-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku
Asmadi
(2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar
Manusia
Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow tedapat
dalam
kebutuhan fisiologis, karena oksigen (O2) sangat berperan dalam
vital bagi
kehidupan manusia kebutuhan oksigen (O2) dalam tubuh harus
terpenuhi,
apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan
terjadi
kerusakan pada jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung
lama akan
terjadi kematian kebutuhan dasar tersebut mencakup :
a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukan gas
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit
c. Kebutuhan makanan
d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
f. Kebutuhan aktivitas
g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh
h. Kebutuhan seksual
2. Definisi Oksigen
Menurut (Sulistyo Andarmoyo, 2012) oksigen merupakan kebutuhan
dasar
manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk
kelangsungan
metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ
dan sel tubuh. Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen
(O2) ke
dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen adalah salah satu
komponen gas
dan unsur vital dalamproses metabolisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan digunakan
dalam
metabolisme selmembentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang
merupakan
6
-
7
sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal.
Terapi oksigen
merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan
oksigenasi.
Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor
oksigen yang
adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi
stress pada miokardium (Potter & Perry,2006).
3. Fisiologi sistem pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh (insprasi) serta mengeluarkan
udara
yang mengandung karbon dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh
(ekspirasi).
Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga tahap, yaitu
ventilasi, difusi gas
dan transportasi gas.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses perpindahan gas-gas ke dalam dan keluar
paru-
paru. Ventilasi memerlukan kerjasama antara otot dan elastisitas
dari paru-
paru serta toraks, begitu juga dengan persarafannya. Otot
inspirasi pernapasan
utama adalah diagfragma.
b. Difusi
Difusi adalah suatu proses pertukaran gas-gas respirasi dalam
alveoli dan
kapiler-kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditranfer dari paru ke
darah,
sedangkan karbon dioksida ditranfer dari darah ke alveoli dan
dikeluarkan.
Pada tingkat jaringan, oksigen ditranfer dari darah ke jaringan,
sadangkan
karbon dioksida ditranfer dari jaringan ke darah untuk kembali
ke alveoli dan
dikeluarkan.
c. Transportasi gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Muttaqin,
2012).
-
8
4. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi
Faktor yang mempengaruhi oksigenasi dari sistem pernapasan
terdiri dari
faktor fisioogis, usia, gaya hidup, olah raga, penyalahgunaan
substansi,
lingkungan, dan stress.
a. Fisiologi
Proses lain yang mempengaruhi oksigenasi klien meliputi kelainan
yang
mempengaruhi kapasitas kandungan oksigen darah, seperti
anemia,
peningkatan kebutuhan metabolisme tubuh, seperti kehamilan atau
demam
dan infeksi, serta kelainan yang mempengaruhi pergerakan dinding
dada atau
sistem saraf pusat.
b. Usia
Perubahan yang terjadi karena penuaan yang mempengaruhi
sistem
pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem mengalami
gangguan
akibat perubahan seperti infeksi, stress, fisik atau emosional,
pembedahan,
anestesi atau prosedur lain. Perubahan-perubahan tersebut
diantaranya adalah
terjadinya penurunan kekuatan otot dan daya tahan, jumlah
pertukaran udara
menurun, dinding dadadan jalan napas menjadi lebih kaku dan
kurang elastis,
serta membrane mukosa menjadi lebih kering.
c. Gaya hidup
Olah raga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan
kedalaman
penapasan oleh karena itu juga dapat meningkatkan suplai O2di
dalam tubuh.
sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi
alveolar dan
pola napas dalam seperti yang dimiliki oleh orang yang memiliki
aktvitas
teratur dan mereka tidak mampu berespon secara efektif terhadap
sterssor
pernapasan.
d. Olah raga
Olah raga meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan
kebutuhan
oksigen. Frekuensi dan kedalaman repirasi meningkat, menyebabkan
individu
untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida
yang berlebihan.
-
9
e. Penyalahgunaan substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain yang berlebihan
mengganggu
oksigenasi jaringan dalam dua cara. Penggunaan alkohol dan
obat-obatan
tertentu menekan pusat pernapasan, menurunkan frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan serta jumlah oksigen yang dihirup. Penyalahgunaan
substansi
baik dengan merokok atau inhalasi, seperti kokain atau inhalasi
uap dari cat
atau kaleng lem, menyebabkan trauma langsung ke jaringan paru
yang
menyebabkan kerusakan paru yang permanen.
f. Faktor lingkungan
Lingkungan yang mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru
lebih
tinggi pada daerah berkabut dan daerah urban dibandingkan daerah
rural.
