22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Studi Berdasarkan hasil pencarian artikel dari database pencarian, PubMed, Google Scholar dan proquest dengan kata kunci yang digunakan adalah Perfusi Jaringan Serebral, Cedera Kepala, Elevasi Kepala, Head Up 30 degrees, dan Cerebral Perfusion Pressure di dapatkan 10 artikel dalam rentang waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2016-2021. Artikel-artikel tersebut telah dilakukan screening dengan melihat kesesuaian isi, sumber, tahun, dan duplikasi. Lalu penulis melakukan pembacaan sekilas melalui abstrak untuk melihat kesesuaian dan kondisi artikel seperti artikel tidak dapat di buka maupun di download, artikel hanya terdiri dari abstrak, tidak lengkap, dan artikel berasal dari penelitian yang dilakukan diluar bidang kesehatan. Dalam penyusunan literature review ini penulis menggunakan database Pubmed, Proquest, Google Schoolar, dan Google. Penulis memilih jurnal dengan metode Quasi eksperimen, eksperimen, randomized controlled trial, pra experimental, clinical trial. Tabel 3.1 Karakteristik Study No Kategori F Persentase (%) A. Tahun publikasi 1 2016 2 20% 2 2017 3 30% 3 2018 2 20% 4 2019 1 10% 5 2020 1 10% 6 2021 1 10% Jumlah 10 100% B Desain Penelitian 1 Study Kasus 6 60%
11
Embed
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository Poltekkes ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Karakteristik Studi
Berdasarkan hasil pencarian artikel dari database pencarian, PubMed,
Google Scholar dan proquest dengan kata kunci yang digunakan adalah
Perfusi Jaringan Serebral, Cedera Kepala, Elevasi Kepala, Head Up 30
degrees, dan Cerebral Perfusion Pressure di dapatkan 10 artikel dalam
rentang waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2016-2021. Artikel-artikel
tersebut telah dilakukan screening dengan melihat kesesuaian isi, sumber,
tahun, dan duplikasi. Lalu penulis melakukan pembacaan sekilas melalui
abstrak untuk melihat kesesuaian dan kondisi artikel seperti artikel tidak
dapat di buka maupun di download, artikel hanya terdiri dari abstrak, tidak
lengkap, dan artikel berasal dari penelitian yang dilakukan diluar bidang
kesehatan. Dalam penyusunan literature review ini penulis menggunakan
database Pubmed, Proquest, Google Schoolar, dan Google. Penulis memilih
jurnal dengan metode Quasi eksperimen, eksperimen, randomized
controlled trial, pra experimental, clinical trial.
Tabel 3.1 Karakteristik Study
No Kategori F Persentase
(%)
A. Tahun publikasi
1 2016 2 20%
2 2017 3 30%
3 2018 2 20%
4 2019 1 10%
5 2020 1 10%
6 2021 1 10%
Jumlah 10 100%
B Desain Penelitian
1 Study Kasus 6 60%
23
2 Quasi Eksperimen 4 40%
Jumlah 10 100%
C Kelompok sampel
1 Satu kelompok intervensi 6 60%
2 Satu kelompok intervensi satu
kelompok kontrol
4 40%
Jumlah 10 100%
D Analisis Statistik Penelitian
1 Uji Statistic Wilcoxon 3 30%
2 Uji Dependent T-test 3 30%
3 Paired t-test 4 40%
4 Tidak ada 0 0%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan bahwa penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan literature review ini menunjukan sebagian besar
artikel yang dianalisis adalah artikel tahun 2017 (30%) , tahun 2016 dan
tahun 2018 masing-masing (20%), 2019, 2020, 2021 masing-masing
(10%). Ditinjau dari desain penelitian yang digunakan dari 10 artikel,
sebanyak (40%) artikel menggunakan desain penelitian Quasy Experiment.
Berdasarkan kelompok sampel penelitian pada satu kelompok sampel
pretest dan posttest (60%) dan Satu kelompok intervensi satu kelompok
kontrol (40%). uji statistik dalam 10 artikel ini bervariatif yaitu sebagian
menggunakan Paired T-Test (40%), Uji Dependent T-Test da Statistic
Wilcoxon masing masing sebanyak (30%).
