Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
38

latarbelakang JADI untuk praktikum

Nov 16, 2015

Download

Documents

Juliana Limbong

cocok mantep nih buat bikin laporan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus gangren pada penyandang diabetes mellitus berkisar antara 17-32%, sedangkan laju amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli diabetes memperkirakan sampai kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik (Monalisa, 2004). Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh gangren diseluruih dunia (nita-medicastore.com). Pengelolaan kaki diabetik mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-obat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi eksterimitas bawah non tarumatik yang peling sering terjadi di dunia. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstrimitas bawah 15-46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Komplikasi kaki diabetik adalah alasan yang paling sering terjadinya rawat inap pasien dengan prevalensi 25% dari seluruh rujukan diabetes di Amerika Serikat dan Inggris (Yunizone, 2008).Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah penyandang pada penyandang diabetes. Kadar gula darah yang tidak ditangani dengan baik dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes, yakni kerusakan saraf. Masalah pertama yang timbul adalah kerusakan saraf ditangan dan kaki. Saraf yang rusak telah membuat penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin, pada tangan dan kaki. Luka pada kaki dapat menjadi buruk karena penyandang diabetes tidak menyadari adanya luka tersebut. Hilangnya sensasi rasa ini disebabkan kerusakan saraf yang disebut sebagai neuropati diabetik (Merry, 2007). Neuropati diabetik terjadi pada lebih dari 50% penyandang diabetes. Gejala yang umum terjadi adalah rasa kebas dan kelemahan pada kaki dan tangan (nita-medicastore.com). Masalah kedua adalah terjadinya gangguan pada pembuluh darah, sehingga menyebabkan tidak cukupnya aliran darah ke kaki dan tangan. Aliran darah yang buruk ini akan menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh. Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer yang umum menyerang kaki dan tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin memperburuk aliran darah. Hal itu dapat mengakibatkan darah menjadi lebih kental sehingga sirkulasi darah menjadi terganggu, terutama ke bagian-bagian ekstremitas tubuh.

Luka menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat yang diperlukan tubuh sebagai regenerasi luka sulit sampai ke daerah luka (Merry, 2007). Penanganan luka gangren diabetes dapat dilakukan dengan terapi non farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan dalam perawatan luka diabetes mellitus (Suriadi, 2004). Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa kandungan fiskal dan kimiawi dalam madu, seperti kadar keasaman dan pengaruh osmotik, berperan besar membunuh kuman-kuman (Dixon, 2003). Madu memiliki siafat anti bakteri yang membantu mengatasi infeksi pada luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan (Hamad, 2008).

Berdasarkan apa yang praktikkan lihat di bangsal rawat inap Dahlia RSST Klaten selama 1 minggu bahwa bangsal Dahlia merupakan salah satu ruangan kelas 2 yang menampung pasien bedah maupun pasien interna (penyakit dalam). Di bangsal Dahlia kadang-kadang didapatkan data bahwa hampir 25% pasien yang dirawat merupakan pasien dengan tindakan bedah seperti luka pasien Diabetes Mellitus, Hernia, Trauma karena kecelakaan maupun pasien post operasi. Maka sangat diharapkan bahwa perawat yang berada di ruang Dahlia maupun diruang lain yang mempunyai pasien bedah agar dapat mengimplementasikan manfaat madu dalam perawatan luka Diabetes Mellitus, penggunaan madu tidak hanya dapat dimanfaatkan pada pasien dengan ulkus diabetikum saja, tetapi pasien lain dengan luka cedera karena kecelakaan atau post operasi dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya infeksi.

Penggunaan madu dalam dunia medis adalah sebagai antibakteri karena dengan madu memiliki tekanan osmotik yang tinggi, madu memiliki effect terhadap Hydrogen Peroxide, dan madu memiliki Ph antara 3.2-4.5 yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang dapat menimbulkan infeksi.

Madu juga dipergunakan dalam penanganan atau perawatan gangrene pada daerah perineum atau daerah genetalia (Tahmaz L,et al). Pada pasien postoperasi sectio caesarea dan hysterectomi juga digunakan antara lain untuk mencegah infeksi bakteri, meminimalkan pembentukan scar (Al-Waili NS. Saloom KY).