Selain itu, tempat kerja klien dapat meningkatkan risiko
penyakitparu.
Polutan lingkungan kerja meliputi asbes, bedak, debu serta serat
yang
beterbangan.
g. Stress
Stress yang terus berlanjut atau ansietas yang berat
meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Respons tubuh terhadap
ansietas
dan stress lain adalah dengan meningkatkan frekuensi dan
kedalaman
pernapasan. Sebagian individu mampu beradaptasi, tetapi sebagian
lagi
biasanya mereka yang dengan penyakit kronis atau penyakit yang
megancam
hidup tidak dapat menoleransi kebutuhan oksigen.
5. Tipe kekuragan oksigen dalam tubuh
Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah
yang
dipakai sbagai manifestasi kekurangaan oksigen tubuh, yaitu
hipoksemia,
hipoksia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat
diketahui dengan
melakukan pemeriksaan anaisa gas darah (AGD) dan oksimetri
(Tarwoto &
wartonah, 2015).
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi
oksigen dalam darah arteri atau saturasi oksigen dibawah
normal.keadaan ini
-
10
di sebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau
(shunt) atau berada
pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipokmesia, tubuh
akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkan
stroke volume, vasodilitas pembuluh darah, dan peningkatan nadi.
Tanda dan
gejala hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi 35
x/menit, nadi cepat
dan dangkal, serta sianosis.
b. Hipoksia
Hipoksia merupakan keadaan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen
yang di
inspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat
seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti
spontan. Tanda-
tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya
kemampuaan
konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,
sianosis, serta
sesak napas.
c. Gagal napas
Gagal napas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh
memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan
ventilasi
secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran karbon
dioksida dan
oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan CO2dan
penurun
O2dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan
oleh
gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan,
kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemhan
otot
pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
d. Perubahan pola napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa
sekitar 18-
22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi.
Pernapasan normal disebut eupnea. Menurut (Tarwoto &
Wartonah, 2015)
Perubahan pola napas dapat berupa:
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien
asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas atau berhenti napas.
-
11
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih
dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan
frekuensi kurang dari 16 x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernapasan dengan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada
penyakit
uremia.
6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam
kemudian
berangsur-angsur dangkal dan di ikuti periode apnea yang
berulang secara
teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung dan
penyakit
ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan
periode tidak teratur, misalnya pada penyakit meningitis.
8) Orthopnea, merupakan kesulita bernapas kecuali dalam posisi
duduk atau
berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami
kongestif paru (Aziz Hidayat, 2009).
9) Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai
dengan
pergerakan dinding paru yang berlawanan arah darikeadaan normal
(Aziz
Hidayat, 2009).
10) Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena
penyempitan
pada saluran pernapasan. Pola ini ditemukan pada kasus spasme
trackea
atau obstruksi laring (Aziz Hidayat, 2009)
6. Perubahan fungsi pernapasan
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah
O2
dalam paru-paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.
Hiperventilasi dapat
disebabkan oleh kecemasan, infeksi atau sepsis, keracunan
obat-obatan serta
ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan
embolus
paru atau syok.
-
12
b. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
untuk
memenuhi penggunaan O2tubuh atau untuk mengeluarkan CO2
dengan
cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelaktasis (kolaps paru).
Tanda dan
gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,
penurunan
kesadadaran, desoreintasi, kardiakdistrima, ketikseimbangan
elektrolit,
kejang, dan arrest.
7. Terapi pemenuhan kebutuhan oksigen
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari udara
atmosfer
(Tarwoto & Wartonah, 200). Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimakan
oksigenasi jaringan dan mencegah asidosi respiratorik, mencegah
hipoksia,
menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung.
Indikasi terapi oksigen diberikan pada:
a. Perubahan frekuensi atau pola napas.
b. Perubahan atau gangguan pertukaran gas/ penurunan gas.
c. Hipoksemia.
d. Menurunnya kerja napas.
e. Menurunnya kerja miokard dan trauma berat.
Menurut Tarwoto & Wartnah (2010) Pemberian oksigen atau
terapi oksigen
dapat dilakukan deng metode berikut ini :
1) Sistem aliran rendah
Pemberian oksigen dengan sistem ini ditujukan pada pasien
yang
membuttuhkan oksigen tetapi masih mampu bernapas dengan normal.
