Top Banner
TINJAUAN PUSTAKA STROKE NON HEMORAGIK I. DEFINISI Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003). II. EPIDEMIOLOGI Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000) Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)
28

Bab II Preskas Neuro snh

Nov 11, 2015

Download

Documents

Fahmi Hidayati

stroke non hemo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE NON HEMORAGIKI. DEFINISI

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003). II. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000)Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan (National Center for Health Statistics, 2008)Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach dkk, 2007).III. KLASIFIKASII. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

1. Stroke iskemik

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga masih belum teratasi sekitar 50% pasien sudah terdapat infark dari hasil MRI. Setelah TIA, 10% sampai 15% pasien dalam 7 hari, 30 hari, 90 hari akan terkena stroke, namun lebih banyak pasien terkena stroke 2hari setelah TIA (Gofir, 2009; Brust, 2007).b)Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)Seperti juga TIA gejala neurologi dari RIND akan menghilang lebih dari 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam (Gofir, 2009).

c) Stroke In Evolution (Progressing Stroke)Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang ringan menjadi lebih berat.

d) Complete Stroke Non HemorrhagicKelainan neurologis yang sudah menetap tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.

II. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Sjahrir, 2003) a) Aterosklerosis Arteri Besar Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifikan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT sken otak MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.b) Kardioembolisme Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung.III. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Sjahrir, 2003) : a) Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) b) Total Anterior Circulation Infarct (TACI) c) Lacunar Infarct (LACI) d) Posterior Circulation Infarct (POCI) IV. Berdasarkan stadium

1. TIA

2. Stroke in evolution

3. Completed Stroke

V. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)

1. Tipe Karotis

2. Tipe Vetebrobasiler

IV. FAKTOR RESIKOFaktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan

berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or

potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented)

(Goldstein, 2006)1. Non modifiable risk factors:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Berat badan lahir rendah

4. Ras/etnik

5. Genetik

2. Modifiable risk factors:

a. Well-documented and modifiable risk factor

1. Hipertensi

2. Terpapar asap rokok

3. Diabetes

4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Terapi hormon postmenopouse

8. Poor diet

9. Physical inactivity

10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh

b. Less well-documented and modifiable risk factor1. Sindroma metabolik2. Alcohol abuse

3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep disordered-breathing

5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein

8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase9. Hypercoagulability

10. Inflamasi11. InfeksiV. PATOGENESIS Stroke iskemik terjadi karena penurunan aliran darah di otak. Berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel sel otak dan unsur unsur pendukungnya (Misbach, 2007).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, antara lain :

1) Keadaan pembuluh darah yang menyempit akibat aterosklerosis atau tersumbat oleh trombus atau embolus.

2) Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematocrit yang meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.

3) Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.

4) Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya embolus yang menimbulkan iskemia otak. Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.a. Mekanisme AtherosklerosisDeposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan darah yang disebut thrombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan membesar dan menutup lumen arteri, atau thrombus dapat lepas dan membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah lain. Ateroma sering ditemukan pada arang tua, akan tetapi proses pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa muda. Proses tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya terjadi pada arteri yang berukuran besar (arkus aorta) dan arteri

yang berlekuk-lekuk (karotis), serta arteri basilaris. Proses tersebut dimulai dengan adanya kerusakan jaringan. Penyebab kerusakan pada endotel, baik perubahan struktural ataupun perubahan fungsional, akibat adanya faktor-faktor seperti hiperkolesterolemia kronis, atau adanya disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya, sehingga daya aliran darah didalamnya dapat menyebabkan pelepasan sel endotel.

Proses terjadinya plak atherosclerosis (Gofir, 2009; FK USU, 2002):

1) Akumulasi Lipoprotein Pada Tunika Intima

Lipoprotein yang tertimbun terutama adalah LDL dan VLDL. Hal ini bisa terjadi karena kebiasaan merokok, makan dengan kolesterol tinggi dan jarang berolahraga. Lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport aktif dan pasif.

2) Stress Oksidatif

Timbunan VLDL dan LDL akan dioksidasi karena pembuluh darahnya mengalami jejas akibat hipertensi kronis atau pajanan dengan zat toksin lainnya.

3) Aktivasi Sitokin

Stress aksidatif akan menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel radang melepaskan mediator pro inflamasi berupa sitokin, misalnya IL-2, TNF (Tumor Necrosis Factor).

4) Penetrasi Monosit

Sel-sel radang juga akan menghasilkan Monocyte Chemotactic Factor sehingga monosit akan masuk sampai dasar tunika intima dan kemudian berubah menjadi makrofag.5) Migrasi Makrofag dan Pembentukan Foam Cell.

Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan terbentuklah sel foam/sel sabun.

6) Migrasi Smooth Muscle Cells (SMCs)

Beberapa tahun kemudian proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika adventisia ke tunika intima yang meimbulkan akumulasi matriks akibat adanya pelepasan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit.

