Top Banner
22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Studi Berdasarkan hasil pencarian artikel dari database pencarian, PubMed, Google Scholar dan proquest dengan kata kunci yang digunakan adalah Perfusi Jaringan Serebral, Cedera Kepala, Elevasi Kepala, Head Up 30 degrees, dan Cerebral Perfusion Pressure di dapatkan 10 artikel dalam rentang waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2016-2021. Artikel-artikel tersebut telah dilakukan screening dengan melihat kesesuaian isi, sumber, tahun, dan duplikasi. Lalu penulis melakukan pembacaan sekilas melalui abstrak untuk melihat kesesuaian dan kondisi artikel seperti artikel tidak dapat di buka maupun di download, artikel hanya terdiri dari abstrak, tidak lengkap, dan artikel berasal dari penelitian yang dilakukan diluar bidang kesehatan. Dalam penyusunan literature review ini penulis menggunakan database Pubmed, Proquest, Google Schoolar, dan Google. Penulis memilih jurnal dengan metode Quasi eksperimen, eksperimen, randomized controlled trial, pra experimental, clinical trial. Tabel 3.1 Karakteristik Study No Kategori F Persentase (%) A. Tahun publikasi 1 2016 2 20% 2 2017 3 30% 3 2018 2 20% 4 2019 1 10% 5 2020 1 10% 6 2021 1 10% Jumlah 10 100% B Desain Penelitian 1 Study Kasus 6 60%
11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

Mar 05, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

22

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Studi

Berdasarkan hasil pencarian artikel dari database pencarian, PubMed,

Google Scholar dan proquest dengan kata kunci yang digunakan adalah

Perfusi Jaringan Serebral, Cedera Kepala, Elevasi Kepala, Head Up 30

degrees, dan Cerebral Perfusion Pressure di dapatkan 10 artikel dalam

rentang waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2016-2021. Artikel-artikel

tersebut telah dilakukan screening dengan melihat kesesuaian isi, sumber,

tahun, dan duplikasi. Lalu penulis melakukan pembacaan sekilas melalui

abstrak untuk melihat kesesuaian dan kondisi artikel seperti artikel tidak

dapat di buka maupun di download, artikel hanya terdiri dari abstrak, tidak

lengkap, dan artikel berasal dari penelitian yang dilakukan diluar bidang

kesehatan. Dalam penyusunan literature review ini penulis menggunakan

database Pubmed, Proquest, Google Schoolar, dan Google. Penulis memilih

jurnal dengan metode Quasi eksperimen, eksperimen, randomized

controlled trial, pra experimental, clinical trial.

Tabel 3.1 Karakteristik Study

No Kategori F Persentase

(%)

A. Tahun publikasi

1 2016 2 20%

2 2017 3 30%

3 2018 2 20%

4 2019 1 10%

5 2020 1 10%

6 2021 1 10%

Jumlah 10 100%

B Desain Penelitian

1 Study Kasus 6 60%

Page 2: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

23

2 Quasi Eksperimen 4 40%

Jumlah 10 100%

C Kelompok sampel

1 Satu kelompok intervensi 6 60%

2 Satu kelompok intervensi satu

kelompok kontrol

4 40%

Jumlah 10 100%

D Analisis Statistik Penelitian

1 Uji Statistic Wilcoxon 3 30%

2 Uji Dependent T-test 3 30%

3 Paired t-test 4 40%

4 Tidak ada 0 0%

Jumlah 10 100%

Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan bahwa penelitian yang dilakukan

dengan menggunakan literature review ini menunjukan sebagian besar

artikel yang dianalisis adalah artikel tahun 2017 (30%) , tahun 2016 dan

tahun 2018 masing-masing (20%), 2019, 2020, 2021 masing-masing

(10%). Ditinjau dari desain penelitian yang digunakan dari 10 artikel,

sebanyak (40%) artikel menggunakan desain penelitian Quasy Experiment.

Berdasarkan kelompok sampel penelitian pada satu kelompok sampel

pretest dan posttest (60%) dan Satu kelompok intervensi satu kelompok

kontrol (40%). uji statistik dalam 10 artikel ini bervariatif yaitu sebagian

menggunakan Paired T-Test (40%), Uji Dependent T-Test da Statistic

Wilcoxon masing masing sebanyak (30%).