Sistem
ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Pemberian oksigen dengan aliran rendah sebagai berikut:
a) Nasal kanula,di berikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit
dengan
konsetrasi oksigen 24-44%.
b) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau
selang-
seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%.
-
13
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini
memiliki
kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan
ekspirasi.
Pada saat pasien inspirasi, oksigen masuk daris sungkup melalui
lubang
antara sungkup dan kantong reservior, ditambah oksigen dari
udara kamar
yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen
8-12
liter/menit, dengan konsentrasi 60-80%.
d) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkupini
mempunyai
2 katup; satu katup terbuka saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi,
dan satu katup yang fungsiya mencegah udara kamar masuk pada
saat
inspirasi dan akan membuka saat ekspirasi. Pemberian oksigen
dengan
aliran 10-12 literj/menit, dengan konsentrasi oksigen
80-100%.
2) Sistem aliran tinggi
Penggunaan teknik ini dijadikan konsentrasi oksigen lebih stabil
dan tidak
dipegaruhi tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen
lebih cepat. Misalnya melalui sungkup muka dengan ventury.
Tujuan utama
inhalasi dengan aliran tinggi ini adalah untuk mengoreksi
hipoksia dan
asidema. Hipoksemia, hiperkapnia, dan hipotensi. Hal
tersebutmenyebabkan
perlunya koreksi dengan segera untuk menghindari kerusakan
otak
irreversibleatau kematian.
a) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan
vibrating
padapasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini
dilakukan
dengan tujuan meningkatkan efesiensi pola pernapasan dan
membersihkan
jalan napas.
b) Napas dalam
Napas dalam merupakan bentuk latihan napas yang terdiri atas
pernapasan abdominal (diagfragma) dan purse lips breathing.
-
14
c) Latihan batuk efektif
Latihan betuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang
tidak
memiliki kemapuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau
benda asing
di jalan napas (Tarwoto & wartonah, 2010).
d) Penghisapan lendir (suction)
Penghisapan lendir merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan
pada pasien yang tidak mampu megeluarkan sekret atau lendir
sendiri.
Tindakan ini bertujuan untuk membersihkan jalan napas dan
memenuhi
kebutuhan oksigenasi.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan Gangguan Oksigenasi
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada PPOK yaitu:
a. Anamnesis
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada
sistem pernapasan merupakan hal utama yang dilaksanakan
perawat.
Menurut Mutaqqin (2012) terdiri dari:
1) Identitas
Berisi biografi klien mencakup usia, jenis kelamin,
pekerjaan
(terutama yang berhubungan dengan tempat kerja), dan tempat
tinggal.
Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta
apakah
klien tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika
perawat
melakukan perencanaan pulang-discharge planning).
2) Keluhan utama
Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan klien
tentang kondisi saat ini dan menentukan prioritas intervensi.
Keluhan
yang biasa terjadi pada PPOK antara lain:
a) Batuk kronis : terjadi berselang atau setiap hari, dan
seringkali terjadi
sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk
malam hari)
-
15
b) Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna
kuning, hijau
atau kekuningan bila terjadi infeksi
c) Bronkitis akut : terjadi secara berulang
d) Sesak napas (dispnea): bersifat progresif sepanjang waktu,
terjadi setiap
hari, memburuk jika berolah raga, dan memburuk jika terkena
infeksi
pernapasan
e) Riwayat paparan terhadap faktok risiko : merokok, partikel
dan senyawa
kimia, asap dapur (Ikawati, 2016).
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang berisi tentang perjalanan
penyakit
yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah
Sakit.
4) Riwayat kesehatan masalalu
Pengkajian riwayat dahulu ini menanyakan tentang penyakit
yang
pernah dialami klien sebelumnya. Misal, apakah klien pernah
dirawat
sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit
yang
berat,apakah mempunyai keluhan yang sama, adakah pengobatan
yang
pernah dijalani dan riwayat alergi karena beberapa obat yang
diminum oleh
klien sebelumnya. Serta menanyakan tentang riwayat merokok (usia
ketika
mulai merokok, rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari,
usia ketika
melepas kebiasaan merokok).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga bertempat tinggal atau bekerja di
area
dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi pada keluarga,
adanya
riwaya asma pada saat anak-anak.
6) Riwayat pekerjaan dan gaya hidup
Mengkaji situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial,
kebiasaan dalam pola hidup misalnya minum alkohol, atau obat
tertentu.
