16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Menstruasi adalah pengeluaran cairan berupa darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus atau vagina secara berkala selama masa usia reproduktif (Ramaiah, 2006). Menstruasi terjadi dalam interval-interval kurang lebih teratur, siklus, dan dapat diperkirakan waktu-waktunya, sejak menarche sampai menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi farmakologis (Cunningham, 2005). Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah berasal dari rahim dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim yang mengalami proses kemunduran dan kerusakan akibat sel telur yang tidak dibuahi. Pada umumnya, darah bersifat cair atau hanya sedikit mengandung bekuan darah, berwarna merah atau merah tua. Lamanya pendarahan haid berlangsung antara 2-6 hari. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus menstruasi. Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11 tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan yang dimulai dari menarche sampai terjadinya menopause (Kusmiyati, 2011). Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya perdarahan pada hari pertama dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Umumnya, siklus menstruasi yang terjadi berkisar antara 21-40 hari. Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause (Kusmiyati, 2011).
32
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/53432/3/BAB II.pdf · Sedangkan siklus anovulasi adalah siklus haid tanpa ovulasi sebelumnya. Gonadotropin-releasing
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Menstruasi
2.1.1 Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah pengeluaran cairan berupa darah, mukus, dan debris sel
dari mukosa uterus atau vagina secara berkala selama masa usia reproduktif
(Ramaiah, 2006). Menstruasi terjadi dalam interval-interval kurang lebih teratur, siklus,
dan dapat diperkirakan waktu-waktunya, sejak menarche sampai menopause kecuali
saat hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi farmakologis
(Cunningham, 2005).
Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah berasal dari
rahim dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim yang mengalami proses
kemunduran dan kerusakan akibat sel telur yang tidak dibuahi. Pada umumnya, darah
bersifat cair atau hanya sedikit mengandung bekuan darah, berwarna merah atau
merah tua. Lamanya pendarahan haid berlangsung antara 2-6 hari. Menstruasi yang
berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus menstruasi.
Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11 tahun.
Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun. Menstruasi
merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan yang
dimulai dari menarche sampai terjadinya menopause (Kusmiyati, 2011).
Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya perdarahan pada hari
pertama dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Umumnya, siklus
menstruasi yang terjadi berkisar antara 21-40 hari. Hanya 10-15% wanita yang
memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat
setelah menarche dan sesaat sebelum menopause (Kusmiyati, 2011).
17
2.1.2 Fisiologi Menstruasi
Mensteruasi normal merupakan hasil akhir suatu siklus ovulasi. Siklus ovulasi
diawali dari pertumbuhan beberapa folikel antral pada awal siklus, diikuti ovulasi dari
satu folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Kurang lebih 14 hari
pasca ovulasi, bila tidak terjadi pembuahan akan diikuti dengan menstruasi.
Sedangkan siklus anovulasi adalah siklus haid tanpa ovulasi sebelumnya. Gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) yang disekresi hipotalamus mengontrol siklus pada ovarium
dan uterus. Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) merangsang dilepaskannya Follicle-
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) oleh pituitari anterior.
Follicle-Stimulating Hormone (FSH) berperan dalam pertumbuhan folikel, sedangkan
Luteinizing Hormone (LH) berperan dalam perkembangan dari folikel tersebut. Follicle-
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) menstimulasi folikel-folikel
untuk mensekresikan estrogen. Selain itu, Luteinizing Hormone (LH) juga berperan
untuk merangsang theca cells dari suatu folikel yang sedang berkembang untuk
mensekresi androgen. Androgen yang dihasilkan ini nantinya akan dikonversi menjadi
estrogen karena adanya pengaruh dari Follicle-Stimulating Hormone (FSH). Luteinizing
Hormone (LH) akan memicu terjadinya ovulasi dan pembentukan corpus luteum,
corpus luteum akan menghasilkan estrogen, progesteron, relaxin dan inhibin (Tortora
& Derrickson, 2012).
Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron.
Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung
ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen
ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab
terhadap perkembangan dan pemeliharaan organorgan reproduktif wanita dan
karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen
18
memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan
siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan
yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon
yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran
mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi
kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk
mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh
ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam
perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzanne, 2001).
Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun
setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Pada umumnya
menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama perdarahannya
sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40cc. Puncak
pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian pembalut
sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba, 2007).
2.1.3 Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama menstruasi sampai
datangnya menstruasi periode berikutnya sedangkan panjang siklus menstruasi adalah
jarak antara tanggal mulainya menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-
35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari dengan
lamamenstruasi 3-5 kali dan panjangnya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia,
berat badan, tingkat stress, genetik dan gizi (Isnaeni, 2010).
Siklus menstruasi yang tidak teratur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah perubahan kadar hormon akibat stress dalam keadaan emosi yang
kurang stabil. Selain itu perubahan drastis dalam porsi olahraga atau perubahan berat
19
badan yang drastis juga mampu memjadi penyebab ketidak teraturan siklus
menstruasi (Mulastin, 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2010)
sebagian besar 68% perempuan di Indonesia berusia 10-59 tahun melaporkan haid
teratur dan 13,7% mengalami masalah siklus haid yang tidak teratur dalam 1 tahun
terakhir. Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di
ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di
endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase
proliferasi dan fase ekskresi.
1. Siklus Endometrium
Pada siklus endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :
1) Fase Menstruasi
Fase menstruasi berawal dari hari pertama menstruasi sampai hari ke lima.
Proses mentruasi terjadi karena penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam
darah, sebagai akibat tidak berfungsinya korpus luteum. Berkurangnya bahkan tidak
adanya dua hormon tersebut, endometrium hancur dan mulai luruh. Menstruasi
merupakan peluruhan endometrium uterus yang terdiri dari jarigan dan darah
(Warianto, 2011).
2) Fase Proliferasi
Fase proliferasi, segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis
dan dalam stadium istirahat, yang berlangsung kira-kira 5 hari. Kadar estrogen yang
meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma endometrium
untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar akan menjadi hipertropi dan
berproliferasi dan pembuluh darah menjadi banyak sekali. Kelenjar-kelenjar dan
stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertumbuh panjang tetapi tetap
20
lurus dan berbentuk tubulus. Lamanya fase proliferasi sangat berbeda-beda pasa
setiap wanita dan berakhir pada saat terjadinya ovulasi (Kusmiyati, 2011).
Fase ini merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak
sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari,
hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal
dalam sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Sejak saat itu, terjadi
penebalan 8-10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi dibagi menjadi 3
tahap, yaitu Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini
dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel. Fase
proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan
bentuk transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang
tinggi. Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase
ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis.
3) Fase sekresi/luteal
Fase sekresi, terjadi setelah ovulasi dibawah pengaruh progesteron yang
meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium
semakin menebal dan menjadi seperti beludru, dilengkapi dengan jaringan yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya janin apabila dibuahi. Apabila tidak
dibuahi maka jaringan tersebut akan luruh (Kurniawan, 2016).
4) Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang
mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen
dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke
21
endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah
dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
Pada fase ini terdapat 2 tahap, yaitu Fase sekresi dini, pada fase ini
endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan dan fase
sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi
lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung
glikogen dan lemak. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel, desidua, terutama yang
ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya
nidasi (Redeer, 2011).
2. Siklus Ovarium
Ovarium merupakan organ utama perempuan, karena dalam ovarium terjadi
proses pembentukan sel telur melalui proses oogenesis. Ovarium mengandung
banyak folikel primordial yang akan mengalami pertumbuhan hingga terjadi ovulasi.
Sebelum pubertas, ovarium masih dalam keadaan istirahat, tetapi ketika masa
pubertas hipofisi anterior mulai mensekresi hormon gonadotropin yaitu. Follicle-
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), folikel-folikel mengalami
pertumbuhan. Adanya hormon . Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH), maka beberapa folikel primordial akan tumbuh dan hanya satu ovum
yang masak dan akan dikeluarkan dari ovarium, sedangkan yang lain mengalami
atresia (Kusmiyati, 2011).
