BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Kasus Osteoarthritis1. Anatomi
Fungsional Sendi LututSendi lutut atau articulatio genu merupakan
persendian yang menghubungkan permukaan ujung distal os. femur
dengan ujung proximal tibia, yaitu antara condylus lateralis dan
medialis os. femur dengan facies articularis superior os. tibia.
Didepan sendi ini terdapat patella (Syaifudin, 2002).Dilihat dari
permukaan sendinya nampak bahwa permukaan sendi dari ujung tulang
femur dan ujung proksimal tibia tidak terdapat kesesuaian bentuk.
Condylus lateral dan medial femur membentuk seperti katrol sedang
bagian tulang tibia datar. Hubungan yang tidak sesuai ini
disesuaikan dengan adanya meniskus yang merupakan jaringan
fibrokartilago (A.N De Wolf, 1990).Cartilago adalah jaringan
elastik yang menyerupai jel yang terletak pada ujung permukaan
tulang yang membentuk persendian berguna untuk menahan tekanan dan
beban berat badan sewaktu berdiri maupun aktifitas tegak lainnya.
Kartilago yang sehat mempunyai 3 komponen utama yaitu (1)
khondrosit, yaitu sel-selnya tumbuh pada seluruh bagian kartilago
yang berperan agar cartilago tetap bisa mengalami regenerasi dan
sehat, (2) kolagen, merupakan matrik protein fibrus yang terbentuk
seperti anyaman yang sangat kuat, (3) proteoglikan, merupakan
matrik yang tersusun oleh kombinasi protein dan gula berperan untuk
menyerap dan mempertahankan cairan. Proteoglikan bersama dengan
kolagen berfungsi untuk memelihara agar cartilago tetap bersifat
fleksibel dan mampu meredam beban fisik (Hudaya, 2002).Di dalam
sendi lutut terdapat ligament cruciatum anterior dan posterior,
collateral lateral dan medial. Keempat ligament tersebut berfungsi
untuk menjaga stabilitas sendi lutut. Ligament cruciatum anterior
membentang dari condylus lateralis femur sampai anterior tibia,
berfungsi mencegah terjadinya gerakan tibia kearah anterior
terhadap femur, menahan eksternal rotasi tibia dan hiperekstensi.
Ligament cruciatum posterior membentang dari condylus medial femur
bagian depan ke bagian posterior tibia, berfungsi mencegah
terjadinya hiperfleksi. Ligament collateral medial membentang dari
condylus medial femur ke condylus medial tibia, berfungsi menahan
gerakan valgus dan eksorotasi. Ligament collateral lateral
membentang dari condylus lateral femur sampai capitulum tibia dan
berfungsi untuk menahan gerakan varus (A.N De Wolf, 1990).Gerakan
yang terjadi pada sendi lutut yang utama adalah fleksi dan
ekstensi. Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas
permukaan sendi yaitu melewati conylus femoris. Sedangkan gerakan
rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medialis femoris.
Gerakan fleksi pada sendi lutut adalah gerakan yang dimulai dari
posisi lurus (ekstensi), tungkai kemudian ditekuk sampai batas
maksimal. Dalam keadaan normal dapat ditulis S 0o-0o-130o. Untuk
gerakan ekstensi luas gerak sendi 0o, tetapi bisa mencapai 5o-10o
jika terdapat hiperekstensi lutut. Gerakan eksorotasi dan
endorotasi lutut hanya dapat dilakukan dengan posisi lutut fleksi
90o dan pasien duduk di kursi dengan kaki menggantung. LGS untuk
eksorotasi adalah 40o dan endorotasi adalah 30o (Kapandji,
1987).Gerakan yang terjadi didalam sendi lutut meliputi gerakan
osteokinematika dan gerakan arthrokinematika. Gerak osteokinematika
merupakan gerak yang menimbulkan perubahan sudut dan dapat dilihat
dari luar. Gerak arthrokinematika merupakan gerakan yang terjadi
didalam sendi.Osteokinematika sendi lutut meliputi gerak fleksi,
ekstensi, eksorotasi dan endorotasi. Gerakan fleksi lutut terjadi
akibat kerja dari otot-otot hamstring yang terdiri dari m.biceps
femoris, semitendinosus dan semimembranosus, juga dibantu oleh
m.gracillis dan sartorius. Otot penggerak ekstensi lutut yaitu
otot-otot quadriceps terdiri dari rectus femoris, vastus lateralis,
vastus medialis dan vastus inetrmedialis. Otot fleksor lutut yang
berinsersi dibagian lateral yaitu m.biceps femoris berfungsi juga
untuk endorotasi lutut. Otot fleksor yang berinsersi di medial
berfungsi untuk gerakan eksorotasi (A.N De Wolf, 1990).Berdasarkan
International Standart Orthopaedic Measurement (ISOM) bidang gerak
sendi dibagi menjadi empat, yaitu sagital ( S ), frontal ( F ),
transversal ( T ) dan rotasi ( R ). Lingkup gerak sendi lutut