2. Kedalaman Kompresi dengan dan Tanpa Backboard

Beberapa jurnal menyebutkan bahwa penggunaan backboard dapat

memberikan kompresi yang maksimal dibandingkan tanpa menggunakan

backboard. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Cheng et al., (2017)

yang berjudul Effect of Emergency Department Mattress Compressibility

on Chest Compression Depth Using a Standardized Cardiopulmonary

Resuscitation Board, a Slider Transfer Board, and a Flat Spine Board

menunjukkan bahwa saat kompresi dilakukan, pengukuran kedalaman

Page 3: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

24

kompresi dada didapatkan hasil 55,7 mm pada matras saja, 56,6 mm pada

matras dengan backboard, 56,4 mm pada matras dengan slider transfer

board, 56,9 mm pada matras dengan backboard diatas slider transfer

board, 56,3 mm pada matras dengan flat spine board.

Penelitian oleh Putzer et al., (2016) yang berjudul Manual Versus

Mechanical Chest Compressions On Surfaces Of Varying Softness With

Or Without Backboards: A Randomized, Crossover Manikin Study

menunjukkan kedalaman kompresi secara manual tanpa dan dengan

backboard di atas matras standar yaitu 50 mm dan 51 mm, di atas matras

bertekanan yaitu 49 mm dan 50 mm.

Penelitian yang dilakukan oleh Cuvelier & Houthoofdt, (2020)

yang berjudul Effect Of A Backboard On Chest Compression Quality

During In-Hospital Cardiopulmonary Resuscitation juga menunjukan

kedalaman kompresi efektif dilakukan di atas matras dengan backboard

and slider transfer board yaitu 50.0-75.0 mm dengan tingkat keberhasilan

62,7% dibandingkan dengan kelompok control tanpa backboard yang

mempunyai rata-rata kedalaman kompresi 38.0-64.0 mm dengan tingkat

keberhasilan 50,8%.

Dalam penelitian Sanri & Karacabey, (2019) yang berjudul The

Impact of Backboard Placement on Chest Compression Quality: A

Mannequin Study menunjukkan Nilai rata-rata (SD) kedalaman kompresi

dari kelompok eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi

dari pada kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa

penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi

dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa

penggunaan backboard.

Namun terdapat satu jurnal yang menunukkan bahwa kedalaman

kompresi rata – rata yang diperoleh masih belum mencapai standar AHA

baik menggunakan backboard maupun tanpa backboard. Menurut Fischer

et al., (2016) yang berjudul Effect of a backboard on compression depth

during cardiac arrest in the ED: a simulation Study, rata-rata kompresi

Page 4: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

25

kedalaman pada kelompok matras dengan backboard adalah 41,2 mm dan

dari kelompok matras tanpa backboard 41,4 mm. Di antara 43 peserta,

hanya 4 orang, 2 dari masing-masing kelompok, mencapai kedalaman

kompresi sama dengan atau lebih besar dari kedalaman minimum AHA

50 mm.

3. Faktor yang menyebabkan kurangnya kedalaman kompresi dalam

penanganan RJP pada simulasi henti jantung

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurang optimalnya

kedalaman kompresi, salah satunya yaitu komresibilitas (sifat dapat

ditekan/dimampatkan) dari alas saat dilakukan RJP. Menurut Lin et al.,

(2017), yang berjudul Reducing the impact of intensive care unit mattress

compressibility during CPR: a simulation based study kedalaman

kompresibilitas alas sebesar 47,7 mm (47,7%) pada matras saja (ICU

mattress 1000™ foam), 34,8 mm (40,3%) pada matras dengan backboard,

34,7 (39,2%) pada matras busa saja (memory foam ICU mattress Hill-

Rom Accumax Quantum™ VPC Mattress), dan 24,6 mm (31,1%) pada

matras busa dengan backboard. Penelitian ini menunjukkan bahwa

penggunaan backboard dapat mengurangi penipisan/kompresibilitas pada

alas matras sebanyak 11,6, mm.

