-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Kebutuhan Dasar Manusia
Henderson mengembangkan sebuah model keperawatan yang
dikenal dengan “The Activities of Living”. Model ini menjelaskan
bahwa
tugas perawat adalah membantu individu dalam meningkatkan
kemandiriannya secepat mungkin. Perawat menjalankan tugasnya
secara
mandiri, tidak tergantung pada dokter. Akan tetapi, perawat
tetap
menyampaikan rencananya pada dokter sewaktu mengunjungi
pasien.
Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14
komponen yang merupakan komponen penanganan perawatan.
Keempat
belas kebutuhan tersebut sebagai berikut :
a. Bernafas secara normal
b. Makan dan minum yang cukup
c. Eliminasi (buang air besar dan kecil)
d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan
e. Tidur dan istirahat
f. Memilih pakaian yang tepat
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal
dengan
menyesuaikan pakaian yang digunakan dan memodifikasi
lingkungan
h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan
i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari
membahayakan
orang lain
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan
emosi,
kebutuhan, kekhawatiran, dan opini.
k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai
kebutuhan
hidup
m. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk
rekreasi
-
8
n. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang
mengarah
pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan
fasilitas
kesehatan yang tersedia.
(Virginia Henderson dalam Budino, & Pertami, S. 2015)
2. Pengertian Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat lain yang berhubungan
dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh
manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari
lingkungan
hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas
penting
dalam tubuh, serta mengeluarkan sisanya. (Tarwoto dan Wartonah
2015)
Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan terhadap proses
pemasukan
dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan
menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
(Alimul, A. Aziz dan Uliyah, M. 2012)
3. Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien Hepatitis
a. Tujuan Pemberian Nutrisi Pada Pasien Hepatitis
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien dengan Penyakit Hati
dan
Hepatitis adalah untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi
optimal tanpa memperberatkan fungsi hati, dengan cara :
1) Menghindari atau mengurangi kerusakan hati yang permanen.
2) Meningkatkan regenerasi jaringan hati dengan memberikan
kalori
dan protein dalam jumlah yang memadai.
3) Mempertahankan atau memperbarui simpanan nutrien dalam
tubuh.
4) Mengurangi gejala yang menimbulkan gangguan rasa nyaman.
5) Mencegah atau mengurangi komplikasi asites, varises,
esofagus
dan ensefalopati hepatik yang berlanjut dengan koma hepatik.
(Andry Hartono, 2006).
-
9
b. Macam-macam Nutrisi bagi penderita Hepatitis
Nutrisi yang dibutuhkan bagi manusia menurut Pakar Gizi
Indonesia (2017), yaitu :
1) Karbohidrat
Menurut WHO/FAO dikutip dalam buku Pakar Gizi Indonesia
(2017), kebutuhan karbohidrat dalam sehari berkisar antara
55%
hingga 75% dari total konsumsi energi yang berasal dari
berbagai
makanan, diutamakan dari karbohidrat kompleks dan sekitar
10%
dari karbohidrat sederhana.
Pada penderita Hepatitis diberikan karbohidrat tinggi untuk
mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap sesuai
dengan kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/KgBB. (Asosiasi
Dietisien Indonesia, 2010)
2) Lemak
Pada manusia sehat kebutuhan lemak yang dibutuhkan setiap
hari yaitu lemak total antara 20% dan 35% kalori total
dengan
sebagian besar lemak berasal dari asam lemak jenuh ganda
atau
asam lemak jenuh tunggal.
Pada penderita Hepatitis diberikan Lemak cukup, yaitu 20-25%
dari kebutuhan energi total, dalam bentuk yang mudah dicerna
atau
dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami steatorea,
gunakan
lemak dengan asam lemak rantai sedang (Medium Chain
Triglyceridel MCT). (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
3) Protein
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2012 dalam Pakar
Gizi Indonesia (2017), kebutuhan protein untuk orang
Indonesia
dihitung berdasarkan berat badan aktual, sehingga didapatkan
rata-
rata kecukupan protein untuk orang dewasa diatas 18 tahun
adalah
sekitar 1,0-1,2 g/kg BB/hari, sedangkan untuk anak usia
10-18
tahun kecukupan protein rata-rata adalah 1,2-1,7 g/Kg
BB/hari,
-
10
sedangkan untuk bayi hingga anak usia 9 tahun rata-rata
kecukupan protein adalah 1,8 - 2 g/Kg BB/hari.