meliputi gerakan fleksi lutut dengan lingkup gerak antara 120o 130o
bila posisi hip fleksi penuh. Gerakan ekstensi 0o atau antara 5o -
10o bila terdapat hiperekstensi. Gerakan memutar pada bidang rotasi
untuk gerakan endorotasi 30o - 35o dan untuk eksorotasi 40o 45o
dari posisi awal mid posisi dan gerakan terjadi pada posisi lutut
fleksi 90o. Dalam keadaan ekstensi tungkai tidak dapat melakukan
gerakan rotasi (Kapandji, 1987). Pada sendi lutut gerakan yang
terjadi pada bidang gerak sagital meliputi gerak fleksi dan
ekstensi, lingkup gerak sendinya S 0.0.120, gerakan yang terjadi
pada bidang rotasi meliputi gerak eksorotasi dan endorotasi,
lingkup gerak sendinya R 40.0.30. Pada sendi lutut tidak terjadi
gerak pada bidang frontal dan transversal.
151413121110987654321Gambar 2.1Anatomi Sendi Lutut
(www.ilmufisioterapi.com)
Keterangan gambar 2.1 :1. M. Quadriceps femoris9. Tibia2.
Lemak10. Fibula3. Bursa11. Kartilago sendi4. Patella12. Meniskus5.
Kartilago sendi13. Cairan synovial6. Lemak14. Membran synovial7.
Bursa15. Femur8. Tendon patella
Keterangan gambar 2.2 :Ligamen cruciatum anteriorMeniscus
lateralisLigamen collateral fibulaLigamen capitis fibula
posteriorCaput fibulaFemur, condylus medialLigamen meniscofemorale
posteriorLigamen collateral tibiaLigamen popliteum obliqumLigamen
cruciatum posteriorLigamen patellaMeniscus medialisLigamen
collateral tibia9761110851432
1213131211 Gambar 2.2Susunan Ligamen Sendi Lutut ( R.Putz, R.
Pabst, 2002).
987654321Keterangan Gambar 2.3M. vastus medialFemur condylus
medialLigamen patellaBursa subcutanea infrapatellarisCaput
fibulaBursa subtendinea prepatellarisFascialata, ractus,
illiotibialisM. Vastus lateralisM. Rectus femorisGambar 2.3Otot
paha dan pangkal paha tampak dari depan ( R.Putz, R. Pabst,
2002).
2. Definisi OsteoarthritisOA atau juga disebut dengan penyakit
sendi degeneratif adalah suatu kelainan pada kartilago (tulang
rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologis dan
radiologis (Kuntono, 2011). OA disebut juga penyakit sendi
degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan
dengan orang usia lanjut ( Mansjoer, dkk, 2001). OA merupakan
gangguan pada persendian dimana terjadi perubahan berkurangnya
tulang rawan sendi dan terjadi hypertrophy tulang sehingga
terbentuk tonjolan tulang pada permukaan sendi yang disebut
osteophyt (Yatim, 2006).Definisi OA menurut American Rheumatism
Association (ARA) adalah sekelompok kondisi heterogen yang
menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut yang berhubungan
dengan defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di
bawahnya dan pada batas sendi.3. Patologi Kasusa. EtiologiPada
sebagian besar penderita etiologinya tidak diketahui. Namun ada
beberapa faktor etiologi yang telah diketahui, diantaranya :1)
UsiaJelas mempunyai peranan besar, kerena jumlah penderita makin
bertambah sesuai dengan meningkatnya usia.Pada umur 30 tahun, mulai
terjadi proses degenerasi (Parjoto, 2000).2) Jenis kelaminUmumnya
wanita lebih banyak daripada pria (Parjoto, 2000).3) ObesitasPada
keadaan normal, berat badan akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga
resultan gaya akan melewati bagian tengah sendi lutut. Pada
obesitas resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya
yang diterima sendi lutut tidak seimbang.Untuk menentukan obesitas
tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus BMI (Body Mass
Index) :BMI = Berat Badan (kg) / Tinggi Badan (m2)Dengan kriteria
penilaian yang menggunakan skala yaitu (1) Normal : 20-25 untuk
pria, dan 19-24 untuk wanita, (2) Underweight : kurang dari 20, (3)
Overweight : batas atas normal sampai 30, (4) Obesitas : lebih dari
30.4) Faktor hormonal / metabolismeDiabetes mellitus berperan
sebagai faktor predisposisi timbulnya osteoarthritis. Meskipun
belum ada bukti yang jelas bahwa faktor hormonal terlibat sebagai
penyebab OA.5) Aktivitas fisik / pekerjaanPekerjaan yang banyak
membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang OA lebih
besar.6) Faktor geneticAdanya mutasi pada gen prokolagen II atau
gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan seperti
kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoarthritis (Vira, 2009).7) Arthritis yang berlangsung lama.
