Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini kejadian penyakit tidak menular menjadi masalah yang sangat penting, hal ini nampak dari angka mortalitasnya yang cukup besar yakni lebih dari 36 juta orang meninggal tiap tahun. Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan 70% kematian di seluruh dunia, mulai dari 37% di negara-negara berpenghasilan rendah sampai 88% di negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun, dari segi jumlah kematian mutlak, sebanyak 78% penyebab kematian akibat PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015). Penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronik dan asma) serta diabetes mellitus adalah jenis penyakit yang termasuk ke dalam PTM (WHO, 2017). PTM dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi PTM terdiri dari faktor yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Yang termasuk faktor yang tidak dapat diubah berupa usia dan jenis kelamin. Serta yang dapat diubah seperti hipertensi, peningkatan kadar gula darah, dislipidemia, dan pekerjaan (Dinata, 2012). Sedangkan faktor terbesar dari penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe II adalah sindrom metabolik (AHA, 2015). Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko yang saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan
36

BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

Mar 09, 2019

Download

Documents

dangnhan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini kejadian penyakit tidak menular menjadi masalah

yang sangat penting, hal ini nampak dari angka mortalitasnya yang

cukup besar yakni lebih dari 36 juta orang meninggal tiap tahun.

Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan 70% kematian di seluruh

dunia, mulai dari 37% di negara-negara berpenghasilan rendah

sampai 88% di negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun, dari

segi jumlah kematian mutlak, sebanyak 78% penyebab kematian

akibat PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah

(WHO, 2015).

Penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke),

kanker, penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif

kronik dan asma) serta diabetes mellitus adalah jenis penyakit yang

termasuk ke dalam PTM (WHO, 2017). PTM dapat dipengaruhi oleh

banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi PTM terdiri dari faktor

yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Yang termasuk

faktor yang tidak dapat diubah berupa usia dan jenis kelamin. Serta

yang dapat diubah seperti hipertensi, peningkatan kadar gula darah,

dislipidemia, dan pekerjaan (Dinata, 2012). Sedangkan faktor

terbesar dari penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe II

adalah sindrom metabolik (AHA, 2015).

Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko yang

saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan

Page 2: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

1

2

diabetes mellitus. Sekumpulan faktor risiko tersebut antara lain

obesitas abdominal/ sentral, kenaikan kadar gula darah, kenaikan

kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL (Alberti et al,

2009). Prevalensi sindrom metabolik pada individu dewasa di kota

besar diketahui cukup tinggi, yakni 32% pada tahun 2007

(Tjokroprawiro, 2007). Presentase ini berbeda pada tahun 2012 yakni

sebesar 17,5%, dengan presentase wanita lebih tinggi daripada pria.

Presentase wanita yang terkena sindroma metabolik sebesar 21,3%

sedangkan pria hanya 12,9% (Bantas, 2013). Namun hasil ini

berbeda-beda pada tiap negara, ada juga negara yang pria-nya lebih

beresiko terkena sindroma metabolik. Contohnya adalah penelitian di

Korea Selatan yang menemukan prevalensi sindroma metabolik pada

pria 29,0% dan 16,8% pada wanita (Park, 2007).

Sindrom metabolik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

tersebut adalah umur, status gizi (masuk kriteria obesitas), dan

asupan (khususnya gorengan) (Sihombing, 2015). Sindrom metabolik

adalah istilah untuk suatu grup faktor risiko yang dapat meningkatkan

risiko penyakit jantung dan penyakit kesehatan lain seperti diabetes

dan stroke (WHO, 2017). Menurut Adult Treatment Panel III, terdapat

5 kriteria seseorang dapat dikategorikan sindrom metabolik, yakni

adanya obesitas abdominal, peningkatan kadar trigliserida darah,

penurunan kadar kolesterol HDL, peningkatan tekanan darah,

peningkatan glukosa darah puasa. Seseorang tergolong sindrom

metabolik apabila memiliki 3 dari 5 kriteria tersebut.

Page 3: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

3

Kejadian sindrom metabolik dapat dipengaruhi oleh faktor status

gizi. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa aspek indeks massa

tubuh/ IMT berhubungan positif dengan kejadian sindrom metabolik

(Sargowo, 2011; Sutadarma dkk, 2011). Risiko sindrom metabolik

meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan indeks massa

tubuh (Ervin, 2009). Status gizi tidak secara instan mempengaruhi,

namun sebagai manifestasi akibat adanya perbedaan asupan

(Sutadarma, 2011).

Asupan pada tiap individu perlu diperhatikan dalam rangka

pencegahan sindrom metabolik, contohnya pada individu pekerja.

Pekerja perlu mendapatkan asupan zat gizi yang cukup dan sesuai

dengan jenis atau beban kerja yang dilakukannya untuk

meningkatkan derajat kesehatan pekerja, mencegah morbiditas,

menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja.

Masalah asupan yang dapat meningkatkan terjadinya sindrom

matabolik adalah konsumsi buah dan sayuran yang rendah serta

tingginya konsumsi minuman manis yang secara independen

dikaitkan dengan prevalensi sindrom metabolik di Indonesia pada

populasi etnis-etnis tertentu (Yoo, 2004).

Prevalensi sindrom metabolik di kalangan pekerja wanita yang

bekerja di rumah belum spesifik diteliti. Padahal jumlah pekerja

wanita semakin meningkat. Hal ini tentunya menjadi fokus penting

mengingat kondisi kesehatan pekerja mempengaruhi produktivitas

kerja (Meerding, 2005) yang akan berefek pada output perusahaan.