Kebiasaan merokok seperti sudah berapa lama merokok, berapa
batang per
hari, dan jenis rokok yang dihisap.
-
16
7) Pengkajian pola sistem
a) Pola menajemen kesehatan
Mengkaji adanya peningkatan aktivitas fisik yang berlebih,
terpapar
dengan polusi udara, serta infeksi saluran pernapasan dan perlu
juga
mengkaji tentang obat-obatan yang biasa dikomsumsi pasien.
b) Pola nutrisi metabolik
Hal yang paling umum terjadi yaitu anoreksia, penurunan berat
badan dan
kelemahan fisik.
c) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun
gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK pasien.
d) Pola aktivitas sehari-hari
Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien mulai dari sebelum dan
saat pasien
sakit.
e) Pola istirahat-tidur
Mengkaji kebiasaan tidur pasien/masalah ganguan tidur.
f) Pola persepsi kognitif
Mengkaji adanya kelainan pola persepsi kognitif. Stressor
akan
memungkinkan dyspnea.
g) Pola konsepsi diri dan persepsi diri
Mengkaji persepsi pasien tentang penyakitnya.
h) Pola hubungan-peran
Gejala PPOK sangat membatasi pasien untuk menjalankan
perannya
sehari-hari.
i) Pola reproduksi seksual
Mengkaji adanya masalah seksualitas yang dialami pasien.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha
dan
frekuensi pernapasan, serta pengunaan otot bantu napas. Pada
saat
-
17
inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada
barrel chest
akibat udara yang tertangkap, penipisan masa otot, bernapas
dengan bibir
yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi padasaat beraktivitas bahkan pada
aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
batuk
produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam
mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Normalnya taktil fremitus akan terasa pada individu yang sehat
dan akan
meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu, palpasi juga
dilakukan
untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri
tekan,
abnormalitas massa dan kelenjar, denyut nadi, sirkulasi perifer,
dll.
3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor.
Normalnya,
dada menghasilkan bunyi resonan.
4) Auskultasi
Pada klien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi
dan
wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada
bronkhiolus.
5) Pemeriksaan diagnostik
Menurut muttaqin (2012) terdiri dari :
a) Pengukuran fungsi paru
(1) Kapasitas inspirasi menurun
(2) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan
asma.
(3) FEV3 selalu menurun derajat obstruksi progresif penyakit
paru
kronis.
b) Analisa gas darah
Pada pasien PPOK, PaO2menurun, PCO2meningkat, sering
menurun pada asma. Nilai pH normal, asidosis, alkalosis,
respiratorik
ringan sekunder.
-
18
c) Pemeriksaan labolatorium
Dilakukan dengan pengambilan darah vena, pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematoktit (Ht),
dan
eritrosit. Pada pasien PPOK hemoglobin dan hematokrit
meningkat
pada polisitemia sekunder, jumlah darah, eosinofil dan total
IgE
meningkat, sedangkan SaO2oksigen menurun.
d) Pemeriksaan spuntum
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman
patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia
dan
hemophylus influenza.
e) Pemeriksaan radiologi thoraks foto
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung,
dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal
(foto
lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan
menyempit.
f) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock
wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi
aksis ke
kanan, gelombang P tinggi pada hantaran II, III, dan VF. Voltase
QRS
rendah. Di V1rasio R/S lebih dari 1 dan di V6+ V1rasio R/S
kurang dari
satu.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigenasi
menurut
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016) adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas .
c. Pola napas tidak efektif
d. Resiko aspirasi
e. Gangguan penyapihan ventilator
f. Gangguan ventilasi spontan
-
19
Diagnosa Keperawatan menurut Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (2016) yang akan di jelaskan pada tabel 2.1 dibawah ini
:
Dx Definisi Penyebab/faktor risiko Gejala dan Tanda Kondisi
klinis terkait
Mayor Minor
a. Ketidakmampuan
membersihkan sekret
atau obstruksi jalan
napas untuk
mempertahankan jalan
napas tetap paten.
Fisiologis :
1. Spasme jalan napas 2. Hipersekresi jalan napas 3. Disfungsi
neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan napas 5. Adanya jalan
napas buatan 6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan
napas 8. Proses infeksi 9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (misalnya anastesi)
Situasional:
a. Merokok aktif dan pasif b. Terpanjan polutan
Subjektif : -
Objektif :
Batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, spuntum
berlebih, mengi
(wheezing), ronkhi kering,
mekonium di jalan napas
(pada neontus).
Subjektif : Dispnea, sulit
bicara dan ortopnea.