(Hudaya, 2002).b. KlasifikasiBerdasarkan nomenklatur ARA (American
Rheumatism Association) 1983, osteoarthritis diklasifikasikan
menjadi:1) Osteoarthritis primer, dimana penyebabnya tidak
diketahui dan paling sering ditemukan. Dibedakan menjadi dua yaitu
peripheral dan spinal.2) Osteoarthritis sekunder, merupakan
osteoarthritis yang timbul pada sendi yang sebelumnya sudah
ditemukan adanya kerusakan atau kelainan sendi. Osteoarthritis
sekunder biasanya berkaitan dengan kongenital, penyakit metabolik,
trauma akut atau kronik, peradangan dan endokrin (Hudaya, 2002).c.
Patogenesis OsteoarthritisTerjadinya OA tidak lepas dari banyak
persendian yang ada di dalam tubuh manusia. Sebanyak 230 sendi
menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan.
Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang
rawan. Namun karena berbagai faktor resiko yang ada, maka terjadi
erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang
rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang
rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk
menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut
elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan
pemberi nutrisi.Pada OA terdapat proses degradasi, reparasi dan
inflamasi yang terjadi dalam jaringan ikat, lapisan rawan sinovium,
dan tulang subkondral. Perubahan yang terjadi adalah sebagai
berikut: 1) Degenerasi rawan sendiPerubahan yang mencolok pada OA
biasanya dijumpai didaerah tulang rawan sendi yang mendapatkan
beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada normal,
tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis,
tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk
celah vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam
yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah perbaikan
fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah
daripada kartilago hialin asli, dalam kemampuannya menahan stress
mekanik. Semua kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit
melakukan replikasi, membentuk kelompok (klon). Namun, kemudian
kartilago menjadi hiposeluler (Brandt, 2000).Degradasi timbul
sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi)
dengan degenerasi rawan sendi, melalui beberapa tahap yaitu
fibrilasi, perlunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan tulang
rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang
cepat dalam waktu 10-15 tahun, sedangkan yang lambat 20-30 tahun.
Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa rawan sendi (Parjoto,
2000).2) OsteofitBersamaan timbulnya dengan degenerasi rawan,
timbul reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral.
3) Skelerosis subkondralMerupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
memperbesar permukaan tulang di bagian bawah tulang rawan sendi
yang telah rusak. Terjadi reparasi berupa skelerosis (pemadatan
atau penguatan tulang tepat dibawah lapisan rawan yang mulai rusak.
4) Sinovitis Sinovitis ialah inflamasi dari sinovitis dan terjadi
dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan fragmentasi.