Page 4: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

4

Salah satu kota besar yang memiliki berbagai macam tipe

perusahaan adalah Yogyakarta. Yogyakarta terkenal dengan

kebudayaannya, sehingga di kota ini banyak bermunculan industri

kerajinan yang melestarikan budaya tersebut. Jumlah industri

kerajinan di Yogyakarta mencapai 20.754 industri dengan total

tenaga kerja 83.121 orang dengan presentase paling banyak berada

di kabupaten Bantul yakni 23.842 (28,7%) tenaga kerja (BPS, 2015).

Dari sekian banyak jenis industri kerajinan yang ada, kami memilih

subjek yakni pengrajin batik karena kami melihat dari segi kebiasaan

kerja yang berperilaku sedenter dan terdapat paparan kerja baik fisik

maupun non fisik yang mempengaruhi gaya hidup mereka dan

diketahui bahwa paparan kerja mempengaruhi resiko penyakit

sindrom metabolik yang mengarah ke penyakit kardiovaskular

(Akintunde, 2016). Perilaku sedenter memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian sindrom metabolik (Kim, 2013). Saat

melakukan survei awal penelitian, peneliti mendapatkan data bahwa

mayoritas pengrajin batik biasa membatik sambil duduk sejak pagi

hingga sore hari, hal ini sesuai dengan kriteria sedenter yakni duduk

>5 jam dalam satu hari (Scheers, 2013).

Mayoritas pengrajin batik di Bantul berpusat di Kampung Batik

Giriloyo. Kampung Batik Giriloyo terletak di sebelah selatan Kota

Yogyakarta tepatnya daerah Imogiri. Pada kampung ini terdapat lebih

dari lima ratus orang pengrajin batik yang tersebar dalam tiga belas

rumah produksi batik. Pengrajin batik pada desa ini memiliki rentang

usia yang beragam, yakni berusia 19 hingga 60 tahun lebih. Hal ini

Page 5: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

5

lah yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian ini di

Kampung Batik Giriloyo.

Penelitian mengenai hubungan asupan zat gizi, status gizi, dan

sindrom metabolik masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan hal

tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

asupan zat gizi, status gizi, dan sindrom metabolik khususnya pada

wanita pengrajin batik. Penelitian ini akan membahas tentang

hubungan asupan dan status gizi terhadap kejadian sindrom

metabolik wanita pengrajin batik di wilayah Bantul, DI Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian ini adalah “Apakah asupan zat gizi dan status

gizi (IMT dan persen lemak tubuh) berhubungan terhadap sindrom

metabolik pada wanita pengrajin batik ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui prevalensi sindrom metabolik pada wanita

pengrajin batik di Kampung Batik Giriloyo dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran asupan zat gizi (energi, protein,

lemak, karbohidrat) pada wanita pengrajin batik dilihat dari

makanan dan minuman yang dikonsumsi.

b. Mengetahui gambaran status gizi pada wanita pengrajin

batik dilihat dari IMT dan persen lemak tubuh.

Page 6: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

6

c. Mengetahui hubungan asupan zat gizi (energi, protein,

lemak, karbohidrat) dengan status gizi (IMT dan persen

lemak tubuh)

d. Mengetahui hubungan antara status gizi (IMT dan persen

lemak tubuh) terhadap sindrom metabolik pada wanita

pengrajin batik.

e. Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi (energi,

protein, lemak, karbohidrat) terhadap sindrom metabolik

pada wanita pengrajin batik.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan akan memberikan

manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi masyarakat

dalam menetukan asupan dalam rangka menuju status gizi baik

untuk mencegah sindrom metabolik.

2. Bagi Stakeholder

Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan dan Dinas

Ketenagakerjaan untuk lebih memberi perhatian seputar

kesehatan pada pekerja wanita, khususnya pengrajin batik.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi dan masukan bagi peneliti lain untuk melakukan

penelitian selanjutnya.

Page 7: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

7

E. Keaslian Penelitian

1. Sargowo (2011) dengan judul “Pengaruh Komposisi Asupan Makan

terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja”. Rancangan

penelitian cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 150

remaja dengan rincian 73 remaja yang mengalami sindrom metabolik

berdasarkan kriteria IDF dan 77 remaja sebagai kontrol, teknik

pengambilan sampel secara total sampling. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok

sindrom metabolik dengan kelompok bukan sindrom metabolik dalam

hal indikator IMT, lingkar pinggang, tekanan darah baik sistole

maupun diastole, profil lemak, serta adiponektin akan tetapi tidak

berbeda bermakna pada indikator kadar gula darah puasa dan 2 jam

post prandrial, komposisi asupan karbohidrat dan total kalori. Dengan

demikian ada hubungan antara komposisi asupan dengan kejadian

sindrom metabolik.

Persamaan :

a. Rancangan penelitian (cross sectional)

b. Variabel bebas (asupan zat gizi)

c. Variabel terikat (sindrom metabolik)

Perbedaan :

a. Subjek penelitian (remaja SMP dan SMA dengan wanita pengrajin

batik)

b. Kriteria diagnosis sindrom metabolik (IDF dengan NCEP-ATP III)

c. Pengambilan sampel (total sampling dengan purposive sampling)

Page 8: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

8

d. Instrumen penelitian (Asupan : recall 24 jam selama 2 hari dengan

rentang waktu 3 hari dengan SQ-FFQ)

2. Lee et al (2017) dengan judul “Correlation of metabolic syndrome

severity with cardiovascular health markers in adolescents”.

Rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah sampel

sebanyak 4837 remaja yang berusia 12–20 tahun, teknik

pengambilan sampel secara total sampling sejak tahun 1999-2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara

tingkat keparahan sindrom metabolik dan keempat indikator risiko

CVD yang diteliti. LDL, ApoB, dan hsCRP menunjukkan

kecenderungan temporal yang baik. Konsumsi lemak jenuh

berkorelasi positif dengan LDL (p = 0,005) dan ApoB (p = 0,012) dan

berbanding terbalik dengan serum asam urat (p = 0,001). Jumlah

asupan kalori berbanding terbalik dengan LDL (p = 0,003) dan serum

asam urat (p = 0,003). Konsumsi lemak tak jenuh, karbohidrat, dan

protein tidak terkait dengan LDL, ApoB, hsCRP, atau serum asam

urat. Dengan demikian ada hubungan antara komposisi asupan

dengan faktor resiko penanda kejadian sindrom metabolik.

Persamaan :

a. Rancangan penelitian (cross sectional)

b. Variabel bebas (asupan zat gizi)

Perbedaan :

a. Variabel terikat (sindroma metabolik dan kriteria CVD dengan

hanya sindrom metabolik saja)

Page 9: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

9

b. Subjek penelitian (remaja usia 12-20 tahun dengan wanita

pengrajin batik)

c. Pengambilan sampel (total sampling dengan purposive

sampling)

d. Instrumen penelitian (Asupan : recall 24 jam untuk menilai

kebiasaan dan FFQ untuk menghitung intake makanan tinggi

fruktosa dengan SQ-FFQ)

3. Yoo et al (2004) dengan penelitiannya yang berjudul “Comparison of

dietary intakes associated with metabolic syndrome risk factors in

young adults: the Bogalusa Heart Study”. Rancangan penelitian cross

sectional dengan jumlah sampel sebanyak 1181 individu dewasa

awal yang berusia 19–38 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rendahnya konsumsi buah dan sayuran serta tingginya konsumsi

minuman manis secara independen terkait dengan prevalensi

sindrom metabolik pada populasi dan etnis-etnis tertentu. Dengan

demikian ada hubungan antara jenis asupan dengan kejadian

sindrom metabolik.

Persamaan :

a. Variabel bebas (asupan zat gizi dan status gizi)

b. Variabel terikat (sindrom metabolik)

c. Kriteria diagnosis sindrom metabolik (NCEP)

d. Instrumen penelitian (Asupan : SQ-FFQ)

Perbedaan :

a. Rancangan penelitian (cohort dan cross sectional)

Page 10: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

10

b. Subjek penelitian (dewasa awal yang berusia 19–38 tahun

dengan wanita pengrajin batik)

c. Pengambilan sampel (total sampling dan purposive sampling)

4. Sutadarma dkk (2011) dengan penelitiannya yang berjudul

“Hubungan stres kerja, status gizi dan sindrom metabolik”.

Rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah sampel

sebanyak 32 laki-laki usia 25-55 tahun yang memenuhi kriteria

sebagai subyek penelitian secara purposive. Penelitian tersebut

memperoleh hasil yakni didapatkan hubungan negatif antara tingkat

stres dengan sindrom metabolik, hubungan negatif antara berat

badan dan kadar HDL, dan hubungan negatif antara tinggi badan dan

kadar HDL. Selain itu, didapatkan hubungan positif antara lingkar

perut dan kadar trigliserida, dan hubungan positif antara berat badan,

IMT dan lingkar perut dengan rasio trigliserida dan HDL. Walaupun

didapatkan hubungan status gizi dengan risiko sindrom metabolik

secara statistik signifikan, namun belum dapat dikatakan mendukung

secara klinis. Dengan demikian ada hubungan antara status gizi

dengan kejadian sindrom metabolik.

Persamaan :

a. Rancangan penelitian (cross sectional)

b. Variabel bebas (status gizi)

c. Variabel terikat (sindrom metabolik)

d. Kriteria diagnosis sindrom metabolik (NCEP)

e. Pengambilan sampel (purposive sampling)

Page 11: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

11

Perbedaan :

a. Variabel bebas (stres kerja dengan asupan zat gizi dan status

gizi)

b. Subjek penelitian (32 orang laki-laki usia 25-55 tahun dengan

wanita pengrajin batik)

5. Solechah dkk (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Proporsi dan

Faktor Risiko Sindrom Metabolik pada Pekerja Wanita di Pabrik Garmen

di Kota Bogor”. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan

teknik random sampling. Responden dalam penelitian ini adalah 59

wanita berusia 25-49 tahun, tidak sedang hamil atau menyusui, dan tidak

menopause. Penelitian tersebut memperoleh hasil yakni proporsi sindrom

metabolik pada pekerja wanita terdapat 18,6 persen. Dalam penelitian ini

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecukupan zat gizi

dengan sindrom metabolik. Sedangkan karakteristik pekerja yang

berhubungan signifikan dengan sindrom metabolik agaknya besar

keluarga.

Persamaan :

a. Rancangan penelitian (cross sectional)

b. Variabel bebas (asupan zat gizi)

c. Variabel terikat (sindrom metabolik)

Perbedaan :

a. Variabel bebas (aktifitas fisik dengan status gizi)

b. Pengambilan sampel (random sampling dan purposive

sampling)

Page 12: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

12

c. Kriteria diagnosis sindrom metabolik (IDF dan AHA/NHLBI

dengan NCEP-ATP III)

d. Subjek penelitian (wanita pekerja pabrik dengan wanita

pengrajin batik)

Page 13: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik adalah istilah untuk sekelompok faktor risiko

yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan masalah kesehatan

lainnya, seperti diabetes dan stroke. Istilah "metabolik" mengacu

pada proses biokimia yang terlibat dalam fungsi normal tubuh (NHLBI,

2016). The National Cholesterol Education Program Third Adult

Treatment Panel (NCEP-ATP III) mendefinisikan sindrom metabolik

adalah seseorang yang memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut :

1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita

dan > 102 cm untuk pria)

2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 50 mg/dL, atau ≥ 1,69

mmol/ L)

3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03

mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L)

4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥130

mmHg, tekanan darah diastolik ≥85 mmHg atau sedang memakai

obat anti hipertensi)

5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥110

mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes)

(Adult Treatment Panel III, 2001).