Dalam Ann Plast. Surg, edisi bulan Februari 2003, dilakukan sebuah uji coba terhadap 60 orang Belanda yang terkena luka dengan berbagai jenis tipe luka. Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa penggunaan madu efektiv bagi setiap orang yang sakit atau luka. Madu cepat membereskan luka dan tidak menimbulkan efek samping ketika digunakan untuk menyembuhkan luka (Syafaka, 2008). Dalam The Journal of Family Practise (2005) dikatakan bahwa proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan terapi farmakologis, terbukti dalam waktu dua minggu jaringan granulasi pada luka diabetik tumbuh. Muhilal pakar gizi dari pusat penelitian dan pengembangan gizi Bogor (2000, dalam Wati, 2004) mengatakan bahwa dalam madu banyak terdapat kandungan vitamin, asam, mineral, dan enzim, yang sangat berguna sekali bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibodi, dan penghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor. Selain asam organik, dalam madu juga terdapat kandungan asam amino yang berkaitan dalam pembuatan protein tubuh (asam amino non essensial). Selain asam amino non essensial ada juga asam amino essensial diantaranya lysine, histadin, triptofan, dll.Selain itu, madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik menjaga luka. Bahkan madu sarang segera menyembuhkan luka bakar akibat tersiram air mendidih atau minyak panas (Suranto, 2007). Molan (1997, dalam Saptorini, 2003) mengatakan sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit (Saptorini, 2003).

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki efektivitas kompres madu pada pasien diabetes mellitus dengan luka gangren, mengingat adanya penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan yang dilakukan sebelumnya yang hasilnya efektiv terhadap penyembuhan luka dengan menggunakan madu. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas penggunaan madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes yang diadakan di RSUP H. Adam Malik, mengingat rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan kasus luka gangren diabetes mellitus.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah.

a. Bagaimana pengaruh perawatan luka dengan penggunaan madu terhadap penyembuhan luka diabetic pada pasien diabetes militus b. Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien kelompok intervensi?c. Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien kelompok kontrol ? d. Bagaimana perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara kelompok kontrol dengan intervensi ? 1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perawatan luka dengan penggunaan madu terhadap penyembuhan luka diabetic pada pasien diabetes militus

Kabupaten Sukabumi.2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini, diharapkan dapat:a. Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok intervensib. Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok controlc. Membandingkan perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara kelompok kontrol dan intervensi.1.4 Kegunaan Penelitiana. Bagi Penulis

Dapat menambah pengalaman bagi penulis di dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang pernah penulis dapat di bangku kuliah dan menerapkannya dalam bentuk nyata.

b. Bagi Praktik Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada pasien dengan luka DM. c. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang berharga tentang penggunaan kompres madu sebagai obat alternatif pada penyembuhan luka gangren diabetes mellitus, sehingga dapat merupakan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga untuk menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan.

d. Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya, untuk meneliti efektifitas kompres madu pada pasien diabetes mellitus khususnya pada pasien gangren diabetes. 1.5 Kerangka Pemikiran Kerangka konsep dibuat dalam bentuk diagram yang menunjukkan jenis suatu hubungan antara variabel yang diteliti dengan variabel lainnya yang terkait (Notoatmodjo,2002).Kerangka penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti. (Notoatmodjo, 2010).Kerangka pemikiran menggambarkan ada tidaknya pengaruh perawatan luka dengan penggunaan madu sebelum dan sesudah perawatan luka ganggren pada pasien diabetes militus. Perawatan luka dengan madu merupakan suatu perlakuan yang sengaja dirancang membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat bagan kerangka pemikiran tentang Pengaruh Perawatan luka dengan madu pada penderita luka ganggren pada pasien Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut: Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

Pengaruh Perawatan luka dengan madu pada penderita luka ganggren pada pasien Diabetes MelitusBAB II

TINJAUAN TEORI

1. Diabetes Mellitus1.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul padaseseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa dara hakibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1988).Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atautipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan inidisertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia (SKNH), danhipoglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bias menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepatakan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).