Pada penderita Hepatitis diberikan Protein agak tinggi,
yaitu
1,25 - 1,5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme protein. Pada
kasus
Hepatitis Fulminan dengan nekrosis dan gejala ensefalopati
yang
disertai peningkatan amoniak dalam darah, pemberian protein
harus dibatasi untuk mencegah koma, yaitu sebanyak 30 - 40
g/hari. (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
4) Vitamin
Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan tubuh
dalam jumlah kecil dan tidak dapat diproduksi dalam tubuh.
Vitamin sangat berperan dalam proses metabolisme karena
fungsinya sebagai katalisator.
Vitamin pada penderita Hepatitis diberikan sesuai dengan
tingkat defisiensi. Bila perlu, diberikan suplemen vitamin B
kompleks, C, dan K serta mineral seng dan zat besi bila ada
anemia. (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
5) Air
Air membentuk 60 - 70% berat tubuh total. Setiap hari,
sekitar
2 liter air masuk ke tubuh kita melalui minum, sedangkan
cairan
digestif yang diproduksi oleh berbagai organ saluran
pencernaan
sekitar 8 - 9 liter, sehingga sekitar 10 - 11 liter cairan yang
masuk,
hanya 50-200 ml yang dikeluarkan melalui feses, selebihnya
direabsorpsi.
Cairan pada penderita Hepatitis diberikan lebih dari biasa
>2
liter/hari, kecuali bila ada kontraindikasi. (Asosiasi
Dietisien
Indonesia, 2010)
c. Keseimbangan energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas,
dapat diukur melalui pembentukan panas. Energi pada manusia
dapat
diperoleh dari berbagai masukan zat gizi, diantaranya
protein,
-
11
karbohidrat, lemak, maupun bahan makanan yang disimpan dalam
tubuh. Tubuh memerlukan keseimbangan energi untuk melakukan
sebuah aktivitas. Keseimbangan tersebut dapat dihitung
melalui
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan seseorang, kebutuhan
kalori
dasar/basal, dan tingkat aktivitas.
Tabel 2.1. Rumus Keseimbangan energi (A.Aziz Alimul dan
Uliyah, M. 2012)
Rumus = Berat Badan Ideal x 10
KKB (Kebutuhan Kalori Basal)
d. Status Nutrisi
Karakteristik status nutrisi ditentukan melalui adanya
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index – BMI) dan Berat Badan
Ideal (Ideal Body Weight – IBW )
a) Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang
dengan tinggi badan. BMI dihubungkan dengan total lemak
dalam tubuh dan sebagai panduan untuk mengkaji kelebihan
berat badan dan obesitas.
Tabel 2.2 Rumus BMI diperhitungkan (Tarwoto dan
Wartonah, 2015) :
BB (Kg) BB (pon) x 704,5
TB2 (Cm) Atau TB (inchi)2
b) Ideal Body Weight (IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi
tubuh yang sehat.
Tabel 2.3 Rumus IBW diperhitungkan (Tarwoto dan
Wartonah, 2015) :
(TB – 100) + 10%
-
12
e. Cara Menentukan AMB (Angka Metabolisme Bassal)
AMB (Angka Metabolisme Bassal) dipengaruhi oleh umur,
berat badan, dan tinggi badan. Ada beberapa cara menentukan
AMB, yaitu :
a) Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919)
Laki-laki = 66+ (13,7xBB) + (5+TB) - (6,8 x U)
Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) - (4,7 x U)
Keterangan :
BB = Berat badan dalam Kg
TB = Tinggi badan dalam Cm
U = Umur dalam tahun
b) Cara cepat (2 cara)
(1) Laki-laki = 1 kkal x kg BB x 24 jam
Perempuan = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam
(2) Laki-laki = 30 kkal x kg BB
Perempuan = 25 kkal x kg BB
(Tarwoto dan Wartonah, 2015)
f. Jenis Diet Hati dan Indikasi Pemberian
1) Diet Hati I
Diet Hati I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau
bila
prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai
nafsu makan. Melihat keadaan pasien makanan diberikan dalam
bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi
(30g/hari)
dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula
enteral
dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid/
BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila
ada
asites dan diuresis belum sempurna pemberian cairan maksimal
1
liter/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan
tiamin, karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari
saja.