2. Kedalaman Kompresi dengan dan Tanpa Backboard
Beberapa jurnal menyebutkan bahwa penggunaan backboard dapat
memberikan kompresi yang maksimal dibandingkan tanpa menggunakan
backboard. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Cheng et al., (2017)
yang berjudul Effect of Emergency Department Mattress Compressibility
on Chest Compression Depth Using a Standardized Cardiopulmonary
Resuscitation Board, a Slider Transfer Board, and a Flat Spine Board
menunjukkan bahwa saat kompresi dilakukan, pengukuran kedalaman
24
kompresi dada didapatkan hasil 55,7 mm pada matras saja, 56,6 mm pada
matras dengan backboard, 56,4 mm pada matras dengan slider transfer
board, 56,9 mm pada matras dengan backboard diatas slider transfer
board, 56,3 mm pada matras dengan flat spine board.
Penelitian oleh Putzer et al., (2016) yang berjudul Manual Versus
Mechanical Chest Compressions On Surfaces Of Varying Softness With
Or Without Backboards: A Randomized, Crossover Manikin Study
menunjukkan kedalaman kompresi secara manual tanpa dan dengan
backboard di atas matras standar yaitu 50 mm dan 51 mm, di atas matras
bertekanan yaitu 49 mm dan 50 mm.
Penelitian yang dilakukan oleh Cuvelier & Houthoofdt, (2020)
yang berjudul Effect Of A Backboard On Chest Compression Quality
During In-Hospital Cardiopulmonary Resuscitation juga menunjukan
kedalaman kompresi efektif dilakukan di atas matras dengan backboard
and slider transfer board yaitu 50.0-75.0 mm dengan tingkat keberhasilan
62,7% dibandingkan dengan kelompok control tanpa backboard yang
mempunyai rata-rata kedalaman kompresi 38.0-64.0 mm dengan tingkat
keberhasilan 50,8%.
Dalam penelitian Sanri & Karacabey, (2019) yang berjudul The
Impact of Backboard Placement on Chest Compression Quality: A
Mannequin Study menunjukkan Nilai rata-rata (SD) kedalaman kompresi
dari kelompok eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi
dari pada kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa
penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi
dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa
penggunaan backboard.
Namun terdapat satu jurnal yang menunukkan bahwa kedalaman
kompresi rata – rata yang diperoleh masih belum mencapai standar AHA
baik menggunakan backboard maupun tanpa backboard. Menurut Fischer
et al., (2016) yang berjudul Effect of a backboard on compression depth
during cardiac arrest in the ED: a simulation Study, rata-rata kompresi
25
kedalaman pada kelompok matras dengan backboard adalah 41,2 mm dan
dari kelompok matras tanpa backboard 41,4 mm. Di antara 43 peserta,
hanya 4 orang, 2 dari masing-masing kelompok, mencapai kedalaman
kompresi sama dengan atau lebih besar dari kedalaman minimum AHA
50 mm.
3. Faktor yang menyebabkan kurangnya kedalaman kompresi dalam
penanganan RJP pada simulasi henti jantung
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurang optimalnya
kedalaman kompresi, salah satunya yaitu komresibilitas (sifat dapat
ditekan/dimampatkan) dari alas saat dilakukan RJP. Menurut Lin et al.,
(2017), yang berjudul Reducing the impact of intensive care unit mattress
compressibility during CPR: a simulation based study kedalaman
kompresibilitas alas sebesar 47,7 mm (47,7%) pada matras saja (ICU
mattress 1000™ foam), 34,8 mm (40,3%) pada matras dengan backboard,
34,7 (39,2%) pada matras busa saja (memory foam ICU mattress Hill-
Rom Accumax Quantum™ VPC Mattress), dan 24,6 mm (31,1%) pada
matras busa dengan backboard. Penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan backboard dapat mengurangi penipisan/kompresibilitas pada
alas matras sebanyak 11,6, mm.
Menurut penelitian lain, Kedalaman kompresi rata-rata yang
berkurang (presentase penipisan) akibat efek kompresibilitas matras
adalah sebagai berikut: 23,6 mm (29,7%) pada matras saja, 13,7 mm
(19,5%) pada matras dengan backboard, 16,9 mm (23,1%) pada matras
dengan slider transfer board, 11,9 mm (17,3%) pada matras dengan
backboard diatas slider transfer board, dan 10,3 mm (15,4%) pada matras
dengan flat supine board. Persentase penipisan antar kondisi mengalami
perbedaan signifikan secara statistik. (Cheng et al., 2017).