Objektif :
Gelisah, sianosis, bunyi
napas menurun, frekuensi
napas menurun, frekuensi
napas berubah, pola napas
berubah.
Gullian barre syndrom,
sklerosis multiple,
myasthenia gravis,
prosedur diagnostik
(misal bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography),
depresi sistem saraf pusat,
cedera kepala, stroke,
kuadriplegia,sindrom
aspirasi mekonium,
infeksi saluran napas.
b. Kelebihan atau
kekurangan oksigenasi
dan atau eliminasi
karbondioksida pada
membran alveolus-
kapiler.
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Subjektif : Dispnea
Objektif : PCO2 meningkat/menurun,
takikardi, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi
napas tambahan.
Subjektif :
Pusing, penglihatan kabur.
Objektif :Sianosis,
diaforesis, gelisah, napas
cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler,
dalam/dangkal), warna kulit
abnormal (misal pucat dan
kebiruan), kesadaran
menurun.
Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), gagal
jantung kongestif, asma,
pneumonia, tuberkulosi
paru, penyakit membran
hialin, asfiksia, persistent
pulmonary hypertension
of newborn (PPHN),
prematuritas, infeksi
saluran napas
19
-
20
c. Inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi
adekuat.
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (misal
nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6.Gangguan neurologis (misal
elektroensefalogram [EEG]
positif, cedera kepala, gangguan
kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventiasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Subjektif : Dispnea.
Objektif : Penggunaan
otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola
napas abnormal (misal
takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes).
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan
pursed-lip,
pernapasancuping hidung,
diameter thoraks anterior-
posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun,
ekskursi dada berubah.
Depresi sistem saraf,
cedera kepala,trauma
thoraks, gullian barre
syndrom, multiple
sclerosis, myasthenia
gravis, stroke,
kuadriplegia, intoksikasi
alkohol.
d. Berisiko mengalami
masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi
orofaring, benda cair
atau padat ke dalam
saluran trakeobronkhial
akibat disfungsi
mekanisme protektif
saluran napas.
Faktor risiko
1. Penurunan tingkat kesadaran 2. Penurunan refleks muntah
dan/atau batuk
3. Gangguan menelan 4. Disfagia 5. Kerusakan mobilitas fisik 6.
Peningkatan residu lambung 7. Peningkatan tekanan
intragastrik
Cedera kepala, stroke,
cedera medula spinalis,
keracunan obat alkohol,
pembesaran uterus,
sklerosis multipel dan
prematuritas.
20
-
21
8. Penurunan motilitas gastrointestinal
9. Perlambatan pengososongan lambung
10. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan dan
bernapas
e. Ketidakmampuan
beradaptasi dengan
pengurangan bantuan
ventilator mekanik yang
dapat menghambat dan
memperlama proses
penyapihan.
Fisiologis
1. Hipersekresi jalan naps 2. Ketidakcukupan energi 3. Hambatan
upaya napas (misal
nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan,
efek sedasi)
Psikologis
1. Kecemasan 2. Perasaan tidak berdaya 3. Kurang terpapar
informasi
tentang proses penyapihan
4. Penurunan motivasi 5. Situasional 6. Ketidakadekuatan
dukungan
sosial
7. Ketidaktepatan kecepatan proses penyapihan
8. Riwayat kegagalan berulang dalam upaya penyapihan
9. Riwayat ketergantungan ventilator >4 hari
Subjektif : -
Objektif : Frekuensi napas
meningkat, pengunaan otot
bantu napas, napas
mengap-mengap (gasping),
upaya napas dan bantuan
tidak sinkron, napas
dangkal, agitas, dan nilai
darah arteri abnormal.
Subjektif : Lelah,fokus
meningkat pada pernapasan,
dan gelisah.
Objektif : Auskultasi suara
inspeksi menurun, warna
kulit abnormal (misal pucat
dan sianosis), napas
paradoks abdominal dan
diaforesis.
cedera kepala, gagal
napas, transplatasi jantung
dan displasia
bronkopulmonal.
F.
Penurunan cadangan
Faktor risiko
Subjektif : Dispnea
Subjektif : -
Penyakit paru obstruktif
21
-
22
energi
yangmengakibatkan
individu tidak mampu
bernapas secara adekuat.