-
13
Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan
sebagai Diet Hepatitis I Garam Rendah. Bila ada asites hebat
dan
tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan diet garam
rendah
I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral
juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
(Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
Standar diet Hati I diberikan energi sebanayak 1500 KAL,
yaitu Protein 28 gram, Lemak 30 gram, dan karbohidrat 274
gram.
(Hendra Utama, 2013)
2) Diet Hati II
Diet Hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari
Diet Hati I kepada pasien yang nafsu makannya cukup. Menurut
keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau
biasa.
Protein diberikan 1 g/Kg BB dan lemak sedang (20-25% dari
kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna.
Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A dan
C,
tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi
garam
atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati II garam
rendah.
Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola
Diet
Garam Rendah I. (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
Standar diet Hati II diberikan energi sebanyak 2100 KAL,
yaitu Protein 52 gram, lemak 45 gram, dan Karbohidrat 365
gram.
(Hendra Utama, 2013)
3) Diet Hati III
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari
Diet Hati II atau kepada pasien Hepatitis Akut (Hepatitis
Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) yang nafsu makannya
telah
baik dan telah dapat menerima protein. Dan diberikan menurut
kesanggupan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak
atau
biasa. Makanan ini mengandung cukup energi, protein, lemak,
mineral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut
beratnya
-
14
retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati
III
Garam Rendah I. (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2010)
Standar diet Hati III diberikan energi sebanyak 2300 KAL,
yaitu protein 74 gram, lemak 60,5 gram, dan karbohidrat 383
gram.
(Hendra Utama, 2013)
g. Bahan Makanan Yang Dibatasi
Bahan makanan yang dibatasi untuk Diet Hati I, II, III adalah
dari
sumber lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak
mengandung lemak dan santan serta bahan makanan yang
menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak,
ketimun,
durian, dan nangka. (Asosiasi Dietisien Indonesia , 2010)
h. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Hepatitis I,
II,
dan III adalah makanan yang mengandung alkohol, teh, atau
kopi
kental. (Asosiasi Dietisien Indonesia , 2010)
-
15
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada pasien Hepatitis
menurut
Yasmara dan Arafat (2017) , adalah :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat,
pendidikan, status perkawinan, agama, pekerjaan, tanggal dan
jam
masuk Rumah Sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang ditemukan pada penderita Hepatitis adalah
penurunan nafsu makan, mual, muntah, lemah dan cepat lelah,
demam,
nyeri perut, sakit kepala dan pruritus.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penderita Hepatitis, misalnya pernah mengalami sakit
hepatitis atau tidak, apakah ada riwayat kontak dengan
penderita
Hepatitis, apakah ada riwayat penggunaan alkohol dan
obat-obatan
terlarang, dan tanyakan apakah pernah mendapat transfusi
darah
atau cuci darah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat sekarang atau saat ini meliputi alasan
pasien yang menyebabkan terjadinya gangguan, seperti :
anoreksia,
nafsu makan menurun, mual, muntah, nyeri pada perut bagian
atas,
terjadi penurunan berat badan, demam, kelemahan, mudah lelah
dengan malaise umum
3) Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga pada pasien Hepatitis
adalah apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita penyakit Hepatitis, Sirosis Hati, Kanker Hati,
atau
penyakit lainnya.
-
16
4) Pengkajian pola kesehatan fungsional
a) Nutrisi
Skirining nutrisi merupakan metode untuk mengidentifikasi
adanya gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Dilakukan
dengan mengukur tinggi badan, berat badan, perubahan berat
badan, dan diagnosis primer. Dan identifikasi adanya gejala
yang mempengaruhi perubahan nutrisi, misalnya : mual,
muntah, dan diare, peningkatan edema, asites, berat badan
menurun.
b) Sirkulasi
Pada pengkajian sirkulasi pasien dengan Hepatitis,
ditemukan adanya bradikardi (hiperbirilubin berat) dan
ikterik
pada sklera kulit dan membran mukosa.
c) Pola aktivitas dan latihan
Meliputi kemampuan ADL, seperti makan, minum,
toileting, mobilisasi ditempat tidur, kemampuan berpindah,
serta ambulasi. Pada pasien Hepatitis didapatkan adanya
kelemahan, kelelahan, dan malaise umum.
d) Nyeri dan kenyamanan
Pada pengkajian nyeri dan kenyamanan pada pasien dengan
Hepatitis, didapatkan nyeri dan kram abdomen, nyeri pada
kuadran atas, nyeri tekan pada abdomen karena adanya
pembesaran hati, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal
(pruritus)
dan gelisah.
e) Eliminasi
Pada pengkajian sistem eliminasi pasien Hepatitis,
ditemukan adanya urine berwarna gelap, dan feses berwarna
tanah liat.
f) Neurosensori
Didapatkan adanya peka terhadap rangsangan, cenderung
tidur, letargi, dan asteriksis.