4. Pengaruh Penggunaan Backboard terhadap penanganan RJP pada
simulasi henti jantung
Penggunan backboard dalam beberapa jurnal yang telah direview,
terbukti dapat meningkatkan kedalaman kompresi yang bertujuan untuk
26
meningkatkan kesempatan hidup pasien melalui RJP berkualitas tinggi
(High Quality CPR). Dalam penelitian Sanri & Karacabey, (2019)
menunjukkan nilai rata-rata kedalaman kompresi dari kelompok
eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari pada
kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa
penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi
dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa
penggunaan backboard. Selain dapat meningkatkan kedalaman kompresi,
penggunaan backboard juga dapat mengurangi kompresibilitas
(penipisan/amblas) pada alas yang digunakan saat melakukan RJP,
sehingga dengan meminimalisir penipisan pada alas maka kedalaman
kompresi yang sesuai standar AHA akan dengan mudah dicapai.
B. Pembahasan
Kedalaman kompresi merupakan komponen penting yang harus
diperhatikan selama melakukan RJP. Kedalaman kompresi dada yang harus
dicapai yaitu dengan kedalaman 2–2,4 dalam satuan inchi, 5–6 dalam satuan
sentimeter (cm) dan 50–60 dalam satuan milimeter (mm) akan meningkatkan
angka harapan hidup (Panchal et al., 2018).
Tingkat harapan hidup pasien dengan henti jantung dipengaruhi juga
dengan kualitas RJP yang dilakukan petugas, kedalaman kompresi yang
sesuai standar merupakan salah satu syarat dari RJP yang berkualitas.
Kedalaman kompresi dada dipengaruhi dengan penggunaan alas yang berada
pada bawah pasien. Beberapa jurnal menyebutkan bahwa penggunaan
backboard dapat memberikan kompresi yang maksimal dibandingkan tanpa
menggunakan backboard. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Cheng et al.,
(2017) menunjukkan bahwa saat kompresi dilakukan, pengukuran kedalaman
kompresi dada didapatkan hasil 55,7 mm pada matras saja, 56,6 mm pada
matras dengan backboard, 56,4 mm pada matras dengan slider transfer
board, 56,9 mm pada matras dengan backboard diatas slider transfer board,
56,3 mm pada matras dengan flat spine board. Penelitian lain oleh Putzer et
al., (2016) menunjukkan kedalaman kompresi secara manual tanpa dan
27
dengan backboard di atas matras standar yaitu 50 mm dan 51 mm, di atas
matras bertekanan yaitu 49 mm dan 50 mm. Dalam penelitian Sanri &
Karacabey, (2019) menunjukkan nilai rata-rata (SD) kedalaman kompresi
dari kelompok eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari
pada kelompok kontrol yaitu 47,5 mm. Hasil ini menunjukan bahwa
penggunaan backboard lebih efektif meningkatkan kedalaman kompresi
dada Ketika melakukan prosedur RJP dibandingkan dengan tanpa
penggunaan backboard.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurang
optimalnya kedalaman kompresi, salah satunya yaitu kompresibilitas (sifat
dapat ditekan/dimampatkan) dari alas saat dilakukan RJP. Penelitian Lin et
al., (2017) menunjukkan kedalaman kompresibilitas alas sebesar 47,7 mm
(47,7%) pada matras saja, 34,8 mm (40,3%) pada matras dengan backboard,
34,7 (39,2%) pada matras busa saja, dan 24,6 mm (31,1%) pada matras busa
dengan backboard. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan
backboard dapat mengurangi penipisan/kompresibilitas pada alas matras
sebanyak 11,6, mm. Menurut penelitian lain, Kedalaman kompresi rata-rata
yang berkurang (presentase penipisan) akibat efek kompresibilitas matras
adalah sebagai berikut: 23,6 mm (29,7%) pada matras saja, 13,7 mm (19,5%)
pada matras dengan backboard, 16,9 mm (23,1%) pada matras dengan slider
transfer board, 11,9 mm (17,3%) pada matras dengan backboard diatas
slider transfer board, dan 10,3 mm (15,4%) pada matras dengan flat supine
board. Persentase penipisan antar kondisi mengalami perbedaan signifikan
secara statistik. (Cheng et al., 2017).
Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Oh et al., (2016) Selain
terjadinya kompresibilitas, kurang optimalnya kedalaman kompresi yaitu
terjadinya defleksi (pelengkungan) pada alas tempat tidur yang digunakan
selama RJP. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kasur Stryker Trauma
Stretcher dan ER stretcher cart masing-masing mengalami defleksi sebesar
11,2 dan 0,67 mm. Stryker Trauma Stretcher dan ER stretcher cart
mengalami defleksi masing-masing 0,95 dan 5,17 mm. Studi ini
28
mengkonfirmasi bahwa defleksi alas tempat tidur akan terjadi ketika kita
melakukan kompresi dada pada manikin ditempatkan di tempat tidur dimana
hal ini dapat menurunkan kedalaman tingkat kompresi dada pada manekin.