Page 14: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

14

Terdapat beberapa definisi dan kriteria sindroma metabolik lain,

diantaranya adalah kriteria World Health Organization (WHO), AACE,

dan kriteria International Diabetes Federation (IDF).

Tabel 2.1Kriteria Sindrom Metabolik

PengukuranKlinis

WHO(1998)

ATP III(2001)

AACE(2003)

IDF(2005)

Resistensiinsulin

IGT, IFG,DiabetesMellitus tipe 2ataumenurunkansensitivitasinsulinditambah 2kriteria lain

Tidak,tetapiharusmemenuhi3 kriteriadari 5

IGT atauIFGditambahkriterialain

Tidak ada

Berat badan Pria : rasiopinggangpanggul >0,9;wanita : rasiopinggangpanggul >0,85dan atau BMI>30kg/m2

Lingkarpinggang≥102cmpada priaatau≥88cmpadawanita

BMI≥25kg/m2

Peningkatanlingkarpinggang(padapopulasispesifik)ditambah 2kriteria lain

Page 15: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

15

PengukuranKlinis

WHO(1998)

ATP III(2001)

AACE(2003)

IDF(2005)

Lipid Trigliserida≥150mg/dLdan ataukadar HDL<35mg/dLpada pria atau<39mg/dLpada wanita

Trigliserida≥150mg/dL; kadarHDL<40mg/dLpada priaatau<50mg/dLpadawanita

Trigliserida≥150mg/dL dankadarHDL<40mg/dLpada priaatau<50mg/dLpadawanita

Trigliserida≥150mg/dLataumemperoleh treatmenttrigliserida.Kadar HDL<40mg/dLpada priaatau<50mg/dLpadawanita,ataumemperoleh treatmentHDLkolesterol

Tekanandarah

≥140/90mmHg

≥130/85mmHg

≥130/85mmHg

≥130mmHgsistol atau≥85mmHgdiastol ataumemperoleh treatmenthipertensi

Glukosa IGT, IFG atauDiabetesMellitus tipe 2

>110mg/dL(termasukdiabetes)

IGT atauIFG (tapibukandiabetes)

≥100mg/dL(termasukdiabetes)

Lainnya Microalbuminuria : ekskresimelalui urin>20mg/menitatau albumin :rasio kreatinin>30mg/g

Kriterialainresistensiinsulin

Page 16: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

16

1.1 Patofisiologi dan Patogenesis Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik disebabkan oleh faktor fisiologis, biokimia,

klinis, dan metabolik yang saling terkait yang secara langsung

meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe

2, dan semua penyebab kematian. Resistensi insulin, visceral

adiposity, dislipidemia aterogenik, disfungsi endotel, kerentanan

genetik, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi, dan stres

kronis adalah beberapa faktor yang merupakan sindrom ini (Kaur,

2014). Peradangan kronis diketahui terkait dengan

obesitas visceral dan resistensi insulin yang ditandai dengan

produksi abnormal adipocytokines seperti tumor necrosis factor α,

interleukin-1 (IL-1), IL-6, leptin, dan adiponektin. Interaksi antara

komponen fenotipe klinis sindrom dengan fenotipe biologisnya

(resistensi insulin, dislipidemia, dan lain-lain) berkontribusi pada

terjadinya keadaan proinflammatory dan selanjutnya peradangan

vaskular kronis subklinis yang memodulasi dan menghasilkan

proses aterosklerotik (Kaur, 2014).

1.1.1 Obesitas abdominal

Terjadinya pembesaran jaringan adiposit pada area perut

akibat adipocytes hypertrophy and hyperplasia (Halberg,

2008). Obesitas menyebabkan pembesaran jaringan

adiposit secara progresif, sehingga suplai darah ke

jaringan adiposit berkurang dan menyebabkan hipoksia

(Cinti, 2005). Hipoksia telah diketahui menjadi penyebab

Page 17: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

17

terjadinya nekrosis dan infiltrasi makrofag ke dalam

jaringan adiposa itu sehingga menyebabkan kelebihan

produksi metabolit aktif biologis yang dikenal sebagai

adipocytokines yang meliputi gliserol, free fatty acid (FFA),

mediator proinflamasi (tumor necrosis factor alpha (TNFα)

dan interleukin-6 (IL-6)), plasminogen activator inhibitor-1

(PAI-1), dan C-reaktif protein (CRP) (Lau, 2005). Hal ini

menyebabkan peradangan lokal pada jaringan adiposa

yang merambat secara keseluruhan menjadi peradangan

sistemik terkait dengan berkembangnya komorbiditas

terkait obesitas.

1.1.2 FFA (Free Fatty Acid)

Adiposit subkutan bagian atas tubuh menghasilkan

sebagian besar FFA yang beredar dalam tubuh

sedangkan lemak visceral diketahui berkorelasi positif

dengan tingkat FFA splanchnic yang dapat menyebabkan

akumulasi lemak pada hati yang umumnya ditemukan

pada obesitas perut (Miles, 2005). Efek peningkatan FFA

terhadap otot skelet dapat menginduksi resistensi insulin

dengan menghambat pengambilan glukosa melalui insulin

yang termediasi, sedangkan efeknya terhadap pankreas

dapat mengganggu fungsi sel β pancreas (Boden, 2001).