-
17
5) Pemeriksaan fisik
Penampilan fisik pada pasien dengan Hepatitis dapat dilihat
dari aspek-aspek berikut :
a) Keadaan umum : apatis, kelemahan, dan malaise umum.
b) Keadaan kulit : teraba hangat, ikterik pada kulit, ruam,
bercak
eritema, atau gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak.
c) Keadaan bibir : kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, ikterus
pada
membran mukosa.
d) Keadaan mata : konjungtiva pucat, kering, ikterus.
e) Keadaan perut : permukaan perut, adanya garis vena,
peristaltik
usus, pembesaran hati atau limfe, nyeri tekan pada abdomen,
splenomegali.
f) Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare,
pembesaran liver atau lien.
g) Pengukuran Tanda-Tanda Vital : Demam 37,8oC-38,9oC.
6) Pengkajian Kebutuhan Nutrisi
Pengkajian kebutuhan nutrisi menurut Lyndon Saputra
(2015), dapat dikaji dengan menggunakan pedoman A-B-C-D,
yaitu :
a) Pengukuran Antropometrik
Pengukuran ini meliputi pengukuran tinggi badan, berat
badan, dan lingkar lengan. Pada umumnya, berat untuk pria
lebih dari berat badan seorang wanita walaupun tingginya
sama. Ini disebabkan pria mempunyai presentase jaringan dan
struktur tulang yang berbeda.
Metode khusus yang sering digunakan untuk mengukur
besar tubuh seseorang adalah area kulit yang berada di atas
otot
trisep. Pada umumnya, wanita mempunyai lipatan kulit yang
lebih tebal di daerah ini.
(1) Berat badan ideal = (TB-100) + 10%
-
18
(2) Lingkar lengan atas (MAC) :
Nilai normal :
Wanita = 28,5 cm
Pria = 28,3 cm
(3) Lipatan kulit pada otot trisep (TSF)
Nilai normal
Wanita = 16,5- 18 cm
Pria = 12,5-16,5 cm
(4) Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan
seseorang dengan tinggi badan. BMI dihubungkan dengan
total lemak dalam tubuh dan sebagai panduan untuk
mengkaji kelebihan berat badan dan obesitas.
Tabel 2.4 Rumus BMI diperhitungkan :
BB (Kg) BB (pon) x 704,5
TB2 (Cm) Atau TB (inchi)2
Pada pemeriksaan BMI pada pasien Hepatitis
dengan masalah kebutuhan nutrisi akan ditemukan hasil
BMI = Kurus (
-
19
c) Tanda-tanda klinis status nutrisi
Tanda klinis status gizi dapat dilihat antara lain dari
pemeriksaan fisik. Ciri fisik penderita defisiensi nutrisi
antara
lain berat badan menurun, lemah, lesu, dehidrasi, dan
pertumbuhan terhambat.
d) Diet
Untuk mengetahui riwayat diet seseorang, perawat dapat
melakukan wawancara atau kuisioner untuk mengetahui status
gizi, kesehatan, sosial-ekonomi, dan budaya atau kebiasaan
orang tersebut yang berpengaruh terhadap status nutrisinya.
Bagian yang perlu diketahui antara lain riwayat makanan,
kemampuan makan, pengetahuan tentang nutrisi, dan tingkat
aktivitas.
7) Pemeriksaan laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) : pada laki-laki didapatkan Hb menurun
(
-
20
(c) Tipe C - diagnosis bergantung pada pemeriksaan
seroligis,
untuk antibodi spesifik dalam satu bulan atau lebih setelah
awitan penyakit akut.
(d) Tipe D - deteksi antigen delta intrahepatik atau antigen
antidelta imunoglobulin (Ig) M pada penyakit akut (atau
penyakit kronis Ig M dan Ig G.
(e) Tipe G - deteksi asam ribonukleat Hepatitis G
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada penderita Hepatitis
berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI,
2017),
sebagai berikut :
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan kegagalan masukan
untuk
memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual, muntah
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan
metabolisme.