Menurut penelitian lain, Kedalaman kompresi rata-rata yang

berkurang (presentase penipisan) akibat efek kompresibilitas matras

adalah sebagai berikut: 23,6 mm (29,7%) pada matras saja, 13,7 mm

(19,5%) pada matras dengan backboard, 16,9 mm (23,1%) pada matras

dengan slider transfer board, 11,9 mm (17,3%) pada matras dengan

backboard diatas slider transfer board, dan 10,3 mm (15,4%) pada matras

dengan flat supine board. Persentase penipisan antar kondisi mengalami

perbedaan signifikan secara statistik. (Cheng et al., 2017).

4. Pengaruh Penggunaan Backboard terhadap penanganan RJP pada

simulasi henti jantung

Penggunan backboard dalam beberapa jurnal yang telah direview,

terbukti dapat meningkatkan kedalaman kompresi yang bertujuan untuk

Page 5: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

26

meningkatkan kesempatan hidup pasien melalui RJP berkualitas tinggi

(High Quality CPR). Dalam penelitian Sanri & Karacabey, (2019)

menunjukkan nilai rata-rata kedalaman kompresi dari kelompok

eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari pada

kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa

penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi

dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa

penggunaan backboard. Selain dapat meningkatkan kedalaman kompresi,

penggunaan backboard juga dapat mengurangi kompresibilitas

(penipisan/amblas) pada alas yang digunakan saat melakukan RJP,

sehingga dengan meminimalisir penipisan pada alas maka kedalaman

kompresi yang sesuai standar AHA akan dengan mudah dicapai.

B. Pembahasan

Kedalaman kompresi merupakan komponen penting yang harus

diperhatikan selama melakukan RJP. Kedalaman kompresi dada yang harus

dicapai yaitu dengan kedalaman 2–2,4 dalam satuan inchi, 5–6 dalam satuan

sentimeter (cm) dan 50–60 dalam satuan milimeter (mm) akan meningkatkan

angka harapan hidup (Panchal et al., 2018).

Tingkat harapan hidup pasien dengan henti jantung dipengaruhi juga

dengan kualitas RJP yang dilakukan petugas, kedalaman kompresi yang

sesuai standar merupakan salah satu syarat dari RJP yang berkualitas.

Kedalaman kompresi dada dipengaruhi dengan penggunaan alas yang berada

pada bawah pasien. Beberapa jurnal menyebutkan bahwa penggunaan

backboard dapat memberikan kompresi yang maksimal dibandingkan tanpa

menggunakan backboard. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Cheng et al.,

(2017) menunjukkan bahwa saat kompresi dilakukan, pengukuran kedalaman

kompresi dada didapatkan hasil 55,7 mm pada matras saja, 56,6 mm pada

matras dengan backboard, 56,4 mm pada matras dengan slider transfer

board, 56,9 mm pada matras dengan backboard diatas slider transfer board,

56,3 mm pada matras dengan flat spine board. Penelitian lain oleh Putzer et

al., (2016) menunjukkan kedalaman kompresi secara manual tanpa dan

Page 6: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

27

dengan backboard di atas matras standar yaitu 50 mm dan 51 mm, di atas

matras bertekanan yaitu 49 mm dan 50 mm. Dalam penelitian Sanri &

Karacabey, (2019) menunjukkan nilai rata-rata (SD) kedalaman kompresi

dari kelompok eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari

pada kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa

penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi

dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa

penggunaan backboard.

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurang

optimalnya kedalaman kompresi, salah satunya yaitu kompresibilitas (sifat

dapat ditekan/dimampatkan) dari alas saat dilakukan RJP. Penelitian Lin et

al., (2017) menunjukkan kedalaman kompresibilitas alas sebesar 47,7 mm

(47,7%) pada matras saja, 34,8 mm (40,3%) pada matras dengan backboard,

34,7 (39,2%) pada matras busa saja, dan 24,6 mm (31,1%) pada matras busa

dengan backboard. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan

backboard dapat mengurangi penipisan/kompresibilitas pada alas matras

sebanyak 11,6, mm. Menurut penelitian lain, Kedalaman kompresi rata-rata

yang berkurang (presentase penipisan) akibat efek kompresibilitas matras

adalah sebagai berikut: 23,6 mm (29,7%) pada matras saja, 13,7 mm (19,5%)

pada matras dengan backboard, 16,9 mm (23,1%) pada matras dengan slider

transfer board, 11,9 mm (17,3%) pada matras dengan backboard diatas

slider transfer board, dan 10,3 mm (15,4%) pada matras dengan flat supine

board. Persentase penipisan antar kondisi mengalami perbedaan signifikan

secara statistik. (Cheng et al., 2017).