Page 18: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

18

1.1.3 TNFα (Tumor Necrosis Factor α)

TNFα adalah mediator parakrin pada adiposit dan

bertindak secara lokal untuk mengurangi sensitivitas

insulin di jaringan adiposit (Lau, 2004). Bukti menunjukkan

bahwa TNFα menginduksi apoptosis adiposity (Xydakis,

2004) dan meningkatkan resistensi insulin melalui

penghambatan jalur sinyal substrat reseptor insulin 1 .

Plasma TNFα berhubungan positif dengan berat badan,

lingkar pinggang, dan trigliserida (TGs), namun berkorelasi

negatif dengan high density lipoprotein–cholesterol (HDL-

C) (Xydakis, 2004).

1.1.4 IL-6 (Interleukin-6)

IL-6 memiliki peran penting dalam regulasi homeostasis

seluruh tubuh dan peradangan. IL-6 mampu menekan

aktivitas lipoprotein lipase. Reseptor IL-6 juga

diekspresikan di beberapa daerah otak, contohnya

hipotalamus yang fungsinya mengendalikan nafsu makan

dan asupan energi (Stenlof, 2003). IL-6 telah terbukti

berhubungan positif dengan BMI, insulin saat puasa, dan

perkembangan diabetes mellitus tipe 2 (Pradhan et al,

2001) namun berhubungan negatif dengan HDL-C (Zuliani,

2007).

Page 19: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

19

1.1.5 Adiponectin

Penurunan berat badan terbukti meningkatkan level

adiponectin; pada hewan yang diinduksi obesitas dan

resisten insulin, levelnya menurun. Adiponectin mengatur

regulasi lipid dan metabolisme glukosa, meningkatkan

sensitivitas insulin, mengatur asupan makanan dan

melindungi terjadinya inflamasi kronik (Liu, 2009).

Penelitian menunjukkan bahwa hypoadiponectinemia

berhubungan dengan resistensi insulin dan kemungkinan

munculnya diabetes mellitus tipe 2, serta peningkatan

massa lemak (Femeron, 2004).

1.2 Kriteria (Faktor Risiko) Sindrom Metabolik

1.2.1 Lingkar pinggang

Waist Circumference/ lingkar pinggang adalah prediktor

sindrom metabolik yang lebih baik dibandingkan dengan

indeks obesitas lainnya seperti BMI, WHR, dan WHtR pada

pria dan wanita. Nilai cut-off WC yang optimal untuk

memprediksi sindrom metabolik masing-masing adalah 99,5cm

dan 91cm pada pria dan wanita. Jumlah WHR, WHTR, dan

BMI masing-masing adalah 0,90 dan 0,88; 0,58 dan 0,63;

28kg / m2 dan 28,4kg / m2 pada pria dan wanita Qatar (Bener

et al, 2013). Angka ini tentu berbeda pada tiap negara. Di

Indonesia, cut-off lingkar pinggang yang tepat untuk

Page 20: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

20

memprediksi sindrom metabolik adalah 85 cm untuk pria dan

83,5 cm untuk wanita (Bantas, 2013). Berat badan, BMI, lemak

subkutan, dan lemak visceral memiliki hubungan dengan

resistensi insulin dan homeostasis glukosa plasma dan insulin,

individu yang overweight atau obesitas dengan kelebihan

lemak visceral lebih berpeluang mengalami resistensi insulin

(Bantas, 2013).

1.2.2 Glukosa darah

Hyperglycemia, resistensi insulin, dan atau metabolit

kolesterol spesifik memiliki fungsi untuk sintesis komponen

penting [angiotensinogen, renin, angiotensin-converting

enzyme (ACE)], penghancuran (ACE2), atau responsivitas

(angiotensin II type 1 receptors, Mas receptors) peptida

angiotensin pada beberapa tipe sel (misal pancreatic islet cells,

adipocytes, macrophages) yang menjadi penyebab sindrom

metabolik (Putnam, 2012).

1.2.3 Trigliserida dan HDL Kolesterol

Renin-angiotensin system (RAS) dan angiotensin II

merupakan komponen yang mengatur kadar lipid (TG, HDL-C,

LDL-C) dalam tubuh, sehingga ketidakseimbangan komponen

ini dapat menyebabkan terjadinya sindrom metabolik (Putnam,

2012).

Page 21: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

21

1.2.4 Tekanan darah

Hipertrofi adiposit merupakan stimulus yang meningkatkan

beberapa adipokin yang memiliki pengaruh mengontrol

tekanan darah, termasuk diantaranya adalah RAS. Peran RAS

dalam pengaturan tekanan darah adalah sebagai penyebab

adanya hipertensi obesitas. Angiotensin II juga memiliki andil

dalam pengaturan tekanan darah, yakni vasokontriksi,

stimulasi sistem syaraf simpatis dan elaborasi aldosteron yang

mempengaruhi retensi air dan natrium (Putnam, 2012).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindrom Metabolik

2.1. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi menjadi sumber energi

yang diperlukan untuk kinerja fisik (Gibson, 2000). Salah satu

penelitian menunjukkan bahwa aspek indeks massa tubuh/ IMT

berhubungan positif dengan kejadian sindrom metabolik

(Sargowo, 2011; Sutadarma dkk, 2011).

2.1.1. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara

langsung dan tidak langsung, adapun cara langsung adalah

pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik

Page 22: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

22

dan antropometri. Pemeriksaan antropometri dapat dilakukan

dengan menghitung indeks massa tubuh/ IMT dan menganalisis

komposisi tubuh. Pemeriksaan tidak langsung dapat dilakukan

dengan cara survey konsumsi makanan, statistic vital dan faktor

ekologi (Supariasa, 2001).

