TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIKI. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala
klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak
sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak
(Sjahrir,2003). II. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun,
tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan
oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup.
Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di
berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000)Sampai dengan
tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5%
pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam,
prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta
2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)Diantara
Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden
rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan
berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada
perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari
tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki
lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan
dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai
penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki
dibandingkan perempuan (National Center for Health Statistics,
2008)Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh
gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan
dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah
54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA
Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5%
(Misbach dkk, 2007).III. KLASIFIKASII. Berdasarkan patologi anatomi
dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh
thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat
ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga masih belum teratasi
sekitar 50% pasien sudah terdapat infark dari hasil MRI. Setelah
TIA, 10% sampai 15% pasien dalam 7 hari, 30 hari, 90 hari akan
terkena stroke, namun lebih banyak pasien terkena stroke 2hari
setelah TIA (Gofir, 2009; Brust, 2007).b)Reversible Ischemic
Neurological Defisit (RIND)Seperti juga TIA gejala neurologi dari
RIND akan menghilang lebih dari 24 jam, biasanya RIND akan membaik
dalam waktu 24-48 jam (Gofir, 2009).
c) Stroke In Evolution (Progressing Stroke)Pada keadaan ini
gejala atau tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari
yang ringan menjadi lebih berat.
d) Complete Stroke Non HemorrhagicKelainan neurologis yang sudah
menetap tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana
yang mengalami infark.
II. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok
peneliti TOAST (Sjahrir, 2003) a) Aterosklerosis Arteri Besar
Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifikan (>50%)
stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di
korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT sken
otak MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang
otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan
potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.b)
Kardioembolisme Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari
jantung.III. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Sjahrir,
2003) : a) Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) b) Total
Anterior Circulation Infarct (TACI) c) Lacunar Infarct (LACI) d)
Posterior Circulation Infarct (POCI) IV. Berdasarkan stadium
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed Stroke
V. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1. Tipe Karotis
2. Tipe Vetebrobasiler
IV. FAKTOR RESIKOFaktor resiko untuk terjadinya stroke yang
pertama dapat diklasifikasikan
berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi
(nonmodifiable, modifiable, or
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or
less well documented)
(Goldstein, 2006)1. Non modifiable risk factors:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Berat badan lahir rendah
4. Ras/etnik
5. Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor1. Sindroma
metabolik2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Sleep disordered-breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase9.
Hypercoagulability
10. Inflamasi11. InfeksiV. PATOGENESIS Stroke iskemik terjadi
karena penurunan aliran darah di otak. Berkurangnya aliran darah ke
otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan
reaksi reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel sel otak
dan unsur unsur pendukungnya (Misbach, 2007).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari
bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di
sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika
tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah
penumbra iskemik. Sel sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati
akan tetapi sangat berkurang fungsi fungsinya dan menyebabkan juga
defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin
ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh
suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury
perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi
sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan
sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada
faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra
dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, antara lain
:
1) Keadaan pembuluh darah yang menyempit akibat aterosklerosis
atau tersumbat oleh trombus atau embolus.
2) Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan
hematocrit yang meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3) Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan
perfusi otak.
4) Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta
lepasnya embolus yang menimbulkan iskemia otak. Sebagai akibat dari
menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka akan
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan
ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur
sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta
integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan
kematian neuron.a. Mekanisme AtherosklerosisDeposit lemak
(atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga terjadi
penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi
pada jaringan yang disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya
kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan darah yang disebut
thrombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih
lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan membesar dan menutup
lumen arteri, atau thrombus dapat lepas dan membentuk emboli yang
akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah lain.
Ateroma sering ditemukan pada arang tua, akan tetapi proses
pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa
muda. Proses tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala
selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya terjadi pada arteri yang
berukuran besar (arkus aorta) dan arteri
yang berlekuk-lekuk (karotis), serta arteri basilaris. Proses
tersebut dimulai dengan adanya kerusakan jaringan. Penyebab
kerusakan pada endotel, baik perubahan struktural ataupun perubahan
fungsional, akibat adanya faktor-faktor seperti hiperkolesterolemia
kronis, atau adanya disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain.
Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas
endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara
sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya, sehingga daya aliran
darah didalamnya dapat menyebabkan pelepasan sel endotel.
Proses terjadinya plak atherosclerosis (Gofir, 2009; FK USU,
2002):
1) Akumulasi Lipoprotein Pada Tunika Intima
Lipoprotein yang tertimbun terutama adalah LDL dan VLDL. Hal ini
bisa terjadi karena kebiasaan merokok, makan dengan kolesterol
tinggi dan jarang berolahraga. Lipid akan masuk kedalam pembuluh
darah melalui transport aktif dan pasif.