Matrik rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan
proteoglikan yang bersifat immunogenic dan dapat mengaktivasi
lekosit. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut
yang mengandung bermacam macam enzim akan tertekan ke dalam celah
celah rawan. Ini mempercepat proses pengrusakan rawan.Pada tahap
lanjut terjadi tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan
sendi yang botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah celah
tulang subkondral dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista
subkondral (Kuntono, 2011). d. Gambaran KlinisSecara klinis
Osteoarthritis dapat dibagi menjadi tiga tingkatan: 1) Sub clinical
osteoarthritis, pada tingkat ini belum ada keluhan atau tanda
klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada tingkat sekunder dan
biokimiawi rawan sendi. 2) Manifest osteoarthritis, pada tingkatan
ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi
bertambah luas disertai reaksi peradangan. Tanda dan gejala yang
mucul adalah nyeri setelah bergerak beberapa saat dan kaku sendi
saat memulai gerakan. 3) Decompensated osteoarthritis, pada
tingkatan ini rawan sendi setelah rusak sama sekali biasanya
diperlukan tindakan bedah. Tanda dan gejala yang muncul adalah saat
istirahat terasa nyeri, kontraktur serta deformitas sendi (Hudaya,
1996). e. Tanda dan Gejala1) NyeriNyeri pada osteoarthritis
merupakan nyeri tumpul (dull pain) dan nyeri cubitan (aching pain).
Nyeri bertambah buruk oleh gerakan, weight bearing dan jalan.
Awalnya nyeri berkurang saat istirahat tetapi bertambah hebat
ketika lutut digerakan yang akhirnya mengganggu aktivitas. Nyeri
meningkat pada struktur yang mempunyai nerve ending (nociceptif)
dan diakibatkan oleh meningkatnya tekanan vena pada subcondral bone
dan osteofit, synovitis, penebalan kapsuler, dan subluksasi. Bila
kerusakan hanya pada kertilago maka tidak akan terasa nyeri.
Serabut nosiseptor terdiri pada kapsul sendi, periosteum tulang dan
ligament. Pada tulang rawan sendi tidak mempunyai persarafan
(uninervasi) dan tidak mempunyai sistem vaskularisasi
(avaskularisasi). Jadi, nyeri pada osteoarthritis disebabkan
terjepitnya / iritasi pada ujung saraf nociceptor karena distruksi
progresif kartilago dan bentukan osteofit pada tepi sendi. Selain
itu keluhan nyeri osteoarthritis dapat berasal dari menebalnya
ligamen kapsul, kartilago, kelemahan otot maupun deformitas sendi.
Semua itu akan meningkatkan tekanan pada sensoris nerve ending
sehingga ujung saraf teriritasi. 2) Keterbatasan Lingkup Gerak
SendiTerjadi kesulitan atau rasa kaku saat akan memulai gerakan
pada kapsul, ligamen, otot, dan permukaan sendi lutut. Kekakuan
gerak sendi (joint stiffness) terjadi oleh rasa nyeri sendi
mengakibatkan retreksi kapsul sendi. Selain itu, timbulnya osteofit
dan penebalan kapsuler, spasme otot serta nyeri membuat pasien
tidak mau melakukan gerakan secara maksimal sampai batas normal,
sehingga mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut.
Keterbatasan gerak tersebut bersifat pola kapsuler akibat
kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola kapsuler yang terjadi
yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi.3) Krepitasi
Permukaan sendi yang kasar karena degradasi dan rawan sendi
menyebabkan munculnya krepitasi yang terdengar seperti suara
gesekan permukaan tulang yang kasar pada saat sendi digerakkan.4)
Kelemahan Otot Quadrisep dan Atrofi Otot Sekitar Sendi LututTerjadi
karena aktivasi nosiseptor pada tanduk belakang medulla spinalis
yang menginhibisi sel motor neuron pada tanduk depan medulla
spinalis. Otot kwadrisep mendapat persarafan somatic dari segmental
lumbal 4 yang sesegmen dengan persarafan somatic sensoris sendi
lutut. Apabila nyeri dan kekakuan sendi berlangsung lama, maka otot
kwadrisep akan menunjukan atrofi.5) DeformitasOsteoarthritis sendi
lutut yang berat akan menyebabkan destruksi kartilago, tulang dan
jaringan. Deformitas varus terjadi bila adanya kerusakan pada
kompartemen medial dan kendornya ligamentum collateral lateral,
serta variasi subluksasi karena perpindahan titik tumpu pada lutut
atau diakibatkan oleh pembatasan adanya osteofit yang besar.6)
Instabilitas Sendi Lutut Instabilitas ini disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan otot sekitar sendi lutut dan juga oleh
kendornya ligamen sekitar lutut. Selain itu juga terjadi akibat
menurunnya fungsi propioseptor di dalam merespon reaksi
artrokinematik pada setiap perubahan posisi.f. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dengan penyakit sendi terutama jenis penyakit
arthritis yang paling sering ditemukan di masyarakat atau dalam
praktek seperti arthritis reumatoid dan gout arthritis. Arthritis
reumatoid, umumnya didahului gejala-gejala prodomal, pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia ringan, peningkatan laju
endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) positif, kadar globulin
dan faktor rheumatik positif. Gout arthitis, pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan kadar asam urat yang tinggi, pada pria lebih
dari 7 mg% dan wanita lebih dari 6 mg% (Hudaya, 2002). g.
Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat osteoarthritis adalah
nyeri. Nyeri biasanya muncul apabila lutut sering digunakan untuk
beraktifitas yang menumpu berat badan. Komplikasi lain adalah
disuse atrophy, deformitas valgus atau varus serta adanya kelemahan
otot. h. Prognosis Osteoarthritis pada sendi lutut termasuk kondisi
yang kronis progresif, sehingga dapat dikatakan kondisi ini tidak
dapat dicegah namun dapat dihambat. Sehubungan dengan hal ini, maka
prognosis osteoarthritis pada sendi lutut tergantung dininya
penanganan yang dilakukan. Prognosis dari penderita osteoarthritis
sendi lutut ini dapat dilihat dari beberapa aspek meliputi (1) Quo
ad vitam yaitu mengenai hidup matinya penderita, pada penderita
osteoarthritis sendi lutut prognosis quo ad vitam baik karena
osteoarthritis sendi lutut merupakan penyakit yang tidak mengancam
jiwa penderita, (2) Quo ad sanam (sanationam) yaitu mengenai
penyembuhan, pada osteoarthritis sendi lutut prognosis quo ad sanam
ragu-ragu/dubia karena osteoarthritis sendi lutut penyembuhannya
bersifat simtomatik karena kerusakan kartilago tidak mampu
diperbaiki tetapi dapat dikontrol, (3) Quo ad cosmeticam yaitu
ditinjau dari segi kosmetik dapat dikatakan jelek jika sudah
terjadi deformitas baik valgus atau varus, (4) Quo ad fungsionam
yaitu ditinjau dari fungsinya, jika sudah berat maka prognosisnya
jelek karena sudah merubah fungsi dan menghambat aktifitas dari
fungsi sendi lutut.B. Problematika FisioterapiProblematik
Fisioterapi yang sering muncul pada penyakit osteoarthritis
meliputi impairment, functional limitation, dan participation
restriction. 1. Impairment Impairment berupa nyeri saat
beraktivitas akibat peradangan, adanya spasme otot serta peregangan
tendon dan ligamen, adanya keterbatasan gerak sendi lutut, adanya
instabilitas sendi lutut akibat kerusakan struktur sendi lutut,
adanya kelemahan otot penggerak lutut terutama otot quadriceps dan
kekakuan sendi.2. Functional LimitationFunctional limitation yaitu
merupakan suatu masalah yang akan muncul sebagai akibat adanya
impairment yang dapat berupa penurunan atau keterbatasan dalam
melakukan aktifitas fungsional yang meliputi kesulitan untuk
jongkok berdiri, kesulitan berdiri dari posisi duduk, naik turun
tangga serta kesulitan untuk aktifitas jalan jauh, potensial
terjadi penurunan kebugaran fisik karena kurangnya aktivitas
pasien.3. Participation RestrictionParticipation Restriction berupa
ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktifitas yang berhubungan
dengan pekerjaan, hobi dan interaksi dengan masyarakat sekitar
sebagai akibat dari impairment dan functional limitation.C.
Teknologi Intervensi Fisioterapi1. Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS)Pengertian TENS secara umum adalah suatu cara
penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui
permukaan kulit. Penggunaan TENS dalam pengurangan nyeri dapat
diperoleh melalui mekanisme peripheral, segmental, dan
ekstrasegmental. Stimulasi listrik dalam peripheral yang dihasilkan
akan menimbulkan peristiwa yang disebut dengan aktivasi antidromik.