Penyebab :
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (misalnya : finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (misalnya : stress, keengganan untuk
makan)
Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : tidak tersedia
2) Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang
normal
Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif :
a) Kram/nyeri abdomen
b) Nafsu makan menurun
-
21
c) Cepat kenyang setelah makan
2) Objektif :
a) Otot pengunyah lemah
b) Otot menelan lemah
c) Membran mukosa pucat
d) Bising usus hiperaktif
e) Serum albumin turun
f) Rambut rontok berlebihan
b. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hepar
Definisi : suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
tubuh.
Penyebab :
1) Terpapar lingkungan panas
2) Dehidrasi
3) Proses penyakit (misalnya infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor :
1) Gejala subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif : suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor :
1) Gejala subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif :
a) Kejang
b) Kulit merah
c) Takikardi
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat
-
22
c. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan hepar yang
mengalami
inflamasi hati
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen cedera kimiawi ( misalnya : terbakar, bahan kimia
iritan)
2) Agen cedera fisiologis (misalnya : inflamasi, iskemia,
neoplasma)
3) Agen cedera fisik (misalnya : abses, amputasi, terbakar,
terpotong,
mengangkat benda berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik
berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif :
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari
nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif :
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
-
23
3. Rencana Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada pasien Hepatitis menurut
Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) yaitu :
Tabel 2.5 Rencana Keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Utama Intervensi Pendukung
1 Defisit nutrisi
berhubungan
dengan
kegagalan
masukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
metabolik
karena
anoreksia,
mual, muntah
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan
berat badan
sesuai tujuan
b. Berat badan ideal sesuai tinggi
badan
c. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi jenis nutrien
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan
2. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
(misalnya,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
1. Manajemen muntah a. Identifikasi
karakteristik
muntah
b. Periksa volume muntah
c. Identifikasi penyebab muntah
d. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab muntah
e. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
f. Berikan kenyamanan
selama muntah
2. Pemberian makan 3. Edukasi diet 4. Konseling nutrisi 5.
Pemantauan nutrisi 6. Manajemen energi
2 Hipertermia
berhubungan
dengan
inflamasi
hepar
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan suhu
tubuh dalam rentang
normal.
Kriteria hasil :
Manajemen
Hipertermia
Observasi
1. Identifikasi penyebab
hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
1. Edukasi analgesia terkontrol
2. Edukasi dehidrasi 3. Edukasi pengukuran
suhu tubuh
4. Edukasi program pengobatan
-
24
a) Suhu tubuh dalam
rentang
normal
b) Nadi dan RR dalam
rentang
normal
c) Tidak ada perubahan
warna kulit
dan tidak
ada pusing
3. Monitor haluaran urine
4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
pasien
3. Basahi dan kipasi bagian tubuh
4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
6. Lakukan pendinginan
eksternal
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
intravena, bila perlu.
5. Edukasi terapi cairan 6. Edukasi termoregulasi 7. Kompres
dingin 8. Manajemen cairan 9. Pemberian obat 10. Pemberian obat
intravena
11. Pemberian obat oral 12. Pencegahan
hipertermi keganasan
3 Nyeri akut
berhubungan
dengan
pembekakan
hepar yang
mengalami
inflamasi hati
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan nyeri
berkurang.
Kriteria hasil :
a) Mampu mengontrol
nyeri
b) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
c) Mampu mengenali
nyeri
d) Mengatakan rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
6. Monitor efek samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
2. Kontrol lingkungan
1. Aromaterapi 2. Dukungan hipnosis
diri
3. Edukasi manajemen nyeri
4. Edukasi proses penyakit
5. Edukasi teknik napas 6. Kompres dingin 7. Kompres hangat 8.
Konsultasi 9. Latihan pernafasan 10. Manajemen
kenyamanan
lingkungan
11. Pemantauan nyeri 12. Pemberian obat 13. Pemberian obat
intravena
14. Pemberian obat oral 15. Pengaturan posisi 16. Teknik
distraksi 17. Terapi musik 18. Terapi relaksasi 19. Terapi
sentuhan
-
25
yang dapat
mempengaruhi nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
4. Implementasi
Tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan
implementasi
dari perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan fisik
dan
emosional. (Nursalam, 2008). Jenis-jenis tindakan pada tahap
implementasi
adalah :
b. Secara mandiri (independent)
Adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk
dan instruksi dari dokter atau profesi kesehatan lainnya.
c. Saling ketergantungan (interdependent)
Adalah kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan profesi
kesehatan
lainnya seperti tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan
dokter.
d. Rujukan/ketergantungan (dependent)
Adalah kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut mendandakan suatu cara
dimana
tindakan medis dilaksanakan.