2.1.2. Indeks Antropometri

Ada berbagai cara untuk menilai status gizi, salah satunya

dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah

“Antropometri”. Antropometri merupakan pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat

gizi yang dapat dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan

lingkaran-lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak di bawah kulit

(Supariasa, 2002). Antropometri telah lama dikenal sebagai

indikator penilaian status gizi perorangan maupun kelompok.

Beberapa macam antropometri yang umum digunakan antara

lain : berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas

(LiLA) (Rismawan, 2008). BB dan TB dapat diformulasikan

menjadi rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT sering digunakan

untuk mengukur status gizi seseorang. (Hartono, 2006).

Page 23: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

23

Tabel 2.2Kategori IMT menurut Depkes (2011)

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkatringan

17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Selain menggunakan IMT, status gizi juga dapat dinilai

melalui pengukuran antropometri dengan mengetahui komposisi

tubuh yakni persen lemak tubuh. Pengukuran persen lemak tubuh

dikelompokkan menjadi lima kategori berdasarkan cut off point

menurut Gibson (2005) dalam Handayani (2013), yaitu underfat/

lemak kurang (<13%), healthy/ normal (13—23%), low risk obese/

risiko obese rendah (24—27%), overfat/ lemak lebih (28—32%),

dan obese (≥33%). Hubungan status gizi dengan persen lemak

tubuh menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT/U

mengindikasikan persen lemak tubuh yang tinggi (Handayani,

2013). Persen lemak tubuh memiliki hubungan yang positif

dengan kadar gula darah, trigliserida dan tekanan darah (Dao,

2010). Sehingga semakin tinggi persen lemak tubuh akan

semakin tinggi pula kadar gula darahnya, kadar trigliseridanya

dan tekanan darahnya. Jika hal ini terjadi, maka cenderung

beresiko mengalami sindrom metabolik.

Page 24: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

24

2.1.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

2.1.3.1. Asupan Zat Gizi

Asupan zat gizi adalah semua jenis makanan dan

minuman yang dikonsumsi individu dalam sehari

(Supariasa, 2001). Menurut Moehji (2003), manusia yang

sehat dan mendapatkan makanan yang cukup dari segi

kualitas maupun kuantitasnya akan memiliki kesanggupan

maksimal dalam menjalani hidupnya. Asupan makanan

akan menjadi sumber energi bagi tubuh. Energi tersebut

dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan berbagai

pekerjaan fisik dan menjalani proses-proses internal tubuh

seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan,

pencernaan, dan proses fisiologis lainnya (Suhardjo, 1989).

Telah diketahui juga bahwa asupan zat gizi sangat

mempengaruhi status gizi seseorang, semakin baik

kualitas dan kuantitas asupannya maka semakin baik

status gizinya (Purwaningrum, 2012).

Zat gizi/ nutrien dibedakan menjadi makronutrien

dan mikronutrien. Makronutrien diperlukan dalam jumlah

yang besar oleh tubuh sedangkan mikronutrien hanya

diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Selanjutnya adalah

air yang menjadi komponen esensial dalam diet karena

asupan cairan yang cukup merupakan hal yang vital bagi

kelangsungan hidup. Makronutrien dalam diet mencakup

Page 25: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

25

karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan mikronutrien

mencakup vitamin dan mineral (Barasi, 2007).

Asupan zat gizi yang memiliki kaitan terhadap

sindrom metabolik salah satunya adalah lemak jenuh/

saturated fat, karena berkorelasi positif dengan kadar LDL/

Low Density Lipoprotein (Lee et al, 2017; Zahtamal, 2014).

Asupan serat dan gorengan juga terbukti memiliki

pengaruh dengan kejadian sindrom metabolik (Zahtamal,

2014; Sihombing, 2015). Sedangkan yang tidak

berhubungan positif dengan sindrom metabolik adalah

asupan minuman berupa kopi dan asupan makanan tinggi

fruktosa (Song, 2016; Lee et al, 2017).

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asupan Zat

Gizi

Asupan zat gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya adalah menurut UNICEF

Conceptual Framework for Malnutrition (1990),

dengan tambahan dari Leung et al (2012),

Purwaningrum (2012), Marks (2006) dan Maseda

(2017).

i. Penyakit

Menurut UNICEF, status kesehatan

seseorang, dalam hal ini kaitannya dengan

penyakit, memiliki hubungan signifikan

Page 26: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

26

dengan asupan zat gizi individu. Apabila

penyakit bersifat parah, maka bisa menjadi

penyebab berkurangnya asupan zat gizi

individu tersebut.

ii. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan dalam suatu

komunitas atau rumah tangga juga

berpengaruh terhadap asupan zat gizi

(UNICEF, 1990). Hal ini dikarenakan,

apabila suatu komunitas atau rumah

tangga memiliki ketersediaan pangan yang

tidak mencukupi, akan berpengaruh

terhadap asupan zat gizi mereka.

iii. Tingkat Pendidikan Formal

Asupan zat gizi seseorang juga dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal

individu (UNICEF, 1990). Suatu penelitian

menemukan bahwa tingkat asupan zat gizi

yang bagus, nampak pada individu yang

memiliki tingkat pendidikan formal minimal

SMA/ Sekolah Menengah Atas

(Purwaningrum, 2012).

iv. Pengetahuan Terkait Gizi

UNICEF juga menetapkan bahwa

pengetahuan individu terkait gizi sangat

Page 27: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

27

berpengaruh terhadap asupan zat gizinya.