2) Stress Oksidatif
Timbunan VLDL dan LDL akan dioksidasi karena pembuluh darahnya
mengalami jejas akibat hipertensi kronis atau pajanan dengan zat
toksin lainnya.
3) Aktivasi Sitokin
Stress aksidatif akan menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel
radang melepaskan mediator pro inflamasi berupa sitokin, misalnya
IL-2, TNF (Tumor Necrosis Factor).
4) Penetrasi Monosit
Sel-sel radang juga akan menghasilkan Monocyte Chemotactic
Factor sehingga monosit akan masuk sampai dasar tunika intima dan
kemudian berubah menjadi makrofag.5) Migrasi Makrofag dan
Pembentukan Foam Cell.
Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan
terbentuklah sel foam/sel sabun.
6) Migrasi Smooth Muscle Cells (SMCs)
Beberapa tahun kemudian proses tersebut berlanjut dengan
terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika adventisia ke
tunika intima yang meimbulkan akumulasi matriks akibat adanya
pelepasan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sel
endotel, dan trombosit.
7) Akumulasi Matriks Ekstra Sel
Matriks ekstra sel misalnya serabut-serabut hialin, kolagen,
elastin, dan fibrosa. Matriks ini diprosuksi oleh SMCs.
8) Kalsifikasi dan Fibrosis
sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi
dan akan berubah menjadi fibrosis. Makrofag, sel endotel, sel otot
polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak
aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokines yang memperkuat
interaksi antara sel-sel tersebut.
Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai
adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari
plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan
terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam
tunika media dinding pembuluh darah, Degenerasi dan perdarahan pada
pembuluh darah yang mengalami sklerosis (akibat pecahnya pembuluh
darah vasa vasorum) akan menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah. Hal ini akan terjadi perangsangan adhesi,
aktifasi dan agregasi trombosit, yang mengawali koagulasi darah dan
trombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel pada endotel yang
rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik yang akan menyebabkan
penyempitan (oklusi) arteri yang menyebabkan stenosis arteri dan
diameter menjadi berkurang
dan menimbulkan ischemic.
VI. MANIFESTASI KLINISTanda utama adalah munculnya secara
tiba-tiba satu atau lebih defisit neurologi fokal. Defisit
neurologi tersebut dapat mengalami perbaikan dengan cepat,
perburukan yang progresif, menetap. Gejala neurologi yang timbul
tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Gejala klinis stroke secara umum dapat
berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang
timbul
mendadak.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(hemihipestasi).
3) Perubahan status mental (somnolen, delirium, letargi, stupor,
atau koma)
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan).
5) Disartria (bicara pelo atau cadel).
6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau
diplopia.
7) Ataksia (trunkal atau anggota badan).
8) Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh
darah otak yang mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan
sindrom klinik oklusi berdasarkan lokasi:
1. Arteri Serebri Anterior
Stroke arteri serebri anterior adalah hal yang jarang terjadi,
hal ini karena emboli yang berasal dari pembuluh darah
ekstrakranial atau jantung lebih cenderung untuk masuk ke dalam
arteri serebri media dengan diameter yang lebih besar dan lebih
banyak mendapat banyak
aliran darah serebral. Gejala yang timbul adalah paralisis dan
hilangnya sensasi kaki kontralateral.2. Arteri Serebri Media
Stroke arteri serebri media sering terjadi pada banyak
kejadian
1) Bagian Superior
a. Hemiparesis kontralateral pada wajah, lengan.
b.Defisit hemisensorik kontralateral.
c. Afasia Broca yang dimanifestasikan kesulitan dalam berbicara
namun pemahaman bahasa masih utuh.
2) Bagian Inferior
a. Hemianopia homonim kontralateral
b. Neglect dan kegagalan untuk mengenali extremitas
kontralateral
c. Jika hemisfer yang dominan terlibat, akan disertai afasia
wernicke yang dimanifestasikan kesulitan dalam pemahaman bahasa
namun lancar dalam berbicara
3. Arteri Karotis Interna
Sekitar 15% kasus, oklusi atherosklerotik progresif pada arteri
karotis interna didahului dengan TIA. Gejala hampir sama dengan
oklusi pada arteri serebri media berupa hemiplegia, defisit
hemisensorik kontralateral dan hemianopia homonim.
4. Arteri Serebri Posterior
Oklusi yang berdekatan dengan sumber arteri serebri posterior
pada tingkat midbrain, gangguan dapat terjadi berupa:
1) Vertical gaze palsy.
2) Oculomotor nerve palsy (n.III).