-
26
5. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah
ketika pasien dan petugas kesehatan menentukan kemajuan pasien
menuju
pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena
kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan
harus
diakhiri, dilanjutkan, atau diubah.
(Kozier & Barbara, 2010)
-
27
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan oleh virus.
Virus
Hepatitis terdapat 4 jenis, yaitu Hepatitis A, Hepatitis B,
Hepatitis C,
Hepatitis E. Diantara keempat Hepatitis tersebut yang paling
berbahaya
adalah Hepatitis B, karena virus ini intinya dapat menyatu
dengan inti sel
hati dan hal itu memungkinkan terjadinya keganasan atau kanker
hati
dikemudian hari (Ngastiyah, 1995 dalam Riyadi, S. 2011).
Hepatitis adalah peradangan pada hati (Liver) yang disebabkan
oleh
virus. Virus Hepatitis termasuk virus hepatotropik yang
dapat
mengakibatkan Hepatitis A (HAV), Hepatitis B (HBV), Hepatitis
C
(HCV), Delta Hepatitis (HDV), Hepatitis E (HEV), Hepatitis F
dan
Hepatitis G (Yuliana Elin, 2009 dalam Nanda, Nic-Noc, 2015).
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab.
Penyebab
tersebut adalah beberapa jenis virus yang menyerang dan
menyebabkan
peradangan serta merusak sel-sel organ hati. Hepatitis yang
berlangsung
kurang dari 6 bulan disebut Hepatitis Akut, Hepatitis yang
berlangsung
lebih dari 6 bulan disebut Hepatitis Kronis. (Sunaryati,
2011)
2. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya Hepatitis berdasarkan jenisnya
menurut
Riyadi, S. (2011) adalah sebagai berikut :
a. Hepatitis A
Virus Hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran
ini
terjadi akibat buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara
berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya terjadi
melalui
air dan makanan.
b. Hepatitis B
Virus Hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk
darah.
Penularannya tidak semudah Hepatitis A. Penularan biasanya
terjadi
diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik
secara
bersamaan, atau diantara mitra seksual. Selain itu pula bisa
-
28
menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Hepatitis
B
bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus Hepatitis
B.
c. Hepatitis C
Menyebabkan minimal 80% kasus Hepatitis akibat transfusi
darah.
Virus Hepatitis C ini paling sering ditularkan melalui pemakai
obat
yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi
penularan
melalui hubungan seksual. Untuk alasan yang masih belum
jelas,
penderita penyakit hati alkoholik seringkali menderita Hepatitis
C.
d. Hepatitis E
Virus Hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai
Hepatitis A, yang hanya terjadi di negara-negara belakang.
3. Patofisiologi
Pada umumnya gejala Hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu
fase
inkubasi, prodromal (pra-ikterik), fase ikterus, dan fase
konvalesen
(penyembuhan).
a. Fase inkubasi, merupakan waktu antara masuknya virus dan
timbulnya
gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap
virus
Hepatitis.
b. Fase prodomal (pra-ikterik), merupakan fase diantara
timbulnya
keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Keluhan
umum
yang timbul pada fase ini biasanya malaise umum, nyeri otot,
nyeri
sendi, mudah lelah, gejala saluran napas atas, anoreksia, mual,
muntah,
demam derajat rendah, nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap
dikuadran kanan atas atau epigastrium.
c. Fase ikterus. Fase ini muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat
juga
muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus
fase
ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi
perburukan
gejala prodomal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis
yang nyata.
-
29
d. Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan
menghilangnya
ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas
fungsi
hati tetap ada.
Beberapa agens penyebab virus, toksin, dan alkohol diduga
sebagai
penyebab cedera pada hati. Tumor nekrosis faktor-alfa (TNF-a)
dan
interleukin 6 muncul dalam sirkulasi selama infeksi dan cedera.
Melalui
ini menyebabkan set point di hipotalamus sebagai pusat
termoregulasi. Hal
ini dimanifestasikan dengan adanya demam.
Cedera pada hati dapat berdampak pada manifestasi ikterik.