1. Gangguan metabolisme
2. Kelelahan otot pernapasan
Objektif : Pengunaan otot
bantu napas meningkat,
volue tidal menurun, PCO2 meningkat, PCO2 menurun,
SaO2 menurun
Objektif : Gelisah dan
takikardia
kronis (PPOK), asma,
cedera kepala, gagal
napas, bedah jantung dan
infeksi saluran napas.
3. Intervensi
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan
kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (2018) dijelaskan dalam tabel 2.2 dibawah ini :
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien menunjukkan jalan napas
yang bersih ditandai dengan kriteria hasil
sebagai berikut :
Status pernapasan : kepatenan jalan napas
- tidak ada sekret Pertukaran gas
- pasien mampu mengeluarkan sekret Ventilasi
RR dalam batas normal
Latihan batuk efektif
Observasi :
- Identifikasi kemampuan batuk - Monitor adanya retensi sputum -
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas - Monitor input dan
output cairan (misal jumlah
dan karakteristik)
Terapeutik :
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pasang perlak dan
bengkok - Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuandan prosedur batuk efektif - Anjurkan tarik
napas dalam melalui hidung
selm 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
- Dukungan kepatuhan program pengobatan - Edukasi fisioterapi
dada - Edukasi pengukuran respirasi - Fisioterapi dada - Konsultasi
via telpon - Manajemen asma - Manajemen alergi - Manajemen
anafiklasis - Manajemen isolasi - Manajemen ventilasi mekanik -
Manajemen jalan napas buatan - Pemberian obat inhalasi - Pemberian
obat interpleura - Pemberian obat intradermal - Pemberian obat
nasal - Pencegahan aspirasi
22
-
23
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
Manajemen jalan napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat -
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi
- Pengaturan posisi - Penghisapan jalan napas - Penyapihan
ventilasi mekanik - Perawatan trakheostomi - Skrining tuberkulosis
- Stabilitasasi jalan napas - Terapi oksigen
23
-
24
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi
sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru - Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen -
Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat ditandai dengan
kriteria hasil :
Status pernapasan
-Klien mampu mengeluarkan sekret
Ventilasi
RR dalam batas normal
Pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi
sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Dukungan berhenti merokok - Dukungan ventilasi - Edukasi
berhenti merokok - Edukasi pengukuran respirasi - Edukasi
fisioterapi dada - Fisioterapi dada - Observersi jalan napas buatan
- Konsultasi via telpon - Manajemen ventilasi mekanik - Pencegahan
aspirasi - Pemberian obat
24
-
25
- Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen - Monitor
nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan - Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
Terapi oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen - Monitor posisi alat terapi
oksigen - Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (misal oksimetri, analisa
gas darah), jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi - Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas - Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen - Berikan oksigen tambahan, jika perlu - Tetap
berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura -
Pemberian obat intradermal - Pemberian obat intramuskular
- Pemberian obat intravena.
25
-
26
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi pengguanaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.
Pola napas tidak efektif
Tujuan :
Setelah dilakuka tindakan keperawatan
diharapkan pola napas klien teratur ditandai
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Status pernapasan : Kepatenan jalan napas
- Irama napas irreguler Ventilasi
- RR dalam batas normal Tanda tanda vital
- TTV dalam batas normal
Manajemen jalan napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat -
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Dukungan emosional - Dukungan kepatuhan program pengobatan -
Dukungan ventilasi - Edukasi pengukuran respirasi - Konsultasi via
telpon - Manajemen energi - Manajemen jalan napas buatan -
Manajemen Medikasi - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat
interpleura - Pemberian obat intradermal - Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral - Pencegahan aspirasi - Pengaturan posisi
- Perawatan selang dada.
26
-
27
- Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi
sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru - Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen -
Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
Risiko aspirasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien tidak menunjukkan risiko
aspirasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
- Irama dan frekuensi pernapasan normal
- Jalan napas paten, mudah bernapas, dan
tidak ada suara napas abnormal
Manajemen jalan napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
- Dukungan perawatan diri, makan/minum - Insersi selang
nasogastrik - Manajemen jalan napas buatan - Manajemen kejang -
Manajemen muntah - Manajemen sedasi - Manajemen ventilasi mekanik -
Pemantauan respirasi 2
7
-
28
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat -
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Pencegahan Aspitrasi
- Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan
menelan
- Monitor status pernapasan - Monitor bunyi napas, terutama
setelah makan
dan minum
- Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi asupan
oral
Terapeutik
- Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi
asupan oral
- Pemberian makanan - Pemberian makanan enternal - Pemberian
obat - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura -
Pemberian obat intravena - Pengaturan posisi - Penghisapan jalan
napas - Perawatan pasca anestesi - Perawatan selang
gastrointestinal - Resusitasi neonatus
- Terapi menelan
28
-
29
- Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien
tidak sadar
- Pertahankan kepatenan jalan napas (misal teknik head tilt chin
lift, jaw thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi sekret
meningkat
- Sediakan suction di ruangan - Hindari memberi makan melalui
selang
gastrointestinal, jika residu banyak
- Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
- Berikan obat oral dalam bentuk cair Edukasi
- anjurkan makan secara berlahan - ajarkan strategi mencegah
aspirasi
- ajarkan teknk mengunyah atau menelan, jika
perlu
29
-
30
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung
dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2010). Tujuan
dari
implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang
telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan
asuhan
keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama
tahap
implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam, 2008).