7) Akumulasi Matriks Ekstra Sel

Matriks ekstra sel misalnya serabut-serabut hialin, kolagen, elastin, dan fibrosa. Matriks ini diprosuksi oleh SMCs.

8) Kalsifikasi dan Fibrosis

sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan akan berubah menjadi fibrosis. Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokines yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut.

Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami sklerosis (akibat pecahnya pembuluh darah vasa vasorum) akan menyebabkan kerusakan endotel

pembuluh darah. Hal ini akan terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang mengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik yang akan menyebabkan penyempitan (oklusi) arteri yang menyebabkan stenosis arteri dan diameter menjadi berkurang

dan menimbulkan ischemic.

VI. MANIFESTASI KLINISTanda utama adalah munculnya secara tiba-tiba satu atau lebih defisit neurologi fokal. Defisit neurologi tersebut dapat mengalami perbaikan dengan cepat, perburukan yang progresif, menetap. Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasinya. Gejala klinis stroke secara umum dapat berupa:

1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul

mendadak.

2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (hemihipestasi).

3) Perubahan status mental (somnolen, delirium, letargi, stupor, atau koma)

4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan).

5) Disartria (bicara pelo atau cadel).

6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.

7) Ataksia (trunkal atau anggota badan).

8) Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah otak yang mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan sindrom klinik oklusi berdasarkan lokasi:

1. Arteri Serebri Anterior

Stroke arteri serebri anterior adalah hal yang jarang terjadi, hal ini karena emboli yang berasal dari pembuluh darah ekstrakranial atau jantung lebih cenderung untuk masuk ke dalam arteri serebri media dengan diameter yang lebih besar dan lebih banyak mendapat banyak

aliran darah serebral. Gejala yang timbul adalah paralisis dan hilangnya sensasi kaki kontralateral.2. Arteri Serebri Media

Stroke arteri serebri media sering terjadi pada banyak kejadian

1) Bagian Superior

a. Hemiparesis kontralateral pada wajah, lengan.

b.Defisit hemisensorik kontralateral.

c. Afasia Broca yang dimanifestasikan kesulitan dalam berbicara namun pemahaman bahasa masih utuh.

2) Bagian Inferior

a. Hemianopia homonim kontralateral

b. Neglect dan kegagalan untuk mengenali extremitas kontralateral

c. Jika hemisfer yang dominan terlibat, akan disertai afasia wernicke yang dimanifestasikan kesulitan dalam pemahaman bahasa namun lancar dalam berbicara

3. Arteri Karotis Interna

Sekitar 15% kasus, oklusi atherosklerotik progresif pada arteri karotis interna didahului dengan TIA. Gejala hampir sama dengan oklusi pada arteri serebri media berupa hemiplegia, defisit hemisensorik kontralateral dan hemianopia homonim.

4. Arteri Serebri Posterior

Oklusi yang berdekatan dengan sumber arteri serebri posterior pada tingkat midbrain, gangguan dapat terjadi berupa:

1) Vertical gaze palsy.

2) Oculomotor nerve palsy (n.III).

3) Penyimpangan mata ke arah vertikal.

4) Bila sampai mengenai lobus oksipitalis dari hemisfer dominan akan menyebabkan alexia tanpa agraphia (ketidakmampuan membaca tanpa gangguan menulis).

5) Ketidak mampuan mengenali wajah yang familiar (prosopagnosia).

5. Arteri Basiler

1) Kelumpuhan di satu atau empat extremitas.

2) Meningkatnya refleks tendon.

3) Ataksia.

4) Tanda babinski bilateral.

5) Disfagia.

6) Disartria.

7) Gangguan kesadaran.

8) Disorientasi.VII. DIAGNOSISDiagnosis stroke iskemik dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:

Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi

Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh

Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh

Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut:

Pemeriksaan ketangkasan Gerak

Penilaian tenaga otot otot

Penilaian refleks tendon

Penilaian refleks patologis, seperti: Refleks Babinsky, Refleks Oppenheim, Refleks Gordon, Refleks Schaefer, Refleks Gonda

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)

Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)

Fungsi hati (SGOT/SGPT)