Ikterus
(jaundice) merupakan kondisi tubuh memiliki terlalu banyak
bilirubin
sehingga sklera terlihat kuning. Cedera yang ada pada hati
mengakibatkan
gangguan suplai darah ke hati yaitu arteri hepatika yang
mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada parenkim, hati, hepatosit, dan
duktuli. Jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap
normal. Namun karena adanya peradangan pada sel hati menyebabkan
hati
tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau
menyekresikannya
akibat dari duktus intrahepatik yang terdesak. Penurunan
kemampuan hati
untuk mengeksresi bilirubin menyebabkan bilirubin yang telah
terkonjugasi bersirkulasi kembali ke dalam darah dan
meningkatkan
bilirubin conjugated (terkonjugasi) yang mempunyai sifat larut
lemak
tidak larut air. Akibat dari peningkatan bilirubin conjugated
dan
unconjugated di dalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh maka
pasien
terlihat ikterik.
Hati tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau
menyekresikannya akibat duktus intrahepatik yang terdesak.
Akibat
sekresi bilirubin terkonjugasi ke duodenum berkurang yang
berdampak
pada menurunnya kemampuan dalam mengemulsi lemak sehingga
tidak
toleran terhadap makanan berlemak. Selain itu, menurunnya
sekresi
bilirubin terkonjugasi ke duodenum menyebabkan menurunnya
pembentukan sterkobilin dan urobilinogen yang menyebabkan
feses
menjadi gelap, pucat seperti dempul (abolis).
-
30
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan
garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan
gatal-gatal
pada kulit. Selain itu fungsi hati dalam melakukan metabolisme
serta
regulasi lemak dan asam amino terganggu. Hal ini menyebabkan
peningkatan asam lemak dan asam amino dalam darah, keadaan
ini
menekan kontrol hipotalamus terhadap rasa lapar dan menyebabkan
pasien
tidak nafsu makan (anoreksia).
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi
saluran
empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke
hepar
(bilirubin, garam empedu, dan kolesterol) menyebabkan
peningkatan
SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna
sehingga
merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf
parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem
pencernaan di
usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung
dan
peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di
medula
oblongata dan pengaktifan saraf kranial ke wajah, kerongkongan,
serta
neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan
diafragma
sehingga menyebabkan muntah.
(Yasmara, D, Nursiswati, & Arafat, R. 2017)
-
31
4. Pathway
Gambar 2.1 Pathway Hepatitis (Nurarif, A.H, dan Kusuma, H,
2015)
Pengaruh alkohol, virus,
hepatis, toksin Inflamasi pada Hepar
Hipertermi Gangguan suplai darah
normal pada sel-sel hepar
Hepatomegali
Peregangan kapsula
hati
Perasaan tidak nyaman
dikuadran kanan atas
Kerusakan sel parenkim,
sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik
Anoreksia Nyeri akut
Ketidakseimbangan
nutrisi dari
kebutuhan tubuh
Gangguan metabolise
karbohidrat lemak dan
protein
Obstruksi
Glikogenesis menurun
Kerusakan konjungsi
Gangguan eksresi empedu Bilirubin tidak
sempurna dikeluarkan
melalui duktus
hepatikus
Ikterus
Bilirubin direk
meningkat
Retensi bilirubin
Regurgitasi pada duktuli
empedu intra hepatik
Birilubin direk meningkat
Glukoneogenesis
Glikogen dalam hepar
berkurang
Glikogenesis menurun
Glukosa dalam darah
berkurang
Resiko ketidakstabilan
kadar gula darah
Intoleransi aktivitas
Cepat lelah
Peningkatan garam
empedu dalam darah
pruritus
Perubahan kenyamanan
Resiko gangguan fungsi
hati
Larut dalam air
Eksresi kedalam kemih
Kemih gelap
-
32
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita Hepatitis secara umum menurut
Nurarif,A.H, dan Kusuma, H (2015) yaitu :
a. Anoreksia, malaise, mual, dan muntah
b. Gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotopobia, sakit
kepala dan
mialgia
c. Demam ditemukan pada infeksi HAV
d. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap
e. Pruritus (biasanya ringan dan sementara)
f. Nyeri tekan pada hati
g. Splenomegali ringan
h. Limfadenopati
Manifestasi klinis berdasarkan jenis Hepatitisnya menurut
Sujono
Riyadi (2011), yaitu :
a. Hepatitis A
Gejala awal Hepatitis A adalah ISPA ringan (flu dengan demam
ringan), pra ikterik : sakit kepala, fatigue, anoreksia, febris.