Jenis jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah
:
a. Secara mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien
dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena
adanya
stressor.
b. Saling ketergantugan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim
kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi dan
lain-lain.
c. Rujukan/ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya
dokter, psikiatri, ahli gizi dan lainnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap
ini sangat
penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien.
Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang
diharapkan
telah terpenuhi bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan
yang telah
dilakukan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian
bagi perawat
-
31
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi dan pelayanan telah
berhasil
(Potter & Perry, 2009).
C. Konsep PPOK
1. Definisi PPOK
Penyakit pernapasan obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit
yang
ditandai oleh keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas
yang tidak
sepenuhnya dapat dipulihkan. PPOK meliputi empisema, bronkitis
kronis
atau kombinasi dari keduanya. Empisema digambarkan sebagai
kondisi
patologis pembesaran abnormal rongga udara di bagian distal
bronkiolus dan
kerusakan dinding alveoli, sedangkan bronkitis kronis merupakan
kelainan
saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
tiga bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya duatahun berturut-turut
(Smeltzer &
Bare, 2006).
Emfisema merupakan perubahan anatomi parenkim paru ditandai
dengan
pelebaran dinding alveolus, ductus alveolar, dan destruksi
dinding alveolar,
sedangkan asma bronchial adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan
tanggapan reaksi yang meningkat dari trachea dan bronchus
terhadap
berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernapas
yang disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari saluran
pernapasan
(Muttaqin, 2012).
2. Etiologi PPOK
Menurut (Zullies Ikawati, 2016) ada beberapa faktor risiko
utama
berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor
paparan
lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan
antara lain
adalah :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko
30
kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok,
dan
merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih
15-20%
perokok akan mengalami PPOK.
-
32
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan
keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun
dan debu
gandum, dan asbes, mempunyai risiko yanglebih besar daripada
yang bekerja
di tempat selain yang disebutkan di atas.
c. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal
dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi dari
dalam
rumah misalnya asap dapur.
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan secara kronis
merupakan suatu
pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari
paparan rokok.
Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian
inflamasi yang
dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan
frekuensi
eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua
ini
meningkatkan risiko kejadian PPOK.
Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya antara
lain adalah :
1) Usia
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK.
Pada
pasien yang di diagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan
besar
dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi a1-antitripsin.
Namun
kejadian ini hanya dialami
-
33
3) Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi pru-paru merupakan faktor risiko
terjadinya
PPOK, misalnya defisiensi immunoglobulinatau infeksi pada masa
kanak-
kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan
fungsi paru-
paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan
dengan waktu
daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko
terhadap
berkembangnya PPOK.
3. Tanda dan gejala PPOK
Menurut (Zullies Ikawati, 2016) diagnosa di tegakkan berdasarkan
adanya
gejala-gejala meliputi batuk kronis, produksi spuntum, dispnea,
dan riwayat
paparan suatu faktor risiko. Indikator kunci untuk
mempertimbangkan
diagnosis PPOK adalah sebagai berikut :
a. Batuk kronis : terjadi berselang atau setiap hari, dan sering
kali terjadi
sepanjang hari (tidak seperti asmayang terdapat gejala batuk
pada malam
hari).
b. Produksi sputum secara kronis : semua pola produksi spuntum
dapat
mengindikasikan adanya PPOK.
c. Bronkitis akut : terjadi secaraberulang
d. Sesak napas (dispnea) : bersifat progresif sepanjang waktu,
terjadi setiap
hari, memburuk jika berolah raga, dan memburuk jika terkena
infeksi
pernapasan.
e. Riwayat paparan terhadap faktor risko : merokok, partikel dan
senyawa
kimia, asap dapur.