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Oh et al., (2016) Selain

terjadinya kompresibilitas, kurang optimalnya kedalaman kompresi yaitu

terjadinya defleksi (pelengkungan) pada alas tempat tidur yang digunakan

selama RJP. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kasur Stryker Trauma

Stretcher dan ER stretcher cart masing-masing mengalami defleksi sebesar

11,2 dan 0,67 mm. Stryker Trauma Stretcher dan ER stretcher cart

mengalami defleksi masing-masing 0,95 dan 5,17 mm. Studi ini

Page 7: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

28

mengkonfirmasi bahwa defleksi alas tempat tidur akan terjadi ketika kita

melakukan kompresi dada pada manikin ditempatkan di tempat tidur dimana

hal ini dapat menurunkan kedalaman tingkat kompresi dada pada manekin.

Sehingga Ketika diaplikasikan kepada pasien hal ini akan menurunkan

kualitas RJP dan angka keberhasilan RJP untuk meningkatkan harapan hidup

pada pasien dengan henti jantung.

Penelitian lain menunjukkan bahwa selain pengaruh dari

kompresibilitas dan defleksi pada matras, pergeseran matras juga dapat

mempengaruhi kedalaman kompresi saat dilakukan RJP. Nishisaki et al.,

(2019) menyebutkan, selama RJP menggunakan backboard diatas kasur ICU

yang empuk diperoleh kedalaman Kompresi dada: 51,8 mm.

Perpindahan/pergeseran kasur menjadi berkurang dibandingkan tanpa

penggunaan backboard untuk pasien dengan berat badan 25 kg. Berat badan

yang lebih ringan dikaitkan dengan pergeseran yang lebih besar di tempat

tidur ICU lunak tanpa Backboard (perbedaan: 6,9 mm, p <0,001). Backboard

penting untuk RJP bila dilakukan pada permukaan lunak, seperti tempat tidur

ICU, terutama ketika untuk pasien dengan berat badan ringan. Backboard

mungkin tidak diperlukan di tandu, rumah sakit yang relatif kokoh pada

tempat tidur, atau untuk pasien dengan beban tubuh yang berat (Nishisaki et

al., 2019). Perpindahan kasur dapat menyebabkan pengukuran melalui

perangkat umpan balik RJP menjadi tidak akurat, pergeseran kasur

menyebabkan hasil yang didapatkan melalui perangkat umpan balik RJP

menjadi berlebih dibandingkan dengan kondisi nyata yaitu jarak kedalaman

kompresi dari sternum ke tulang belakang dan berpotensi mengakibatkan

kedalaman kompresi yang lebih dangkal sehingga menyebabkan kondisi

pasien yang lebih buruk (Perkins et al., 2009).

Faktor lain yang dapat mengurangi kualitas RJP yaitu kelelahan pada

petugas. Menurut Putzer et al., (2016), Hanya sekitar 30% peserta yang

melakukan kompresi dada manual dengan benar dibandingkan dengan

kompresi dada mekanik yaitu 90%, selain karena tingkat kesulitan yang lebih

tinggi saat kompresi dada selama RJP manual, tingkat kelelahan juga lebih

Page 8: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

29

tinggi saat melakukan RJP manual tanpa menggunakan backboard. Hal ini

dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Lin et al., (2017) yang

menunjukkan bahwa total gerakan tangan vertikal secara signifikan lebih

besar dari kedalaman kompresi sternum ke tulang belakang ketika RJP

dilakukan di atas matras tanpa menggunakan backboard. Gerakan tambahan

dan peningkatan beban kerja menyebabkan kelelahan pemberi RJP, yang

berpotensi berdampak pada kualitas RJP selama pengelolaan Intra Hospital

Cardiac Arrest (IHCA). Penerapan backboard dapat mengurangi

kompresibilitas pada matras dan dapat mengurangi gerakan tangan vertikal

oleh pemberi RJP sehingga tidak mudah mengalami kelelahan.