Aktivasi antidromik adalah berjalannya impuls saraf dengan dua arah
disepanjang akson saraf yang bersangkutan. Impuls yang dihasilkan
TENS yang berjalan menjauh dari sistem saraf pusat akan menabrak
impuls yang datang dari jaringan rusak.Aplikasi TENS yang ditujukan
untuk modulasi nyeri OA genu pada tingkat spinal / segmental. Pada
tingkat spinal ini sasaran pada substantia gelatinosa dengan tujuan
memberikan inhibisi terhadap transmisi stimulasi nyeri berdasarkan
teori gerbang kontrol (gate control). Pada teori gerbang kontrol
ini dengan jalan mengaktivasi serabut saraf berdiameter besar (A)
yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu
posterior (PHC) medula spinalis dengan kata lain akan menutup
gerbang dan menghambat transmisi impuls nyeri sehingga nyeri
berkurang.Sedang secara khusus TENS merupakan jenis arus listrik
yang memiliki parameter tertentu dalam hubungannya dengan durasi
fase, frekuensi arus, gelombang dengan segala modifikasinya. TENS
mempunyai bentuk pulsa monophasic, biphasic, dan poliphasic.
Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectangular, triangular, dan
sinus searah. Biphasik mempunyai bentuk pulsa rectangular biphasic
simetris dan sinusoidal biphasic simetris. Sedangkan Poliphasic ada
rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi/campuran. a.
Pembagian TENS TENS digunakan untuk pengurangan nyeri dapat dibagi
menjadi :1) TENS KonvensionalBertujuan untuk mengaktivasi saraf
berdiameter besar, memodulasi secara segmental/spinal, dengan
frekuensi tinggi (10-200 pps), intensitas rendah, dan durasi
100-200 mikrodetik.2) AL-TENS (Acupuncture-like TENS)Bertujuan
untuk mengaktifasi otot-otot fasik yang berakhir pada saraf
berdiameter kecil nonnoksius dengan mekanisme modulasi
segmental/spinal dan extrasegmental/supra spinal, dengan frekuensi
sampai 100 pps, intensitas tinggi, dan durasi 100-200 mikrodetik.3)
Intense TENSBertujuan untuk mengaktifasi saraf berdiameter kecil
(noksius), dapat memodulasi nyeri secara perifer, segmental/spinal,
dan ekstrasegmental/supra spinal, dengan frekuensi tinggi (sampai
200 pps), intensitas tertinggi yang bisa ditoleransi penderita,
durasi lebih dari 1000 mikrodetik. b. Indikasi dan kontra indikasi
TENS TENS diberikan pada (1) kondisi akut seperti nyeri pasca
operasi, nyeri sewaktu melahirkan, disminorrhea, nyeri
muskuloskeletal, nyeri akibat patah tulang, (2) pada kondisi kronik
seperti nyeri bawah punggung, arthritis, nyeri puntung, neuralgia
pasca herpetik, neuralgia trigeminal, (3) injuri saraf tepi, (4)
angina pectoris, (5) nyeri fascial, (6) nyeri tulang akibat proses
metastase. Sedangkan kontra indikasi TENS yaitu (1) pada penyakit
vaskuler arteri maupun vena, (2) adanya kecenderungan perdarahan
pada area yang diterapi, (3) keganasan pada area yang diterapi, (4)
pasien beralat pacu jantung, (5) kehamilan (bila terapi diberikan
pada daerah abdomen atau panggul), (6) luka terbuka yang sangat
lebar, (7) kondisi infeksi, (8) kondisi dermatologi pada area yang
diterapi, (9) hilangnya sensasi sentuh dan tusuk pada area yang
diterapi. c. Aplikasi TENSMetode penempatan electrode TENS sebagai
berikut:1) Di sekitar Lokasi nyeri Metode ini dapat langsung
diterapkan pada daerah nyeri yang merupakan letak paling optimal
dalam hubunganya dengan jaringan penyebab nyeri. 2) DermatomDasar
metode ini ialah daerah kulit tertutup akan mempunyai persyarafan
yang sama dengan struktur/jaringan yang tepat di bawahnya.2. Micro
Wave Diathermy (MWD)Micro wave diathermy merupakan suatu modalitas
fisioterapi dengan menggunakan stressor fisis berupa energi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik berfrekuensi
2,450 Hz dengan panjang gelombang 12,25 cm (Wadsworth,
1989).Produksi dari MWD menggunakan tabung magnetron, sehingga
tabung ini memerlukan waktu untuk pemanasan, biasanya dengan tombol
Stand by Switch. Arus dari mesin mengalir ke elektrode melalui
Co-axial cable yaitu kabel yang terdiri dari seutas tali kawat
ditengah yang diselubungi oleh logam dengan diantaranya terdapat
suatu bahan isolator. Arus dari mesin melalui Co-axial cable menuju
sebuah areal dapat meneruskan gelombang yang disebut emitter
director atau applicator (Low, 2000).Efek fisiologis pada MWD yaitu
air mampu menyerap gelombang sehingga jaringan yang banyak
cairannya akan mendapatkan panas yang lebih banyak. Jaringan yang
diberikan gelombang MWD akan timbul kenaikan suhu pada area
setempat sehingga metabolisme meningkat dan sirkulasi darah lancar.
