Kejang
- Kesadaran turun
- Muntah darah
- Berak hitam
Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan
berturut-turut
Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simptomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan
cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi
komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan,
hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara
klinis maupun laboratoris.
Terapi non farmakologis yang diberikan meliputi tirah baring
(pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan
kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluran cerna. Pemberian aspirin ataupun
obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena karena
efeknya terhadap system bekuan darah sehingga berisiko terjadinya
perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung.
Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi
cairan pada kondisi tersebut secara bertahap harus dikurangi.
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup
atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan
cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif
perlu selalu diwaspadai. 1, 2
WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar terapi
penggantian cairan pada DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Larutan kristaloid
yang dianjurkan WHO RL atau D5/RL, RA atau D5/RA, dan NaCI 0,9%.
Sedangkan yang larutan koloid yang dianjurkan adalah dextran-40 dan
plasma darah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan
dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di
intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu
sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.
Penatalaksanaan pada DBD/DSS adalah termasuk evaluasi rutin
terhadap tanda vital, derajat hemokonsentrasi, dehidrasi, dan
keseimbangan elektrolit. Monitoring yang ketat dilakukan selama
paling sedikit 48 jam karena syok dapat terjadi atau berulang
bahkan pada awal penyakit. Pasien yang sianotik atau dengan napas
sesak dan berat harus diberikan oksigen. Penggantian cairan dan
elektrolit intravena yang cepat akan sangat menopang kondisi pasien
hingga fase penyembuhan terjadi. Pemberian cairan kristaloid
pertama kali sekali diberikan untuk mengatasi keadaan
hemokonsentrasi serta untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
diatas 90 mmHg.
Jika peningkatan hematokrit muncul setelah pemberian terapi
cairan, maka diindikasikan untuk segera diberikan cairan plasma,
atau plasma koloid. Selama itu, pasien harus selalu dipantau untuk
mencegah terjadinya overhidrasi, yang akan menyebabkan gagal
jantung. Transfusi darah segar (PRC) ataupun trombosit yang
tersuspensi dalam plasma (TC) kadang diperlukan untuk mengontrol
perdarahan. Keduanya tidak boleh diberikan selama kondisi
hemokonsentrasi dan hanya boleh diberikan setelah evaluasi
hematokrit dan hemoglobin.
Pemberian cairan intravena diberikan jika (1) anak terus-menerus
muntah, tidak mau minum, dan demam yang sangat tinggi, serta (2)
jika kadar hemtokrit cenderung meningkat pada hasil pemeriksaan
hematokrit berkala. Jika terdapat asidosis metabolik, 1/4 bagian
cairan yang akan diberikan digantikan dengan 0,167 mol/L natrium
bikarbonat. Apabila terdapat kenaikan hematokrit 20%, maka
komposisi cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Penanganan pada kasus DBD memiliki langkah-langkah yang
berbeda-beda tergantung dari derajat penyakit, kondisi fisik
pasien, hasil monitoring nilai hematokrit dan trombosit, serta
penilaian tanda vital. Setiap derajat DBD memiliki algoritme
penanganan yang berbeda sebagai berikut:
Kriteria Memulangkan Pasien 3,6
Pasien dapat dipulangkan apabila , memenuhi semua keadaan
dibawah ini :
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selain 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi
pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/L
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
I. KOMPLIKASI
Infeksi primer dengan demam dengue merupakan penyakit yang tidak
berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease). Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan
kejang dernam adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
anak. Kejang dapat terjadi selama periode demam yang tinggi.
Setelah kondisi membaik, selama fase penyembuhan, asthenia, depresi
mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikel dapat terus
terjadi.
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi pada DBD dengan komplikasi
syok yang berkepanjangan disertai perdarahan, namun dapat juga
terjadi pada DBD yang tanpa disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Hal ini mungkin pula disebabkan
oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular menyeluruh. Adapun perihal yang menyatakan
bahwa ensefalopati dengue berhubungan dengan kegagalan hati
akut.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau
somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS,
keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu untuk melihat ada
tidaknya kondisi ensefalopati.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah hematologis fungsi hati
(SGOT/SGPT meningkat), PT/APTT (memanjang), GDS (menurun), analisa
gas darah (alkalosis), elektrolit darah (hiponatremia), dan amoniak
darah (meningkat).
Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat
kondisi syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom hemolitik uremikum yang jarang terjadi. Pada keadaan syok
berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang ditandai dengan
oliguria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Oedem Paru
Keadaan ini mungkin terjadi pada pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan yang tidak dikurangi pada masa
terjadinya reabsorpsi cairan pada sekitar hari sakit ke 7 dapat
menimbukan keadaan ini. Ditandai dengan sesak napas, kelopak mata
sembab, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada pemeriksaan
radiologi toraks.
J. PROGNOSIS
Prognosis DBD tergantung dari saat diagnosis perembesan plasma
ditegakkan, yaitu saat terjadi penurunan trombosit disertai
peningkatan hematokrit. Adanya komplikasi asidosis metabolik,
perdarahan saluran cerna, atau perdarahan hebat lainnya merupakan
petanda prognosis buruk.
Angka kematian bervariasi pada setiap penjangkitan yang berbeda,
tetapi rata-rata kematian kira-kira 15%; yaitu lebih tinggi pada
bayi berusia kurang dari 1 bulan. Dengan penanganan yang baik angka
kematian menurun hingga dibawah 5% dapat dicapai.
Pada DBD, kematian dapat terjadi pada 40-50% kasus pasien syok.
Namun dengan penanganan yang intensif, angka kematian hanya kurang
dari 2 % kasus. Kesembuhan sangat tergantung dengan pemberian
terapi suportif yang segera dan intens. Meski jarang, kondisi
residual berupa kerusakan otak dapat terjadi disebabkan oleh
keadaan syok yang lama ataupun karena perdarahan intrakranial.
Pada beberapa kasus DHF diperlukan transfusi komponen darah.
Berikut macam-macam Transfusi Komponen darah Pada DHF beserta
indikasinya : 7
a. Trombosit concentrate
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan
yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang
berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody
pada penderita.Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan
perdarahan trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa
simpan sampai dengan 3 hari.
Pada DHF, Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien dengan
perdarahan yang berat, spontan, dan masif seperti muntah darah,
mimisan yang terus menerus atau perdarahan dari saluran cerna bawah
berupa BAB berdarah segar. Jumlah trombosit yang rendah bahkan
sampai dibawah 20.000 tanpa pendarahan yang signifikan bukan
merupakan indikasi untuk diberikan trombosit sehingga kadar
trombosit yang rendah saja tidak memerlukan transfusi
trombosit.
Thrombocyte concentrate (TC)
Isi :
3,9 4,3 x 109 trombosit
Penyimpanan :
- Disimpan pada suhu 20-24C di platelet agitator
- Masa simpan 5 hari
Penyimpanan lebih lama meningkatkan risiko kontaminasi
bakteri
Indikasi :
- Trombositopenia:
1. Jumlah trombosit