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian dari Sanri &

Karacabey, (2019). Tingkat kelelahan penolong yang memberikan kompresi

dengan backboard secara signifikan lebih rendah daripada tanpa backboard

(60% vs 70%; P <0,001). Penelitian lain yang sejalan dengan pernyataan

tersebut yaitu Cheng et al., (2017) yang menyatakan bahwa kompresibilitas

matras memiliki efek negatif pada kedalaman kompresi dada selama RJP.

Total gerakan tangan vertikal selama RJP lebih besar bila dilakukan di atas

matras, sehingga meningkatkan beban kerja dan kelelahan. Dalam penelitian,

melaporkan bahwa kompresibilitas pada matras busa tipis tanpa backboard

yaitu sebesar 23,6 mm, tenaga terlatih harus melakukan kompresi dada

dengan kedalaman 79,3 mm untuk mencapai kedalaman kompresi dada yang

sesuai dengan pedoman. Hasil ini menekankan pentingnya menempatkan

permukaan yang keras di bawah pasien di awal manajemen pasien yang

mengalami henti jantung. Penempatan awal cenderung mengurangi waktu

dan tenaga petugas dalam situasi mendesak dengan upaya mencapai target

untuk kedalaman kompresi dada.

Penelitian lain yang sejalan dengan pernyataan tersebut adalah

Kingston et al., (2021). Kedalaman dan kecepatan kompresi dada secara

signifikan relatif lebih rendah pada matras dengan tingkat ketebalan tinggi

terhadap permukaan lain (p<0,05). Persentase kompresi yang memadai

(kedalaman 50 mm). Terendah didapatkan pada matras dengan tingkat

Page 9: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

30

ketebalan tinggi yaitu 40 mm dibandingkan matras dengan tingkat ketebalan

rendah 60 mm dan matras dengan tingkat ketebalan rendah dengan

Backboard 59 mm. Penggunaan tenaga yang dikeluarkan secara signifikan

lebih besar pada matras dengan tingkat ketebalan tinggi pada lantai (p<0.05).

Dampak orientasi backboard juga sangat penting penting dengan

orientasi penempatan secara membujur/memanjang yang menghasilkan

peningkatan kekakuan kompresi sebesar 60,3% relatif lebih tinggi

dibandingkan backboard dengan bentuk melintang. Konfigurasi backboard

harus dipertimbangkan oleh dokter ketika mencoba untuk mencapai kinerja

kompresi dada yang optimal selama RJP di pengaturan rumah sakit (Cloete

et al., 2017).

Hal ini menunjukan bahwa pemberian Backboard selama Tindakan

RJP menunjukan dapat meningkatkan kualitas kompresi dada dibandingkan

Tindakan RJP tanpa penggunaan backboard. Penerapan pemberian

backboard ini merupakan Tindakan pendukung keberhasilan dalam prosedur

RJP dimana akan memberikan fungsi optimal dalam memacu jantung untuk

memompa darah ke seluruh tubuh dan bagian vital seperti otak untuk

mendapatkan oksigen yang terpenuhi. Dalam penelitian Sanri & Karacabey,

(2019) menunjukkan nilai rata-rata kedalaman kompresi dari kelompok

eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari pada kelompok

kontrol yaitu 47,5 mm. Penerapan juga ini ditujukan untuk mengurangi

faktor penyebab berkurangnya kualitas kompresi dada seperti adanya

kompresibilitas alas, defleksi pada tempat tidur, maupun kelelahan yang

ditimbulkan selama RJP, sehingga dapat meningkatkan presentase

keberhasilan Tindakan RJP dan meningkatkan kemungkinan kelangsungan

hidup pasien terutama pada pasien henti jantung.