MWD akan memberi efek yang lebih besar pada otot-otot yang
superficial saja, sekitar 3 cm dari permukaan tubuh.Efek terapeutik
MWD antara lain (1) meningkatkan elastisitas jaringan ikat 5-10
kali lebih baik, (2) meningkatkan proses perbaikan jaringan yang
mengalami trauma, (3) menurunkan nyeri, (4) normalisasi tonus otot.
Efek lain yang dapat ditimbulkan saat pengobatan menggunakan MWD
yaitu merasa lemah badan, pusing dan mengantuk (Sujatno,
2002).Adapun kontraindikasi penggunaan MWD yaitu (1) terdapat logam
dalam tubuh seperti pen (implant), (2) alat-alat elektronik, (3)
gangguan peredaran darah, (4) nilon atau bahan lain yang tidak
menyerap keringat, (5) jaringan yang mengandung banyak cairan,
misalnya mata atau pada jaringan yang lukanya masih basah, (6)
gangguan sensibilitas, (7) neuropati atau gangguan tropis pada
saraf perifer, (8) infeksi akut dan demam.Nyeri dapat berkurang
karena efek analgesik dan vasodilatasi yang diperoleh dari panas
tersebut. MWD memancarkan gelombang panas yang mempunyai efek
terhadap pengurangan nyeri, panas yang diberikan akan memberikan
efek sedatif karena adanya kenaikan nilai ambang nyeri, selain itu
adanya vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat pain producing
substance. Selain itu efek lain dari panas tersebut dapat juga
memberikan efek rileksasi pada otot (Michlovitz, 1990).Pemberian
thermal dengan menggunakan MWD pada penderita osteoarthritis dapat
membombardir thermoreseptor dan mengakibatkan terjadinya kenaikan
aksi potensil aferen berdiameter besar (A-), yang mengakibatkan
spinal gate menutup sehingga persepsi nyeri tidak tersalurkan (Sri
Mardiman, 2001).3. Terapi Latihan Terapi latihan (Exercise Therapy)
merupakan salah satu modalitas fisioterapi, yang dalam
penatalaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik
secara aktif maupun pasif. Dapat juga didefinisikan sebagai suatu
usaha untuk mempercepat penyembuhan dari suatu injuri atau penyakit
tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang normal (Priatna,
1985).Osteoarthritis pada sendi lutut merupakan penyakit rheumatik
yang sering ditemukan dan sering menimbulkan rasa sakit, serta
ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot
quadriceps dan atrofi otot, yang merupakan komponen yang penting
dalam membantu menstabilisasi persendian. Sedangkan kelemahan otot
quadriceps dapat mengakibatkan semakin parahnya OA (Samble et al,
1990). Mekanisme latihan fisik dalam mengontrol nyeri adalah
latihan fisik akan melancarkan peredaran darah, menguatkan otot
otot sendi lutut dan otot lain yang menopangnya, sehingga nyeri
menjadi berkurang. Hasil akhirnya adalah peningkatan fungsi sendi
lutut. Latihan fisik pada penderita osteoarthritis ditujukan untuk
meningkatkan luas gerak sendi, meningkatkan atau memulihkan
kekuatan otot dan stabilitas sendi lutut, memulihkan pola gait yang
abnormal, endurance aerobik (Adnan, 2007). Jenis terapi latihan
yang diberikan dalam penatalaksanaan fisioterapi pada Karya Tulis
Ilmiah ini adalah:a. Free active movement exerciseFree active
movement merupakan bagian dari active exercise yang dihasilkan oleh
kontraksi otot yang melawan gaya gravitasi, tanpa bantuan/tenaga
baik dari luar tubuh ataupun dari dalam tubuh itu sendiri (Kisner,
1996). Tujuannya untuk pengurangan nyeri, mempertahankan lingkup
gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot dan koordinasi gerakan
sendi lutut. b. Hold RelaxHold Relax merupakan teknik yang
menggunakan kontraksi optimal secara isometrik (tanpa terjadi
gerakan) kelompok otot antagonis yang dilanjutkan dengan rileksasi
kelompok otot tersebut, sehingga gerakan kearah agonis lebih mudah
dilakukan. Terapi latihan dengan metode Hold Relax ini bertujuan
untuk menambah LGS sendi lutut dan relaksasi otot otot sekitar
sendi lutut. c. Ressisted active exercise dengan Quadriceps Bench
Ressisted exercise yaitu merupakan bagian dari active exercise
dengan dinamik atau statik kontraksi otot dengan tahanan dari luar.