1.2 Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi.Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masukterlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anakkunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bilainsulin tidak ada,maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidakada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004).

Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis initimbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yangdisebutICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (selbeta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang padainsulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004).

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM tipe IIkadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).1.3 Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Diabetes Mellitus

1.3.1 Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjadinya diabetes mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh.1.3.2 Usia

Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Di bandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahunberisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darahyang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.1.3.3 Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi,obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut.

1.3.4 Riwayat Keluarga

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidakdiketahuikecuali untuk jenis yangdikenal sebagaidiabetes padausia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1jikasatuorangtuamenderitadiabetes.Pengaruhgenetiksangatkuat,karenaangka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen.Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal ataudiabetes yang jelas.

1.3.5 Kegemukan (Obesitas)Overweightdan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakitkardiovaskular, stroke,diabetes tipe II,penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi,dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resikoutama pada penderita diabetes tipe 2.1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisamelukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bias menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).

Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, makapada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borokdiamana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).2.LukaDiabetik2.1 DefinisiLuka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainanpembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapatdiamputasi (Prabowo, 2007).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darahpenyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangkawaktu yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes (nita-edicastore.com).

Komponen saraf yangterlibat adalahsaraf sensori, autonomik dan system pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan sensasinyerisebagianatau keseluruhan pada kakiyangterlibat. Peripheral vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi plaques pada dinding arteri berupa ; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya sekitar 25%.

2.2 Klasifikasi Luka Diabetik

Wagner (1983) berdasarkan luas dan kedalaman luka membagi gangrene diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati, (2) draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II: ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : Ulkus dengan atau tanpa osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah (Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi gangren berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu : (1) kaki diabetik akibat iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penederita mengeluh nyeri saat istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurangkuat, didapatkan ulkus sampai gangren. (2)Kaki diabetik akibat neuropati (KDN), terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Pada klinis ini di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edemkaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.3 Gangren Diabetik

Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bias melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri (Ismayanti, 2007). Beberapa factor secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus atau gangren diabetes. Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai dari faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati , faktorkomplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren diabetik (Rinne, 2006).

Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropatiperifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tinggi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayatmerokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan kaki dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka, (2)pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya, (3) debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup, (4) biakan kuman baik aerob maupun anaerob, (5) antibiotik yang adekuat, (6) perawatan luka yang baik,balutan yang memadai sesuai dengan keadaaan luka, (7) mengurangi edem, (8) non weight bearing: tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting, (9) perbaikan sirkulasi-vakuler, (10) tindakan bedah atau rehabilitatif untuk mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan,(11)rehabilitasi.

2.4 Patofisiologi

Penyakitneuropati dan vaskuler adalah faktorutama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada sarafyang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan denganpheripheral vasculal diseases. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampakpada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan organ visceral.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian anti biotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, anti hidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kapadatan saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temparatur (Suryadi, 2004).

2.5 Perawatan luka diabetik

Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka diabetik adalah mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat proses pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau disertai pembusukan oleh bakteri. Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatanyaitu (1) Tingkat 0, Resiko tinggi untuk megalami luka pada kaki, tidak ada luka. (2) Tingkat 1, luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka taerjadi akibat kerusakan saraf, kadang timbul kalus. (3) Tingkat 2 luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan jaringan sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan pembentukan abses. (4) Tingkat 3 luka yang lebih dalam hingga ketulang dan berbentuk abses. (5) Tingkat 4 gangren yang teralokasi, seperti pada jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. (6) Tingkat 5, gangren pada seluruh kaki (Rinne,2006).

Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/diklosasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotikdanmengeliminasiinfeksisehinggalukadapat sembuh. Tindakan operatif pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan pengaliran abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan akhirnya mengarah pada luka gangren yang proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama (Yumizone, 2008).

Penyembuhan luka terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai prosesinflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada pusa atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya dibuang daengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi lukamengalami granulasi(jaringanbaru yang mulai tumbuh). Lihat kedalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapatsinus (luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, sebaiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untukselanjutnya dibalut (Ismayati, 2007).Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati, 2007).