Kedalaman kompresi secara linear berkorelasi dengan curah jantung,

tekanan arteri rata-rata dan keberhasilan resusitasi. Penurunan kedalaman

kompresi setiap 1 cm (10 mm) menghasilkan 50% peningkatan curah jantung

dan 30% peningkatan tekanan arteri rata-rata. Kompresi dada yang lebih

dalam dengan kemungkinan keberhasilan defibrilasi yang lebih tinggi dan

Page 10: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

31

kembalinya sirkulasi spontan, melaporkan manfaat kelangsungan hidup 30%

untuk setiap peningkatan 5 mm pada kedalaman kompresi rata-rata. Karena

gangguan pada kompresi dada dapat menurunkan tekanan perfusi koroner

dan otak (Putzer et al., 2016).

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Sanri & Karacabey,

(2019) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan kelangsungan hidup

sebesar 5% pada pasien cardiac arrest setiap peningkatan kedalaman

kompresi 1 mm. Setiap peningkatan kedalaman kompresi 5mm

meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan rasio 1,29. Penekanan

kedalaman kompresi 10 mm menghasilkan 50% peningkatan curah jantung

(cardiac output / beban jantung).

Dari beberapa jurnal yang sudah direview didapatkan hasil kedalaman

kompresi yang dilakukan di atas matras dengan backboard memiliki rentang

kedalaman bervariasi yaitu antara 41.2-75.0 mm, hal yang harus menjadi

perhatian yaitu apabila kompresi yang dilakukan kurang dari kedalaman 50

mm (5 cm) maka curah jantung menuju ke seluruh tubuh terutama otak juga

menjadi kurang optimal. Sebaliknya, apabila kompresi dilakukan melebihi

batas standar dari AHA yaitu 60 mm (6 cm) maka kemungkinan akan terjadi

komplikasi berupa fraktur tulang iga (Kaldirim, et al., 2016).

Selama melakukan RJP juga harus memperhatikan faktor lain yang

dapat mempengaruhi keberhasilan resusitasi selain untuk meningkatkan

harapan hidup pasien juga untuk mengurangi komplikasi yang didapatkan

akibat pemberian RJP yang tidak memenuhi standar. Standar karakteristik

high quality cardiopulmonary resuscitation (CPR) menurut American Heart

Association (AHA) 2018 antara lain dipengaruhi oleh kecepatan kompresi

(push fast) 100–120 kali/menit, kedalaman (push hard) 2–2,4 inch, complete

chest recoil setiap akhir kompresi, dan minimal interupsi. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Pratondo & Oktavianus, (2012) yang berjudul Persepsi

Perawat Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) Di UPJ RSUP Dr. Kariadi Semarang disebutkan bahwa

terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan keberhasilah RJP antara

Page 11: BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...

32

lain ketersediaan alat, penanganan pasca resusitasi, kolaborasi dengan dokter,

prosedur RJP, Response time, dan kompetensi perawat.

Untuk menghindari adanya komplikasi, RJP harus dilakukan secara

benar sesuai standar. Penolong menempatkan tumit pada satu garis tengah

tangan di bagian bawah sternum, kira-kira 2 jari diatas prosesus xiphoideus.

Tumit tangan harus sejajar dengan tubuh korban. Tangan kedua kemudian

diletakkan di atas tangan pertama sehingga kedua tangan sejajar satu sama

lain. Jari-jari kedua tangan saling terjalin. Lengan harus lurus dan siku

terkunci. Vektor dari gaya tekan harus dimulai dari bahu penolong dan

diarahkan ke bawah, kekuatan lateral akan menurunkan efisiensi kompresi

dan meningkatkan kemungkinan komplikasi. Rekomendasi untuk kedalaman

kompresi dada pada orang dewasa adalah minimum 2 inci (5 cm), namun

tidak lebih dalam dari 2,4 inci (6 cm) pada orang dewasa dengan kecepatan

kompresi dada yang disarankan adalah 100 hingga 120/min (diperbarui dari

minimum 100/min). Jumlah kompresi dada yang diberikan per menit saat

RJP berlangsung adalah faktor penentu utama kondisi RSOC (return of

spontaneous circulation) dan kelangsungan hidup dengan fungsi neurologis

yang baik. Untuk korban dewasa, RJP terdiri dari 30 penekanan dada diikuti

2 ventilasi (Medical Service and Training 119, 2019).