Tahanan dari luar bisa dengan manual atau dengan mekanik. Dalam hal
ini penulis menggunakan tahanan mekanik, karena keuntungan
menggunakan tahanan mekanik adalah besarnya tahanan dapat diukur,
sehingga kita dapat membuat catatan tentang kemajuan kekuatan
ototnya. Disini penulis menggunakan tahanan berupa quadriceps
bench. Adanya penurunan kekuatan otot quadriceps pada
osteoarthritis sendi lutut menyebabkan penurunan kekuatan
stabilitas sendi lutut. Dengan latihan menggerakan lutut ke arah
ekstensi fleksi sambil mengangkat beban secara berulang-ulang
secara teratur ini akan meningkatkan kekuatan musculus quadriceps
femoris (Hardjono dkk, 2005).Latihan dengan quadriceps bench akan
dapat meningkatkan kekuatan otot quadriceps sehingga akan
meningkatkan stabilitas sendi lutut. Gerakan yang dilakukan adalah
fleksi dan ekstensi sendi lutut yang pada pergelangan kaki tersebut
menggunakan beban. Pada saat gerakan ekstensi sendi lutut otot
quadriceps memendek ( kerja otot secara konsentrik) sedangkan saat
gerakan fleksi sendi lutut otot quadriceps berkontraksi, gerakannya
memanjang (eksentrik). Kontraksi otot tersebut akan mengulur golgi
tendon pada otot antagonis dan merangsang serabut otot tipe 2, maka
akan terjadi perubahan panjang otot. Sebelum melakukan terapi
latihan ini sebaiknya dilakukan pengukuran 1RM yaitu tahanan
maksimum yang mampu dilawan pasien pada satu gerakan saja. Untuk
mengetahui 1RM dapat menggunakan suatu diagram yaitu diagram Holten
yang digunakan untuk hubungan antara jumlah repetisi (pengulangan)
dan prosentase (%) kemampuan pasien.
100%195%290%485%780%1175%1670%2265%25dst dstGambar 2.5Diagram
Holten (Lateur, 1996)
Dosis terapi latihan holten untuk endurance strength menggunakan
kriteria sebagai berikut (1) intensitas 3065% dari 1 RM, (2)
repetisi > 20, (3) seri: 13, (4) pause/ istirahat 030
detik.Adapun rumus yang dapat digunakan untuk mencari 1RM adalah :
1RM = A kg x 100 % / B % Dimana :A : berat badan awal pasienB :
banyaknya pengulangan yang dilakukan pasien
TABEL 2.2JENIS METODE LATIHANMetodeIntensitas dari 1 RMRepetisi
(kali)SeriIstirahat ( detik )Tujuan
Mobilitas
Koordinasi
Endurance
Velocity
Hiperatropi
Kekuatan absolute
10 30 %
10 35 %
30 65 %
70 80 %
75 - 85 %
90 100%5 15
10 20
> 20
11 22
6 12
1 4 1 4
1 4
1 3
3 4
3 5
3 6 60
30 60
0 30
90 150
2 5
3 6 Memperbaiki mobilitas lokal.Mempelajari mobilitas
lokal.Meningkatkan kekuatan aerobic lokal.Melatih kecepatan
pergerakan.Meningkatkan massa otot.Meningkatkan kekuatan
absolute.
Sumber: Lateur,1996
d. Latihan Kemampuan Fungsional Latihan fungsional dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan gerakan gerakan fisik,
tugas tugas atau aktivitas yang efisien. (Priatna, 1985)Untuk
menilai kemampuan fungsional dasar dari lutut menggunakan suatu
pengukuran yang dinamakan Skala Jette yang terdiri dari 3 indeks
yaitu bangkit dari posisi duduk, berjalan 15meter dan naik
tangga.7