Sehingga Ketika diaplikasikan kepada pasien hal ini akan menurunkan
kualitas RJP dan angka keberhasilan RJP untuk meningkatkan harapan hidup
pada pasien dengan henti jantung.
Penelitian lain menunjukkan bahwa selain pengaruh dari
kompresibilitas dan defleksi pada matras, pergeseran matras juga dapat
mempengaruhi kedalaman kompresi saat dilakukan RJP. Nishisaki et al.,
(2019) menyebutkan, selama RJP menggunakan backboard diatas kasur ICU
yang empuk diperoleh kedalaman Kompresi dada: 51,8 mm.
Perpindahan/pergeseran kasur menjadi berkurang dibandingkan tanpa
penggunaan backboard untuk pasien dengan berat badan 25 kg. Berat badan
yang lebih ringan dikaitkan dengan pergeseran yang lebih besar di tempat
tidur ICU lunak tanpa Backboard (perbedaan: 6,9 mm, p <0,001). Backboard
penting untuk RJP bila dilakukan pada permukaan lunak, seperti tempat tidur
ICU, terutama ketika untuk pasien dengan berat badan ringan. Backboard
mungkin tidak diperlukan di tandu, rumah sakit yang relatif kokoh pada
tempat tidur, atau untuk pasien dengan beban tubuh yang berat (Nishisaki et
al., 2019). Perpindahan kasur dapat menyebabkan pengukuran melalui
perangkat umpan balik RJP menjadi tidak akurat, pergeseran kasur
menyebabkan hasil yang didapatkan melalui perangkat umpan balik RJP
menjadi berlebih dibandingkan dengan kondisi nyata yaitu jarak kedalaman
kompresi dari sternum ke tulang belakang dan berpotensi mengakibatkan
kedalaman kompresi yang lebih dangkal sehingga menyebabkan kondisi
pasien yang lebih buruk (Perkins et al., 2009).
Faktor lain yang dapat mengurangi kualitas RJP yaitu kelelahan pada
petugas. Menurut Putzer et al., (2016), Hanya sekitar 30% peserta yang
melakukan kompresi dada manual dengan benar dibandingkan dengan
kompresi dada mekanik yaitu 90%, selain karena tingkat kesulitan yang lebih
tinggi saat kompresi dada selama RJP manual, tingkat kelelahan juga lebih
29
tinggi saat melakukan RJP manual tanpa menggunakan backboard. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Lin et al., (2017) yang
menunjukkan bahwa total gerakan tangan vertikal secara signifikan lebih
besar dari kedalaman kompresi sternum ke tulang belakang ketika RJP
dilakukan di atas matras tanpa menggunakan backboard. Gerakan tambahan
dan peningkatan beban kerja menyebabkan kelelahan pemberi RJP, yang
berpotensi berdampak pada kualitas RJP selama pengelolaan Intra Hospital
Cardiac Arrest (IHCA). Penerapan backboard dapat mengurangi
kompresibilitas pada matras dan dapat mengurangi gerakan tangan vertikal
oleh pemberi RJP sehingga tidak mudah mengalami kelelahan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian dari Sanri &
Karacabey, (2019). Tingkat kelelahan penolong yang memberikan kompresi
dengan backboard secara signifikan lebih rendah daripada tanpa backboard
(60% vs 70%; P <0,001). Penelitian lain yang sejalan dengan pernyataan
tersebut yaitu Cheng et al., (2017) yang menyatakan bahwa kompresibilitas
matras memiliki efek negatif pada kedalaman kompresi dada selama RJP.
Total gerakan tangan vertikal selama RJP lebih besar bila dilakukan di atas
matras, sehingga meningkatkan beban kerja dan kelelahan. Dalam penelitian,
melaporkan bahwa kompresibilitas pada matras busa tipis tanpa backboard
yaitu sebesar 23,6 mm, tenaga terlatih harus melakukan kompresi dada
dengan kedalaman 79,3 mm untuk mencapai kedalaman kompresi dada yang
sesuai dengan pedoman. Hasil ini menekankan pentingnya menempatkan
permukaan yang keras di bawah pasien di awal manajemen pasien yang
mengalami henti jantung. Penempatan awal cenderung mengurangi waktu
dan tenaga petugas dalam situasi mendesak dengan upaya mencapai target
untuk kedalaman kompresi dada.