2.6 Proses Penyembuhan LukaPenyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses penyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaiaan bahanpengobatan yang berhasil memberikan kesembuhan.Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan, yaitu bertanggungjawab pada persiapan menghasilkan produk strukturprotein yang akan digunakan selama proses konstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukan, pemaparan sel fibroblast sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (Kolagen, elastin,Inyalruouncacid,fibronectin danprofeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut berfungsisebagaijaringangranulasi, sedangkan prosesproliferasi fibroblas dengan aktivitas sintetiknya di sebut fibroblasia, migrasi, depositjaringan matriks, kontraksi luka.

Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru di dalam luka, mempunyai peran penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakansuatu respon untuk memberikanoksigen dannutrisi yang cukupdidaerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan di pengaruhi oleh substansi yang di keluarkan oleh plateletdan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimana fibroblas mengeluarkan karatinocyle growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis selepitel. Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentukbarier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengaturkeseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan leibh menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka. Minimal Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet.

Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gravitasi, pada minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhanyangkuatdanbermutu.Fibroblassudahmulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan darijaringan mulaiberkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyakuntuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan di dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat danstruktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal di perlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang di pecahkan. Kolagen yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut danlukaakan selaluterbuka. Lukadikatakan sembuh apabila telah terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang disertai oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi,2004).

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi luka gangren diabetes mellitus

Faktor-faktor yang mempengaurhi penyembuhan luka gangren diabetes mellitus secara umum adalah faktor intrinsika yaitu; (1) usia, semakin tua akan semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen yang mempengaurhi penyembuhan luka, (2) status penyakit dan pengobatan, penderita yang mengalami penyakit seperti DM, yang dapat menyebabkan terjadinya mikroangiopai, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada penderita akan mempersulit penyembuhan, (3) status nutrisi, zat makanan yang masuk kedalam tubuh seperti protein sangat dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi, proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodeling luka. Asam amino adalah komponen struktural protein dan merupakan bagian penting dari deoxyribonucleicacid (DNA) dan ribonucleicacid (RNA). Ini memberikanpola untuk mitosis seldan enzim yuang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi fibroblast, epitelisasi dan resistensi terhadap infeksi.

Perfusi jaringan saling terkait dengan oksigenasi jaringan.Perfusi jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi. Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya 02 kejaringan.Masalahyangberkaitandenganperfusijaringandanoksigenasidapat diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan hipovolemia, (5) merokok, hal ini juga mengurangi perfusi dan oksitgenasi jaringan dan menimbulkan efekmerugikan pada proses penyembuhan luka. Kemudian faktor Ekstrinsika yaitu, (1) adanya teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan di tangani secara kasarselama pembedahan, maka jaringan mengalami kerusakan yang luas, mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi akibat hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika jaringan tidak diperbaiki secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang untukberkembangnya infeksi luka, (2) drug treatment, obat juga mempengaruhi penyembuhan luka seperti steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapira diasi. Steroid menghambat seluruh fase penyembuhan luka, menghambat fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka yang tidaktepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat, pemilihan dan penggunaan bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan luka, (4) psikososial yang merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan perubahan pada pekerjaan, penghasilan, hubungan pribadi dan body image (Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua faktoryang memperlambat penyembuhanluka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selamapersiapan pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan tidakdilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi pembedahan juga mempengaurhi resiko infeksi pada luka insisi.

2.8 Kriteria Luka Sembuh

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cederajaringanlunak.Begitujugahalnyadengankriteriasembuhnyalukapada cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, danluka bakar, atau luka akibat tindakan bedah.

Push Score (length x widht, tissue type, exudate amount) adalah salah satu acuan dalam identifikasi proses penyembuhan luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison,2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah exudates berkurang, jaringan luka semakin membaik (NPUAP, 1997).3. Madu

3.1 Definisi

Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak perlu diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya (Susan, 2008).