Urine Lengkap

Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah), Asam Urat, Kholesterol, Trigliserid CT scan Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense, biasanya tampak setelah 72 jam serangan.sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens. Pemeriksaan MRI: untuk memastikan proses patologik di batang otak. Pemeriksaan Angiografi : menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah. Pemeriksan USG: menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal: Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).VIII. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan Umum Stroke a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan : Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95 % Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasib. Stabilisasi hemodinamik Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik seperti glukosa) Optimalisasi tekanan darah Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasic. Pemeriksaan awal fisik umum : Tekanan darah, pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)d. Pengendalian TIK Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK : Tinggikan posisi kepala 20 - 30 Hindari penekanan vena jugular Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik Hindari hypernatremia Osmoterapi atas indikasi : Manitol 0.25 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4 6 jam dengan target 310 mOsm/L Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu Intubasi untuk menjaga normoventilasi Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa Penanganan transformasi hemoragik Pengendalian kejang : Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 20 mg dan diikuti oleh fenitoin loading dose 15 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU Pengendalian suhu tubuh : Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan obat antipiretik dan diatas penyebabnya. Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5C atau > 37.5C Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotic.2. Penatalaksanaan Stroke Iskemika. Trombolisis dengan Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rTPA). Terapi trombolitik ini tidak diberikan pada pasien yang tidak dirawat di unit perawatan intesif atau di pelayanan stroke yang lengkap. Pemberian rTPA sangat jarang dilakukan dan terbatas pada beberapa kriteria pasien misalnya usia 18 tahun, tidak ada stroke dalam 3 bulan terakhir, tidak ada pembedahan mayor dalam 14 hari sebelumnya, tidak ada riwayat perdarahan intrakranial, tekanan darah 185/110 mmHg.pengobatan ini anya boleh diberikan pada Stroke Ischemic dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil scan tomografik normal.b. Antikoagulan heparin atau Low Molecule Wright Heparin (LMWH) dapat dipakai unuk reperfusi dan prevensi stroke berulang dengan pemantauan APTT 1-2 kali control.c. Asetosal (ASA) dosis kecil 50-100 mg dapat diberikan dalam 48 jam pertama bila sudah terbukti tidak ada perdarahan.

1. KOMPLIKASI

1. Komplikasi neurologik

Edema otak (herniasi otak) Vasospasme (terutama pada PSA) Hidrosefalus Higroma2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak)

Tekanan darah meninggi

DISARTRIAI. DEFINISIII. ETIOLOGI

III. PATOFISIOLOGI

IV. KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada:

Manifestasi klinik

Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:

Afasia tidak lancar atau non-fluent

Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:

1. Sindrom afasia peri-silvian

Afasia Broca (motorik, ekspresif)

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

Afasia konduksi

2. Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

Afasia transkortikal motorik

Afasia transkortikal sensorik

Afasia transkortikal campuran

3. Sindrom afasia subkortikal

Afasia talamik

Afasia striatal

4. Sindrom afasia non-lokalisasi

Afasia anomik

Afasia global

V. GEJALA KLINIS

Afasia Tidak Lancar.

Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.

Gambaran klinisnya: Pasien tampak sulit memulai bicara, panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat), gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks, artikulasi umumnya terganggu, pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks, pengulanan (repetisi) buruk, kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk.

Afasia Lancar.

Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali.

Gambaran klinisnya : Keluaran bicara yang lancar, panjang kalimat normal, artikulasi dan irama bicara baik, terdapat parafasia, kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk.

Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan tertegun-tegun: mana rokok beli. Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar: rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan

Afasia Broca (motorik, ekspresif).

Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah bergaya afasia non-fluent.

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).

Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.

Afasia Konduksi.

Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung antara area sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini menyebabkan kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya gangguan repetisi atau pengulangan.

Afasia transkortikal.

Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa. Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi berbahasa tetapi didapati repetisi bahasa yang baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal motorik.Ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal sensorik.

Ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal campuran.

Ditandai dengan campuran tanda afasia Broca dan Wernicke. penderita bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga disertai kemampuan memahami bahasa yang buruk, sementara kemampuan mengulang atau repetisi tetap baik.

Afasia talamik.Disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal disebabkan lesi pada capsular-striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik

Afasia anomik.Merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering tertegun ketika mencari kata dan mengenal nama objek.

Afasia global.Bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya baaah, baaah, baaah atau maaa, maaa, maaa. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.

VI. DIAGNOSA

Melihat manifestasi klinis dan riwayat trauma/penyakit

Tes kognitif/fungsi bahasa ( Boston Diagnostic Aphasia Examination, Western Aphasia Battery, Boston Naming Test, Token Test, dan Action Naming Test ( pemeriksaan yang dilakukan harus mencakup semua komponen bahasa (bicara spontan, penamaan, pengulangan, pemahaman, membaca, dan menulis)

Pemeriksaan radiologis ( CT Scan, MRI, PET Scan, EEG

VII. DIAGNOSIS BANDING

Kelainan psikiatri

Kelainan perkembangan

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.

Terapi kognitif linguistik.

Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata "gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen emosi dari bahasa.

Program stimulus.

Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy.

Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness).

Jenis terapi afasia ini bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).

Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.2. PROGNOSA

Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut. Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik.

Daftar Pustaka

1. Mardjono M, Sidartha P, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2008; 268-301

2. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.3. National Stroke Association. Hemorrhagic Stroke Fact Sheet. available from: http://www.stroke.org/site/DocServer/NSAFactSheet_HemorrhagicStroke_7-09.pdf?docID=3025 October 01, 20144. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.5. American Heart Association. Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.full.pdf September 29, 20146. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010.

7. Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Jakarta. 2009

8. American Heart Disease. Stroke and Aphasia. http://www.strokeassociation.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@hcm/documents/downloadable/ucm_309703.pdf September 30, 201415