Penelitian lain yang sejalan dengan pernyataan tersebut adalah
Kingston et al., (2021). Kedalaman dan kecepatan kompresi dada secara
signifikan relatif lebih rendah pada matras dengan tingkat ketebalan tinggi
terhadap permukaan lain (p<0,05). Persentase kompresi yang memadai
(kedalaman 50 mm). Terendah didapatkan pada matras dengan tingkat
30
ketebalan tinggi yaitu 40 mm dibandingkan matras dengan tingkat ketebalan
rendah 60 mm dan matras dengan tingkat ketebalan rendah dengan
Backboard 59 mm. Penggunaan tenaga yang dikeluarkan secara signifikan
lebih besar pada matras dengan tingkat ketebalan tinggi pada lantai (p<0.05).
Dampak orientasi backboard juga sangat penting penting dengan
orientasi penempatan secara membujur/memanjang yang menghasilkan
peningkatan kekakuan kompresi sebesar 60,3% relatif lebih tinggi
dibandingkan backboard dengan bentuk melintang. Konfigurasi backboard
harus dipertimbangkan oleh dokter ketika mencoba untuk mencapai kinerja
kompresi dada yang optimal selama RJP di pengaturan rumah sakit (Cloete
et al., 2017).
Hal ini menunjukan bahwa pemberian Backboard selama Tindakan
RJP menunjukan dapat meningkatkan kualitas kompresi dada dibandingkan
Tindakan RJP tanpa penggunaan backboard. Penerapan pemberian
backboard ini merupakan Tindakan pendukung keberhasilan dalam prosedur
RJP dimana akan memberikan fungsi optimal dalam memacu jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh dan bagian vital seperti otak untuk
mendapatkan oksigen yang terpenuhi. Dalam penelitian Sanri & Karacabey,
(2019) menunjukkan nilai rata-rata kedalaman kompresi dari kelompok
eksperimen yaitu 50,1 mm secara signifikan lebih tinggi dari pada kelompok
kontrol yaitu 47,5 mm. Penerapan juga ini ditujukan untuk mengurangi
faktor penyebab berkurangnya kualitas kompresi dada seperti adanya
kompresibilitas alas, defleksi pada tempat tidur, maupun kelelahan yang
ditimbulkan selama RJP, sehingga dapat meningkatkan presentase
keberhasilan Tindakan RJP dan meningkatkan kemungkinan kelangsungan
hidup pasien terutama pada pasien henti jantung.
Kedalaman kompresi secara linear berkorelasi dengan curah jantung,
tekanan arteri rata-rata dan keberhasilan resusitasi. Penurunan kedalaman
kompresi setiap 1 cm (10 mm) menghasilkan 50% peningkatan curah jantung
dan 30% peningkatan tekanan arteri rata-rata. Kompresi dada yang lebih
dalam dengan kemungkinan keberhasilan defibrilasi yang lebih tinggi dan
31
kembalinya sirkulasi spontan, melaporkan manfaat kelangsungan hidup 30%
untuk setiap peningkatan 5 mm pada kedalaman kompresi rata-rata. Karena
gangguan pada kompresi dada dapat menurunkan tekanan perfusi koroner
dan otak (Putzer et al., 2016).
Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Sanri & Karacabey,
(2019) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan kelangsungan hidup
sebesar 5% pada pasien cardiac arrest setiap peningkatan kedalaman
kompresi 1 mm. Setiap peningkatan kedalaman kompresi 5mm
meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan rasio 1,29. Penekanan
kedalaman kompresi 10 mm menghasilkan 50% peningkatan curah jantung
(cardiac output / beban jantung).
Dari beberapa jurnal yang sudah direview didapatkan hasil kedalaman
kompresi yang dilakukan di atas matras dengan backboard memiliki rentang
kedalaman bervariasi yaitu antara 41.2-75.0 mm, hal yang harus menjadi
perhatian yaitu apabila kompresi yang dilakukan kurang dari kedalaman 50
mm (5 cm) maka curah jantung menuju ke seluruh tubuh terutama otak juga
menjadi kurang optimal. Sebaliknya, apabila kompresi dilakukan melebihi
batas standar dari AHA yaitu 60 mm (6 cm) maka kemungkinan akan terjadi
komplikasi berupa fraktur tulang iga (Kaldirim, et al., 2016).
Selama melakukan RJP juga harus memperhatikan faktor lain yang
dapat mempengaruhi keberhasilan resusitasi selain untuk meningkatkan
harapan hidup pasien juga untuk mengurangi komplikasi yang didapatkan
akibat pemberian RJP yang tidak memenuhi standar. Standar karakteristik
high quality cardiopulmonary resuscitation (CPR) menurut American Heart
Association (AHA) 2018 antara lain dipengaruhi oleh kecepatan kompresi