Pada siklus ovarium terdapat 2 fase yaitu :
1) Fase Folikular
Secara konsevesional fase ini dikenal sebagai fase pertama yang terjadi pada
siklus menstruasi sampai terjadinya ovulasi. Pada siklus menstruasi 28 hari, fase ini
22
meliputi 14 hari pertama. Pada siklus Ovulatoir yang lebih atau kurang dari 28 hari,
adanya penyimpangan lamanya siklus tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan
lamanya fase folikular. Hari pertama perdarahan menstruasi ditetapkan sebagai hari
pertama fase folikular. Selama 4-5 hari pertama fase ini, perkembangan folikel
ovarium awal ditandai oleh proliferasi dan aktivitas aromatase sel granulosa yang
diinduksi oleh Follicle-Stimulating Hormone (FSH) (Linda & Danny, 2008).
Fase folikuler, disebut demikian karena pada fase ini terjadi pertumbuhan
folikel di dalam ovarium. Fase folikuler dimulai dari hari ke-1 sampai sesaat sebelum
kadar Luteinizing Hormone (LH) meningkat dan terjadi pelepasan ovum. Pada fase ini
hanya satu folikel yang terus berkembang membentuk folikel Graff dengan antrum
yang besar dan ovum dikelilingi dua lapis sel, lapisan dalam berupa sel granulosa yang
mensintesis progesteron dan disekresi ke dalam cairan folikuler. Progesteron ini
sebagai prekursor pada sintesis estrogen oleh sel teka interna. Lebih lanjut, pada
folikel ini oosit primer mengalami kematangan, dan pada waktu yang sama, folikel
yang sedang berkembang mensekresi estrogen lebih banyak. Meningkatnya kadar
estrogen menyebabkan pelepasan Luteinizing Hormone-Releasing Hormone (LHRH)
melalui umpan balik positif (Kurniawan, 2016).
2) Fase Ovulatoir
Fase ovulatoir dimulai ketika kadar Luteinizing Hormone (LH) meningkat dan
pada fase ini dilepaskan ovum. Pada saat ovulasi ini beberapa perempuan merasakan
nyeri tumpul pada perut bagian bawah (Tamsuri, 2007). Tidak ada pemilahan fase
pelepasan ovum sebagai fase ovulatori, tetapi dimasukkan sebagai fase luteal. Setelah
oosit lepas dari folikel Graff, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung
pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum, sehingga
disebut sebagai fase luteal. Korpus luteum menghasilkan hormon estrogen dan
23
progesteron. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menghambat produksi Follicle-
Stimulating Hormone (FSH) , sehingga tidak ada folikel yang dirangsang menjadi folikel
Graff. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat, oleh karena itu
peningkatan suhu digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi Setelah 14 hari,
apabila telur tidak dibuahi, korpus luteum akan hancur (membentuk korpus albicans),
sehingga terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron serta dihasilkannya
kembali Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan siklus yang baru akan dimulai
(Warianto, 2011).
2.1.4 Gangguan Menstruasi
Gangguan menstruasi terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu kelainan dalam
banyaknya darah yang keluar dan lamanya perdarahan pada menstruasi yaitu
Hipermenorea atau Menoragia dan Hipomenorea, kelainan siklus menstruasi yaitu
Polimenorea, Oligomenorea dan Amenorea, pendarahan yang terjadi diluar
menstruasi yaitu Metroragia, gangguan yang lain ada hubungannya dengan menstruasi
yaitu Dismenorea (Manuaba, 2009).
1. Amenorea
Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut. Dianggap amenore primer bila wanita tidak pernah mendapat daur
menstruasi dan amenorea sekunder bila wanita tersebut telah mengalami daur
menstruasi sebelumnya tetapi tidak lama. Amenore primer umumnya mempunyai
sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan
kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk
kepada sebab-sebab yang timbul dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi,
gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain (Corwin, 2009).
Dalam amenorea primer, periode menstruasi tidak pernah dimulai (berdasarkan umur
24
16), sedangkan amenorea sekunder didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi
selama tiga siklus berturut-turut atau jangka waktu lebih dari enam bulan pada wanita
yang sebelumnya menstruasi.