Apabila individu memiliki pengetahuan

terkait gizi yang baik, maka berpeluang

memiliki tingkat asupan zat gizi yang baik

pula.

v. Tingkat Pendapatan

Faktor tingkat pendapatan diketahui

memiliki kaitan dengan asupan zat gizi

individu (Leung et al, 2012). Pada individu

yang memiliki status gizi baik, ditemukan

bahwa mayoritas dari mereka memiliki

tingkat pendapatan yang baik, yakni diatas

UMR/ Upah Minimum Regional

(Purwaningrum, 2012).

vi. Jenis Kelamin

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi

asupan zat gizi individu adalah jenis

kelamin. Asupan zat gizi pada laki-laki

ditemukan lebih banyak daripada

perempuan (Purwaningrum, 2012; Marks,

2006).

Page 28: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

28

vii. Usia

Asupan zat gizi seseorang juga dapat

dipengaruhi oleh usia. Individu berusia

lanjut ditemukan mengalami penurunan

asupan (asupan yang lebih sedikit)

dibanding non-usia lanjut (Maseda, 2017).

B. Penilaian Asupan Zat Gizi

Metode-metode pengukuran konsumsi makanan

antara lain :

A. Metode frekuensi makanan (food frequency).

Metode frekuensi makanan adalah untuk

memperoleh data tentang frekuensi konsumsi

sejumlah bahan makanan atau makanan jadi

selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan,

dan tahun. Cara ini paling sering digunakan dalam

penelitian epidemiologi gizi. Data asupan zat gizi

sehari-hari dapat diperoleh salah satunya dengan

Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire

(SQFFQ). SQFFQ adalah metode untuk

memperoleh data tentang frekuensi konsumsi

sejumlah bahan makanan atau makanan jadi

selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan

atau tahun (Muzzammil, 2015).

B. Metode ingatan pangan 24 jam (24-hours food

recall).

Page 29: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

29

Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis

dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada

periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini,

responden diminta untuk menceritakan semua yang

dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu.

Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi

dihari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya.

Data yang diperoleh dari recall 24 jam bersifat

kualitatif. Sehingga perlu ditanyakan secara teliti

dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga.

C. Metode pendaftaran makanan (food list).

Metode ini dilakukan dengan menanyakan dan

mencatat seluruh bahan makanan dan

memperhitungkan bahan makanan yang terbuang

atau rusak. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara.

D. Metode Penimbangan (food weighing).

Petugas menimbang dan mencatat seluruh

makanan yang dikonsumsi selama satu hari.

Jumlah makanan yang dikonsumsi sehari kemudian

dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ

( Daftar Konsumsi Gizi Jajanan). Setelah itu,

hasilnya dibandingkan dengan Angka Kecukupan

Gizi (AKG) yang dianjurkan. Kelebihan dari metode

ini adalah bahwa data yang diperoleh lebih akurat.

Page 30: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

30

2.1.3.2. Status Pernikahan

Status pernikahan diketahui memiliki hubungan dengan

status gizi individu. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Maseda et al (2017) ditemukan banyak individu yang

memiliki status gizi baik pada individu yang status

pernikahannya adalah menikah dibandingkan yang cerai

atau tidak menikah. Pria memiliki resiko lebih tinggi

mengalami gizi buruk pada kondisi tidak menikah (single)

atau bercerai.

2.1.3.3. Keadaan Fungsional

Status gizi dapat dipengaruhi oleh keadaan fungsional

seseorang. Menurut penelitian Maseda et al (2017),

individu dengan malnutrisi ada hubungannya dengan skala

instrumental activities of daily living (IADL) yang rendah

(p=0,05).

2.1.3.4. Kualitas Hidup

Kualitas hidup seseorang memiliki hubungan signifikan

dengan status gizi (p<0,0001). Hal ini dibuktikan dengan

adanya hubungan antara skor WHOQOL-BREF (The World

Health Organizations's Quality of Life measure-brief

Version) yang rendah dengan status gizi buruk/ malnutrisi.

2.1.3.5. Kesehatan Fisik

Individu dengan kesehatan fisik yang buruk/ malnutrisi

diketahui memiliki kesehatan fisik yang buruk pula. Dengan

Page 31: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

31

demikian nampak ada hubungan yang erat antara status

gizi dan kesehatan fisik individu (p<0,0001).

2.1.3.6. Perasaan Kesepian

Perasaan kesepian diketahui memiliki hubungan yang

signifikan dengan keadaan status gizi seseorang (p=0,028).

Individu yang sering mengalami perasaan kesepian akan

beresiko memiliki status gizi kurang/ malnutrisi.

2.2. Asupan Zat Gizi

Asupan zat gizi memiliki hubungan erat terhadap sindrom

metabolik, salah satunya adalah asupan lemak jenuh/ saturated

fat, karena berkorelasi positif dengan kadar LDL/ Low Density

Lipoprotein (Lee et al, 2017; Zahtamal, 2014). Asupan serat dan

gorengan juga terbukti memiliki pengaruh dengan kejadian

sindrom metabolik (Zahtamal, 2014; Sihombing, 2015).

Sedangkan yang tidak berhubungan positif dengan sindrom

metabolik adalah asupan minuman berupa kopi dan asupan

makanan tinggi fruktosa (Song, 2016; Lee et al, 2017).

2.3. Besar Keluarga

Besar keluarga juga diketahui memiliki pengaruh terhadap

kejadian sindrom metabolik (Solechah et al, 2014). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Solechah (2014) diketahui bahwa

OR untuk variabel ini adalah sebesar 6,286 yang dapat diartikan

bahwa pekerja yang memiliki keluarga besar berisiko 6,286 kali

lebih tinggi untuk menderita sindrom metabolik daripada pekerja

dengan keluarga kecil. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh

Page 32: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

32

besar keluarga terhadap pengeluaran untuk pangan. Semakin

besar keluarga maka semakin besar pula pengeluaran untuk

pangan sehingga kualitas konsumsi mungkin kurang diperhatikan

2.4. Aktifitas Fisik Rendah

Kejadian sindrom metabolik berkorelasi positif dengan rendahnya

aktifitas fisik. Individu dengan aktifitas fisik rendah menurut Kaur

(2014) lebih beresiko terkena sindrom metabolik dibandingkan

dengan individu yang memiliki aktifitas fisik cukup atau lebih.