Adapun gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :
1) Smoker’s cough : biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang
dingin,
kemudian berkembang menjadi sepanjang tahun.
2) Spuntum : biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna
kuning, hijau
atau kekuningan bila terjadi infeksi.
3) Dispnea : terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran
pernapasan.
4) Lelah, lesu
-
34
5) Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah,
terengah-engah).
Pada gejala berat, dapat terjadi :
a) Sianosis : terjadi kegagalan respirasi
b) Gagal jantung dan edema perifer
c) Plethoric complexion : yaitu pasien menunjukkan gejala wajah
yang
memerah yang disebabkan polycythemia(erythrocytosis, jumlah
erythrosit
yang meningkat), hal ini merupakan respon fisiologis normal
karena kapasitas
pegangkutan oksigen yang berlebih.
4. Patofisiologi
Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang
beragam
bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis terjadi
penumpukan lendir
da sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas.
Pada
efmfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida
terjadi
aibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan overekstensi
ruang udara
dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan
embatasi jumlah
udara yang mengalir kedalam paru-paru.
Protokol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini,
meski
patofisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan
spesifik. PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan
dengan
interiksi genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan
paparan dari
tempat kerja (terhadap batu bara, kapas dan padi-padian)
merupakan faktor
yang risiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini.
Prosesnya terjadi
dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK merpakan kelainan
dengan
kemajuan lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
menunjukkan awitan (onset) gejala klinisya seperti kerusakan
fungsi paru.
PPOK sering terjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya,
tetapi
insedennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia (Muttaqin,
2012).
-
35
-
36
5. Penatalaksanaan terapi
Tujuan terapi PPOK stabil adalah memperbaiki keadaan obstruksi
kronik,
mengatasi dan mencegah eksaserbasi akut, menurunkan
kecepatan
perkembangan penyakit, meningkatkan keadaan fisik dan psikologis
pasien
sehingga pasien dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari,
menurunkan
jumlah hari tinggal dirumah sakit dan menurunkan angka
kematian.
Sedangkan tujuan terapi pada eksaserbasi akut adalah untuk
memelihara
fungsi pernapasan dan memperpanjan survival.
a. Terapi non-farmakologis
Termasuk dalam terapi non-farmakologis adalah menghentikan
rokok,
rehabilitasi, aktivitas fisik, hygiene paru, dan vaksinasi.
1) Perhentian merokok
Merokok merupakan tahap pertama yang penting dapat
memperlambat atau memburuknya tes fungsi paru-paru,
menurunkan
gejala, dan meningkatnya kualitasnya hidup pasien. Selain itu,
perlu
menghindari polusi udara.
2) Rehabilitasi
Secara komprehensif termasuk fisioterapi, latihan
pernapasan,
latihan relaksasi, perkusi dada dan drainase postural,
mengoptimalkan
perawatan medis, mendukung secara psikososial, dan
memberikan
edukasi kesehatan. Perlu diberikan hidrasi secukupnya (minum air
cukup
8-10 gelas sehari), dan nutrisi yang tepat, yaitu diet akan kaya
protein
dan mencegah makanan berat menjelang tidur.
3) Aktifitas fisik
Terapi berupa aktivitas fisik yang sesuai sangat perlu
dilakukan
dengan suatu program latihan khusus dengan suatu program
latihan
khusus untuk menderita PPOK.
4) Hygiene paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekresi paru,
meningkatkan kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi.
Dilaksanakan
dengan nebulizer, fisioterapi dada, dan postural drainase.
-
37
5) Vaksinasi
Vaksinasi disarankan bagi mereka yang memiliki faktor risiko
tinggi terhadap infeksi pneumococcus maupun viral. Namun
untuk
vaksinasi ini disesuaikan dengan kebijakan RS setempat
maupun
ketersediaannya (Zullies Ikawati, 2016).
b. Terapi farmakologis
Penggunaan obat ditujukan untuk mengurangi gejala,
mengurangi
frekuensi dan keparahan serangan, memperbaiki status kesehatan
dan
meningkatkan kemampun aktivitas fisik.
Obat-obatan yang digunakan :
a) Bronkodilator
b) Antikolinergik
c) Kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik
d) Metilksatin
e) Golongan metilksatin
f) Kortkosteroid
g) Antibiotik
h) Terapi oksigen jangka panjang (long term) cara pemberian
dengan nasal
kanula hidung yang menyalurkan 24-28% oksigen (1-2
liter/menit).