2. Polimenorea
Polimenorea adalah siklus menstruasi yang tidak normal, lebih pendek dari
biasanya atau kurang dari 21 hari. Gangguan ini dikarenakan adanya masalah pada
ovulasi dan pembuahan. Polimenorea dapat menyebabkan wanita mengalami
kesulitan hamil dan gangguan yang lebih serius. Sedangkan oligomenorea adalah
kebalikan dari polimenorea, yakni wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih
panjang atau lebih dari 35 hari, namun darah yang keluar saat menstruasi justru
berkurang atau lebih sedikit dari keadaan normal (Manuaba, 2009).
3. Menoragia
Menoragia adalah perdarahan yang terjadi pada masa menstruasi dengan
jumlah yang banyak dapat disertai gumpalan darah bahkan disertai dismenore
(Manuaba, 2009). Pada menoragia, jumlah total darah yang keluar melebihi 80 ml
dalam satu siklus, dan durasi lebih dari 7 hari, untuk frekuensi ganti pembalut dapat
lebih dari 2-5 kali dalam sehari (Prawirohardjo, 2011).
4. Hipomenorea
Hipomenorea merupakan pendarahan yang lebih sedikit dan lebih pendek
dari biasanya. Keadaan ini dapat dikarenakan gangguan rahim, adanya gangguan
endokrin dan gangguan lain di alat reproduksi. Hal ini bisa lebih parah jika wanita
tersebut mengalami tekanan atau stress (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan
hipermenora adalah kebalikan dari hipomenora, yaitu pendarahan yang dirasa lebih
banyak dan lebih lama dari biasa atau lebih dari delapan hari. Hal ini bisa disebabkan
adanya mioma di rahim atau gangguan selaput lendir rahim pada saat menstruasi, juga
25
bisa disebabkan penggunaan alat kontrasepsi yang tidak cocok, sehingga
menimbulkan gangguan tersebut (Wiknjosastro, 2005).
5. Dismenore
Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa diperut bagian bawah dan
muncul sebelum, selama dan setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau teru-
menerus. Dismenore timbul akibat kontraksi distritmik lapisan miometrium yang
menampilkan satu lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat pada perut
bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha (Prawirohardjo, 2011).
2.2 Konsep Nyeri Haid (Dismenore)
2.2.1 Pengertian Nyeri Haid (Dismenore)
Nyeri haid biasa disebut dismenore, biasanya sangat menyiksa bagi
perempuan. Banyak diantara tidak bisa bangun dari tempat tidur atau mengalami
kesulitan berjalan, tidak jarang yang mengalami penderitaan sehingga tidak dapat
mengerjakan apapun. Remaja putri yang mengalami nyeri haid, biasanya harus
beristirahat sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan berdampak pada
kinerja atau produktivitas remaja (Kusmiyati, 2011).
Nyeri haid adalah sensasi nyeri/kram di perut bagian bawah yang sering
disertai gejala biologis lainnya termasuk pusing, kelelahan, berkeringat, sakit
punggung, sakit kepala, mual, muntah, dan diare yang terjadi sesaat sebelum atau
selama haid dan ejala dismenore yang paling umum adalah nyeri mirip kram di bagian
bawah perut yang menyebar dan gejala lain yang timbul diantaranya adalah muntah,
sakit kepala, cemas, kelelahan, diare, pusing dan rasa kembung (Shirvani, Tabari, &
Alipour, 2017).
Menurut Desi Nataria (2011), nyeri haid atau dismenore adalah nyeri yang
bersifat kram dan berpusat pada perut bagian bawah. Dismenore didefinisikan
26
sebagai nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk
istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, untuk beberapa jam
atau beberapa hari. Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim yang
terjadi selama haid. Rasa nyeri timbul bersamaan dengan permulaan haid dan
berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari hingga mencapai puncak nyeri.
Dismenore terbagi menjadi dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer
merupakan nyeri haid yang tiadak didasari kondisi patologis sedangkan dismenre
sekunder merupakan nyeri haid yang didasari dengan kondisi patologis (Alatas, 2016).