3) Penyimpangan mata ke arah vertikal.
4) Bila sampai mengenai lobus oksipitalis dari hemisfer dominan
akan menyebabkan alexia tanpa agraphia (ketidakmampuan membaca
tanpa gangguan menulis).
5) Ketidak mampuan mengenali wajah yang familiar
(prosopagnosia).
5. Arteri Basiler
1) Kelumpuhan di satu atau empat extremitas.
2) Meningkatnya refleks tendon.
3) Ataksia.
4) Tanda babinski bilateral.
5) Disfagia.
6) Disartria.
7) Gangguan kesadaran.
8) Disorientasi.VII. DIAGNOSISDiagnosis stroke iskemik dapat
ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama
hemiparesis yang jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda
pengiring hemiparese yang dinamakan gangguan Upper Motor Neuron
(UMN) ialah:
Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan
ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik
sebagai berikut:
Pemeriksaan ketangkasan Gerak
Penilaian tenaga otot otot
Penilaian refleks tendon
Penilaian refleks patologis, seperti: Refleks Babinsky, Refleks
Oppenheim, Refleks Gordon, Refleks Schaefer, Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah
(LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah), Asam Urat,
Kholesterol, Trigliserid CT scan Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke
perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodense, biasanya tampak setelah
72 jam serangan.sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens. Pemeriksaan MRI: untuk memastikan proses
patologik di batang otak. Pemeriksaan Angiografi : menentukan
apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan
ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah. Pemeriksan USG: menilai pembuluh darah intra dan ekstra
kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal: Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).VIII. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan Umum
Stroke a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan : Pemberian
oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada
pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg),
atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasib.
Stabilisasi hemodinamik Berikan cairan kristaloid atau koloid
intravena (hindari cairan hipotonik seperti glukosa) Optimalisasi
tekanan darah Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif,
segera atasic. Pemeriksaan awal fisik umum : Tekanan darah,
pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal (derajat
kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan
hemiparesis)d. Pengendalian TIK Pemantauan ketat terhadap penderita
dengan risiko edema serebral Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg
dan CPP > 70 mmHg Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan
TIK : Tinggikan posisi kepala 20 - 30 Hindari penekanan vena
jugular Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hypernatremia Osmoterapi atas indikasi : Manitol 0.25 0.5
gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4 6 jam dengan target
310 mOsm/L Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu
Intubasi untuk menjaga normoventilasi Drainase ventrikular
dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa Penanganan transformasi hemoragik Pengendalian kejang : Bila
kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 20 mg dan diikuti oleh
fenitoin loading dose 15 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU Pengendalian
suhu tubuh : Setiap penderita stroke yang disertai demam harus
diberikan obat antipiretik dan diatas penyebabnya. Beriksan
acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5C atau > 37.5C Jika
didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotic.2.
Penatalaksanaan Stroke Iskemika. Trombolisis dengan Recombinant
Tissue Plasminogen Activator (rTPA). Terapi trombolitik ini tidak
diberikan pada pasien yang tidak dirawat di unit perawatan intesif
atau di pelayanan stroke yang lengkap. Pemberian rTPA sangat jarang
dilakukan dan terbatas pada beberapa kriteria pasien misalnya usia
18 tahun, tidak ada stroke dalam 3 bulan terakhir, tidak ada
pembedahan mayor dalam 14 hari sebelumnya, tidak ada riwayat
perdarahan intrakranial, tekanan darah 185/110 mmHg.pengobatan ini
anya boleh diberikan pada Stroke Ischemic dengan onset kurang dari
3 jam dan hasil scan tomografik normal.b. Antikoagulan heparin atau
Low Molecule Wright Heparin (LMWH) dapat dipakai unuk reperfusi dan
prevensi stroke berulang dengan pemantauan APTT 1-2 kali control.c.
Asetosal (ASA) dosis kecil 50-100 mg dapat diberikan dalam 48 jam
pertama bila sudah terbukti tidak ada perdarahan.
1. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik
Edema otak (herniasi otak) Vasospasme (terutama pada PSA)
Hidrosefalus Higroma2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di
otak)
Tekanan darah meninggi
DISARTRIAI. DEFINISIII. ETIOLOGI
III. PATOFISIOLOGI
IV. KLASIFIKASI
Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang
mendasarkan kepada:
Manifestasi klinik
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi
defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik
Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:
Afasia tidak lancar atau non-fluent
Afasia lancar atau fluent
Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan
berdasarkan:
1. Sindrom afasia peri-silvian
Afasia Broca (motorik, ekspresif)
Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)
Afasia konduksi
2. Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)
Afasia transkortikal motorik
Afasia transkortikal sensorik
Afasia transkortikal campuran
3. Sindrom afasia subkortikal
Afasia talamik
Afasia striatal
4. Sindrom afasia non-lokalisasi
Afasia anomik
Afasia global
V. GEJALA KLINIS
Afasia Tidak Lancar.
Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita
menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana.
Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambaran klinisnya: Pasien tampak sulit memulai bicara, panjang
kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat), gramatika bahasa
berkurang dan tidak kompleks, artikulasi umumnya terganggu,
pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih
kompleks, pengulanan (repetisi) buruk, kemampuan menamai, menyebut
nama benda buruk.
Afasia Lancar.
Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama
baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti
artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat
berbicara kembali.
Gambaran klinisnya : Keluaran bicara yang lancar, panjang
kalimat normal, artikulasi dan irama bicara baik, terdapat
parafasia, kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk.
Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan
tidak lancar dan tertegun-tegun: mana rokok beli. Sedangkan seorang
afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar: rokok beli
tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan
Afasia Broca (motorik, ekspresif).
Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca
tidak terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran
klinis afasia Broca ialah bergaya afasia non-fluent.
Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).
Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman
bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan
tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti
apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah
bergaya afasia fluent.
Afasia Konduksi.
Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung
antara area sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini
menyebabkan kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi
didapati adanya gangguan repetisi atau pengulangan.
Afasia transkortikal.
Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa.
Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya
fungsi berbahasa tetapi didapati repetisi bahasa yang baik dan
terpelihara.
Afasia transkortikal motorik.Ditandai dengan tanda afasia Broca
dengan bicara non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan
mengulangnya baik dan terpelihara.
Afasia transkortikal sensorik.
Ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara fluent,
tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan
terpelihara.
Afasia transkortikal campuran.
Ditandai dengan campuran tanda afasia Broca dan Wernicke.
penderita bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga disertai
kemampuan memahami bahasa yang buruk, sementara kemampuan mengulang
atau repetisi tetap baik.
Afasia talamik.Disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal
disebabkan lesi pada capsular-striatal, yang keduanya juga berperan
dalam pengaturan bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda
afasia anomik
Afasia anomik.Merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan
kepadanya. Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering
tertegun ketika mencari kata dan mengenal nama objek.
Afasia global.Bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan
lesi yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa
pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang
sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara berulang-ulang, misalnya baaah, baaah, baaah atau
maaa, maaa, maaa. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi,
membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir
selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.
VI. DIAGNOSA
Melihat manifestasi klinis dan riwayat trauma/penyakit
Tes kognitif/fungsi bahasa ( Boston Diagnostic Aphasia
Examination, Western Aphasia Battery, Boston Naming Test, Token
Test, dan Action Naming Test ( pemeriksaan yang dilakukan harus
mencakup semua komponen bahasa (bicara spontan, penamaan,
pengulangan, pemahaman, membaca, dan menulis)
Pemeriksaan radiologis ( CT Scan, MRI, PET Scan, EEG
VII. DIAGNOSIS BANDING
Kelainan psikiatri
Kelainan perkembangan
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada
penyebabnya, misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan
sebagainya. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk
mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina
wicara.
Terapi kognitif linguistik.
Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional
bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien
untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada
emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien
mendeskripsikan arti kata seperti kata "gembira." Latihan-latihan
seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan kemampuan
komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen emosi
dari bahasa.
Program stimulus.
Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori.
Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan
tingkat kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat
yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy.
Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan
sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang
digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini
yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika
dilakukan dengan pengulangan.
PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness).
Jenis terapi afasia ini bertujuan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan percakapan sebagai alatnya. Dalam
terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk
menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan
menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual.
Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk
dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara
bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.
Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).
Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area
otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah
stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka
pemulihan diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan
studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.2.
PROGNOSA
Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut. Suatu
tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil,
sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis
yang sangat baik.
Daftar Pustaka
1. Mardjono M, Sidartha P, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan
Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2008;
268-301
2. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran Umum
Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak dalam Kapita selekta
neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university
press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.3. National Stroke
Association. Hemorrhagic Stroke Fact Sheet. available from:
http://www.stroke.org/site/DocServer/NSAFactSheet_HemorrhagicStroke_7-09.pdf?docID=3025
October 01, 20144. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal:
966-71.5. American Heart Association. Guidelines for the Management
of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. Available from:
http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.full.pdf September
29, 20146. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik
dan Mental. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2010.
7. Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia. Jakarta. 2009
8. American Heart Disease. Stroke and Aphasia.
http://www.strokeassociation.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@hcm/documents/downloadable/ucm_309703.pdf
September 30, 201415