2.5. Status Merokok

Merokok merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh yang

berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik. Merokok

mampu meningkatkan resiko keseimbangan energi bernilai

positif/positive energy balance yang berefek pada hiperplasia

dan hipertofi pada jaringan adiposit. Hal ini akan mempengaruhi

metabolisme asam lemak bebas/ free fatty acid/ FFA, apabila

dibiarkan berlarut-larut akan memulai metabolisme inflamasi lain

yang akan berakibat pada sindrom metabolik (Kaur, 2014)

2.6. Stress

Sindrom metabolik dapat dipengaruhi oleh tingkat stress

seseorang. Stress tinggi akan berakibat pada terganggunya

metabolisme anti-inflamasi. Hambatan ini mengakibatkan sitokin

inflamasi penyebab sindrom metabolik meningkat sehingga

mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh secara umum (Kaur,

2014).

2.7. Genetik

Page 33: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

33

Faktor genetik ternyata juga berpengaruh terhadap kejadian

sindrom metabolik. Berdasarkan banyak penelitian diperoleh

bukti bahwa resistensi insulin yang berakibat pada diabetes

mellitus tipe 2 dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya

melalui gen tertentu. Keadaan dislipidemia juga demikian.

Sedangkan riwayat BBLR/ berat badan lahir rendah diketahui

memiliki resiko lebih tinggi mengalami sindrom metabolik pada

usia dewasa dibanding yang tidak BBLR (Kaur, 2014).

3. Pengrajin Batik

Batik berasal dari bahasa jawa “m batik”, yaitu mbat yang

merupakan kependekan dari ngembat atau melontarkan dan tik yang

merupakan kependekan dari titik sehingga batik diartikan sebagai

melemparkan titik berkali-kali dalam selembar kain (Tim Sanggar

Batik Barcode, 2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

batik memiliki arti kain bergambar yang pembuatannya secara

khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu,

kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Sehingga

tentunya peran pengrajin batik sangat penting pada tiap proses

tersebut.

Industri batik memiliki motif batik utama dan pelengkap dengan

memberi isen-isen sebagai pengisi bidang. Disamping itu pewarnaan

menggunakan zat pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan sekitar

lingkungan berupa daun, bunga, akar, dan batang. Sedangkan zat

pewarna sintetis yang dipakai yaitu naphtol, indigosol, dan rapide.

Dalam proses pewarnaan batik pengerjaannya dilakukan dengan

Page 34: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

34

sangat hati-hati dan teliti yang bertujuan untuk menghasilkan warna

kain batik sempurna (Hadaf, 2016).

Pada penelitian yang diadakan di Sidoarjo, diketahui mayoritas

pengrajin batik berusia >35 tahun dan jenis kelamin terbanyak

adalah perempuan. Mereka juga diketahui mengalami banyak

keluhan karena stasiun kerja yang tidak nyaman dan belum

memenuhi standar sehingga diperlukan perbaikan desain ulang pada

stasiun kerja (Pamungkas, 2013).

Terkait dengan aspek pangan, keluarga anggota dari salah satu

kelompok di daerah Dusun Giriloyo (Imogiri, Bantul, Yogyakarta) yaitu

kelompok Sekar Arum telah dapat memenuhinya, dengan

mengkonsumsi makanan tiga kali sehari, diselangi oleh santapan

sore dan minum teh atau kopi yang telah menjadi kebiasaan warga

setempat. Hal ini karena kelompok batik tulis pada kelompok tersebut

telah berhasil mewujudkan ketahanan ekonomi keluarga (Nursaid,

2016).

B. Kerangka Teori

Page 35: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

35

Berdasarkan uraian teori dalam tinjauan pustaka diatas, kerangka teori

sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : UNICEF (1990); Leung et al (2012); Purwaningrum (2012);

Marks (2006); Maseda (2017); Sargowo (2011); Sutadarma (2011); Lee et

al (2017); Zahtamal (2014); Sihombing (2015); Solechah (2014); Kaur

(2014); Dao (2010)

Asupan Zat Gizi

StatusGizi (IMT

danPersenLemakTubuh

Sindrom Metabolik

Penyakit KetersediaanPangan

TingkatPendidikanFormal

Pengetahuanterkait Gizi

TingkatPendapatan

JenisKelamin

Usia

StatusPernikahan

KualitasHidup

PerasaanKesendirian

KeadaanFungsional

KesehatanFisik

BesarKeluarga

AktifitasFisik

Rendah

StatusMerokok

Stress Genetik

Page 36: BABI PENDAHULUAN A. LatarBelakang yangsangatpenting ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132007/potongan/S1_2018...... penyakit pernafasan kronis (seperti penyakit paru ... Faktor

36

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara asupan zat gizi (energi,

protein, lemak dan karbohidrat) dan status gizi (IMT

dan persen lemak tubuh) dengan sindrom metabolik

pada wanita pengrajin batik.

2. Terdapat hubungan antara status gizi (IMT dan persen

lemak tubuh) dengan sindrom metabolik pada wanita

pengrajin batik.

3. Terdapat hubungan antara asupan zat gizi (energi,

protein, lemak dan karbohidrat) dengan sindrom

metabolik pada wanita pengrajin batik.

Asupan Zat Gizi

StatusGizi (IMT

danPersenLemakTubuh

Sindrom Metabolik