3.2 Kandungan Madu

Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifatdapat membunuh mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari fakultas kedokteran Universitas Malaysia, di Kuala Lumpur adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non essensial.

3.3 Pemanfaatan Madu

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai anti septik dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar proses sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith,2003). Madu juga merangsang pertumbuhan jaringan baru sehinga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Madu memiliki efek osmotik dengan tinginya kadar gula dalam madu terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki efek osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu memiliki kadar asam yang tingi dengan pH sekitar antara 3.2 - 4.5 (sangat asam). Dengan adanya kadar asam yang tingi inilah mikroorganisme yang tidak tahanasam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut. Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan dapat mengeliminasi bauyangmenyengat padaluka.Madujuga berfungsi sebagai antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita (Abdillah, 2008). Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal Burhan dari universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan terhadap luka bakar dengan menggunakan madu dan setelah dilakukan perbandingan dengan pengobatan modern yaitu SS, hasilnya setelah 7 hari, kelompok yang diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan SS hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15 hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan SS hanya 10%yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan 1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20% yang menyisakan luka luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat farmakologis menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas luka (Suryadhine, 2007).

Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah paradokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Walitelah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertingi 86% untuk penyakit infeksi kulit karena jamur (Iqbal, 2008). Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh kita (Iqbal, 2008). Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka di balut terlebih dahulu luka haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidakdianjurkan (Iqbal, 2008). Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan.

3.4 Terapi Madu pada luka Gangren

Penggunaan madu pada luka gangren tergantung dari jumlah cairan yang keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak mengeluarkan cairan, penggantian pembalutdapat dilakukan 3 kalisemingu. Cara pemberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan langsung, madu akan menyebar kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate yang diisi madu dapat juga di pakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama penggunaan madu ini, pasien tetap dalam pengawasan dokter (Iqbal, 2008) penerapan terapi madu pada luka gangren diabetesdapat dilihatpada protokolpenelitian efektivitas madu terhadap penyembuhan luka DM.

DAFTAR PUSTAKACet.2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Tomlinson, David.2002.Neurobiology of Diabetic Neuropathy.USA : Elsevier Science Abuharfeil N., R. Al-Oran and M. Abo-Sheheda, 1999. The effect of bee honey on the proliferative activity of human B and T lymphocytes and the activity of phagocytes. Food Agric. Immunol., 11:169-177. Aljady A.M, M.Y. Kamaruddin, A.M. Jamal, M.Y. Mohd. Yassim, 2000. Biochemical study on the efficacy of malaysian honey on inflicted wounds: an animal model. Medi. Journal of Islamic Academy Sciences.,13:3,125-132. Bergman A, J. Yanai, J. Weiss, D. Bell and M.P. David. 1983. Acceleration of wound healing by topikal application of honey: An animal model. Am. J. Surg., 145: 374-376. Cooper RA, Molan PC, Harding KG. 1999. Antibacterial activity of honey against strain of Staphylococcus aureus from infected wounds. J Roy Soc Med., 92:283-285. Efem SEE, 1998. Clinical observation on the wound healing properties of honey. Br J. Surg., 75:679-681. Efem SEE and C.I. Iwara, 1992.The antimicrobial spectrum of honey and its clinical significance. Infection.,20:227-229. Evan J, Flavin S. 2008. Honey: a guide for healthcare professionals. Br J Nurs 17(15):S24, S26, S28-30 Gheldof N, Engeseth NJ. 2002. Antioxidant capacity of honeys from various floral sources based on the determination of oxygen radical absorbance capacity and inhibition of in vitro lipoprotein oxidation in humanserum samples. J Agric Food Chem., 50: 3050-3055. Gethin GT, Seamus C and Ronan MC. 2008. The impact of manuka honey dressing on the surface pH of chronic wounds. Int Wound J., 5:185-194. Gheldof N, Wang, XH, Engeseth NJ. 2002. Identification and quantification of antioxidant components of honeys from various floral sources. J Agric Food Chem., 50: 5870-5877. Jull AB, Rodger A, Walker N. 2008. Honey as topikal treatment for wounds. Cochrane Database Syst