2.2.2 Klasifikasi Nyeri Haid (Dismenore)
1. Klasifikasi Berdasarkan Jenis Nyeri
Nyeri haid berdasarkan dengan jenis nyeri dapat dibagi menjadi nyeri haid
spasmodik dan nyeri haid kongestif
1) Nyeri Haid (Dismenore) Spasmodik
Nyeri haid spasmodik adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah perut dan
terjadi sebelum atau segera setelah haid dimulai. Nyeri haid spasmodik dapat dialami
oleh wanita berusia 40 tahun keatas. Sebagian wanita yang mengalami dismenore
spasmodik, tidak dapat melakukan aktivitas maupun kegiatan sehari-hari (Hartono,
2007).
2) Nyeri Haid (Dismenore) Kongestif
Nyeri haid kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid datang.
Gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada
saat haid datang, tidak terlalu menimbulkan nyeri. Bahkan setelah hari pertama haid,
penderita nyeri haid kongestif akan merasa lebih baik. Gejala yang ditimbulkan pada
nyeri haid kongestif, seperti pegal (pegal pada paha), sakit pada payudara, lelah,
mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan (Nugraha, 2008).
27
2. Klasifikasi Berdasarkan Kelainan
Berdasarkan kelainan, nyeri haid dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
primer dan sekunder.
1) Dismenore Primer
Dismenore primer adalah mentsruasi yang sangat nyeri, tanpa patologi pelvis
yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada waktu menarche atau segera setelahnya.
Dismenore primer ditandi oleh nyeri kram yang mulai sebelum atau segera setelah
awitan alitan menstrual dan beranjut selama 48 jam hingga 72 jam. Dismenore primer
diduga terjadi sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan, yang
menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan
vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung menurun
dan akhirnya hilang setelah melahirkan anak (Bare & Smeltzer, 2003). Penyebab lain
dari dismenore primer terkain dengan produksi hormone progesterone yang
meningkat, hormon progesterone di hasilkan oleh jaringan ikat kelenjar indung telur
(corpus leutem) setelah melepaskan sel telur yang matang setiap bulan. Hormone
tersebut memperbesar ketegangan mulut rahin hingga lubang mulut rahim menjadi
sempit, akibatnya otot-otot rahim akan lebih kaut berkontraksi untuk dapat
mengeluarkan darah haid melalui mulut rahim yang sempit. Kontarksi otot rahim
akan menyebabkan kejang otot yang dirasakan sebagai nyeri haid.
Dismenore primer terjadi juga karena adanya peningkatan prostaglandin (PG)
F2-alfa yang merupakan suatu siklooksigenase (COX-2) yang mengakibatkan
hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri
pada bagian bawah perut. Adanya kontraksi yang kuat dan lama pada dinding rahim,
hormon prostaglandin yang tinggi dan pelebaran dinding rahim saat mengeluarkan
darah haid sehingga terjadilah nyeri saat haid (Alatas, 2016).
28
Dismenore primer lebih sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita
mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri hebat. Biasanya dismenore
primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama.
Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontrkasi rahim yang dirangsang
oleh prostaglandin (kelenjar kelamin) dan mencapai puncaknya pada umur 15 dan 25
tahun. Adapun faktor lain yang dapat memperburuk dismenore adalah rahim yang
menghadap ke belakang, kurang berolahraga, dan stress psikis atau sosial. Perbedaan
berat ringannya nyeri tergantung pada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami
dismenore memiliki kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan wanita
yang tidak mengalami dismenore (Manan, 2011). Keluhan dismenore primer
berkurang atau amalahan hilang setelah kehamilan ata melahirkan anak pertama. Hal
ini di sebabkan karena rengangan pada waktu rahim membesar dalam kehamilan
membuat ujung-ujung saraf di rongga panggul dan sekitar rahim rusak.
Ada beberapa faktor peranan sebagai penyebab desminore primer, antara lain :
a. Faktor kejiwaan
Faktor kejiwaan terjadi pada remaja yang memiliki emosional tidak stabil, dan
sering terjadi akibat para remaja tidak mendapat penjelasan baik tentang nyeri haid
seperti proses terjadinya nyeri haid dan cara mengatasi nyeri haid yang dialami
(Prawirohardjo, 2011).
b. Faktor konstitusi (kebiasaan fungsional dari tubuh)
Faktor ini erat kaitannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun dapat