Fase
ikterik : gejala lanjut dapat timbul ikterus (puncak hari-10),
ikterus
pada sclera dan kulit, urin berwarna gelap, dyspepsia, nyeri
epigastrium, mual, muntah, nyeri ulu hati, flatulensi,
hepatomegali
dan splenomegali.
b. Hepatitis B
Gejala pada Hepatitis B, yaitu : atralgia, ruam, anoreksia,
dyspepsia, nyeri abdomen, pegal menyeluruh, tidak enak
badan,
lemah, penurunan berat badan, mual dan muntah. Ikterik
kadang-
kadang tidak tampak jika disertai tinja berwarna cerah, urine
berwarna
gelap. Hepatomegali (12-14 cm), nyeri tekan, dan
splenomegali.
c. Hepatitis C
Gejala pada hepatitis C ini, serupa dengan Hepatitis B, tidak
begitu
berat dan anicterik.
-
33
d. Hepatitis E
Gejala pada Hepatitis E ini serupa dengan Hepatitis A, sangat
berat
pada wanita hamil.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a Enzim-enzim serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH : meningkat
pada kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama
infark
miokardium.
b Bilirubin direk : meningkat pada gangguan eksresi
bilirubin
terkonjugasi.
c Bilirubin indirek : meningkat pada gangguan hemolitik dan
sindrom
gilbert.
d Bilirubin serum total : meningkat pada penyakit
hepatoseluler.
e. Protein serum total : kadarnya menurun pada berbagai gangguan
hati.
f. Masa protrombin : meningkat pada penurunan sintesis
protrombin
akibat kerusakan sel hati.
g. Kolesterol serum : menurun pada kerusakan sel hati, meningkat
pada
obstruksi duktus biliaris.
(Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2015)
7. Komplikasi
Komplikasi Hepatitis yang paling sering terjadi adalah
Sirosis.
Dalam keadaan normal (sehat), sel hati yang mengalami kerusakan
akan
digantikan oleh sel-sel yang baru. Pada sirosis, kerusakan sel
hati diganti
oleh jaringan parut. Semakin parah kerusakan, semakin besar
jaringan
parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang
sehat.
Pengurangan ini akan berdampak pada penurunan sejumlah fungsi
hati
sehingga menimbulkan sejumlah gangguan pada fungsi tubuh
secara
keseluruhan. (Sari, W, dan Indrawati, L. 2008)
-
34
8. Penatalaksanaan Hepatitis
Jika seseorang telah didiagnosis menderita Hepatitis, maka ia
perlu
mendapatkan perawatan. Pengobatan harus dipercepat supaya virus
tidak
menyebar. Jika tindakan penanganan lambat membuat kerusakan
lebih
besar pada hati dan menyebabkan kanker.
a. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis A
Penderita yang menunjukkan gejala Hepatitis A diharapkan
untuk
tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas
pelayanan
kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari gejala
yang
timbul. Dapat diberikan pengobatan simptomatik seperti
antipiretik dan
analgetik serta vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
nafsu
makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan
muntah.
b. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis B
Setelah diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada
beberapa cara pengobatan untuk Hepatitis B, yaitu pengobatan
oral dan
injeksi.
1) Pengobatan oral
a) Lamivudine : dari kelompok nukleosida analog, dikenal
dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun
anak-anak, pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzim
hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat monitor
berkesinambungan dari dokter.
b) Adefovir dipivoxil (Hepsera) : pemberian secara oral akan
lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi
akan
berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
c) Baraclude (Entecavir) : obat ini diberikan pada penderita
Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini
adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi
peningkatan
enzim hati.
-
35
2) Pengobatan dengan injeksi
Microsphere : mengandung partikel radioaktif pemancar sinar
B yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak
jaringan sehat disekitarnya. Injeksi Alfa Interferon (INTRON
A,
INFERGEN, ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala
pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau
lebih.
Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama
pada
penderita yang memiliki riwayat depresi sebelumnya. Efek
lainnya
adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit
menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan
pemberian antipiretik.
c. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C
Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian
obat
seperti Interferon Alfa, Pegylated interferon alfa dan
Ribavirin.
Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang
cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak
dapat
menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya.
(Nuarif & Kusuma, 2015)